Anda di halaman 1dari 38

PENYELESAIAN PAJAK AKHIR TAHUN, ANGSURAN PAJAK, DAN PAJAK

DALAM LAPORAN KEUANGAN

Makalah
Ditulis Dalam Rangka Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu:
Dr. Ruhul Fitrios, SE, M.Si, Ak, CA

Disusun Oleh:

Abdi Bhayangkara 2210246728


Clara Agustin 2210246726
Herra Gusrifan 2210246715
M. Faishal Putra 2210246711
Vadhlil Dzil Ikram Amaya 2210246722

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.


“Puji syukur penyusun hadiahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat – Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“PENYELESAIAN PAJAK AKHIR TAHUN, ANGSURAN PAJAK DAN PAJAK DALAM
LAPORAN KEUANGAN”. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Perpajakan.
Makalah ini disusun agar pembaca khususnya mahasiswa untuk dapat mengetahui
penyelesaian pajak akhir tahun, angsuran pajak dan pajak dalam laporan keuangan. Adapun
mungkin kesalahan teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Sesungguhnya tiadalah yang sempurna, melainkan
Allah Ta’ala semata.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami, Bapak yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembaca. Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Pekanbaru, September 2022

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan ................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Cicilan Pajak (PPh 25)............................................................................ 4
2.1.1 Pelaporan PPh Pasal 25 dengan NTPN.......................................... 4
2.1.2 Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25........................................... 4
2.1.3 Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Batas.......... 7
2.1.4 Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan............ 8
2.1.5 PPh Pasal 25 dalam Hal-hal Tertentu............................................. 9
2.1.6 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru............................................. 17
2.1.7 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25........................................ 21
2.1.8 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Berpergian.. 21
2.1.9 Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan bagi WP OP........... 22
2.1.10 Tata Cara Pengecualian Pembayaran Fiskal LN bAGI WP OP... 24
2.2 Pencatatan Akuntansi.............................................................................. 25
2.2.1 Angsuran Pajak (PPh Pasal 25)...................................................... 25
2.2.2 Kredit Pajak.................................................................................... 25
2.2.3 Pajak Akhir Tahun......................................................................... 26
2.2.4 Beban Pajak.................................................................................... 28
2.2.5 Pajak Tangguhan............................................................................ 28
2.3 Etika Dalam Pelaporan Pajak.................................................................. 30
2.4 Contoh Kasus.......................................................................................... 31

ii
BAB III PENUTUP...................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai


kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti
kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya.
Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai suatu Negara. Tanggung jawab
atas pelaksanaan pemungutan pajak sebagai cermin kewajiban masyarakat itu sendiri.
Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban
melakukan pembinaan, pelayanan, dan, pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban
perpajakan berdasarkan ketentuan yang di gariskan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Pajak Penghasilan Pajak 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak
Penghasilan Pajak 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan 25 dalam hal-hal tertentu Direktur Jendral Pajak diberi wewenang
untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat hal-hal tertentu, yaitu Wajib Pajak berhak
atas kompensasi kerugian, Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan
PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib Pajak
diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran lebih besar dari
angsuran bulanan sebelum pembetulan, terjadi perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari pajak penghasilan pasal 25?
2. Bagaimana cara menghitung angsuran bulanan PPh pasal 25?
3. Bagaimana cara menghitung angsuran pph untuk bulan-bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh?

1
4. Bagaimana cara menghitung angsuran PPh pasal 25 apabila dalam tahun berjalan
diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak yang lalu?
5. Apa saja yang termasuk PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu dan bagaiamana cara
menghitungnya?
6. Apa yang dimaksud pph pasal 25 bagi wajib pajak baru; bank, badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak lainnya
yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan
keuangan berkala; dan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan bagaimana
cara menghitungnya?
7. Bagaimana cara penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25?
8. Bagaimana PPh pasal 25 bagi wajib pajak orang pribadi yang bepergian ke luar
negeri?
9. Bagaimana pencatatan akuntansi angsuran pajak, kredit pajak, beban pajak, dan pajak
tangguhan?
10. Bagaimana etika dalam pelaporan pajak?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari pajak penghasilan pasal 25
2. Untuk mengetahui cara menghitung angsuran bulanan PPh pasal 25
3. Untuk mengetahui a cara menghitung angsuran pph untuk bulan-bulan sebelum batas
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
4. Untuk mengetahui cara menghitung angsuran PPh pasal 25 apabila dalam tahun
berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak yang lalu
5. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu dan
bagaiamana cara menghitungnya
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pph pasal 25 bagi wajib pajak baru; bank,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, wajib pajak masuk bursa, dan
wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus
membuat laporan keuangan berkala; dan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu
dan bagaimana cara menghitungnya
7. Untuk mengetahui cara penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25

2
8. Untuk mengetahui Bbagaimana PPh pasal 25 bagi wajib pajak orang pribadi yang
bepergian ke luar negeri
9. Untuk mengetahui pencatatan akuntansi angsuran pajak, kredit pajak, beban pajak,
dan pajak tangguhan
10. Untuk mengetahui dalam pelaporan pajak

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cicilan Pajak (PPh 25)


Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya disingkat PPh Pasal 25 merupakan
angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun
pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No. 7 tahun 1983 sebagiamana
diubah terakhir dengan UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pembayaran
angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak
dalam membayar pajak yang terutang. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat
dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan.PPh Pasal 25 harus dibayarkan/disetorkan paling lambat pada
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sementara untuk penyampaian
SPT Masa PPh Pasal 25 paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

2.1.1 Pelaporan PPh Pasal 25 dengan NTPN


1. NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) adalah nomor yang tertera pada bukti
penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN)
2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 pada tempat pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan SSP nya telah mendapat validasi dengan
NTPN, maka Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan
ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.
3. Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25
dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran
tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

2.1.2 Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada
umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun

4
sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan
penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi
sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir.

Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun.
Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya
menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta
kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang terutang
menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta

b. PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan

c. PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana


dimaksud dalam PPh Pasal 24, dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak.

Penghitungan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu bagi Wajib Pajak pribadi dan
Wajib Pajak badan.

a. Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang
pribadi:

Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Budi berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun
2021 sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga
serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2021 adalah sebagai berikut:
· Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00
· Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00
· Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan Rp 2.500.000,00
· Pembayaran pajak di luar begeri sebesar Rp.7.500.000,00
seluruhnya dapat dikreditkan (sebagai PPh Pasal 24)

Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2022 adalah:

5
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2021 Rp 50.000.000,00
Kredit pajak Tahun 2021:
PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Total Kredit Pajak Rp 35.000.000,00 (–)

Dasar penghitungan angsuran Rp 15.000.000,00

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh
Pasal 25 ayat 1) dalam tahun 2022 adalah:

Rp 15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00

b. Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak Badan:

PT Bahtera Niaga berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2021 Omset sebesar Rp
68.000.000.000,- HPP 45.000.000.000,- Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak
ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2021 adalah sebagai
berikut:
a. Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 15.000.000
b. Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan Rp 25.000.000
c. Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 30.000.000
d. PPh Psl 25 Selama satu tahun Rp. 120.000.000

Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2022 adalah:


PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2021 Rp 250.000.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 22 Rp 15.000.000
PPh Pasal 23 Rp 25.000.000
PPh Pasal 24 Rp 30.000.000
Total kredit pajak Rp 70.000.000
Dasar penghitungan angsuran Rp 180.000.000

6
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
(PPh Pasal 25) dalam tahun 2022 adalah:

Rp 180.000.000,00 : 12 = Rp 15.000.000,00

Penyetoran dan Pelaporan


Angsuran pajak bulanan (PPh Pasal 25) tersebut dibayar/disetor sendiri oleh Wajib Pajak
paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya. Angsuran pajak bulan Maret 2022 disetor
paling lambat tanggal 15 April 2022. Pelaporan (penyampaian SPT) masa atas angsuran
pajak tersebut dilakukan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. Angsuran pajak
bulan Maret 2022 dilaporkan  paling lambat tanggal 20 April 2022. Sarana untuk melaporkan
angsuran tersebut adalah SSP lembar ketiga.

2.1.3 Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu


Penyampaian SPT Tahunan PPh
Mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib
Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak
badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan diatas (PPh Pasal
25 ayat 1).
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak
yang lalu. Misalnya, apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh Wajib Pajak pada bulan
Februari 2022, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar pada bulan Januari 2022
adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2021.

Contoh
Apabila Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan pada Contoh 1 (Wajib Pajak orang pribadi)
disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi pada bulan Maret 2022, besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar wajib pajak tersebut untuk bulan Januari dan Februari 2022 adalah

7
sebesar angsuran pajak bulan Desember 2021. Misalnya, besar angsuran pajak bulan
Desember 2021 adalah Rp.1.000.000 sehingga angsuran PPh untuk bulan Januari dan
Februari 2022 masing-masing sebesar Rp.1.000.000.

2.1.4 Angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak yang Lalu

Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk
tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat
Ketetapan Pajak tersebut. Perubahan besarnya angsuran pajak tersebut berlaku mulai pada
bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.
Contoh:
Berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2021 yang disampaikan
Wajib Pajak dalam bulan Februari 2022, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus
dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2022 telah diterbitkan surat
ketetapan pajak tahun pajak 2021 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap
bulan sebesar Rp 2.000.000,00.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal ayat ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan
Juli 2022 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan
surat ketetapan pajak tersebut besarnya bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari
angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.

Contoh
Wajib pajak PT. Perdana pada tahun 2016 melaporkan SPT Tahunan PPh dengan jumlah PPh
terutang sebesar Rp125.000.000. Pajak-pajak yang telah dibayarkan melalui pemotongan oleh
pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2016 sebagai berikut:
 PPh pasal 22 atas impor barang sebesar Rp50.000.000
 PPh pasal 23 atas sewa, deviden, dan lainlain Rp10.000.000
 Pajak yang dibayar di luar negeri sebesar Rp25.750.000, dari jumlah tersebut yang
boleh dikreditkan sebesar Rp20.000.000

Surat Pemberitahuan Tahunan PPh disampaikan pada tanggal 30 April 2017. Angsuran pajak
bulan Desember 2016 sebesar Rp3.000.000. Pada bulan Agustus 2017, diterima surat

8
ketetapan pajak yang menyebutkan bahwa angsuran PPh tahun 2017 adalah Rp4.000.000.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun 2017 dihitung sebagai berikut:
a. Angsuran PPh bulan Januari s.d Maret 2017 adalah sama dengan angsuran bulan
terakhir tahun 2016 yaitu Rp3.000.000  
b. Angsuran PPh bulan April s.d Agustus 2017 dihitung sebagai berikut
PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2006
Rp125.000.000
Kredit pajak tahun 2016:
PPh pasal 22 Rp.50.000.000
PPh pasal 23 Rp.10.000.000
PPh pasal 24 Rp.20.000.000
Total kredit pajak (Rp 80.000.000)
Dasar penghitungan angsuran Rp
45.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP setiap bulan mulai April
s.d Agustus 2017 adalah
Rp.45.000.000 ÷ 12 = Rp.3.750.000
c. Angsuran PPh bulan september s.d desember 2017 adalah sama dengan jumlah yang
ada pada surat ketetapan pajak sebesar Rp.4.000.000

2.1.5 PPh Pasal 25 dalam Hal-hal Tertentu


Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri
dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan
terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal Pajak
diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Hal-hal tertentu yang
dimaksud adalah:
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian

b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur

c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu


disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan

9
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;

e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak


Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari
angsuran bulanan sebelum pembetulan.

f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

a. Wajib Pajak Berhak atas Kompensasi Kerugian

Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat


Pemberitahuan Tahunan,Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau
Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan UU PPh. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal
25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya
setelah dikurangi kompensasi kerugian dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang
dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal
24 UU PPh, dibagi 12 ( dua belas ) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Contoh
Penghasilan kena pajak PT Putra Jaya tahun 2016 adalah Rp700.000.000. Sisa kerugian tahun
sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan Rp800.000.000. Sisa kerugian yang  belum
dikompensasikan tahun 2016 adalah Rp100.000.000 (= sisa rugi Rp800.000.000,
dikompensasikan dengan penghasilan kena pajak tahun 2016 sebesar Rp700.000.000).
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun 2017 adalah:
Penghasilan kena pajak tahun 2016 Rp700.000.000
Sisa kerugian yang belum terkompensasikan tahun 2016 Rp100.000.000(-)
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan Rp600.000.000
angsuran pajak penghasilan pasal 25 Pajak Penghasilan yang terutang :
25% ×Rp600.000.000 = Rp150.000.000
(catatan: peredaran bruto tahun 2016 melebihi Rp50.000.000.000)

10
Apabila pada tahun 2016 tidak ada Pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut
oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan
dalam pasal 24, besarnya angsuran pajak bulanan PT Putra Jaya tahun 2017 adalah:
½ x Rp 150.000.000 = Rp12.500.000
  Jika SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2016 disampaikan pada bulan April 2017,
angsuran bulan Januari s.d Maret 2017 didasarkan pada angsuran PPh Pasal 25 untuk  bulan
Desember 2016. Misalnya, pada contoh sebelumnya, besarnya angsuran PPh pasal 25 bulan
Desember 2016 adalah NIHIL sehingga angsuran untuk bulan Januari s.d Maret 2017 juga
NIHIL, sedangkan mulai bulan April 2017 besarnya angsuran adalah Rp12.500.000.
Jika PT Putra Jaya menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2016 pada tanggal 30
April 2017 dan ternyata mengalami kerugian, angsuran PPh pasal 25 mulai bulan Maret 2017
adalah NIHIL. Sedangkan, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari s.d Maret
2017 sama dengan angsuran bulan Desember tahun 2016, yang didasarkan pada  perhitungan
SPT Tahunan PPh tahun pajak 2016 dan SKP yang terbit dalam tahun 2017. Apabila sisa
kerugian tahun sebelumnya telah melewati batas waktu kompensasi (lima tahun) maka
kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan. Oleh karena itu, tidak mempengaruhi
perhitungan angsuran PPh pasal 25

b. Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur

Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak. Penghasilan ini dapat
bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, maupun pengalihan harta
dan/atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final.
Jika Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan tidak teratur maka besarnya
angsuran PPh Pasal 25 adalah sama dengan PPh yang dihitung dengan dasar penghitungan
PPh dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut atau dibayar/terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh,
kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Dasar penghitungan PPh yang dimaksud adalah jumlah penghasilan neto menurut
SPT tahunan PPh tahun pajak yang selalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur
yang dilaporkan dalam SPT tahunan PPh.

11
Contoh
Wajib Pajak PT.A pada tahun 2016 memperoleh total peredaran bruto sebesar
Rp14.800.000.000. Penghasilan neto yang bersifat teratur dari utang dagang sebesar
Rp148.000.000.000 dan penghasilan tidak teratur dari menyewakan kendaraan dengan
kontrak selama tiga tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2016 sebesar Rp72.000.000.
Mengingat penghasilan yang tidak teratur tersebut diterima sekaligus pada tahun 2016 maka
penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada tahun 2017
adalah hanya dari penghasilan teratur tahun 2016. Dengan catatatan bahwa dalam tahun 2016,
Wajib Pajak A telah dipungut PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp2.900.000 sehingga
angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2017 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan neto (teratur) Rp148.000.000
Tidak ada sisa kerugian yang bisa dikompensasikan sehingga besarnya PKP adalah
Rp148.000.000.
Penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000÷14.800.000.000)×Rp148.000.000 = Rp48.000.000
Penghasilan kena pajak yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp148.000.000-Rp48.000.000 = Rp100.000.000
PPh Terutang:
50%×25%×Rp48.000.000 Rp 6.000.000
25%×Rp100.000.000 Rp25.000.000
Rp31.000.000
Kredit Pajak/pengurangan
-PPh pasal 22 Rp 2.900.000(-)
Dasar penghitungan angsuran Rp28.100.000

Angsuran bulan PPh pasal 25 tahun 2017:


Rp28.100.000÷12 = Rp2.341.667

c. SPT Tahunan PPh Tahun yang Lalu Disampaikan setelah Lewat Batas Waktu yang
Ditentukan

Apabila SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan, yaitu selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib

12
Pajak orang pribadi dan empat bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak badan,
besarnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut.
a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan sebelum
disampaikannya SPT tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama c
angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
b. Untuk bulan-bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang telah dibahas
sebelumnya dan berlaku surut. Ketentuan tersebut adalah:
 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut oleh
pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 (dua belas) atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
 Jika diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun yang lalu, besarnya angsuran
PPh Pasal 25 adalah sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Surat Ketetapan
tersebut dan dimulai pada bulan berikutnya setelah bulan penerimaan SKP.
 Jika Wajib Pajak berhak terhadap kompensasi, besarnya angsuran PPh Pasal 25
sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu
yang (PPh yang terutang ini dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak yang telah
memperhitungkan kompensasi kerugian) dikurangi dengan PPh yang dipotong/
dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23) dan PPh yang dibayar
atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12
(dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
 Jika Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, besarnya angsuran PPh Pasal
25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun yang lalu (PPh
yang terutang ini dihitung berdasar penghasilan teratur saja), dikurangi dengan PPh
yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23) dan PPh
yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi
dengan 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih besar daripada besarnya PPh Pasal
25 pada huruf b, atas kekurangan tersebut terutang bunga 2% (dua persen) sebulan untuk

13
jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing
bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih kecil daripada besarnya PPh Pasal
25 pada huruf b, atas kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25
bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan PPh.
Contoh
PT Putra Jaya menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2016 pada tanggal 25 Mei 2017,
dengan data sebagai berikut:
 PPh yang terutang Rp150.000.000
 PPh pasal 22, pasal 23, pasal 24 tahun pajak 2016 Rp 42.500.000
yang dapat dikreditkan
 PPh pasal 25 bulan Desember 2016 Rp 8.000.000

Besarnya angsuran PPh pasal 25 dalam tahun 2017 adalah


 Angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari s.d Maret 2017 masing-masing sebesar Rp8.000.000
(sama dengan angsuran PPh pasal 25 bulan Desember 2016)
 Angsuran PPh pasal 25 bulan April s.d Mei 2017 sama dengan Rp8.000.000
 Angsuran PPh pasal 25 bulan April s.d Desember 2017 dihitung kembali berdasarkan SPT
tahunan PPh tahun pajak 2016, yaitu:
PPh yang terutang Rp150.000.000
Kredit pajak diperbolehkan (pasal 22, 23, 24) Rp 42.500.000 (-)
Dasar penghitungan angsuran Rp107.500.000

Angsuran PPh pasal 25 untuk bulan April s.d Desember 2017


Rp107.500.000÷12 Rp8.958.333

 PPh pasal 25 bulan April s.d Mei 2017 yang telah disetor sebesar Rp8.000.000 sebulan,
padahal yang seharusnya Rp8.958.333 sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp958.333
setiap bulan untuk bulan April s.d Mei 2017. Jumlah tersebut harus disetor dan terutang
bunga sebagai berikut:
o Untuk masa April 2017, terutang bunga 2% perbulan dihitung sejak 16 Mei 2017
s.d tanggal penyetoran

14
o Untuk masa Mei 2017, terutang bunga 2% perbulan dihitung sejak 16 Juni 2017 s.d
tanggal penyetoran

Jika penghitungan kembali PPh pasal 25 untuk bulan April s.d Desember 2017 menghasilkan
jumlah yang lebih kecil daripada jumlah PPh pasal 25 untuk bulan April s.d Mei 2017 maka
kelebihan setoran bulan April dan mei tersebut dapat diperhitungkan dengan setoran bulan
mei 2017, dan seterusnya.

d. Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan


PPh

Jika Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut
 Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan
bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal
25 sama dengan besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan
sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin
perpanjangan.
 Untuk bulan-bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dihitung Kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut (sama
dengan ketentuan pada huruf b “SPT Tahunan PPh Tahun yang lalu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan”) dan berlaku surut mulai bulan batas
waktu penyampaian SPT Tahunan.

Apabila besarnya PPh pasal 25 pada huruf a lebih besar dari pada besarnya PPh Pasal
25 pada huruf b, atas kekurangan tersebut terutang bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka
waktu yang dihitung sejak jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan
sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf alebih kecil daripada besarnya PPh Pasal
25 pada huruf b maka ats kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke PPh pasal 25
bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan PPh.

15
e. Wajib Pajak Membetulkan Sendiri SPT Tahunan PPh yang Mengakibatkan
Angsuran Bulanan Lebih Besar daripada Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan

Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan pembetulan tersebut lebih besar dari Pajak
Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali sebelum dilakukannya pembetulan, maka besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan pembetulan tersebut dan berlaku
mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut. Penghitungan
Kembali besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT Pembetulan tetap memperhatikan
ketentuan kompensasi kerugian dan ketentuan penghasilan tidak teratur.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan tersebut lebih
besar dari pada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh
Pasal 25 terutang bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo
penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih kecil
daripada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25
dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT
Tahunan Pembetulan.

f. Terjadi Perubahan Usaha atau Kegiatan Wajib Pajak


Apabila sesudah 4 (empat) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak
mengalami penurunan usaha, dan dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang
akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari
Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan cara sebagai berikut:
 Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar.
 Dalam pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
tersebut, Wajib Pajak harus menyampaikan penghitungan besarnya Pajak
Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan

16
diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-
bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
 Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya dengan
lengkap surat permohonan pengurangan PPh Pasal 25 Wajib Pajak, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan
pengurangan tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya.

Apabila dalam suatu tahun pajak Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi
dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, maka besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa sampai dengan akhir tahun pajak
yang bersangkutan dihitung kembali berdasarkan Pajak Penghasilan yang diperkirakan
terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar

2.1.6 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Baru; Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Dan Wajib Pajak Lainnya Yang
Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Harus Membuat Laporan
Keuangan Berkala; Dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Dengan Tarif
Paling Tinggi 0,75% dari Peredaran Bruto

Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:


a. Wajib Pajak baru

b. Bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa,
dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
harus membuat laporan keuangan berkala.

c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol
koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.

Keputusan Menteri Keuangan Yang Mengatur Hal Ini Adalah Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 522/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 Jo

17
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002 Tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang
Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru,Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah Dan Wajib Pajak Lainnya
Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

a. Cara Menghitung PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru


1. Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
2. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan
neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12. Penghasilan neto adalah:
− Dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya
dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal
dihitung berdasarkan pembukuannya;
− Dalam hal Wajib Pajak hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi
dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
atas peredaran atau penerimaan bruto.
3. Untuk WP Badan Baru
• Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan,
dibagi 12 (dua belas).
• Penghasilan neto adalah : dalam hal WP menyelenggarakan pembukuan dan dari
pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto
fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
4. Untuk WP Baru Berupa WP Badan yang Mempunyai Kewajiban Membuat Laporan
Berkala Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi
fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12.

18
Angsuran PPh Pasal 25 Sebulan
= [Tarif Pasal 17 x (12 x Penghasilan neto sebulan*))/12]
*)
Perkiraan penghasilan berdasarkan bulan operasi awal.

b. Penghitungan PPh Pasal 25 atas Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa Guna
Usaha dengan Hak Opsi
1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan
triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
2. Apabila WP Bank atau sewa guna usaha dengan hak opsi adalah WP baru, maka
besarnya PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak Penghasilan yang
terutang berdasarkan perkiraan perhitungan laba rugi triwulan pertama yang
disetahunkan, dibagi 12.

Angsuran PPh Pasal 25 Sebulan


= [Tarif Pasal 17 x ((Perkiraan laba triwulan pertama x 4)] /12

c. PPh Pasal 25 bagi Perusahaan BUMN dan BUMD


1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak badan usaha milik
negara dan badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali
Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan
yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana
Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan Rapat Umum Pemegang Sahara (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24
yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
2. Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka
besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan
pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun
pajak sebelumnya.

19
d. Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Harus Membuat Laporan Keuangan
Berkala

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib
Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala,
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi
dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal
24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.

e. PPh Pasal 25 atas Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 atau lebih
tempat usaha.
2. Pedagang Pengecer adalah Orang Pribadi yang melakukan:
a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan jasa, melalui suatu tempat usaha.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut dan di Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak.
4. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan
dari masing-masing tempat usaha.
5. Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dilakukan melalui Bank Persepsi atau
Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak yang mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak
6. Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan kredit pajak atas Pajak
Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
7. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang melakukan pembayaran angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan

20
Nomor Transaksi Penerimaan Negara, dianggap telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
dengan tanggal validasi yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
8. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan jumlah angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapat
validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak melakukan usaha
sebagai Pedagang Pengecer di tempat tinggalnya maka Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu tersebut tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Penghasilan Pasal 25 di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal.

2.1.7 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25


1. PPh pasal 25 harus dibayar atau disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan
takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.
2. Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT masa selambat-lambatnya 20 hari
setelah masa pajak berakhir.
3. Bagi wajib pajak pengusaha tertentu berlaku juga ketentuan sebagai berikut :
i. jika wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja kantor
pelayanan pajak harus mendaftarkan masing-masing tempat usahanya di kantor
pelayanan pajak yang bersangkutan.
ii. wajib pajak yang memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari satu wilayah kerja
kantor pelayanan pajak harus mendaftarkan setiap tempat usahanya di Kantor
Pelayanan Pajak masing-masing tempat usaha wajib pajak berkedudukan.
iii. SPT tahunan PPH harus disampaikan di Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili
wajib pajak terdaftar dengan batas waktu seperti pada ketentuan butir 2.

2.1.8 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Bepergian Ke Luar Negeri
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar
pajak. Termasuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah istri, anggota

21
keluarga sedarah, dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak yang bersangkutan.
Berdasarkan fiskal Luar Negeri (FLN) yang wajib dibayar oleh wajib pajak
orang  pribadi adalah:
1. Rp2.500.000 untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan  pesawat udara.
2. Rp1.000.000 untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan angkutan laut.
PembayaranFLN oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang akan
bertolak ke luar negeri dilakukan dengan menggunakTanda Bukti Pembayaran Fiskal
Luar Negeri (TBPFLN). Angsuran pembayaran pajak penghasilan tersebut dapat
dikreditkan terhadap  pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun yang
bersangkutan setelah wajib pajak tersebut memiliki NPWP. Ketentuan tersebut tidak
berlaku lagi sejak 31 Desember 2010.

2.1.9 Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri yang akan Bertolak ke Luar Negeri
1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dengan menunjukkan Visa Kunjungan atau
visa singgah.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing, termasuk anggota keluarganya dan orang-orang yang diperbantukan kepada
merek,yang bekerja dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, sepanjang  bukan warga
negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh  penghasilan diluar
jabatan atau pekerjaan yang tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik dengan menunjukkan paspor Diplomatik.
3. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk subjek  pajak
penghasilan Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota keluarganya,
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan atau
pekerjaan untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia,dengan menunjukkan paspor
diplomatik.

22
4. Warga negara Indonesia yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki
Dokumen resmi sebagai penduduk negeri tersebut dengan menunjukkan salah satu dari tanda
pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri berikut ini.
5. jamaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh instansi yang berwenang, dengan
menunjukan daftar nama para jemaah haji oleh pimpinan rombongan dan petugas  pelaksana
pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH) dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama. Pengecualian tersebut tidak
berlaku bagi jemaah haji khusus yang penyelenggaraannya dibebankan pada BPIH khusus.
6. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia melalui
darat.
7. Para pekerja Warga Negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka
program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan menunjukkan Kartu Tenaga Kerja
Luar Negeri (KTKLN) atau menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigras.
8. Mahasiswa dari negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan
rekomendasi dari perguruan tinggi tempat mereka belajar dan tidak menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai
mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan.
pembebasan tersebut tidak berlaku bagi istri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga
lainnya.
9. Orang asing yang berada di Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh  penghasilan
dari Indonesia yang melaksanakn :
• penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi lembaga
  pemerintahan terkait;
• program kerja sama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara;
• tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan dibawah koordinasi
instansi terkait.
10. Tenaga kerja warga negara asing, pendatang, yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan,
dan Pulau Karimun. sepanjang mereka telah dipotong pajak penghasilan oleh pemberi kerja
dengan menyerahkan tanda bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atau pasal 26 yang
telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Tanjungpinang atau pejabat yang ditunjuk.

23
11. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi
sosial termasuk satu orang pendamping, dengan menyerahkan surat  persetujuan dari Menteri
Kesehatan atau yang mewakilinya.
12. Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, misi olahraga atau misi keagamaan yang
mewakili pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri dengan menyerahkan surat
persetujuan dari menteri terkait atau yang mewakiliny.
13. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 tahun yang akan belajar di luar negeri
dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan
pemerintah atau badan asing dengan persetujuan menteri terkait.

2.1.10 Tata Cara Pengecualian Pembayaran Fiskal Luar Negeri Bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri Yang Akan Bertolak Ke Luar Negeri
Pengecualian dari kewajiban pembayaran FLN oleh orang pribadi yang akan bertolak
ke luar negeri dilakukan dengan cara sbb :
a. untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki NPWP yang telah berusia 21
tahun atau lebih diberikan melalui pengecekan validasi NPWP olehUPFLN Direktorat
Jenderal Pajak yang bertugas di Bandar Udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar
negeri sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 hari sebelum hari
keberangkatan.  
b. untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP sendiri (istri atau suami anggota keluarga
sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus terletak anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya wajib pajak yang bersangkuta) diberikan melalui  pengecekan
validasi NPWP wajib pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya oleh unit pembayaran
fiskal luar negeri (UPFLN) Direktorat Jenderal Pajakyang  bertugas dibandar udara atau
pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri sepanjang  NPWP tersebut telah terdaftar
sekurang-kurangnya 3 hari sebelum hari keberangkatan, dengan ketentuan bahwa Wajib
Pajak (istri atau suami, anggota keluarga sedarah atau semenda) yang tidak memiliki NPWP
sendiri dari :
a. wajib pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya yang berstatus sebagai Warga
Negara Indonesia (WNI) atau berstatus sebagai Warga Negara Asing (WNA) dan
memiliki Kartu Keluarga harus melampirkan fotokopi Kartu Keluarga dan atau surat
pernyataan menanggung sepenuhnya orang tua yang tidak terdaftar dalam kartu
keluarga oleh orang pribadi yang memiliki NPWP.  

24
b. Wajib pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya berstatus sebagai Warga
Negara Asing (WNA) yang :
1. tidak memiliki kartu keluarga harus melampirkan fotokopi Surat Keterangan
Susunan Keluarga Pendatang (SKSKP) atau dokumen lain yang dipersamakan
denga SKSKP yang menunjukkan hubungan status keluarga yang dikeluarkan
oleh instansi berwenang.
2. namanya tidak tercantum dalam susunan kartu keluarga atau memiliki kartu
keluarga yang terpisah dengan anggota keluarganya yang disebabkan perbedaan
kewarganegaraan harus melampirkan fotokopi dokumen lain yang menunjukan
hubungan status keluarga yang dikeluarkan oleh instansi berwenang.
c. untuk pengecualian angka 1 s.d.7 diberikan secara langsung oleh UPFLN Direktorat
Jenderal Pajak yang bertugas di Bandar Udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar
negeri termasuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang berusia kurang dari 21 tahun.
d. untuk pengecualian angka 7 huruf b s.d. 13 diberikan melalui penerbitan SKBFLN oleh
UPFLN Direktorat Jenderal Pajak di Bandar Udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar
negeri atau KPP yang melakukan pengelolaan FLN atau tempat lain yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak.

2.2 Pencatatan Akuntansi


2.2.1 Angsuran Pajak (PPh Pasal 25)

Angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan setiap bulan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Jurnal
untuk mencatat pembayaran PPh Pasal 25 tiap bulannya adalah sebagai berikut:

Pajak Dibayar Dimuka-PPh Pasal 25 xxx


Kas xxx

2.2.2 Kredit Pajak


Pengertian kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah
dibayar atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak.

25
Sebagaimana telah diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada saat
penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai kredit pajak),
terkait dengan PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23. Kredit pajak terdiri dari:
a. Kredit pajak dalam negeri
Kredit pajak dalam negeri untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) terdiri atas PPh yang
dipotong atau dipungut pihak lain yaitu PPh Pasal 21, 22 dan 23. Kredit pajak dalam
negeri untuk Wajib Pajak Badan terdiri atas PPh Pasal 22 dan 23.
b. Kredit pajak luar negeri
Kredit pajak luar negeri baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan adalah
PPh Pasal 24.
c. PPh yang dibayar sendiri
PPh yang dibayar sendiri terdiri atas angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar setiap bulan
ataupun fiskal luar negeri.

2.2.3 Pajak Akhir Tahun


PPh yang harus dilunasi pada akhir Tahun Pajak dihitung dengan cara:
PPh yang terutang atas seluruh penghasilan (yang merupakan objek pajak) selama
Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan Kredit Pajak yaitu PPh yang dilunasi
dalam Tahun Pajak berjalan baik yang dibayar sendiri maupun yang dipotong atau
dipungut oleh pihak lain. Hasil perhitungan PPh pada akhir tahun tersebut, dapat
mengakibatkan kurang bayar atau lebih bayar, sebagai berikut:
a. Apabila pajak yang terutang untuk suatu Tahun Pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit pajak (pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka setelah dilakukan
pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan
dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Jurnal pencatatan oleh perusahaan
adalah sebagai berikut:

Beban Pajak xxx

PPh Pasal 28A xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) xxx

26
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 24) xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 25) xxx

b. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari kredit
pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan
PPh disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak
tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi
atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah Tahun Pajak berakhir, sedangkan
apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya mulai tanggal 1 Juli
sampai dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal
30 September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak
badan. Jurnal pencatatan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:

Beban Pajak xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 24) xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 25) xxx

Utang PPh pasal 29 xxx

Pada saat dilakukan penyetoran ke kas negara, jurnal pencatatannya adalah sebagai
berikut:

Utang PPh Pasal 29 xxx


Kas xxx

27
2.2.4 Beban Pajak
Beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) adalah jumlah
agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang diperhitungkan
dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode.
PSAK 46 mendefinisikan beban pajak (tax expense) yang dimaksud sama dengan
taksiran pajak penghasilan tersebut, yaitu: Beban pajak (tax expense) atau penghasilan
pajak (tax income) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan
(deferred tax) yang diperhitungkan dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode.
Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf k UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan Wajib Pajak sehingga pada
penghitungan penghasilan kena pajak akhir tahun, harus dilakukan koreksi fiskal positif.
Untuk itu, pengeluaran-pengeluaran tersebut dicatat sebagai beban periode berjalan pada
Laporan Laba/Rugi.

2.2.5 Pajak Tangguhan

Pajak tangguhan adalah beban pajak (deferred tax expense) atau manfaat


pajak (deferred tax income) yang akan menambah atau mengurangi jumlah pajak yang
harus dibayar di masa depan. Pajak tangguhan ini timbul karena perbedaan saat pengakuan
pendapatan atau beban antara peraturan perpajakan (fiskal) dengan standar akuntansi
keuangan (komersial). Perbedaan saat pengakuan ini mengakibatkan pendapatan/beban
yang diakui pada masing-masing periode berbeda, namun secara keseluruhan pada
akhirnya jumlah total pendapatan/beban yang diakui sama antara fiskal dan komersial.
Oleh karena itu perbedaan ini biasa disebut sebagai beda sementara (temporary different).
Beban/manfaat pajak tangguhan tidak akan mempengaruhi jumlah pajak terutang yang
dihitung sesuai dengan peraturan perpajakan (pajak kini).
Pada umumnya, pengertian pajak tangguhan dapat dilihat dari 2 sudut pandang
berbeda, yaitu definisi dari sudut pandang akuntansi sebagai akun aset serta definisi dari
sudut pandang liabilitas atau utang yang harus dibayar dan dilunasi. Jika dilihat dari sudut
pandang akuntansi sebagai akun aset, pajak tangguhan didefinisikan sebagai jumlah pajak

28
penghasilan yang dipulihkan atau dapat dilakukan perubahan pada periode masa yang akan
datang atau masa depan sebagai akibat dari akumulasi rugi pajak yang masih belum
dikompensasikan dan belum dimanfaatkannya akumulasi kredit pajak sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku. Sedangkan, jika dilihat dari sudut
pandang liabilitas atau utang yang harus dibayar dan dilunasi, pajak tangguhan dapat
didefinisikan sebagai pajak yang timbul dan terjadi karena adanya perbedaan di antara
peraturan perpajakan yaitu fiskal dengan standar akuntansi keuangan yaitu komersial.
Menurut PSAK 46, pajak tangguhan timbul akibat adanya beda waktu/sementara.
Beda waktu artinya keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan
sebenarnya sama, tetapi hanya berbeda alokasi setiap tahunnya. Beda waktu dapat berasal
dari realisasi, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi kerugian fiskal antara akuntansi dan
perpajakan. Beda waktu akan menimbulkan aset/kewajiban pajak tangguhan, tetapi beda
tetap tidak.
1) Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan

Beban PPh terdiri dari beban pajak kini dan beban pajak tangguhan/pendapatan pajak
tangguhan. Pajak kini adalah jumlah PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada
satu periode. Beban pajak tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan
sedangkan pendapatan pajak tangguhan menimbulkan aset pajak tangguhan.
2) Aset Pajak Tangguhan (deferred tax assets)

Aset pajak tangguhan adalah jumlah PPh terpulihkan pada periode mendatang sebagai
akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi
kerugian. Aset pajak tangguhan timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya
koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban
pajak menurut peraturan perpajakan.
3) Kewajiban Pajak Tangguhan (deferred tax liabilities)

Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah PPh terutang untuk periode mendatang
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan
timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban
pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan
perpajakan.
4) Pencatatan dan Penyajian

29
Pencatatan aset dan kewajiban pajak tangguhan dilakukan terhadap rugi fiskal yang
masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial
dengan laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak
yang berlaku.

Karena tarif Pajak Penghasilan berubah – ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan
suatu metode alokasi agar diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap
pajak penghasailan tersebut beserta penyajiannya dalam Laporan Keuangan. Dalam
aplikasinya, tarif pajak maksimum PPh 25% digunakan karena alasan kepraktisan.

Contoh Kasus
Maju Mundur adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan furniture,
memilki data penjualan dan laba sebagai berikut:

 Data penjualan furniture tahun 2020 sebesar Rp 30.000.000.000


 Data penjualan furniture tahun 2021 sebesar Rp 35.000.000.000
 Laba komersial tahun 2021 sebesar Rp 4.100.000.000
 Koreksi fiskal negatif atas biaya penyusutan sebesar Rp 100.000.000, karena biaya
penyusutan menurut fiskal diakui lebih besar daripada menurut komersial.

Maka, laba fiskal sebesar:

= Rp 4.100.000.000 – Rp 100.000.000 = Rp 4.000.000.000

PPh Badan terutang:

= Rp 4.000.000.000 × 22% = Rp 880.000.000

Apabila tidak ada koreksi fiskal atas penyusutan PPh Badan yang terutang, maka:

= Rp 4.100.000.000 × 22% = Rp 902.000.000

Jadi, Kewajiban Pajak Tangguhan dihitung sebagai berikut:

= Penyusutan PPh Badan – PPh Badan Terutang

30
= Rp 902.000.000 – Rp 880.000.000 = Rp 22.000.000.

Jurnal untuk mencatat timbulnya aset pajak tangguhan:


Aset pajak tangguhan xxx
Pendapatan pajak tangguhan xxx

Jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan:


Beban pajak tangguhan xxx
Kewajiban pajak tangguhan xxx

Penyajian pajak tangguhan:


 Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus disajikan terpisah dari aset dan kewajiban
lainnya dalam neraca
 Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak kini (prepaid
taxes) dan kewajiban pajak kini (tax payable)
 Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset atau
kewajiban lancar
 Aset pajak kini harus dikompensasikan (offset) dengan kewajiban pajak kini dan
jumlah netonya disajikan dalam neraca
 Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas
normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba/rugi
 Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh dan
kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dengan utang PPh Pasal 29

2.3 Etika Dalam Pelaporan Pajak


Wajib Pajak akan melaporkan pajak-pajak yang dibayar dan/atau
dipotong/dipungut dengan mengisi dan menyampaikan SPT ke KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar. SPT memiliki beberapa fungsi:
1. Sebagai sarana bagi Wajib Pajak dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang,

31
2. Sebagai pelaporan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang dilakukan
Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga,

3. Sebagai pelaporan harta dan kewajiban serta pembayaran dari pemotong atau
pemungut tentang pemotongan atau pemugutan pajak yang telah dilakukan.

SPT dapat dibedakan menjadi 2 yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa
adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan.
SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Tata cara pelaporan
SPT dilakukan Wajib Pajak atau PKP dengan tahapan:
 Pengambilan formulir SPT
Pada dasarnya diambil sendiri oleh Wajib Pajak, baik langsung ke KPP atau
KP2KP.
 Pengisian SPT
Sesuai dengan petunjuk berdasarkan peraturan perpajakan dilakukan dengan benar,
jelas dan lengkap.
 Penandatanganan SPT
Untuk Wajib Pajak orang pribadi ditandatangani oleh yang berhak menandatangani
SPT sedangkan Wajib Pajak badan ditandatangani oleh pengurus/direksi.
 Penyampaian SPT
Langsung ke KPP / KP2KP, melalui jasa pengiriman pos.

2.4 Contoh Kasus

32
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

PPh pasal 25 mengatur tentang penghitungan besarnya pajak dalam tahun


berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan. Pada
umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT
Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit pajak Pajak
Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak. Pasal 26 Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 mengatur tentang
pemotongan atas  penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

32
DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2016. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/1426?aturan_status=1554

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan (KUP).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan.

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
No 46: Akuntansi Pajak Penghasilan. Jakarta: Salemba Empat.

33

Anda mungkin juga menyukai