Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

AKUNTANSI PERPAJAKAN

“Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) dan


Pajak Penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23)”

Disusun Oleh :

FITRI AYU LESTARI


193214052

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA
AL-WASHLIYA MEDAN
2022
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) .................................. 2
B. Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 ................................................................. 2
C. Dikecualikan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 .................................. 3
D. Pengurang Penghasilan Bruto ......................................................................... 4
E. Tarif PPh Pasal 22 ........................................................................................... 5
F. Pemungutan PPh Pasal 22 ............................................................................... 6
G. Pembayaran PPh Pasal 22 ............................................................................... 10
H. Cara Penyetoran .............................................................................................. 11
I. Kewajiban Membuat Bukti Pungut ................................................................. 11
J. e-Filing PPh Pasal 22 ...................................................................................... 11
K. Saat terutang dan Pembayaran ........................................................................ 11
L. Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah Pajak Penghasilan pasal 22 ............. 12
M. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) .................................. 12
N. Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan ....................................................... 13
O. Tarif dan Objek PPh Pasal 23 ......................................................................... 13
P. Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa
Teknik, Jasa Manajemen, Dan Jasa Lain ........................................................ 13
Q. Perkiraan Penghasilan Neto Atas Penghasilan Sewa (Kecuali
Persewaan Tanah/Bangunan) Dan Penggunaan Harta .................................... 15
R. Bukan Objek.................................................................................................... 15
S. Saat Terutang, Penyetoran, Dan Pelaporan ..................................................... 16
T. Daftar Obyek Pemotongan PPh Pasal 23 ........................................................ 17
U. Dikenakan PPh Pasal 23.................................................................................. 22
V. Tidak Dikenakan PPh Pasal 23 ....................................................................... 22

ii
W. Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah Pajak Penghasilan Pasal
23 (PPh Pasal 23) ............................................................................................ 22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

iii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas individu untuk mata kuliah AKUNTANSI
PERPAJAKAN dengan judul : “RANGKUMAN PPH PASAL 22 DAN 23 ”.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran , dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarnakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki oleh
karena itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan keritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya saya berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Perbaungan, 5 Maret 2022

Fitri Ayu Lestari

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan sumber dana
alamnya. Pada saat ini, indonesia mengalami perkembangan yang
mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sektor demi
meningkatkan pendapatan atau kas negara guna membiayain pembangunan dana
biaya-biaya negara dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah
memerlukan dana yang tidak sedikit, dana tersebut berasal dari APBN dan
APBD, dimana sebagian besar bersumber pada penerimaan pajak. dalam hal ini
menjelaskan bahwa pajak memiliki peranaan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang ada untuk membiayai
pengeluaran termasuk pengeluaran untuk meningkatkan pembangunan.
Pajak Penghasilan merupakan pajak yang di pungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau
lembaga pemerintah atau lembaga lembaga negara lain berkenan dengan
pembayaran atas penyerahan barang. Badan-badan tertentu yang berkenan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya . Dasar
Hukum PPh Pasal 22 Adalah UU Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas
penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan
penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
B. Rumusan Masalah
Pajak Pengahsilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 23
C. Tujuan Penulisan
Menjelaskan tentang Pajak Penghasilan baik itu Pasal 22 maupun Pajak
Penghasilan pasal 23.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)


Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak
Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau
pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan
dengan kegiatan perdagangan barang.
Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya,
ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya,
seperti PPh 21 atau pun PPh 23.
Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang
yang dianggap "menguntungkan", sehingga baik penjual maupun pembelinya
dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal
22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah pajak yang dipungut
oleh bendaharawan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan
daerah , instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga tinggi lainnya.
PPh Pasal 22 dikenakan terhadap pembayaran atas penyerahan barang kepada
badan pemerintah atau kegiatan import atau kegiatan di bidang usaha tertentu.
Dalam Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 22 ada tiga hal yang menjadi focus pe-
mungutan pajak, yaitu
a. Bendaharawan Pemerintahan Pusat atau daerah, instansi atau lembaga
pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang biasa disebut sebagai PPh Pasal 22
Bendaharawan
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenan
dengan kegiatan dibidang import biasa disebut PPh Pasal 22 atas Import
c. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang tertentu, yaitu industri semen, industri rokok kre-
tek atau putih, industri kertas, industri baja, industri otomotif, penjualan hasil
produksi pertamina, penyaluran oleh bulog.
B. Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 menyebutkan
pemungut PPh Pasal 22 adalah :
1. Bank Devisa dan Direktorat Jendal Bea dan Cukai atas impor barang.
2. Bendahara Pemerintahan dan Kuasa Penguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang.
3. Bendahara mengeluarkan untuk pembayaran yang dilakukan dengn
mekanisme uang persedian (UP)
4. Kuasa Pengguna anggaran (KPA) atau pejabat penerbitan surat perintah
membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak
ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif yang ditunjukkan oleh kepala
kantor pelayanan pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.

2
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atau penjualan
bahan bakar minyak, gas dan pelumas
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul.
Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 253/PMK.03/2008 menyebutkan
Pemungut PPh pasal 22 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan
barang tergolong sangat mewah yaitu :
1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp. 20.000.000.000,00
(dua puluh milyar rupiah).
2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih
dari 500m2 (lima ratus meter persegi).
4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi).
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 57/PJ/2010 pasal 2 menegaskan sebagai
berikut :
1. Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah industri baja yang merupakan industri
hulu.
2. Dalam hal badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengolah atau memproses lebih lanjut
sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara dan/atau
produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan produksi
secara terintegrasi, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas penjualan
produk hulu, produk antara, dan produk hilir.
3. Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri otomotif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah badan usaha yang bergerak dalam
bidang industri otomotif, termasuk ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek),
APM (Agen Pemegang Merek), dan importir umum kendaraan bermotor.
4. Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g adalah
badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan;
dan
b. menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
C. Dikecualikan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;

3
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak
Pertambahan Nilai;
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali;
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor
kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang
yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian,
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
a. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (Bendahara
Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara
pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)), yang jumlahnya
paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu dan
Bank BUMN) yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
c. pembayaran untuk:
 pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-
benda pos;
 pemakaian air dan listrik.
d. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
e. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
barang impor sebagaimana dimaksud pada point 2 di atas, tetap berlaku
dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol
persen).
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 1 dan 6 dinyatakan
dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 4, 5, dan 7 di atas
dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
Ketentuan Pengecualian pengenaan PPh Pasal 22 atas kegiatan Impor
barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN, atas impor
sementara dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata
caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur
Jenderal Pajak.
D. Pengurang Penghasilan Bruto
Untuk mencari penghasilan neto, maka penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya-biaya yang berkaitan erat dengan penghasilan bruto. Lebih umum
biaya ini disebut "biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan. Sering disingkat 3 M. Ada keterkaitan langsung antara biaya
dengan penghasilan yang digunggungkan. Prinsipnya, biaya yang diluar 3 M dan
natura tidak boleh dibiayakan. Diantaranya :

4
1. Penyusutan, amortisasi dan alokasi biaya
2. Piutang tak tertagih
3. Kegiatan usaha berbasis syariah
4. Penghapusan Piutang
5. Biaya Promosi
6. Zakat
E. Tarif PPh Pasal 22
Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
1. Atas impor:
a. Barang-barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013, sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari nilai impor;
b. selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1,
yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum,
dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;
c. selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1,
yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
d. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga
jual lelang.
2. Atas pembelian barang bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian
tidak termasuk PPN.
3. Atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan
(UP) oleh bendahara pengeluaran dan pembelian barang, sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
4. berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sebesar 1,5%
(satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
5. pembelian bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya oleh BUMN (PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan
Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero),
PT Krakatau Steel (Persero) dan Bank BUMN, sebesar 1,5% (satu setengah
persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
adalah sebagai berikut:
a. bahan bakar minyak sebesar:

5
 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun
pengisian bahan bakar umum Pertamina;
 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan
bakar umum bukan Pertamina;
 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak-pihak selain di
atas;
b. bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
c. pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
7. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
a. penjualan semua jenis semen sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima
persen);
b. penjualan kertas sebesar 0,1% (nol koma satu persen);
c. penjualan baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen);
d. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar
0,45% (nol koma empat puluh lima persen);
e. penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen),
8. Dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
a. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor sebesar 0,45% (nol koma empat
puluh lima persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh
badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar
0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk
dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud di atas yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Ketentuan ini
berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak final.
F. Pemungutan PPh Pasal 22
Tata cara Pajak Penghasilan Pasal 22 didasarkan atas suatu pemungutan ,
dalam arti setiap terjadi transaksi maka Wajib Pajak akan di pungut PPh Pasal 22
oleh bendaharawan pemerintah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga
tinggi lainnya. Selanjutnya pemungutan PPh Pasal 22 ini akan diserahkan pada
kas Negara. Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh :

6
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat
Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas
pembelian barang;
c. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan
pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN)
dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka
4;
d. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan
Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT
Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul.

PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 PPh Pasal 22


Bendaharawan Import Usaha Tertentu

Dirjen anggaran, Bank Devisa, Badan Usaha yang


Bendaharawan, Dirjen Bea Cukai ditunjuk Dirjen
BUMN dan BUMD pajak

Objek pemungutan PPh pasal 22 Bendaharawan adalah penyerahan


barang dan jasa yang dibiayai dari APBN atau APBD, wajib pajak yang
termasuk sebagai Wajib pajak PPh pasal 22 dapat berupa badan usaha maupun
perseorangan yang pada prinsipnya merupakan rekanan pemerintah yang
menerima pembayaran untuk penyerahan barang atau jasa yang dibiayai oleh
APBN atau APBD.
Pemungutan PPh Pasal Bendaharawan terjadi saat pembayarab oleh
bendaharawan pemerintah. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan
Pemerinta Pusat atau Daerah, BUMN atau BUMD harus memungut atau
menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau Bank-
bank persepsi pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh atas
nama rekanan (badan usaha yang menyerahkan barang) serta tandatangani oleh
Bendaharawn. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus
disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah masa pajak berakhir.
Besarnya pemungutan PPH Pasal 22 Bendaharawan adalah 1,5% dari
harga penjualan. Harga penjualan yang dimaksud adalah harga jual kepada
bendaharawan pemerintah. Apabila harga jual di dalamnya termasuk PPN dan
atau PPNBM maka PPN dan atau PPnBM ini harus dikeluarkan terlebih

7
dahulu dari perhitungan PPh Pasal 22 Bendaharawan. Hal yang dimaksudkan
untu menghindari pemungutan pajak terhadap paak tertentu (Pajak berganda).
Misalnya, PT Ady-Yuni melakukan penjualan kendaraan kepada Pemda
Salatiga dengan nilai transaksi sebesar Rp 130.000.000,00 dan dibayar melalui
bendaharawan dinas.
a. Jika nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,00 tidak termasuk PPN dan PPn
BM, maka pasal 22 bendaharawan adalah Rp1.950.000,00 (1,5% x
Rp130.000.000,00)
Atas pemungutannya PPh Pasal 22 Bendaharawan ini, PT Ady-Yuni
hanya menerima kas sebesar Rp128.050.000,00 (Rp130.000.000,00 -
Rp1.950.000,00). Pemungutan PPh Pasal 22 ini selanjutnya oleh Pemda
Salatiga diserahkan ke kas Negara.
b. Jika nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,00 termasuk PPN sebesar 10%
dan PPn BM sebesar 20% maka harus dihitung nilai jual di luar PPN dan
PPnBM yaitu sebesar Rp100.000.000,00 (100/130 x Rp130.000.000,00)
Pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan adalah sebesar
Rp1.500.000,00 (1,5% x Rp100.000.000,00). Objek pemungutan PPh Pasal 22
Import adalah penghasilan netto dari pemasukan barang ke dalam daerah
pabean yang dilakukan oleh importir, importir di bagi menjadi dua yaitu:
a. Import yang memiliki angka pengenal import (API)
b. Import yang tidak memiliki angka pengenal import (Non-API)
Perbedaan Importir berdasarkan API ini akan mempengaruhi tarif yang
digunakan untuk pemungutan PPh Pasal 22 Import. Untuk import yang
memiliki API akan dikenakan Tarif PPh Pasal 22 sebesar 2,5 % sedangka
yang tidak memiliki API akan di pungut PPh Pasal 22 sebesar 7,5%. Angka
pengenal import adalah nomor identitas seorang importir yang dikeluarkan
oleh Dirjen Bea dan Cukai.
Dasar perhitungan PPh Pasal 22 adalah penghasilan netto dari pemasukan
barang atau biasa disebut sebagai nilai impor. Sebelum mempelajari tentang
nilai impor perlu dipahami istilah-istilah berikut di bawah ini.
a. Free On Board (FOB) yaitu harga perolehan barang berdasarkan nilai mata
uang pengekspor.
b. Cost (C) adalah harga perolehan harga barang yang telah disesuaikan
dengan mata uang Negara pengimport. Dihitung dari besarnya harga
perolehan dikalikan Kurs yang berlaku.
c. Freight (F) atau biaya tambang merupakan biaya pengiriman yang
dinyatakan dalam bentuk presentase. Dihitung dari presentase tertentu
dikalikan dengan cost.
d. Insurance (I) yaitu nilai asuransi barang yang import yang dinyatakan
dalam bentuk presentase. Asuransi akan diperhitungkan sebagai nilai impor
jika asuransi dibayar diluar negeri sedangkan jika asuransi di bayar di
dalam negeri asuransi tidak akan diperhitungkan dalam nilai import.
Besarnya Insurance dihitung dari presentase tertentu dikalikan Cost +
Freight
e. Bea masuk dan bea masuk tambahan dihitung dari presentase tertentu
dikalikan Cost + Insurance + Freight (CIF) atau Cost + Freight

8
Berdasarkan ketentuan ini yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak
adalah bendaharawan pemerintah dan badan-badan tertentu misalnya
Bendaharawan pemerintah.
Termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya,
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang. Tarif pemungutan PPh
Pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah adalah 1,5% dari pembelian.
Baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor, atau kegiatan usaha di bidang lain. Tarif pemungutan PPh Pasal
22 yang berkenaan dengan kegiatan impor ada dua, yaitu : 2,5% dari harga
impor untuk impor yang dilakukan importer yang memiliki Angka Pengenal
Impor (API). Dan, 7,5% dari harga impor untuk impor yang dilakukan importer
yang tidak memiliki Angka Pengenal Impor (Non API). Selain itu,tariff 7,5%
dari harga lelang juga dipungut PPh Pasal 22 untuk impor yang telantar atau
tidak dikuasai.Sedangkan badan-badan yang memiliki kegiatan usaha tertentu
yang diwajibkan memungut PPh Pasal 22 adalah:
a. Industri Semen, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari penjualan
b. Industri Rokok, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,15% dari harga banderol [final]
c. Industri Kertas, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,1% dari penjualan
d. Industri Baja, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,3% dari penjualan
e. Industri Otomotif, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari penjuala
f. Industri Migas, terdiri dari [final]
g. BBM jenis Premium, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU
Pertamina tarifnya 0,25%;
h. BBM jenis Solar, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU
Pertamina tarifnya 0,25%;
i. BBM jenis Pertamax / Pertamax plus, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan
untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,25%;
j. BBM jenis Minyak Tanah, untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,3%;
k. BBM jenis gas / LPG, untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,3%;
l. Pelumas Pertamina di SPBU Pertamina, tarifnya 0,3%
Maksud pemungutan ini untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan
kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. Tetapi
harus diingat bahwa kesederhanaan pemungutan pajak selalu berlawanan
dengan keadilan. Sebagai contoh pengenaan PPh Final untuk industri migas.
Objek PPh Pasal 22 usaha tertentu adalah penjualan hasil produksi atau
penyerahan barang yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di indusrtri
semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, industri otomotif, industri
perdagangan minyak dan gas, usaha perdagangan gula pasir dan tepung terigu.
Adapun bentuk-bentuk Industri sebagai Objek PPh Pasal 22 adalah sebagai
berikut :
1. Indusrtri semen
Tariff PPh Pasal 22 untuk industry semen sebesar 0.25% dari dasar
pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pemungutan untuk
industri semen dilakukan pada saat terjadinya penjualan semen atau
penyerahan semen.
2. Industri rokok

9
Untuk industri rokok kretek/putih, tarif PPh Pasal 22 adalah sebesar 0,1%
dari harga bandrol dan bersifat final. Final yang dimaksud adalah bahwa PPh
Pasal 22 tidak bisa dikreditkan dalam surat pemberitahuan Pajak Penghasilan
yang terhutang. Pemungutan dilakukan pada saat terjadi penjualan dan
dipungut oleh badan usaha yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak
3. Industri kertas
Tarif industry kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN. Pemungutan dilakukan
pada saat terjadinya penjualan dan dipungut oleh badan badan usaha yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
4. Industri baja
tarif pemungutan PPh pasal 22 untuk industri baja sebesar 0,3% dari DPP
PPN. Pajak akan dipungut atas penjualan hasil produksi antara hilir, untuk
industri baja. Jika badan usaha yang bersangkutan akan ditunjuk sebagai
pemungut PPh Pasal 22.
5. Industri Otomotif
Tarif PPh Pasal 22 untuk industri otomotif sebesar 0.45% dari DPP PPN.
Pemungutan dilakukan pada saat terjadi Penjualan kendaraan bermotor baik
kendaraan bermotor roda dua maupun lebih yang terjadidi dalam negeri.
6. Pertamina dan minyak
Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan Badan usaha selain Pertamina
yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada
penyalur dan atau agennya dipungut PPh pasal 22 Sebesar yang tercantum
dalam Tabel 5.1di Bawah ini.
7. Penyerahan oleh Bulog
Tarif PPh pasal 22 atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog
berupa:
a. Gula pasir kepada penyalur, maka akan dipungut PPh Pasal 22 sebesar
Rp. 380,-/kuintal, jika kepada grosir maka akan dipungut PPh Pasal 22
sebesar Rp. 270,-/ kuintal. Untuk penjualan kepada pembeli lainnya
dipungut PPh Pasal 22 sebesar Rp.650.-/kuintal.
b. Tepung terigu kepada penyalur, maka akan dipungut PPh Pasal 22
sebesar Rp.53,-/zak, jika kepada grosir maka akan dipungut PPh Pasal
22 Rp.38,-/zak. Untuk Penjualan kepada Pembeli lainnya dipungut Pasal
PPh 22 sebesar Rp. 91,-/zak.
Bulog (Badan Urusan Logistik) akan memungut PPh Pasal 22 terhadap setiap
penyerahan gula dan atau tepung terigu kepada penyalur atau grosir Bulog, PPh
pasal 22 ini bersifat tidak final.
G. Pembayaran PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah cicilan PPh pada tahun berjalan.
Pada akhir tahun, cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan
atau PPh orang pribadi.
PPh Pasal 22 yang berbentuk SSE, artinya PPh Pasal 22 tersebut dibayar
langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat
transaksi.
Transaksi yang wajib dibayar langsung adalah transaksi yang berkaitan dengan
impor dan bendahara.

10
H. Cara Penyetoran
1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah
dan KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos,
bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak.
Surat Setoran Pajak tersebut berlaku juga sebagai Bukti Pemungutan Pajak
3. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak selain , wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Pemungut wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.
I. Kewajiban Membuat Bukti Pungut
Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga wajib menyetor
PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian
melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 22. Sedangkan pihak yang dipungut
mendapat bukti pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun di SPT
Tahunan. Penjualan bahan bakar minyak dan gas ke agen atau penyalur
dikenakan atas PPh bersifat final. Artinya, wajib pajak yang hanya memiliki
usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan yang dilampiri bukti
potong.
J. e-Filing PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 dilaporkan paling lambat tanggal 20 setiap bulannya.Melalui e-
Filing di OnlinePajak, caranya mudah dan cepat, serta tak perlu antre lagi. Cukup
impor file CSV SPT Masa PPh Pasal 22 dari software e-SPT ke OnlinePajak.
Lalu lapor dan dapatkan bukti lapornya dalam 1 klik saja!
K. Saat Terutang dan Pembayaran
PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian dari pemungutan PPh Pasal
22, Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean atas impor.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan
KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, dan
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh
BUMN tertentu dan Bank BUMN, terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi dan atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri yang dilakukan oleh ATPM, APM dan importir umum kendaraan
bermotor terutang dan dipungut pada saat penjualan.
PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran
barang (delivery order).
PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
terutang dan dipungut pada saat pembelian.

11
L. Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah Pajak Penghasilan pasal 22
Contoh : pada tanggal 5 Agustus 2016 PT. ABC (produsen rokok dan telah
ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemungut PPh pasal 22) NPWP :
02.446.748.6-623.000, membeli tembakau dari Paijo, NPWP 08.445.546.8-
623.000 sebesar Rp. 400.000.000,- diketahui Paijo seorang pedagang dan tidak
mempunyai sawah atau ladang tembakau. Bagaimana kewajiban perpajakannya
atas transaksi tersebut:

Jawaban:
Pemungutan PPh 22 pasal 22 antara lain badanusaha industri atau eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, pertanian, perkanan dan perkebunan atas
pembelian bahan untuk keperluannya dan pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya
mengumpulkan hasil tersebut diatas.
Oleh karena paijo adalah peadang dan tidak memiliki sawah atau ladang
tembakau, maka paijo masuk kategori pedagang pengumpul yang membeli
tembakau dari para petani.
PT. ABC wajib memungut PPh Pasal 22 dan membuat bukti pemungutan PPh
pasal 22 kepada paijo pada tanggal 5 agustus 2016 dengan jumlah PPh pasal 22
sebesar 0,25% x Rp. 400.000.000,- = Rp. 1.000.000,-

M. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23)


Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21,
yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya.
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal
23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
1. Badan pemerintah;
2. Subjek pajak badan dalam negeri;
3. Penyelenggara kegiatan;
4. Bentuk Usaha Tetap;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal
23, yaitu :
a. akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara,
dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; atau
b. orang pribadi yagn menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran beruapa sewa.

12
Pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh dari:
 Penyerahan jasa
 Penggunaan modal

N. Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan:


a. Terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran
b. Disetor paling lambat tgl 10 setelah Masa Pajak dilakukan pemotongan ber-
akhir
c. Pelaporan ke KPP paling lambat tgl 20 setelah Masa Pajak berakhir
d. Pihak pemotong wajib memberi tanda bukti pemotongan kepada Orang Pri-
badi atau Badan yang terbebani
O. Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
a. dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "g"
Undang-undang PPh;
b. bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "f";
c. royalti;
d. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21 Ayat (1) huruf "e" Undang-undang PPh.
Hadiah dan penghargaan yang dipotong Pajak Penghasilan 21
adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apa pun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan, misalkan
kegiatan olah raga, keagamaan, kesenian, dan kegiatan lainnya.
Adapun hadiah dan penghargaan yang dipotong Pajak
Penghasilan 23 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk
apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam
negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan.
Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan
2.
yang dibayarkan oleh koperasi.
3. Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas :
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan
tanah dan atau bangunan yang dikenakan PPh yang bersifat final
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996;
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf "c" Undang-undang
Pajak Penghasilan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam
Negeri atau Bentuk Usaha Tetap selain jasa yang telah dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21.
P. Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa Teknik, Jasa
Manajemen, Dan Jasa Lain

No. Perkiraan Jenis Jasa


Penghasilan Neto

13
1. 50% dari jumlah Jasa profesi, termasuk jasa konsultan hukum dan
bruto tidak termasuk jasa konsultasi pajak
PPN
2. 40% dari jumlah a. Jasa teknik dan jasa manajemen
bruto tidak termasuk
b. Jasa perancang/desain :
PPN
1 Jasa perancang interior dan jasa perancang
pertamanan;
2 Jasa perancang mesin dan jasa perancang
peralatan;
3 Jasa perancang alat-alat
transportasi/kendaraan;
4 Jasa perancang iklan/logo;
5 Jasa perancang alat kemasan.
c. Jasa instalasi/pemasangan :
1 Jasa instalasi/pemasangan mesin dan jasa
instalasi/pemasangan peralatan;
2 Jasa instalasi/pemasangan
listrik/telepon/air/gas/TV kabel.
d. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan :
1 Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin
dan jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan
peralatan;
2 Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan alat-
alat transportasi/kendaraan;
3 Jasa
perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan.
e. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, tidak
termasuk sewa gudang yang telah dikenakan
PPh Final berdasarkan PP Nomor 29 Tahun
1996.
f. Jasa di bidang perdagangan surat-surat
berharga.
g. Jasa pemanfaatan informasi di bidang
teknologi, termasuk jasa internet.
h. Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum.
i. Jasa akuntansi dan pembukuan.
j. Jasa pengolahan/pembuangan limbah.
k. Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing.
l. Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang
penambangan minyak gas dan bumi (migas),
kecuali yang dilakukan oleh Bentuk Usaha
Tetap.
m. Jasa penunjang di bidang penambangan migas.
n. Jasa penambangan dan jasa penunjang di

14
bidang penambangan selain migas.
o. Jasa perantara.
p. Jasa penilai.
q. Jasa aktuaris.
r. Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan/atau
mixing film.
s. Jasa maklon.
t. Jasa rekruitmen/penyediaan tenaga kerja.
u. Jasa sehubungan dengan software komputer,
termasuk perawatan/pemeliharaan dan
perbaikan.
3. 26,67% dari jumlah a. Jasa perencanaan konstruksi.
bruto tidak termasuk b. Jasa pengawasan konstruksi
PPN
4. 13,33% dari jumlah Jasa pelaksanaan konstruksi
bruto tidak termasuk
PPN
5. 10% dari jumlah a. Jasa pembasmian hama
bruto tidak termasuk b. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang
PPN pembayarannya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Q. Perkiraan Penghasilan Neto Atas Penghasilan Sewa (Kecuali Persewaan
Tanah/Bangunan) Dan Penggunaan Harta
No. Perkiraan Penghasilan Neto Jenis Jasa
1. 20% dari jumlah bruto tidak Sewa dan penghasilan lainnya
termasuk PPN sehubungan dengan pengunaan harta
khusus kendaraan angkutan darat.
2. 40% dari jumlah bruto tidak Sewa dan penghasilan lain
termasuk PPN sehubungan dengan penggunaan harta
kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan persewaan tanah
dan atau bangunan yang telah
dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
R. Bukan Objek Pajak

1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;


sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna
2.
usahaa dengan hak opsi;
dividen atau bagian laba yang diterimaa atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha
3. Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia, dengan syarat :

15
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
bagi Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan
Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan
b. saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha
aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
4. selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian
izin usaha:
bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
5.
atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut:
merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
a. kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Sisa Hasil Usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
6.
anggotanya;
7. bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan
telah ditetapkan batas jumlah sebesar Rp. 240.000,00 setiap bulan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
Atas bunga simpanan yang jumlahnya di atas Rp. 240.000,00
dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari seluruh bunga yang diterima
dan bersifat final.
S. Saat Terutang, Penyetoran, Dan Pelaporan

1. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan


dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan;
Yang dimaksud dengan saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan
adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai
dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetor oleh Pemotong Pajak
selambat-lambatnya tanggal 10 takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak.
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir.
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak
Penghasilan yang dipotong.

T. Daftar Obyek Pemotongan PPh Pasal 23

16
Penghasilan
Tarif Netto
Tarif
Obyek Pemotongan; x Jumlah ( % x Sifat
Ps 23
Bruto Jumlah
Bruto)
Dividen 15 % 15 % Tidak
final
bunga, termasuk premium, diskonto, 15 % 15 %
Tidak
dan imbalan sehubungan dengan
final
jaminan pengembalian utang
Tidak
Royalti 15 % 15 %
final
Tidak
Hadiah dan penghargaan 15 % 15 %
final
Sewa kendaraan angkutan darat 3% 15 % 20 % Tidak
final
Sewa dan Penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta
Tidak
(kecuali yg telah diatur PP29/1996 6 % 15 % 40 %
final
yaitu sewa tanah dan bangunan serta
sewa kendaraan angkutan darat)
a. Jasa Profesi,
b. Jasa Konsultan, kecuali konsultan
konstruksi Tidak
7,5 % 15 % 50 %
c. Jasa Akuntansi dan Pembukuan final
d. Jasa Penilai
e. Jasa Aktuaris

a. Jasa tehnik dan jasa manajemen 6% 15 % 40 % Tidak


final
 Jasa perancang/desain:
 Jasa perancangan interior dan jasa
perancang pertamanan;
 Jasa perancangan mesin dan jasa
Tidak
perancang peralatan; 6% 15 % 40 %
final
 Jasa perancang alat2 transportasi/
kendaraan
 Jasa perancang iklan/logo;
 Jasa perancang alat kemasan
 Jasa instalasi/pemasangan:
 Jasa instalasi/pemasangan mesin,
listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel,
kecuali dilakukan WP yg ruang Tidak
6% 15 % 40 %
lingkup pekerjaannya di bidang final
konstruksi dan mempunyai
izin/sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;

17
 Jasa instalasi/pemasangan peralatan
 Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaik-
an:
 Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaik-
an mesin istrik/telepon/air/gas/AC/TV
Kabel;
 Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaik-
an peralatan;
Tidak
 Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaik- 6% 15 % 40 %
final
an alat-alat transportasi/kendaraan;
 Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaik-
an bangunan, kecuali dilakukan WP
yg ruang lingkup pekerjaannya di
bidang konstruksi dan mempunyai
izin/sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
 Jasa pengeboran (jasa drilling) dibidang 6% 15 % 40 % Tidak
penambangan minyak dan gas bumi final
(migas), kecuali yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap;
 Jasa penunjang dibidang 6% 15 % 40 % Tidak
penambangan migas. final
 Jasa penambangan dan jasa penunjang 6% 15 % 40 % Tidak
dibidang penambangan selain migas; final
 Jasa penunjang dibidang penerbangan 6% 15 % 40 % Tidak
dan bandar udara; final
 Jasa penebangan hutan, termasuk land 6% 15 % 40 % Tidak
clearing; final
 Jasa pengolahan/pembuangan limbah 6% 15 % 40 % Tidak
final
 Jasa maklon 6% 15 % 40 % Tidak
final
 Jasa rekruitmen/penyedia tenaga kerja 6% 15 % 40 % Tidak
final
 Jasa perantara 6% 15 % 40 % Tidak
final
 Jasa dibidang perdagangan surat- 6 % 15 % 40 % Tidak
surat berharga. , kecuali yang final
dilakukan BEJ,BES,KSEI dan KPEI
 Jasa ustodian/penyimpanan/peniti- 6 % 15 % 40 % Tidak
pan, kecuali yang dilakukan KSEI final
dan tidak termasuk sewa gudang
yang telah dikenakan PPh final
berdasarkan PP No.29 Tahun 1996
 Jasa telekomunikasi yang bukan 6 % 15 % 40 % Tidak
untuk umum final

18
 Jasa pengisian suli suara (dubbing) 6% 15 % 40 % Tidak
dan/atau mixing film. final
 Jasa pemanfaatan informasi dibidang 6% 15 % 40 % Tidak
teknologi, termasuk jasa internet. final
 Jasa sehubungan dengan sofware 6% 15 % 40 % Tidak
komputer, termasuk final
perawatan/pemeliharaan dan
perbaikan.
Jasa pelaksana konstruksi, termasuk 4.95% 15 % 13 1/3 % Tidak
jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan (5%) final
bangunan, jasa instalasi/pemasangan
mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV
Kabel sepanjang jasa tersebut
dilakukan wajib pajak yang ruang
lingkup pekerjaannya dibidang
konstruksi dan mempunyai
izin/sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
a. Jasa Perencana konstruksi 3,99 % 15 % 26 2/3 % Tidak
b. Jasa pengawasan konstruksi (4 %) final
Jasa pembasmian hama dan jasa 1,5 % 15 % 10 % Tidak
pembersihan final
Jasa Catering 1,5 % 15 % 10 % Tidak
final
Jasa selain tersebut diatas yang 1,5 % 15 % 10 % Tidak
pembayarannya dibebankan kepada final
APBN atau APBD

Bunga simpanan yang dibayarkan 15 % Final


oleh koperasi, diatur dalam KMK
605/KMK.04/1994

Yang dimaksud dengan Jasa Penunjang 6 % 15 % 40 % Tidak


dibidang Penambangan Migas adalah : final
a. a. Jasa penyemenan dasar (primary
cementing), yaitu penempatan bubur
semen secara tepat diantara pipa
selubung dan lubang sumur;
b. Jasa penyemenan perbaikan
(remedial cementing), yaitu
penempatan bubur semen untuk
maksud2:
a) Penyumbatan kembali formasi yang
sudah kosong;
b) Penyumbatan kembali zona yang
berproduksi air;
c) Perbaikan dari penyemenan dasar

19
yang gagal;
d) Penutupan sumur;
c. Jasa pengontrolan pasir (sand control),
yaitu jasa yang menjamin bahwa
bagian2 formasi yang tidak
terkonsolidasi tidak akan ikut
terproduksi ke dalam rangkaian pipa
produksi dan menghilangkan
kemungkinan tersumbatnya pipa;
d. Jasa pengasaman (matrix acidizing),
yaitu pekerjaan untuk memperbesar
daya tembus formasi dan menaikkan
produktifitas dengan jalan
menghilangkan material penyumbat
yang tidak diinginkan;
e. Jasa peretakan hidrolika (hydraulic),
yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam
hal cara pengasaman tidak cocok,
misalnya perawatan pada formasi
yang mempunyai daya tembus sangat
kecil;
f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa
(nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa
yang dikerjakan untuk
menghilangkan cairan buatan yang
berada dalam sumur baru yang telah
selesai, sehingga aliran yang terjadi
sesuai dengan tekanan asli formasi
dan kemudian menjadi besar sebagai
akibat dari gas nitrogen yang telah
dipompakan ke dalam cairan buatan
dalam sumur;
g. Jasa uji kandungan lapisan (drill stem
testing), penyelesaian sementara
suatu sumur baru agar dapat
mengevaluasi kemampuan
berproduksi;
h. Jasa reparasi pompa reda (reda
repair);
i. Jasa pemasangan instalasi dan
perawatan;
j. Jasa penggantian peralatan/material;
k. Jasa mud logging, yaitu memasukan
lumpur ke dalam sumur;
l. Jasa mud engineering;
m. Jasa well logging & perforating;
n. Jasa stimulasi dan secondary
decovery;

20
o. Jasa well testing & wire line service;
p. Jasa alat kontrol navigasi lepas pantai
yang berkaitan dengan drilling;
q. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan
drilling;
r. Jasa mobilisasi dan demobilisasi
anjungan drilling;
s. Jasa lainnya yang sejenis di bidang
pengeboran migas
yang dimaksud dengan Jasa 6 % 15 % 40 % Tidak
penambangan dan jasa penunjang di final
bidang penambangan selain migas,
adalah :
 Jasa pengeboran;
 Jasa penebasan;
 Jasa pengupasan dan pengeboran;
 Jasa penambangan;
 Jasa pengangkutan/sistem transportasi,
kecuali jasa angkutan umum;
 Jasa pengolahan bahan galian;
 Jasa reklamasi tambang;
 Jasa pelaksanaan mekanikal,elektrikal,
manufaktur, fabrikasi dan
penggalian/pemindahan tanah;
 Jasa lainnya yang sejenis di bidang
pertambangan umum.
Yang dimaksud dengan Jasa Penunjang 6 % 15 % 40 % Tidak
dibidang Penerbangan dan Bandar final
Udara adalah;
A. Bidang Aeronautika, termasuk
- Jasa pendaratan, Penempatan,
Penyimpanan Pesawat Udara dan Jasa
lainnya sehubungan dengan pendaratan
pesawat udara;
- Jasa penggunaan Jembatan Pintu
(Avio Bridge);
- Jasa Pelayanan Penerbangan
- Jasa Ground Handling
- Jasa penunjang lainnya di bidang
aeronautika
B. Bidang Non_Aeronautika, termasuk
- Jasa boga
Yang dimaksud dengan Jasa 6 % 15 % 40 % Tidak
Telekomunikasi Yang Bukan Untuk final
Umum adalah;
a. Jasa komunikasi satelit (VSAT)
b. Jasa Interkoneksi

21
c. Sirkit Langgnanan
d. Sambungan Data Langsung
e. Sambungan Komunikasi Data Paket
f. Jasa telekomunikasi yang bukan
untuk umum lainnya

U. Dikenakan PPh Pasal 23


1. Dikenakan PPh Pasal 23 atas sewa sehubungan dengan penggunaan harta
selain kendaraan dan tanah dan atau bangunan , yaitu atas jasa pelayanaan
(sewa) alat-alat yang terdiri dari:
 jasa kran darat,
 jasa kran apung,
 jasa forklift,
 jasa head truck,
 jasa chasis,
 jasa tongkang,
 jasa BKMP (Kapal Motor Penggandeng Tipe B),
 jasa towing tractor,
 jasa timbangan dan
 jasa pemadam kebakaran;
2. Dikenakan PPh Pasal 23 atas jasa sehubungan dengan jasa perawatan atau
reparasi (docking) kapal.
V. Tidak Dikenakan PPh Pasal 23
Sedangkan jasa-jasa di bidang pelayaran dan kepelabuhan yang tidak
dicantumkan dalam Peraturan Dirjen Pajak sehingga tidak dikenakan PPh Pasal
23 adalah sebagai berikut:
 Jasa persewaan kapal. Jasa persewaan kapal tidak dikenakan PPh Pasal 23,
namun dikenakan PPh Pasal 15 atas Charter Kapal Laut.
 Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa
labuh; dan
 Jasa angkutan umum di air
 Jasa pelayanan barang yang terdiri dari jasa penumpukan dan jasa
dermaga;
 Jasa pelayanan terminal yang terdiri dari stevedoring, cargodoring,
receiving, delivery dan overbrengen;
 Jasa pelayanan peti kemas yang terdiri dari jasa bongkar muat, jasa gerakan
kontainer, jasa penumpukan dan jasa mekanis;
 Jasa pelayanan rupa-rupa yang terdiri dari pas pelabuhan, retribusi
kendaraan dan telepon extension;
W. Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh
Pasal 23)
Contoh : Jasa Pelabuhan
Pada tanggal 10 Oktober 2016, PT. ABC. NPWP : 01.234.445.6-623.000,
mengadaan perjanjian dengan PT. XYZ yang merupakan penyelenggaraan
pelabuhan untuk memberikan jasa bongkar muat barang, penimbunan barang dan
terminal peti kemas dengan nilai kontak sebesar Rp. 40.000.000,00. PT. ABC

22
membayar kepada PT. XYZ sebesar Rp. 40.000.000,00 pada tanggal 20 Oktober
2016

Jawaban :
Jasa bongkar muat barang, penimbunan barang dan terminal peti kemas
merupakan bagian dari jasa kepelabuhan sesuai aturan pelabuhan. Jasa
kepelabuhan tidak masuk dalam jenis jasa lain yang yang merupakan objek
pemotongan PPh Pasal 23 sehingga atas jasa tersebut tidak dilakukan
pemotongan PPh pasal 23 PT. ABC.

Contoh : Jasa Perantara / Agen


PT. XYZ diperintah oleh PT. ABC, NPWP:01.234.445.6-623.00, untuk
mencarikan perusahaan pengangkutan barang. Pada tanggal 10 Oktober 2016,
PT. ABC membayar kepada PT. XYZ atas jasa tersebut sebesar Rp.
30.000.000,00.

Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa perantara/keagenan sehingga merupakan objek
pemotongan PPH Pasal 23 PT. ABC wajib memotong PPh pasal 23 kepada PT.
XYZ sebesar 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 400.000,-
Kewajiban PT. ABC adalah :
1. Memberikan Bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT. XYZ
2. Melakukan penyetoran pajak tersebut paling lambat tanggal 10 Nopember
2016
3. Melaporkan SPT Masa PPH pasal 23 Pajak Oktober 2016 paling lambat
tanggal 20 Nopember 2016

Contoh : Jasa Perhotelan


PT. ABC, NPWP : 01.234.445.6-623.000 mengadakan pelatihan dan menyewwa
ruang serba guna dan termasuk fasilitas kamar suatu hotal dengan pola paket full
board sehingga Rp. 300.000,- per paket yang dibayar tanggal 10 Oktober 2016.

Jawaban:
Jasa tersebut termasuk kategori jasa perhotelan sesuai peratuan di bidang
perhotelan dan jasa perhotelan tidak termasuk sebagai jenis jsaa yang dikenai
pemotongan PPh Pasal 23, sehigga PT. ABC tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan PPh pasal 23.

Contoh : Jasa Tenaga Kerja


PT. ABC, NPWP : 01.234.445.6-623.000, menyediakan tenaga kerja untuk
menjadi karyawan PT. XYZ, selanjutnya membayar kepada PT. ABCsebesar p.
25.000.000,- pada tanggal 20 Oktober 2016

Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa penyediaan tenaga kerja yang merupakan jenis jasa
lain dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 223 sebesar 2% x Rp. 25.000.000,- =
Rp. 500.000,-

23
Contoh : Jasa Tenaga Kerja
PT. XYZ menyediakan tenaga kerja sesuai dengan persyaratan tertentu kepada
PT. ABC, NPWP : 01.234.445.6-623.000, dan tenaga kerja tersebut tetap
karyawan PT. XYZ.
Atas penyediaan tenaga kerja tersebut PT. XYZ berhak mendapat pembayaran
sebear Rp. 30.000.000,- per bulan dan dibayar tiap-tiap tanggal 15 dengan
perincian :
- Jasa penyediaan tenaga kerja sebesar Rp. 5.000.000,-
- Pembayaran gaji tenaga kerja Rp. 25.000.000,-

Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa penyediaan tenaga kerja yang termasuk dalam
kelompok jenis jasa lain dan wajib dipotong PPh pasal 23 dengan tarif 2% (dua
persen)dari jumlah bruto pembayaran. Dalam tagihan telah dipisahkan hak
tenaga kerja, maka PT. ABC wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp.
5.000.000,- = Rp. 100.000,- PT. XYZ mempunyai kewajiban pemotongan PPh
Pasal 21 pada saat pembayaran gaji kepada pegawainya

Contoh : hadiah perlombaan


PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan distributor produk PT. ABC, NPWP
: 01.234.445.6-623.000. pada bulan oktober 2016. PT. ABC melakukan
penilaian terhadap seluruh distributor produknya dan PT XYZ terpilih sebagai
distributor terbaik dan menerima hadiah sebesar Rp. 20.000.000,- pada tanggal
15 Oktober 2016.

Jawaban:
Hadiah perlombaan yang diterima oleh PT. XYZ merupakan objek PPh pasal 23
sehingga PT. ABC wajib memotong PPh pasal 23 sebesar 15% x Rp.
20.000.000,- = Rp. 3.000.000,-

24
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
1. PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan
tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan
perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Sekarang dengan adanya Peraturan
Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan
yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
2. PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
„menguntungkan‟, karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan
maupun pembelian.
3. Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar
antara 0,25%-1,5%
4. Pemerintah telah menambahkan objek PPh Pasal 23 menjadi 62 jenis jasa lainnya
dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.040/2015.
5. PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal,
penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
6. Tarif PPh 23 ada dua yaitu 15% dan 2% tergantung pada objek pajaknya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Keuangan,Peraturan pelaksanaan Undang-undang Pajak


Penghasilan,antara lain peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan
dan sebagainya.
https://makalahubb.blogspot.com/2017/05/makalah-perpajakan-pajak-
penghasilan_96.html. yang di akses pada tanggal 19 Juni 2019.
https://pajak.go.id/id/pph-pasal-22. yang di akses pada tanggal 19 Juni 2019.
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/buku%20pph%20upload.pdf. yang di
akses pada tanggal 19 Juni 2019.
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-22. yang di akses pada
tanggal 19 Juni 2019.
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-23. yang di akses pada
tanggal 19 Juni 2019.
https://www.online-pajak.com/sites/pajak/files/uploaded-files/15-pmk-010-107-lampiran-
pph-22.pdf. yang di akses pada tanggal 19 Juni 2019.
Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi 2013. Yogyakarta : CV. ANDI OFFSET.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah tentang Undang-Undang No. 36 Tahun 2008.
Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono. 2017. Praktikum Perpajakan (panduan legkap
teori, pembahasan kasus, dan penyusunan SPT; PPh Badan, PPh Orang
Pribadi, PPH dan PPh Potong/Pungut) Edisi-3. Jakarta : IN MEDIA.

26

Anda mungkin juga menyukai