Dosen Pengampu :
WENY FITRIYANTI, S.E., M.M
NAMA KELOMPOK :
1. SYAFIQ ZULFADLI ( 200301064 )
2. SALSABILLA ARINDA ( 200301102 )
3. MILLA AISILIADAMAYANTI ( 200301112 )
MANAJEMEN B PAGI
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3
BAB 1
PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah........................................................................................ 5
BAB II
PEMBAHASAN ............................................................................................... 6
2.1 Pengertian PPh Pasal 22 & 23 ............................................................... 6
2.2 Pemungut Pajak Penghasilan .................................................................. 6
2.3 Cara Menghitung PPh Pasal 22 .............................................................. 7
2.4 Tarif PPh dan Objeknya PPh Pasal 23 ................................................... 8
2.5 Pihak Pemotong dan Pihak yang Dikenakan Pajak ................................ 10
2.6 Yang Termasuk Pengecualian Pemungutan PPh pasal 22 dan 23 ........... 10
BAB III
PENUTUP ………………………………………………………………......... 12
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 12
3.2 Saran.......................................................................................................... 12
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pemungutan pajak yang dilakukan roleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari
penerima Negara. Lagi pula penerimaan Negara dari pajak dapat dapat dijadikan indikator atas
peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban
perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat
dalam bentuk tindak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna
bagi rakyat.
Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong
pph pasal 21. PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan
usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan
ekspor, impor dan re-impor. Melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan RI No.
92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari
Pemberi atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah, pemerintah melebarkan badan-
badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
4
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini agar kami selaku penyusun mengetahui segala hal
mengenai PPh pasal 22 dan 23, dan menambah wawasan para pembaca serta sebagai referensi
penulis.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari
perdagangan tersebut.Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun
pembelian.
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan
pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara pihak
yang menerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan. Pihak pemberi
penghasilan (pembeli atau penerima jasa) akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut
kepada kantor pajak. Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62
jenis jasa lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.
Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian
adalah:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal
22 impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
6
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
o PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama
Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero);
o Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk
keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin
usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan
adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri
hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
o mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan; dan
o menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah
menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016, lihat lampiran berikut ini
mengenai objek PPh Pasal 22 berupa impor barang-barang mewah tertentu.
1. Atas impor:
o yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
7
o non-API = 7,5% x nilai impor;
o yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
o Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
o Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
o Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
o Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
o Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen
bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
= 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan
o Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
o Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
o Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
o Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
o Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung
dari objek PPh pasal 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23 :
Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
8
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus
2015.
5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
23.
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna
jasa;
Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian);
Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada
pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:
9
2.5 Pihak Pemotong dan Pihak yang Dikenakan Pajak
Badan pemerintah;
Subjek pajak badan dalam negeri;
Penyelenggara kegiatan
Bentuk Usaha Tetap (BUT);
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:
10
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas:
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-
impor. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh
Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah. Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari
wajib pajak saat terjadinya transaksi. Wajib pajak PPh pasal 23 dibebaskan dari kewajibannya
bila wajib pajak tengah mengalami kerugian fiskal.
3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini semoga bermanfaat bagi pembaca. Makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu saya mohon kepada para pembaca agar dapat memberikan saran, kritik,
atau komentarnya demi kelancaran tugas ini. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-
pasal-22
https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-potong/pph-pajak-penghasilan-
pasal-23
https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-potong/pph-pajak-penghasilan-
pasal-23
Https://www.google.com/search?
q=cara+penghitungan+pph+pasl+22&oq=cara+penghitungan+pph+pasl+22
+&aqs=chrome..69i57j0l6j69i61.17081j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://www.google.com/search?
q=bagaimana+cara+pemotongan+pajak+pasal+23&oq=bagaimana+cara+pe
motongan+pajak+pasal+23+&aqs=chrome..69i57j33i22i29i30.10461j0j7&s
ourceid=chrome&ie=UTF-8
13