Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“PAJAK PENGHASILAN PPh 22 dan PPh 23 ”

Dosen Pengampu :
WENY FITRIYANTI, S.E., M.M

NAMA KELOMPOK :
1. SYAFIQ ZULFADLI ( 200301064 )
2. SALSABILLA ARINDA ( 200301102 )
3. MILLA AISILIADAMAYANTI ( 200301112 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MANAJEMEN B PAGI

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat serta


karunia-Nya kepada kita sehingga kita berhasil menyelesaikan Makalah ini dengan tepat pada
waktunya yang berjudul “PAJAK PENGHASILAN PPH 21”.
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian “PAJAK PENGHASILAN PPH
21”  Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pengrtian
Pajak
Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan Makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meberikan rahmatnya Amin.

Gresik, 19 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3

BAB 1
PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah........................................................................................ 5

BAB II
PEMBAHASAN ............................................................................................... 6
2.1 Pengertian PPh Pasal 22 & 23 ............................................................... 6
2.2 Pemungut Pajak Penghasilan .................................................................. 6
2.3 Cara Menghitung PPh Pasal 22 .............................................................. 7
2.4 Tarif PPh dan Objeknya PPh Pasal 23 ................................................... 8
2.5 Pihak Pemotong dan Pihak yang Dikenakan Pajak ................................ 10
2.6 Yang Termasuk Pengecualian Pemungutan PPh pasal 22 dan 23 ........... 10

BAB III
PENUTUP ………………………………………………………………......... 12
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 12
3.2 Saran.......................................................................................................... 12

Daftar Pustaka .................................................................................................. 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai
kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti
kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya.
Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.

Pemungutan pajak yang dilakukan roleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari
penerima Negara. Lagi pula penerimaan Negara dari pajak dapat dapat dijadikan indikator atas
peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban
perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat
dalam bentuk tindak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna
bagi rakyat.

Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah  dipotong
pph pasal 21. PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan
usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan
ekspor, impor dan re-impor. Melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan RI No.
92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari
Pemberi atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah, pemerintah melebarkan badan-
badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari PPh Pasal 22 dan 23?
2. Siapakah yang berkontribusi dalam pemungutan PPh pasal 22?
3. Bagaimana cara penghitungan PPh pasal 22?
4. Berapakah tarif PPh dan objeknya pasal 23?
5. Siapakah pihak pemotong PPh pasal 23 dan pihak yang dikenakan PPh pasal 23?
6. Siapakah yang termasuk pengecualian pemungutan PPh pasal 22 dan 23?

4
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini agar kami selaku penyusun mengetahui segala hal
mengenai PPh pasal 22 dan 23, dan menambah wawasan para pembaca serta sebagai referensi
penulis.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh pasal 22 dan 23


Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh)
Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan
atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan
kegiatan perdagangan barang. Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan
tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti
PPh 21 atau pun PPh 23.

Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari
perdagangan tersebut.Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun
pembelian.

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan
pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara pihak
yang menerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan. Pihak pemberi
penghasilan (pembeli atau penerima jasa) akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut
kepada kantor pajak. Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62
jenis jasa lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.

2.2 Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22

Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian
adalah:

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal
22 impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);

6
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
o PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama
Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero);
o Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk
keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin
usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan
adalah:

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri
hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
o mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan; dan
o menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.  90/PMK.03/2015, pemerintah
menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

2.3 Cara menghitung PPh 22

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016, lihat lampiran berikut ini
mengenai objek PPh Pasal 22 berupa impor barang-barang mewah tertentu.

1. Atas impor:
o yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;

7
o non-API = 7,5% x nilai impor;
o yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
o Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
o Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
o Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
o Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
o Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen
bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
= 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan
o Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
o Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
o Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
o Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
o Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

2.4 Tarif PPh dan Objeknya pasal 23

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung
dari objek PPh pasal 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23 :

1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :

 Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
 Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

8
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.

4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus
2015.

5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
23.

6. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk


dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

 Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna
jasa;
 Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian);
 Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
 Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada
pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:

 Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;


 Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang
bersifat final; 
 Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang merupakan
imbalan atas pekerjaan yang dilakukan wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga
kerja. Hal ini harus dibuktikan oleh kontrak kerja dengan pengguna jasa dan daftar
pembayaran gaji, tunjangan, upah, atau honorarium;
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang atau material
terkait jasa yang diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur pembelian atas
pengadaan barang atau material;
 Pembayaran melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh
faktur tagihan dari pihak ketiga dan disertai dengan perjanjian tertulis;
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian atau reimbursement. Ini
berlaku untuk biaya yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal
ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dan bukti pembayaran.

9
2.5 Pihak Pemotong dan Pihak yang Dikenakan Pajak

1. Pihak pemotong PPh Pasal 23:

 Badan pemerintah;
 Subjek pajak badan dalam negeri;
 Penyelenggara kegiatan
 Bentuk Usaha Tetap (BUT);
 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
 Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.  

2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: 

 Wajib pajak dalam negeri;


 Bentuk Usaha Tetap (BUT)

2.6 Yang termasuk Pengecualian Pemungutan Pajak PPh pasal 22 dan 23

Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:

1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus
dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
o yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga
barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot
Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang
dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana
mestinya;
o sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969
tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir
dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
o berupa kiriman hadiah;
o untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah
yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos, dan telepon.

10
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas: 

1. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;


2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib
pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
 Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor;
 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
 SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
 Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-
impor. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh
Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah. Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari
wajib pajak saat terjadinya transaksi. Wajib pajak PPh pasal 23 dibebaskan dari kewajibannya
bila wajib pajak tengah mengalami kerugian fiskal.

3.2 Saran

Dengan selesainya makalah ini semoga bermanfaat bagi pembaca. Makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu saya mohon kepada para pembaca agar dapat memberikan saran, kritik,
atau komentarnya demi kelancaran tugas ini. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

12
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-
pasal-22
 https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-potong/pph-pajak-penghasilan-
pasal-23
 https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-potong/pph-pajak-penghasilan-
pasal-23
 Https://www.google.com/search?
q=cara+penghitungan+pph+pasl+22&oq=cara+penghitungan+pph+pasl+22
+&aqs=chrome..69i57j0l6j69i61.17081j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
 https://www.google.com/search?
q=bagaimana+cara+pemotongan+pajak+pasal+23&oq=bagaimana+cara+pe
motongan+pajak+pasal+23+&aqs=chrome..69i57j33i22i29i30.10461j0j7&s
ourceid=chrome&ie=UTF-8

13

Anda mungkin juga menyukai