PERPAJAKAN
Disusun Oleh :
Kelompok 3 / 6 PS.A
Dosen Pengampu :
PERBANKAN SYARIAH
2023
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak menurut Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
perubahan keempat atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Ayat berbunyi
pajak kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang ,dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara .1Jenis-jenis pajak yang dipotong dan dipungut di Indonesia salah
satunya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) .Pajak
Penghasilan sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
UndangUndang Pajak Nomor 10 tahun 1994 selanjutnya diubah kembali
dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 dan terakhir diubah dengan
Undang-Undang Pajak Nomor 36 tahun 2008 terdiri dari PPh pasal
21,22,23,24,25,26.
1
Mardiasmo, PERPAJAKAN, ed. Dian Arum, Edisi 2019. (Yogyakarta: Andi, 2019).
2
Lyviani A. Taroreh, Jenny Morasa, and Lidia M. Mawikere, “Evaluasi Perhitungan, Penyetoran
Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 Pada RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,” Jurnal
EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi 9, no. 2 (2021): 378–386.
1
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong
pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau terutang
oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraan
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya .3
B. Rumusan Masalah
1. Bagimana PPh Pasal 22 ?
2. Bagimana PPh Pasal 23 ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui PPh Pasal 22 .
2. Untuk mengetahui PPh Pasal23 .
3
Patric Walandouw, “Analisis Perhitungan Dan Pelaporan Pph Pasal 23 Dan Pph Pasal 25,” Emba
1, no. 3 (2013): 1689–1699.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
A. PPh Pasal 22
1. Pengertian PPh Pasal 22
Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah pajak yang
dipungut oleh bendaharawan pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah ,instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga -lembaga negara
lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan
badan badan tertentu dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
lainnya .4
3
7. Pembelian Komoditas Badan usaha yang melakukan
Tambang pemebelian komoditas tambang
8. Penjualan Emas Badan usaha yang melakukan
penjualan emas Batangan di
dalam negeri
9. Penjualan barang yang Wajib Pajak badan yang
tergolong sangat mewah melakukan penjualan barang
(peswat pribadi,helicopter yang tergolong sangat mewah.
pribadi,kapal pesiar,rumah
beserta tanahnya,apartemen
kendaraan )
6
Ibid,279-287.
4
• Pelumas sebesar 0,3% dari
penjualan tidak termasuk
PPN
5. Penjualan kendaraan PPh pasal 22 sebesar 0,45%
bermotor dari dasr pengenaan PPN
6. Pembelian bahan bahan PPh pasal 22 sebesar 0,25%
untuk keperluan industry dari harga pembelian tidak
atau ekspor termasuk PPN
7. Pembelian Komoditas PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari
Tambang harga pembelian tidak termasuk
PPN
8. Penjualan Emas PPh pasal 22 sebesar 0,45%
dari harga jual emas batangan
9. Penjualan barang yang PPh pasal 22 sebesar 1% dan
tergolong sangat mewah 5%
(peswat pribadi,helicopter
pribadi,kapal pesiar,rumah
beserta tanahnya,apartemen
kendaraan )
7
Ibid,289.
8
S S T Vita Apriliasari et al., Praktikum PPh Pemotongan Dan Pemungutan (PPh Pasal 22, 23, 26,
4 Ayat (2), 15) (Penerbit Andi, n.d.).
5
g) Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh
industry otomotif ,Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) ,Agen
Pemegang Merek (APM) dan importir umum kendaraan bermotor .
h) Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor .
i) Penjualan emas batangan oleh bdan usaha yang melakukan penjualan
emas batangan kepada Bank Indonesia .
j) Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah dan
BULOG
k) Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan
pangan dan stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan
Urusan Logistik atau BUMN lainnya.
5. Sifat Pemungutan
PPh Pasal 22 bersifat tidak final kecuali atas penjualan bahan bakar
minyak ,bahan bakar gas ,dan pelumas oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak ,bahan bakar gas ,dan pelumas kepada penyalur
atau agen .9
9
Ibid 15.
10
Mardiasmo, PERPAJAKAN 279-288.
6
otomotif,dan industry farmasi
,terutang dan sipungut saat penjualan.
4. Penjualan bahan bakar Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang
minya,bahan bakar gas,dan dan dipungut pada saat penerbitan
pelumas surat perintah pengeluaran barang
(delivery order)
5. Penjualan kendaraan Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang
bermotor dan dipungut pada saata penjualan
6. Pembelian bahan bahan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
untuk keperluan industry pembelian bahan-bahan untuk
atau ekspor keperluan industry atau
ekspor,terutang dan dipungut pada
saat pembeliaan
7. Pembelian Komoditas Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang
Tambang dan dipungut pada saat pembelian
8. Penjualan Emas Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang
dan dipungut pada saat penjualan
9. Penjualan barang yang Pemungut Pajak wajim memungut
tergolong sangat mewah PPh Pasal 22 pada saat melakukan
(peswat pribadi,helicopter penjualan barang yang tergolong
pribadi,kapal pesiar,rumah sangat mewah
beserta tanahnya,apartemen
kendaraan )
7
dilakukan secara kolektif dengan menggunakan SSP dan harus
diterbitkan bukti pemungutannya rangkap 3.
d. Pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh
pemungut pada butir 6 pada pemungut pajak dilaksanakan dengan
cara penyetoran oleh penyalur,agen, dan atau pembeli lainnya ke
bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro. Atas pemungutannya
diterbitkan bukti pemungutan.
8
c. Perhitungan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi
Industri Otomotif di Dalam Negeri
Besarnya PPh pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan
bermotor roda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% dari
dasar pengenaan pajak (DPP) PPN
9
Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri
semen pada saat penjualan semen dalam negeri adalah 0,25% dari
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.
PPh Pasal 22 = 0,25% X PPN
B. PPh Pasal 23
1. Pengertian PPh Pasal 23
Pajak penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23), yaitu pajak penghasilan
yang dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk
Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan selain yang telah
dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21.11
Patric Walandouw, “Analisis Perhitungan Dan Pelaporan PPh Pasal 23 Dan PPh Pasal 25,” Jurnal
11
EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi 1, no. 3 (2013).
10
2. Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak yang membayarkan
penghasilan,yang terdiri atas :12
a. Badan Pemerintah
b. Subjek Pajak badan dalam negeri
c. Penyelenggara kegiatan
d. Bentuk Usaha Tetap
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
f. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang telah mendapat
penunjukkan dari Direktur Jendral Pajak untuk memotong pajak PPh
Pasal 23
12
Direktorat Jenderal Pajak, “Pemotong Pajak Penghasilan - Pasal 23,” .
13
Mardiasmo, PERPAJAKAN 296.
14
Ibid 296-298.
11
pajak penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan 2% dari
dengan penggunaan harta,kecuali sewa jumlah bruto
tanah dan/atau bangunan. tidak
termasuk
pajak
pertambahan
nilai (PPN)
6. Imbalan sehubungan dengan jasa 2% dari
teknik,jasa manajemen,jasa konstruksi jumlah bruto
,jasa konsultan dan jasa lain selain jasa tidak
yang telah dipotong Pajak Penghasilan termasuk
Pasal 21. pajak
pertambahan
nilai (PPN)
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak ,besarnya tarif
pemotongan adalah lebih tinggi 100% .Kepemilikan Nomor Pokok Wjib
Pajak dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak Antara Lain Dengan Cara
Menunjukkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak .
15
Ibid 296-297.
12
f. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham,persekutuan,perkumpulan dll.
g. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atau jasa
keunagan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan /atau
pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Mentri Keuangan .
5. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 23
Menurut (Resmi, 2014) saat terutang, penyetoran dan pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 23 adalah sebagai berikut : 16
a. Pajak Penghasilan 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang
bersangkutan. Yang dimaksud saat terutangnya penghasilan yang
bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong
pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
b. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong
pajak selambat-lambatnya tanggal 10 (supuluh) bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak ke bank ke bank
persepsi atau Kantor Pos Indonesia.
c. Pemotong PPh pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
d. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang
dipotong.
e. Pelaksanaan pemotongan,penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23
dilakukan secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan Objek
PPh Pasal 23, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
16
Siti Resmi, “Perpajakan Teori Dan Kasus Edisi 8,” Jakarta: Salemba Empat (2014).
13
pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23
tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh
Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal
23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang yang
bersangkutan
14
Pasal 23 dipotong CV Selera Makan adalah 15% x Rp.30.000.000. =
Rp.4.500.000. Apabila Ny.Sulastri belum memiliki NPWP maka PPh
Pasal 23 yang dipotong CV Selera Makan adalah 30% x Rp.30.000.000.
= Rp.9.000.000.
d. Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Hadiah ,Penghargaan ,Bonus
,dan Sejenisnya
Atas hadiah sehubungan kegiatan dan penghargaan oleh Wajib
Pajak badan termasuk BUT dikenakan pemotongan PPh Pasal 23
sebesar 15% dari jumlah bruto
15
f. Cara Menghitung PPh Pasal 23 Atas Imbalan sehubungan dengan
jasa teknik,jasa manajemen,jasa kontruksi,jasa konsultan,dan jasa
lainnya.
Atas penghasilan imbalan sehubungan dengan sehubungan dengan
jasa teknik,jasa manajemen,jasa kontruksi,jasa konsultan,dan jasa lain
selain jasa yang telah dipotong PPh 21dikenakan potongan PPh Pasal 23
sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah ,instansi atau
lembaga pemerintah dan lembaga -lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan badan tertentu
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan lainnya . Adapun objek pajak
PPh pasal 22 seperti Pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah yang
dipungut oleh bendahara pemerintah ,Pejabat Penerbit Surat Perintah
Membayar dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan tarif pajak 1,5%
, Penjualan Emas dengan tarif PPh pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual
emas batanganyang dipungut badan usaha yang melakukan penjualan emas
Batangan di dalam negeri . PPh Pasal 22 bersifat tidak final kecuali atas
penjualan bahan bakar minyak ,bahan bakar gas ,dan pelumas oleh
produsen .
B. Saran
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “ PPh Pasal 22 dan PPh
Pasal 23 ” ini penulis menyadari bahwa makalh ini jauh dari kata sempurna
.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca makalah .
17
DAFTAR PUSTAKA
Patric Walandouw. “Analisis Perhitungan Dan Pelaporan Pph Pasal 23 Dan Pph
Pasal 25.” Emba 1, no. 3 (2013): 1689–1699.
Resmi, Siti. “Perpajakan Teori Dan Kasus Edisi 8.” Jakarta: Salemba Empat
(2014).
Walandouw, Patric. “Analisis Perhitungan Dan Pelaporan PPh Pasal 23 Dan PPh
Pasal 25.” Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan
Akuntansi 1, no. 3 (2013).
18