Makalah
Ditulis Dalam Rangka Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Perpajakan
Dosen Pengampu:
Dr. Ruhul Fitrios, SE, M.Si, Ak, CA
Disusun Oleh:
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan ................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Cicilan Pajak (PPh 25)............................................................................ 4
2.1.1 Pelaporan PPh Pasal 25 dengan NTPN.......................................... 4
2.1.2 Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25........................................... 4
2.1.3 Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Batas.......... 7
2.1.4 Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan............ 8
2.1.5 PPh Pasal 25 dalam Hal-hal Tertentu............................................. 9
2.1.6 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru............................................. 17
2.1.7 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25........................................ 21
2.1.8 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Berpergian.. 21
2.1.9 Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan bagi WP OP........... 22
2.1.10 Tata Cara Pengecualian Pembayaran Fiskal LN bAGI WP OP... 24
2.2 Pencatatan Akuntansi.............................................................................. 25
2.2.1 Angsuran Pajak (PPh Pasal 25)...................................................... 25
2.2.2 Kredit Pajak.................................................................................... 25
2.2.3 Pajak Akhir Tahun......................................................................... 26
2.2.4 Beban Pajak.................................................................................... 28
2.2.5 Pajak Tangguhan............................................................................ 28
2.3 Etika Dalam Pelaporan Pajak.................................................................. 30
2.4 Contoh Kasus.......................................................................................... 31
ii
BAB III PENUTUP...................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
4. Bagaimana cara menghitung angsuran PPh pasal 25 apabila dalam tahun berjalan
diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak yang lalu?
5. Apa saja yang termasuk PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu dan bagaiamana cara
menghitungnya?
6. Apa yang dimaksud pph pasal 25 bagi wajib pajak baru; bank, badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak lainnya
yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan
keuangan berkala; dan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan bagaimana
cara menghitungnya?
7. Bagaimana cara penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25?
8. Bagaimana PPh pasal 25 bagi wajib pajak orang pribadi yang bepergian ke luar
negeri?
9. Bagaimana pencatatan akuntansi angsuran pajak, kredit pajak, beban pajak, dan pajak
tangguhan?
10. Bagaimana etika dalam pelaporan pajak?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari pajak penghasilan pasal 25
2. Untuk mengetahui cara menghitung angsuran bulanan PPh pasal 25
3. Untuk mengetahui a cara menghitung angsuran pph untuk bulan-bulan sebelum batas
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
4. Untuk mengetahui cara menghitung angsuran PPh pasal 25 apabila dalam tahun
berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak yang lalu
5. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu dan
bagaiamana cara menghitungnya
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pph pasal 25 bagi wajib pajak baru; bank,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, wajib pajak masuk bursa, dan
wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus
membuat laporan keuangan berkala; dan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu
dan bagaimana cara menghitungnya
7. Untuk mengetahui cara penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25
2
8. Untuk mengetahui Bbagaimana PPh pasal 25 bagi wajib pajak orang pribadi yang
bepergian ke luar negeri
9. Untuk mengetahui pencatatan akuntansi angsuran pajak, kredit pajak, beban pajak,
dan pajak tangguhan
10. Untuk mengetahui dalam pelaporan pajak
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan
penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi
sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir.
Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun.
Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya
menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta
kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang terutang
menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta
b. PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan
Penghitungan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu bagi Wajib Pajak pribadi dan
Wajib Pajak badan.
a. Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang
pribadi:
Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Budi berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun
2021 sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga
serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2021 adalah sebagai berikut:
· Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00
· Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00
· Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan Rp 2.500.000,00
· Pembayaran pajak di luar begeri sebesar Rp.7.500.000,00
seluruhnya dapat dikreditkan (sebagai PPh Pasal 24)
5
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2021 Rp 50.000.000,00
Kredit pajak Tahun 2021:
PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Total Kredit Pajak Rp 35.000.000,00 (–)
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh
Pasal 25 ayat 1) dalam tahun 2022 adalah:
Rp 15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00
b. Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak Badan:
PT Bahtera Niaga berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2021 Omset sebesar Rp
68.000.000.000,- HPP 45.000.000.000,- Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak
ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2021 adalah sebagai
berikut:
a. Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 15.000.000
b. Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan Rp 25.000.000
c. Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 30.000.000
d. PPh Psl 25 Selama satu tahun Rp. 120.000.000
6
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
(PPh Pasal 25) dalam tahun 2022 adalah:
Rp 180.000.000,00 : 12 = Rp 15.000.000,00
Contoh
Apabila Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan pada Contoh 1 (Wajib Pajak orang pribadi)
disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi pada bulan Maret 2022, besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar wajib pajak tersebut untuk bulan Januari dan Februari 2022 adalah
7
sebesar angsuran pajak bulan Desember 2021. Misalnya, besar angsuran pajak bulan
Desember 2021 adalah Rp.1.000.000 sehingga angsuran PPh untuk bulan Januari dan
Februari 2022 masing-masing sebesar Rp.1.000.000.
2.1.4 Angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak yang Lalu
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk
tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat
Ketetapan Pajak tersebut. Perubahan besarnya angsuran pajak tersebut berlaku mulai pada
bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.
Contoh:
Berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2021 yang disampaikan
Wajib Pajak dalam bulan Februari 2022, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus
dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2022 telah diterbitkan surat
ketetapan pajak tahun pajak 2021 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap
bulan sebesar Rp 2.000.000,00.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal ayat ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan
Juli 2022 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan
surat ketetapan pajak tersebut besarnya bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari
angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.
Contoh
Wajib pajak PT. Perdana pada tahun 2016 melaporkan SPT Tahunan PPh dengan jumlah PPh
terutang sebesar Rp125.000.000. Pajak-pajak yang telah dibayarkan melalui pemotongan oleh
pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2016 sebagai berikut:
PPh pasal 22 atas impor barang sebesar Rp50.000.000
PPh pasal 23 atas sewa, deviden, dan lainlain Rp10.000.000
Pajak yang dibayar di luar negeri sebesar Rp25.750.000, dari jumlah tersebut yang
boleh dikreditkan sebesar Rp20.000.000
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh disampaikan pada tanggal 30 April 2017. Angsuran pajak
bulan Desember 2016 sebesar Rp3.000.000. Pada bulan Agustus 2017, diterima surat
8
ketetapan pajak yang menyebutkan bahwa angsuran PPh tahun 2017 adalah Rp4.000.000.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun 2017 dihitung sebagai berikut:
a. Angsuran PPh bulan Januari s.d Maret 2017 adalah sama dengan angsuran bulan
terakhir tahun 2016 yaitu Rp3.000.000
b. Angsuran PPh bulan April s.d Agustus 2017 dihitung sebagai berikut
PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2006
Rp125.000.000
Kredit pajak tahun 2016:
PPh pasal 22 Rp.50.000.000
PPh pasal 23 Rp.10.000.000
PPh pasal 24 Rp.20.000.000
Total kredit pajak (Rp 80.000.000)
Dasar penghitungan angsuran Rp
45.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP setiap bulan mulai April
s.d Agustus 2017 adalah
Rp.45.000.000 ÷ 12 = Rp.3.750.000
c. Angsuran PPh bulan september s.d desember 2017 adalah sama dengan jumlah yang
ada pada surat ketetapan pajak sebesar Rp.4.000.000
9
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
Contoh
Penghasilan kena pajak PT Putra Jaya tahun 2016 adalah Rp700.000.000. Sisa kerugian tahun
sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan Rp800.000.000. Sisa kerugian yang belum
dikompensasikan tahun 2016 adalah Rp100.000.000 (= sisa rugi Rp800.000.000,
dikompensasikan dengan penghasilan kena pajak tahun 2016 sebesar Rp700.000.000).
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun 2017 adalah:
Penghasilan kena pajak tahun 2016 Rp700.000.000
Sisa kerugian yang belum terkompensasikan tahun 2016 Rp100.000.000(-)
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan Rp600.000.000
angsuran pajak penghasilan pasal 25 Pajak Penghasilan yang terutang :
25% ×Rp600.000.000 = Rp150.000.000
(catatan: peredaran bruto tahun 2016 melebihi Rp50.000.000.000)
10
Apabila pada tahun 2016 tidak ada Pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut
oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan
dalam pasal 24, besarnya angsuran pajak bulanan PT Putra Jaya tahun 2017 adalah:
½ x Rp 150.000.000 = Rp12.500.000
Jika SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2016 disampaikan pada bulan April 2017,
angsuran bulan Januari s.d Maret 2017 didasarkan pada angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan
Desember 2016. Misalnya, pada contoh sebelumnya, besarnya angsuran PPh pasal 25 bulan
Desember 2016 adalah NIHIL sehingga angsuran untuk bulan Januari s.d Maret 2017 juga
NIHIL, sedangkan mulai bulan April 2017 besarnya angsuran adalah Rp12.500.000.
Jika PT Putra Jaya menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2016 pada tanggal 30
April 2017 dan ternyata mengalami kerugian, angsuran PPh pasal 25 mulai bulan Maret 2017
adalah NIHIL. Sedangkan, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari s.d Maret
2017 sama dengan angsuran bulan Desember tahun 2016, yang didasarkan pada perhitungan
SPT Tahunan PPh tahun pajak 2016 dan SKP yang terbit dalam tahun 2017. Apabila sisa
kerugian tahun sebelumnya telah melewati batas waktu kompensasi (lima tahun) maka
kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan. Oleh karena itu, tidak mempengaruhi
perhitungan angsuran PPh pasal 25
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak. Penghasilan ini dapat
bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, maupun pengalihan harta
dan/atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final.
Jika Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan tidak teratur maka besarnya
angsuran PPh Pasal 25 adalah sama dengan PPh yang dihitung dengan dasar penghitungan
PPh dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut atau dibayar/terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh,
kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Dasar penghitungan PPh yang dimaksud adalah jumlah penghasilan neto menurut
SPT tahunan PPh tahun pajak yang selalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur
yang dilaporkan dalam SPT tahunan PPh.
11
Contoh
Wajib Pajak PT.A pada tahun 2016 memperoleh total peredaran bruto sebesar
Rp14.800.000.000. Penghasilan neto yang bersifat teratur dari utang dagang sebesar
Rp148.000.000.000 dan penghasilan tidak teratur dari menyewakan kendaraan dengan
kontrak selama tiga tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2016 sebesar Rp72.000.000.
Mengingat penghasilan yang tidak teratur tersebut diterima sekaligus pada tahun 2016 maka
penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada tahun 2017
adalah hanya dari penghasilan teratur tahun 2016. Dengan catatatan bahwa dalam tahun 2016,
Wajib Pajak A telah dipungut PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp2.900.000 sehingga
angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2017 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan neto (teratur) Rp148.000.000
Tidak ada sisa kerugian yang bisa dikompensasikan sehingga besarnya PKP adalah
Rp148.000.000.
Penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000÷14.800.000.000)×Rp148.000.000 = Rp48.000.000
Penghasilan kena pajak yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp148.000.000-Rp48.000.000 = Rp100.000.000
PPh Terutang:
50%×25%×Rp48.000.000 Rp 6.000.000
25%×Rp100.000.000 Rp25.000.000
Rp31.000.000
Kredit Pajak/pengurangan
-PPh pasal 22 Rp 2.900.000(-)
Dasar penghitungan angsuran Rp28.100.000
c. SPT Tahunan PPh Tahun yang Lalu Disampaikan setelah Lewat Batas Waktu yang
Ditentukan
Apabila SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan, yaitu selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib
12
Pajak orang pribadi dan empat bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak badan,
besarnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut.
a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan sebelum
disampaikannya SPT tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama c
angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
b. Untuk bulan-bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang telah dibahas
sebelumnya dan berlaku surut. Ketentuan tersebut adalah:
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut oleh
pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 (dua belas) atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Jika diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun yang lalu, besarnya angsuran
PPh Pasal 25 adalah sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Surat Ketetapan
tersebut dan dimulai pada bulan berikutnya setelah bulan penerimaan SKP.
Jika Wajib Pajak berhak terhadap kompensasi, besarnya angsuran PPh Pasal 25
sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu
yang (PPh yang terutang ini dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak yang telah
memperhitungkan kompensasi kerugian) dikurangi dengan PPh yang dipotong/
dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23) dan PPh yang dibayar
atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12
(dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Jika Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, besarnya angsuran PPh Pasal
25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun yang lalu (PPh
yang terutang ini dihitung berdasar penghasilan teratur saja), dikurangi dengan PPh
yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23) dan PPh
yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi
dengan 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih besar daripada besarnya PPh Pasal
25 pada huruf b, atas kekurangan tersebut terutang bunga 2% (dua persen) sebulan untuk
13
jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing
bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih kecil daripada besarnya PPh Pasal
25 pada huruf b, atas kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25
bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan PPh.
Contoh
PT Putra Jaya menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2016 pada tanggal 25 Mei 2017,
dengan data sebagai berikut:
PPh yang terutang Rp150.000.000
PPh pasal 22, pasal 23, pasal 24 tahun pajak 2016 Rp 42.500.000
yang dapat dikreditkan
PPh pasal 25 bulan Desember 2016 Rp 8.000.000
PPh pasal 25 bulan April s.d Mei 2017 yang telah disetor sebesar Rp8.000.000 sebulan,
padahal yang seharusnya Rp8.958.333 sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp958.333
setiap bulan untuk bulan April s.d Mei 2017. Jumlah tersebut harus disetor dan terutang
bunga sebagai berikut:
o Untuk masa April 2017, terutang bunga 2% perbulan dihitung sejak 16 Mei 2017
s.d tanggal penyetoran
14
o Untuk masa Mei 2017, terutang bunga 2% perbulan dihitung sejak 16 Juni 2017 s.d
tanggal penyetoran
Jika penghitungan kembali PPh pasal 25 untuk bulan April s.d Desember 2017 menghasilkan
jumlah yang lebih kecil daripada jumlah PPh pasal 25 untuk bulan April s.d Mei 2017 maka
kelebihan setoran bulan April dan mei tersebut dapat diperhitungkan dengan setoran bulan
mei 2017, dan seterusnya.
Jika Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut
Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan
bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal
25 sama dengan besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan
sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin
perpanjangan.
Untuk bulan-bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dihitung Kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut (sama
dengan ketentuan pada huruf b “SPT Tahunan PPh Tahun yang lalu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan”) dan berlaku surut mulai bulan batas
waktu penyampaian SPT Tahunan.
Apabila besarnya PPh pasal 25 pada huruf a lebih besar dari pada besarnya PPh Pasal
25 pada huruf b, atas kekurangan tersebut terutang bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka
waktu yang dihitung sejak jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan
sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf alebih kecil daripada besarnya PPh Pasal
25 pada huruf b maka ats kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke PPh pasal 25
bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan PPh.
15
e. Wajib Pajak Membetulkan Sendiri SPT Tahunan PPh yang Mengakibatkan
Angsuran Bulanan Lebih Besar daripada Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan
Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan pembetulan tersebut lebih besar dari Pajak
Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali sebelum dilakukannya pembetulan, maka besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan pembetulan tersebut dan berlaku
mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut. Penghitungan
Kembali besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT Pembetulan tetap memperhatikan
ketentuan kompensasi kerugian dan ketentuan penghasilan tidak teratur.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan tersebut lebih
besar dari pada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh
Pasal 25 terutang bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo
penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih kecil
daripada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25
dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT
Tahunan Pembetulan.
16
diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-
bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya dengan
lengkap surat permohonan pengurangan PPh Pasal 25 Wajib Pajak, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan
pengurangan tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya.
Apabila dalam suatu tahun pajak Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi
dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, maka besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa sampai dengan akhir tahun pajak
yang bersangkutan dihitung kembali berdasarkan Pajak Penghasilan yang diperkirakan
terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar
2.1.6 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Baru; Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Dan Wajib Pajak Lainnya Yang
Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Harus Membuat Laporan
Keuangan Berkala; Dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Dengan Tarif
Paling Tinggi 0,75% dari Peredaran Bruto
b. Bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa,
dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
harus membuat laporan keuangan berkala.
c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol
koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.
Keputusan Menteri Keuangan Yang Mengatur Hal Ini Adalah Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 522/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 Jo
17
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002 Tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang
Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru,Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah Dan Wajib Pajak Lainnya
Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
18
Angsuran PPh Pasal 25 Sebulan
= [Tarif Pasal 17 x (12 x Penghasilan neto sebulan*))/12]
*)
Perkiraan penghasilan berdasarkan bulan operasi awal.
b. Penghitungan PPh Pasal 25 atas Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa Guna
Usaha dengan Hak Opsi
1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan
triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
2. Apabila WP Bank atau sewa guna usaha dengan hak opsi adalah WP baru, maka
besarnya PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak Penghasilan yang
terutang berdasarkan perkiraan perhitungan laba rugi triwulan pertama yang
disetahunkan, dibagi 12.
19
d. Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Harus Membuat Laporan Keuangan
Berkala
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib
Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala,
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi
dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal
24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
e. PPh Pasal 25 atas Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 atau lebih
tempat usaha.
2. Pedagang Pengecer adalah Orang Pribadi yang melakukan:
a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan jasa, melalui suatu tempat usaha.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut dan di Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak.
4. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan
dari masing-masing tempat usaha.
5. Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dilakukan melalui Bank Persepsi atau
Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak yang mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak
6. Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan kredit pajak atas Pajak
Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
7. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang melakukan pembayaran angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan
20
Nomor Transaksi Penerimaan Negara, dianggap telah menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
dengan tanggal validasi yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
8. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan jumlah angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapat
validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak melakukan usaha
sebagai Pedagang Pengecer di tempat tinggalnya maka Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu tersebut tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Penghasilan Pasal 25 di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal.
2.1.8 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Bepergian Ke Luar Negeri
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar
pajak. Termasuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah istri, anggota
21
keluarga sedarah, dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak yang bersangkutan.
Berdasarkan fiskal Luar Negeri (FLN) yang wajib dibayar oleh wajib pajak
orang pribadi adalah:
1. Rp2.500.000 untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan pesawat udara.
2. Rp1.000.000 untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan angkutan laut.
PembayaranFLN oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang akan
bertolak ke luar negeri dilakukan dengan menggunakTanda Bukti Pembayaran Fiskal
Luar Negeri (TBPFLN). Angsuran pembayaran pajak penghasilan tersebut dapat
dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun yang
bersangkutan setelah wajib pajak tersebut memiliki NPWP. Ketentuan tersebut tidak
berlaku lagi sejak 31 Desember 2010.
2.1.9 Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri yang akan Bertolak ke Luar Negeri
1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dengan menunjukkan Visa Kunjungan atau
visa singgah.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing, termasuk anggota keluarganya dan orang-orang yang diperbantukan kepada
merek,yang bekerja dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, sepanjang bukan warga
negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar
jabatan atau pekerjaan yang tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik dengan menunjukkan paspor Diplomatik.
3. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak
penghasilan Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota keluarganya,
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan atau
pekerjaan untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia,dengan menunjukkan paspor
diplomatik.
22
4. Warga negara Indonesia yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki
Dokumen resmi sebagai penduduk negeri tersebut dengan menunjukkan salah satu dari tanda
pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri berikut ini.
5. jamaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh instansi yang berwenang, dengan
menunjukan daftar nama para jemaah haji oleh pimpinan rombongan dan petugas pelaksana
pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH) dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama. Pengecualian tersebut tidak
berlaku bagi jemaah haji khusus yang penyelenggaraannya dibebankan pada BPIH khusus.
6. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia melalui
darat.
7. Para pekerja Warga Negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka
program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan menunjukkan Kartu Tenaga Kerja
Luar Negeri (KTKLN) atau menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigras.
8. Mahasiswa dari negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan
rekomendasi dari perguruan tinggi tempat mereka belajar dan tidak menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai
mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan.
pembebasan tersebut tidak berlaku bagi istri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga
lainnya.
9. Orang asing yang berada di Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia yang melaksanakn :
• penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi lembaga
pemerintahan terkait;
• program kerja sama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara;
• tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan dibawah koordinasi
instansi terkait.
10. Tenaga kerja warga negara asing, pendatang, yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan,
dan Pulau Karimun. sepanjang mereka telah dipotong pajak penghasilan oleh pemberi kerja
dengan menyerahkan tanda bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atau pasal 26 yang
telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Tanjungpinang atau pejabat yang ditunjuk.
23
11. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi
sosial termasuk satu orang pendamping, dengan menyerahkan surat persetujuan dari Menteri
Kesehatan atau yang mewakilinya.
12. Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, misi olahraga atau misi keagamaan yang
mewakili pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri dengan menyerahkan surat
persetujuan dari menteri terkait atau yang mewakiliny.
13. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 tahun yang akan belajar di luar negeri
dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan
pemerintah atau badan asing dengan persetujuan menteri terkait.
2.1.10 Tata Cara Pengecualian Pembayaran Fiskal Luar Negeri Bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri Yang Akan Bertolak Ke Luar Negeri
Pengecualian dari kewajiban pembayaran FLN oleh orang pribadi yang akan bertolak
ke luar negeri dilakukan dengan cara sbb :
a. untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki NPWP yang telah berusia 21
tahun atau lebih diberikan melalui pengecekan validasi NPWP olehUPFLN Direktorat
Jenderal Pajak yang bertugas di Bandar Udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar
negeri sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 hari sebelum hari
keberangkatan.
b. untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP sendiri (istri atau suami anggota keluarga
sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus terletak anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya wajib pajak yang bersangkuta) diberikan melalui pengecekan
validasi NPWP wajib pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya oleh unit pembayaran
fiskal luar negeri (UPFLN) Direktorat Jenderal Pajakyang bertugas dibandar udara atau
pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar
sekurang-kurangnya 3 hari sebelum hari keberangkatan, dengan ketentuan bahwa Wajib
Pajak (istri atau suami, anggota keluarga sedarah atau semenda) yang tidak memiliki NPWP
sendiri dari :
a. wajib pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya yang berstatus sebagai Warga
Negara Indonesia (WNI) atau berstatus sebagai Warga Negara Asing (WNA) dan
memiliki Kartu Keluarga harus melampirkan fotokopi Kartu Keluarga dan atau surat
pernyataan menanggung sepenuhnya orang tua yang tidak terdaftar dalam kartu
keluarga oleh orang pribadi yang memiliki NPWP.
24
b. Wajib pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya berstatus sebagai Warga
Negara Asing (WNA) yang :
1. tidak memiliki kartu keluarga harus melampirkan fotokopi Surat Keterangan
Susunan Keluarga Pendatang (SKSKP) atau dokumen lain yang dipersamakan
denga SKSKP yang menunjukkan hubungan status keluarga yang dikeluarkan
oleh instansi berwenang.
2. namanya tidak tercantum dalam susunan kartu keluarga atau memiliki kartu
keluarga yang terpisah dengan anggota keluarganya yang disebabkan perbedaan
kewarganegaraan harus melampirkan fotokopi dokumen lain yang menunjukan
hubungan status keluarga yang dikeluarkan oleh instansi berwenang.
c. untuk pengecualian angka 1 s.d.7 diberikan secara langsung oleh UPFLN Direktorat
Jenderal Pajak yang bertugas di Bandar Udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar
negeri termasuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang berusia kurang dari 21 tahun.
d. untuk pengecualian angka 7 huruf b s.d. 13 diberikan melalui penerbitan SKBFLN oleh
UPFLN Direktorat Jenderal Pajak di Bandar Udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar
negeri atau KPP yang melakukan pengelolaan FLN atau tempat lain yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
Angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan setiap bulan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Jurnal
untuk mencatat pembayaran PPh Pasal 25 tiap bulannya adalah sebagai berikut:
25
Sebagaimana telah diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada saat
penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai kredit pajak),
terkait dengan PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23. Kredit pajak terdiri dari:
a. Kredit pajak dalam negeri
Kredit pajak dalam negeri untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) terdiri atas PPh yang
dipotong atau dipungut pihak lain yaitu PPh Pasal 21, 22 dan 23. Kredit pajak dalam
negeri untuk Wajib Pajak Badan terdiri atas PPh Pasal 22 dan 23.
b. Kredit pajak luar negeri
Kredit pajak luar negeri baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan adalah
PPh Pasal 24.
c. PPh yang dibayar sendiri
PPh yang dibayar sendiri terdiri atas angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar setiap bulan
ataupun fiskal luar negeri.
26
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) xxx
b. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari kredit
pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan
PPh disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak
tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi
atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah Tahun Pajak berakhir, sedangkan
apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya mulai tanggal 1 Juli
sampai dengan 30 Juni, maka kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal
30 September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak
badan. Jurnal pencatatan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
Pada saat dilakukan penyetoran ke kas negara, jurnal pencatatannya adalah sebagai
berikut:
27
2.2.4 Beban Pajak
Beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) adalah jumlah
agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang diperhitungkan
dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode.
PSAK 46 mendefinisikan beban pajak (tax expense) yang dimaksud sama dengan
taksiran pajak penghasilan tersebut, yaitu: Beban pajak (tax expense) atau penghasilan
pajak (tax income) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan
(deferred tax) yang diperhitungkan dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode.
Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf k UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan Wajib Pajak sehingga pada
penghitungan penghasilan kena pajak akhir tahun, harus dilakukan koreksi fiskal positif.
Untuk itu, pengeluaran-pengeluaran tersebut dicatat sebagai beban periode berjalan pada
Laporan Laba/Rugi.
28
penghasilan yang dipulihkan atau dapat dilakukan perubahan pada periode masa yang akan
datang atau masa depan sebagai akibat dari akumulasi rugi pajak yang masih belum
dikompensasikan dan belum dimanfaatkannya akumulasi kredit pajak sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku. Sedangkan, jika dilihat dari sudut
pandang liabilitas atau utang yang harus dibayar dan dilunasi, pajak tangguhan dapat
didefinisikan sebagai pajak yang timbul dan terjadi karena adanya perbedaan di antara
peraturan perpajakan yaitu fiskal dengan standar akuntansi keuangan yaitu komersial.
Menurut PSAK 46, pajak tangguhan timbul akibat adanya beda waktu/sementara.
Beda waktu artinya keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan
sebenarnya sama, tetapi hanya berbeda alokasi setiap tahunnya. Beda waktu dapat berasal
dari realisasi, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi kerugian fiskal antara akuntansi dan
perpajakan. Beda waktu akan menimbulkan aset/kewajiban pajak tangguhan, tetapi beda
tetap tidak.
1) Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan
Beban PPh terdiri dari beban pajak kini dan beban pajak tangguhan/pendapatan pajak
tangguhan. Pajak kini adalah jumlah PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada
satu periode. Beban pajak tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan
sedangkan pendapatan pajak tangguhan menimbulkan aset pajak tangguhan.
2) Aset Pajak Tangguhan (deferred tax assets)
Aset pajak tangguhan adalah jumlah PPh terpulihkan pada periode mendatang sebagai
akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi
kerugian. Aset pajak tangguhan timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya
koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban
pajak menurut peraturan perpajakan.
3) Kewajiban Pajak Tangguhan (deferred tax liabilities)
Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah PPh terutang untuk periode mendatang
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan
timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban
pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan
perpajakan.
4) Pencatatan dan Penyajian
29
Pencatatan aset dan kewajiban pajak tangguhan dilakukan terhadap rugi fiskal yang
masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial
dengan laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak
yang berlaku.
Karena tarif Pajak Penghasilan berubah – ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan
suatu metode alokasi agar diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap
pajak penghasailan tersebut beserta penyajiannya dalam Laporan Keuangan. Dalam
aplikasinya, tarif pajak maksimum PPh 25% digunakan karena alasan kepraktisan.
Contoh Kasus
Maju Mundur adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan furniture,
memilki data penjualan dan laba sebagai berikut:
Apabila tidak ada koreksi fiskal atas penyusutan PPh Badan yang terutang, maka:
30
= Rp 902.000.000 – Rp 880.000.000 = Rp 22.000.000.
31
2. Sebagai pelaporan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang dilakukan
Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga,
3. Sebagai pelaporan harta dan kewajiban serta pembayaran dari pemotong atau
pemungut tentang pemotongan atau pemugutan pajak yang telah dilakukan.
SPT dapat dibedakan menjadi 2 yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa
adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan.
SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Tata cara pelaporan
SPT dilakukan Wajib Pajak atau PKP dengan tahapan:
Pengambilan formulir SPT
Pada dasarnya diambil sendiri oleh Wajib Pajak, baik langsung ke KPP atau
KP2KP.
Pengisian SPT
Sesuai dengan petunjuk berdasarkan peraturan perpajakan dilakukan dengan benar,
jelas dan lengkap.
Penandatanganan SPT
Untuk Wajib Pajak orang pribadi ditandatangani oleh yang berhak menandatangani
SPT sedangkan Wajib Pajak badan ditandatangani oleh pengurus/direksi.
Penyampaian SPT
Langsung ke KPP / KP2KP, melalui jasa pengiriman pos.
32
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
32
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2016. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/1426?aturan_status=1554
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan (KUP).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
No 46: Akuntansi Pajak Penghasilan. Jakarta: Salemba Empat.
33