Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH TEORI AKUNTANSI

Akuntansi Inflasi, Model Penilaian dan Penentuan


Laba

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas teori akuntansi


Kelompok:

1. Riyanti (2013 521 520)


2. Bayu Tri Ambargo (2013 521 539)

S1 Akuntansi / A2

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) ADHI UNGGUL


BHIRAWA “AUB” SURAKARTA

TAHUN 2015

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuntansi keuangan merupakan media informasi yang disusun oleh


manajemen selaku pengelola bisnis untuk kepentingan publik khususnya investor
dan kreditor. Informasi akuntansi terjadi pada laporan keuangan perusahaan yang
memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan pada saat tertentu
(neraca) serta hasil usahanya pada periode tertentu (laba rugi). Informasi ini
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan .
laporan keuangan ini telah menjadi sumber informasi penting bagi manajemen,
pemilik, analis, banker, kreditor, regulator, dan pihak umum. Laporan keuangan
merupakan sumber informasi pertama dalam keputusan investasi, memprediksi
potensi arus kas yang akan diterima dan dikaitkan dengan ketidakpastian, menilai
kemampuan manajemen dalam mencapai tujuan utama perusahaan, dan yang
terakhir memberikan informasi yang aktual dan interpretatif tentang transaksi dan
kejadian lainnya.
Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan dalam akuntansi keuangan maka, kita perlu mengetahui macam-macam
metode yang digunakan dalam pembuatan laporan keuangan. Selain mengetahui
metode penyusunan laporan keuangan kita juga perlu mengetahui model
akuntansi yang diterapkan dan penilaian, perbandingan terhadap model akuntansi
yang diterapkan serta metode yang digunakan dalam pengukuran harga wajar.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis menyusun makalah
dengan judul “Akuntansi Inflasi, Model Penilaian dan Penentuan Laba”.

2
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa saja tentang Inflasi?
2. Apa tujuan dan prinsip akuntansi?
3. Bagaimana Sejarah Akuntansi inflasi?
4. Apa Pengertian Akuntansi Inflasi?
5. Apa Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi?
6. Apa yang dimaksud dengan Monetary dan Non-Monetary Items?
7. Apa Model akuntansi yang diterapkan dalam penilaian aktiva dan
penentuan laba?
8. Bagaimana penilaian dan perbandingan terhadap model akunntansi?
9. Apa Metode yang digunakan dalam pengukuran harga wajar?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa saja tentang Inflasi?
2. Untuk mengetahui tujuan dan prinsip akuntansi
3. Untuk mengetahui bagaimana Sejarah Akuntansi inflasi?
4. Untuk mengetahui apa Pengertian Akuntansi Inflasi?
5. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Monetary dan Non-
Monetary Items?
6. Untuk mengetahui Model akuntansi yang diterapkan dalam penilaian
aktiva dan penentuan laba?
7. Untuk mengetahui penilaian dan perbandingan terhadap model
akunntansi?
8. Untuk mengetahui Metode yang digunakan dalam pengukuran harga
wajar?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Inflasi

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan


terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya
ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari
suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang
dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika
proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan
persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering
digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

2.2 Penyebab Inflasi

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau
desakan biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi
akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada
tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya
permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor
produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam
permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full
employment.

4
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya
biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output)
yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2
hal,yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya
kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga
barang-barang.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk


menghasilkan barang dan jasa.
2. Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
3. Kenaikan harga barang impor.
4. Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru.Kekacauan
politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998.
akibatnya angka inflasi mencapai 70%.

2.3 Penggolongan Inflasi

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi


yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi
berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran
belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang
berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar
negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal
ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya
kenaikan tarif impor barang.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap


harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua
barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun,
apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu

5
disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan
inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan
meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai
uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :

1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)


2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

2.4 Mengukur Inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah


indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:

1. Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah
indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh
konsumen.
2. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
3. Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari
barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses
produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa
depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi,
yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
4. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari
komoditas-komoditas tertentu.
5. Indeks harga barang-barang modal
6. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang
baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

6
2.5 Dampak Inflasi

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat
terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau
dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja,
menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat
dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan
mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan
terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat


merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990.
Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin
hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan
pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan
dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di
perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.

Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai


mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun
jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan
menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk
berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari
tabungan masyarakat.

7
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang
lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak
yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang
pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang


diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi,
produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi
pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi
hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk
meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk
sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha
produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha
kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di


suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal
yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan
ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat.

Selain itu dampak dari inflasi adalah:

1. memperburuk distribusi pendapatan. Dalam masa inflasi nilai harta-


harta tetap seperti tanah, rumah, bangunann pabrik dan pertokoan akan
mengalami kenaikan harga yang adakalanya lebih cepat dari kenaikan
inflasi itu sendiri. Sebaliknya, penduduk yang tidak mempunyai harta yang
meliputi sebagian besar dari golongan masyarakat yang berpendapatan
rendah ,pendapatan riilnya merosot sebagai akubat inflasi. Dengan
demikian inflasi melebarkan ketidaksamaan distribusi pendapatan.

8
2. Pendapatan riil merosot. Sebahagian tenaga kerja disetiap negara terdiri
dari pekerja-pekerja bergaji tetap. Dalam masa inflasi biasanya kenaikan
harga-harga selalu mendahalui kenaikan pendapatan. Dengan demikian
inflasi cenderung menimbulkan kemerosotan pendapatan riil sebahagian
besar tenaga kerja. Ini berarti kemakmuran masyarakat merosot.
3. Nilai riil tabungan merosot. Dalam perekonomian biasanya masyarakat
menyimpan sebahagian kekayaannya dalam bentuk deposito dan tabungan
di institusi keuangan. Nilai riil tabungan tersebut akan merosost sebagi
akibat inflasi. Juga pemegang-pemegang uang tunai akan dirugikan karena
merosotnya nilai riil.
2.6 Tujuan dan Prinsip Akuntansi
Tujuan :

informasi laporan keuangan itu disusun sesuai disususn sesuai prinsip dan
standar akuntansi yang sudah berlaku sejak dahulu sudah dirumuskan oleh para
akuntan standard setter, prinsip ini harus dikuasai semua perusahaan untuk
menyajikan laporan keuangan. Tujuan laporan keuangan menurut APB Statement
No.4 (AICPA,1973)(a) Tujuan Umum adalah menyajikan laporan posisi
keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip
akuntansi yang diterima. (b) tujuan khusus adalah memberi informasi tentang
kekayaan,kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahaan kekayaan dan
kewajiban, serta informasi lainnya yang relevan. Laporan keuangan harus bersifat
relevan dan materialitas, substance over form, reabilyty, bebas dari
bias,comparability, konsistensi dan dapat dipahami.

Postulat adalah asumsi dasar yang berkaitan dengan lingkungan bisnis


akuntansi beroperasi. Prinsip merupakan pendekatan umum yang digunakan
dalam pengakuan dan pengukuran kejadian akuntansi. Konsep akuntansi adalah
pernyataan yang dapat membuktikan kebenaran atau aksioma yang sudah diterima
umum sesuai dengan tujuan laporan keuangan dan standar (teknik) akuntansi
adalah peraturan khusus yang berisikan bagaimana standar perlakuan pencatatan
dan pelaporan terhadap semua transaksi yang dialami suatu entitas.

9
Pengukuran atau measurement menurut ijiri (1967) adalah suatu bahasa
khusus yang menyajikan fenomena dunia nyata dengan alat angka dan hubungan
antarangka yang ditemukan dalam sistem angka. Pengukuran yang dipakai dalam
akuntansi keuangan adalah metode historical cost, sebagai dasar penilaiannya
adalad monetary unit karena nilainya dianggap stabil. Kemudian menggunakan
conservatisme artinya akuntansi mengutamakan nialia yang mencatat kerugian
lebih dahulu daripada keuntungan.

Prinsip Dasar Akuntansi

A. HistorIcal cost

HistorIcal cost adalah harga pertukaran pembelian lalu dikaitkan dengan


kekayaan yaitu harga pokok diukur dengan uang atau kekayaan lain yang
ditukarkan perusahaan untuk mendapatkannya. Historical cost merupakan dasar
utama dalam melakukan pengukuran dalam laporan keuangan dan biasanya
digunakan dalam mengukur persediaan, aktiva tetap dan asset lainnya sekaligus
salah satu prinsip dasar akuntansi. Menurut pendapat ini cost prinsiple
/acquisition/historical cost dasar untuk melakukan penilaian yang tepat untuk
mencatat perolehan barang, jasa biaya, harga pokok , dan equity. Sistem ini telah
digunakan selama beberapa abad(IJIRI,1971) . dalam sistem historical cost setiap
perkiraan dinilai berdasarkan harga pertukarannya pada tanggal perolehannya.
Berdasarkan historical cost laba direalisasikan dengan perbedaan antar penda[atan
yang direal;isasikan denga biaya yang direalisasikan, dimana biaya tersebut
merupakan pengorbanan (sacrifies) yang diharapkan tidak mendapatkan
keuntungan dimasa yang mendatang.

Keunggulan sistem historical cost menurut Ijiri(1967) adalah sebagai berikut:

a. Penilaian historical cost merupakan satu-satunya metode penilaian yang


hasil pencatatannya dapat ditelusuri, diidentifikasi bila perlu
b. Metode penilaian historical cost memberikan data yang kurang
diperselisihkan dibanding dengan metode penilaian lain yang diajukan.

10
c. Metode penilaian historical cost ini tidak menyajikan holding gain dan
loss. Hal ini sesuai dengan jiwa memelihara status quo dan hanya
perubahan yang jelas terbukti dicatat. Hal ini penting untuk memecahkan
pertentangan kepentingan dfan menjaga stabilitas dalam masyarakat.
d. Metode penilaian historical cost ini memberikan data yang berguna bagi
pengambilan keputusan bagi manajer dan investor karena selama ini data
yang lazim digunakan untuk memprediksi masa depan hanya data historis.
e. Metode penilaian historiscal cost ini merupakan salah satu diantara
berbagai metode poenilaian yang dianjurkan. Metode ini paling murah
bagi masyarakat dilihat dari biaya pancatatan, biaya pelaporan, auditing,
penyelesaian perselisihan.
f. Historical cost juga relevan dalam proses pengambilan keputusan
ekonomis.

Penilaian berdasarkan historical cost ini dinilai masih sangat relevan dan
dipertahankan oleh prinsip dan standar akuntansi yang berlaku. Keunggulan
prinsip historical cost adalah sangat berguna untuk menjelaskan aspek yang lalu
untuk menjelaskan aspek yang lalu dari tiap aset dan kewajiban, yaitu
pengorbanan yang telah diberikan untuk mendapatkan asset dan keuntungan yang
diterima dari kewajiban yang timbul (Harahap,1996), historical cost didasrkan
pada transaksi yang sudah pasti dan kejadian yang sebenarnya bukan kejadian
yang masih mungkin sehingga bisa menjadi bukti untuk pertanggunjawaban,
historical cost diperlukan sepanjang sejarah sistem ini masih dianggap
bermanfaat(mauts,litteleton), dibanding dengan metode CCA(current Cost
Accounting)dan NRVA(Net Realizeble Value Accounting) historical cost lebih
diyakini karena dapat meminimalisasi subjektifitas dan dapat
mengurangikemungkinan perubahan oleh pihak tertentu.

B. Unit Of Measure
Aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajiakn dalam unit uang dalam
bentuk moneter atau nilai uang.

11
C. Stable Monetary Unit
merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang menyatakan bahwa
kesatuan moneter itu dianggap stabil.
D. Conservatisme
Conservatisme merupakan prinsip dimana nilai yang dicantumkan dilaporan
keuangan adalah niali yang terbesar resiko ruginya, mencatat indikasi rugi,
walaupun belum terjadi dan tidak mencatat indikasi laba yang belum
teralisasi.prinsip ini dinilai melahirkan situasi dimana informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya dan tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga mulai dinilai
kurang bermanfaat bagi para pemakainya. Kejagian yang belum pasti
biasanya dialami oleh perusahaan dimana pengaruh dalam penyajian laporan
keuangan digambarkan dengan kecenderungan umum kearah lebih
mengutamakan kepentingan para pemilik modal. Maka, pengakuan peristiwa
yang tidak lebih cepat dan memilih meminimalisasikan jumlah aktiva bersih
dan laba bersih yang dilaporkan. Prinsip inilah yang menjadi dasar dalam
mencatat nilai yang terdapat dalam laporan keuangan.
E. Materialitas
dalam akuntansi merupakan standar atau ambang batas meterialitas yang
seharusnya digunakan dalam paraktik. Materialitas mengacu pada pentingnya
suatu item bagi para pengguna dalan hal relevansinya untuk tujuan penilaian
atau pengambilan keputusan. Oleh karena itu prinsip materialitas ini
dipandang dari sisi lain dari sebuah koin yang satu sisinya adalah prinsip
pengungkapan karena apa yang diungkapkan adalah uang meterial.

2.7 Sejarah Akuntansi Inflasi

Akuntan di Inggris dan Amerika Serikat telah membahas dampak inflasi


terhadap laporan keuangan sejak awal 1900-an, dimulai dengan teori indeks
jumlah dan daya beli. 1911 buku Irving Fisher Kekuatan Pembelian Uang tersebut
digunakan sebagai sumber oleh Henry W. Sweeney pada tahun 1936 bukunya

12
Akuntansi stabil, yang sekitar Konstan Purchasing Power Akuntansi. Model oleh
Sweeney digunakan oleh The American Institute Akuntan Publik untuk 1963 studi
penelitian mereka (ARS6) Pelaporan Keuangan Dampak Perubahan Harga-Level,
dan kemudian digunakan oleh Dewan Prinsip Akuntansi (AS), Dewan Standar
Keuangan (Amerika Serikat ), dan Standar Akuntansi Komite Pengarah (Inggris).
Sweeney menganjurkan menggunakan indeks harga yang mencakup segala
sesuatu dalam produk nasional bruto. Pada bulan Maret 1979, Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (FASB) menulis Konstan Dolar Akuntansi, yang
menganjurkan menggunakan Indeks Harga Konsumen untuk Semua Urban
Konsumen (CPI-U) untuk menyesuaikan akun karena dihitung setiap bulan.
Selama Depresi Besar, beberapa perusahaan menyajikan kembali laporan
keuangan mereka untuk mencerminkan inflasi. Pada saat selama 50 tahun terakhir
penetapan standar organisasi telah mendorong perusahaan untuk melengkapi
laporan keuangan berbasis biaya dengan laporan yang disesuaikan tingkat harga.
Selama periode inflasi tinggi di tahun 1970, FASB sedang meninjau proposal
rancangan untuk laporan disesuaikan tingkat harga ketika Komisi Sekuritas dan
Bursa (SEC) mengeluarkan ASR 190, yang membutuhkan sekitar 1.000 dari
perusahaan terbesar AS untuk memberikan informasi tambahan berdasarkan pada
biaya pengganti. FASB menarik RUU.

2.8 Perubahan dari Konsep Stable Monetary Unit

Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang
menyatakan bahwa kesatuan moneter itu dianggap stabil. Nilai uang yang
ditetapkan dari pos-pos laporan keuangan, misalnya kas, piutang, hutang atau
kewajiban lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap
itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan
(Harahap,2001). Padahal dimana saja didunia ini kita tidak pernah mendengar ada
valuta yang memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana
nilai tukarnya atau daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar
atau daya belinya justru menurun (inflasi). Di Indonesia pada tahun 1965 tertinggi
sampai 650 %, pada tahun 1999 saja tingkat inflasi di Indonesia mencapai 9,35%.

13
Ini menunjukkan bahwa prinsip Stable Monetary Unit hanya dalam asumsi tidak
pernah ditemukan dalam kenyataan. Prinssip ini adalah untuk memudahkan
perumusan teori dan asumsi akuntansi keuangan.

Permasalahan diatas memunculkan sebuah kritik yang menyatakan


informasi yang disajikan laporan keuangan pada masa inflasi justru sia-sia karena
nilai-nilai yang terdapat didalamnya tidak relevan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Dari permasalahan tersebut muncul usulan yang moderat yang artinya
kita masih bisa menggunakan historical cost accounting, tetapi harus dibuat
informasi atau laporan suplemen yang memuat dampak inflasi itu terhadap
laporan keuangan, selain itu terdapat usulan lain yaitu menggunakan akuntansi
inflasi.

Akuntansi inflasi ini berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang


memuat dampak dari inflasi atau penurunan nilai beli uang itu pada laporan
keuangan sehingga laporan. keuangan menunjukkan satuan mata uang pada
tingkat harga yang berlaku saat itu bukan lagi harga historis.

2.9 Pengertian Akuntansi Inflasi


Menurut Drs. Ainun Na’im, Ak, pengertian Akuntansi Inflasi adalah
sebagai berikut :
“merupakan suatu proses data akuntansi untuk menghasilkan informasi yang telah
memperhitungkan perubahan-perubahan tingkat perubahan harga, sehingga
informasi yang menunjukkan ukuran satuan mata uang dengan tingkat harga yang
berlaku.”
Tujuan dari Akuntansi Inflasi adalah untuk mengukur kinerja suatu
perusahaan dan memungkinkan setiap orang yang tertarik untuk mengukur
jumlah,waktu,dan kemungkinan arus kas masa depan.
Akuntansi Inflasi merupakan sutu metode untuk mengkoreksi,dengan
menyatakan kembali sepenuhnya laporan keuangan berdasarkan harga perolehan
historis kedalam suatu cara yang mencerminkan perubahan daya beli mata uang
yang diukur dengan menggunakan angka indeks. Akuntansi inflasi bukan sebagai

14
pengganti akuntansi konvensional yang telah ada, namun merupakan informasi
tambahan bagi para pemakainya.
Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode
penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih
relevan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua
item yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan
pada mas inflasi agar lebih relevan dapat digunakan beberapa metode. Sebelum
kita smpai kesana kta bahas dahulu beberapa metode pengukuran. Metode
pengukuran aktiva dan kewajiban dapat dibagi(Johnson,1977) sebagi berikut:
a. The entry value system dari harga umum yang terdiri dari:
1) Historical cost
2) General price level
3) Replacement cost
4) Reproduction cost
b. The exit value system harga pasar atau curreunt market value yang terdiri dari
:
1) Net ralizable value
2) Selling price
3) Expacted value

1. General Price Level


Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost
disesuaikan dengan perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi GPL ini
lebih besar daripada nilai historical cost.
Keuntungan GPL adalah sebagai berikut :
a. Dapat menjelaskan pengaruh inflasi pada perusahaan
b. Dapat meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode
c. Membantu pemakai laporan menilai arus kas dimasa yang akan datang
secara lebih baik
d. Memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung
dari angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.

15
Kelemahan GPL adalah sebagai berikut :

a. Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda
jadi tidak bisa disamaratakan
b. GPL tidak bermakna bagi perusahaan
c. Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas

d. Rasio itu adalah indikator mentah

2. Current Cost Accounting

Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang
paling gencar konsep CCA ini. Menurut merka yang dibutuhkan oleh manajer
adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang
adauntuk menghasilkan laba. Berikut ini adalah beberapa bentuk current cost.

Kelebihan CCA :

1. Current cost menunjukan jumlah yang seharusnya dibayar oleh perusahaan


dalam periode berjalan untuk memperoleh aktiva atau jasa.
2. Current cost memungkinkan identifikasi dari penyimpangan laba atau rugi,
sehingga mencerminkan hasil-hasil keputusan manajemen asset dan dampak
dari lingkungan atas perusahaan yang tidak tercermin dalam transaksi rutin.
3. Current cost menggambarkan nilai aktiva pada perusahaan jika perusahaan
melanjutkan untuk memperoleh aktiva tersebut dan jika nilainya belum
ditambah aktiva tersebut.
4. Penjumlahan aktiva yang dinyatakan dalam nilai sekarang lebih berarti dari
pada penambahan biaya historis yang terjadi pada periode yang berbeda.
5. Current cost memungkinkan pelaporan current operating profit,yang dapat
digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan.

Kelemahan CCA :
Pengguna current cost adalah subyektif karena sangat sulit menentukan harga
perolehan sekarang yang pasti setiap saat.

16
Masalah utama yang dihadapi dalam pelaksanaan Akuntansi Nilai
Sekarang adalah pengukuran dari nilai sekarang (current value) itu
sendiri.Menurut Martin A. Miller ada dua metode yang paling sering digunakan
dalam perhitungan yaitu : Sistem Nilai Masukan (Entry Value System) dari Sistem
Nilai Keluaran (Exit Value System).
Entry Value System didasarkan atas dasar harga pokok penggantian
(Replacement Cost) atau harga pokok, untuk memproduksi (Reproduksi Cost).
Yang dimaksud dengan Replacement Cost adalah estimasi biaya yang harus
dikeluarkan untuk memperoleh aktiva baru atau ekuivalennya pada harga
sekarang (current prices) setelah disesuaikan dengan depresiasi. Sedangkan
Reproduction Cost dimaksud sebagai estimasi biaya yang harus dikeluarkan
untuk memproduksi aktiva baru atau ekuivalennya pada harga sekarang setelah
diasumsikan dengan depresiasinya.
Exit Value Sistem biasanya didasarkan atas nilai bersih yang dapat
direalisasi (Net Realizable Value) dalam keadaan usaha yang biasa atau kadang-
kadang berdasarkan atas Discounted Cash Flow. Yang dimaksudkan dengan Net
Realizable Value adalah estimasi harga penjualan atas aktiva setelah didukungi
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjual aktiva tersebut. Sedangkan
Discounted Future Cash Flow dimaksudkan sebagai nilai sekarang (present value)
dari estimasi pemasukan kas (Cash Inflow) atau cast saving yang dijual

a) Replacement cost

Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk
mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya yang
sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva nonmoneter,
sepertinya persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan menurut nilai gantinya,
nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai. Penyusutan dihitung
berdasarkan pada nilai ganti itu. Pada masa inflasi sering terjadi backlog
depreciation atau penyusutan yang bersaldo negatif. Dalam penyajiannya hutang
ini harus disajikan nilai diskontonya. Pada masa inflasi nilai dari replacement
value ini lebih besar dari general price level. Metode ini dikritik dalam hal :

17
1. Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang
timbul tidak didasarkan pada transaksi yang sebenarnya.
2. Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan
menimbulkan pembebanan ke laba rugi (misalnya penyusutan dan harga
pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical cost. Akhirnya
income akan lebih tinggi dari historical cost.
3. Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost
ini, karena hanya untuk aktiva tertentu. Oleh karenanya metode
replacement cost ini dianggap bukan merupakan metode akuntansi inflasi
4. Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.

Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling
mudah diterapkan dalam akuntansi inflasi

b) Reproduction cost

Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan


replacement cost ini. Disini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika
aktiva itu dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat
perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.jika
suatu aktiva baru diproduksi tanpa menghiraukan perubahan teknologinya
nilainya sama dengan replacement cost. Dengan demikian, secara umum apa
yang berlaku pada metode Replacement cost berlaku juga pada metode
reproduction cost ini.

c) Net Realizable Value

Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva
dijual sekarang. Namun, harga ini didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip
going concern sehingga menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu metode current
market value ini adalah net realizable value.

18
NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa
inflasi nilai dari net relizable value ini lebih besar dari replacement cost karena
manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba marjin
general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan
antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.

d) Selling Price

Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan
sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih
besar daripada net realizable value dan metode lain yang disebut sebelumnya.

e) Expected value

Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar
atau lebih kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini
merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.

2.10 Monetary Non-Monetary Items

Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan
dalam unit uang yang tetap misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya
yang angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar
di masa yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan
nanti nilai net realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena nilainya itu
juga menggambarkan nilai sekarang (current value) untuk aktiva jenis ini tidak
perlu disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai yang
diharapkan ditagih (expected value) di masa yang akan datang.

Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan


menurut kontrak perjanjian. Dalam metode historical cost ini digambarkan
sebagai old cost bukan nilai sekarang.misalnya aktiva tetap, lahan, bangunan,
peralatan,persediaan yang akan dipakai dalam operasi perusahaan dan akan

19
diganti terus jika perusahaan terus beroperasi. Dalam metode current value harga
baru itu yang dicoba digambarkan dengan harga sekarang. Contoh lainnya adalah
biaya dibayar dimuka, investasi dalam saham, utang pajak tertunda, akumulasi
penyusutan,goodwill, hak paten, aktiva tak berwujud lain, dan kontrak penjualan.

2.11 Model AkuntansI

Ada tiga model akuntansi yang berbeda, yaitu :

1. Historical Cost Accounting


2. Replacement Cost Accounting
3. Net Realizable Value Accounting

Namun, sebenarnya ada 8 model akuntansi dalam penilaiaan aktiva dan penentuan
laba itu, yaitu sebagai berikut:

A. Pengukuran menurut Unit Uang


1. Historical Cost Accounting
2. Replacement Cost Accounting
3. Net Realizable Value Accounting
4. Present Value Accounting
B. Pengukuran menurut Unit Tenaga Beli ( General Price Level = GPL)
1. GPL Historical Cost Accounting
2. GPL Replacement Cost Accounting
3. GPL Net Realizable Value Accounting
4. GPL Present Value Accounting

Perbedaan ini timbul dari perbedaan berikut.

1. Atribut yang Akan Dinilai

Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat


dijelaskan sebagai berikut :

20
a. Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah
jumlah uang atau kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan
aktiva atau membayar sejumlah hutang yang dibebankan dalam unit uang
yang timbul dari perolehan aktiva itu.
b. Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah
uang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva
yang sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang yang akan
dibebankan untuk memperolah aktiva tersebut.
c. Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas
atau sejinsnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau
jumlah uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
d. Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai
adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari
penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar
untuk membayar kembali hutang.

Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :

a. Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini
(replacement cost dan net realizable value), dan masa yang akan datang
(present value).
b. Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan transaksi
perolehan atau pembebanan hutang, net realizable value dan present value
menyangkut penjualan aset dan pembayaran hutang.
c. Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang
sebenarnya, present value berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan
replacement cost dan net realizable value didasarkan pada kejadian yang
sifatnya hipotesis (anggapan).

21
2. Unit Measure

Ada dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut :

a. Unit Moneter (Uang)


Dalam model ini yang menjadi unit pengukuran adalah unit uang.
b. Unit Daya Beli (Purchasing Power)
Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang
tentu berbeda apabila waktunya berbeda.

2.11 Penilaian dan Perbandingan terhadap Model Akuntansi

Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut, model


Present Value sengaja tidak diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai berikut.

1. Sukarnya menaksir penerimaan kas di masa yang akan datang.


2. Pemilihan tingkat diskonto yang sangat bervariasi
3. Alokasi arbitrer dari taksoran arus kas dalam menilai aset
4. Alokasi arbitrer dan taksiran arus kas dari masing-masing aktiva secara
individual

Dalam menilai dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar
penilaian adalah.

1. Kesalahan yang timbul akibat masalah waktu (timing error)

Timing error timbul akibat perubahan nilai yang terjadi dalam suatu
periode tertentu, tetapi dicatat, diperhitungkan, dan dilaporkan pada
periode yang lain. Yang sebaiknya adalah bahwa setiap kejadian dalam
periode itu dicatat dan dilaporkan dalam periode itu. Namun yang lebih
ideal lagia adalah bahwa perhitungan laba dilakukan dalam keseluruhan
proses kegiatan perusahaan.

2. Kesalahan akibat alat ukur ( measuring unit errors)

22
Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laporan keuangan tidak
disajikan dengan menggunakan dan mempertimbangkan tenaga beli dari
mata uang tersebut. Idealnya tenaga beli uang harus ikut menjadi bahan
pertimbangan dalam menyusun laporan keuangan.

3. Kesulitan dalam penafsiran (interpretability)


Laporan keuangan harus dipahami tanpa salah pengertian. Dalam
menafsirkan laporan keuangan kita harus memahami masalah pengertian
dan penggunaanya. Dengan perkataan lain, agar model akuntansi dapat
dipahami maka kita harus menggunakan rumus :
“Jika…………………, maka………………….” atau (if……….them).
Dengan rumus ini maka para pembaca lapoiran keuangan akan memahami
arti serta kegunaanya. Akuntansi memiliki alat ukur yang menghasilkan
ukuran tertentu, misalnya model akuntansi yang menggunakan unit
sebagai alat ukur berarti hasilnya adalah bahwa itu dinyatakan dalam
jumlah rupiah (Number of Dollars = NOD).
Demikian juga jika kita gunakan konsep Historical Cost dengan “ukuran
tenaga beli umum”, akan tetap menghasilkan jumlah rupiah (Number of
Dollars). Sementara itu, apabila konsep Current Value yang diukur dengan
tenaga beli umum, akan menghasilkan ukuran barang atau Command of
Goods (COG)
4. Relevansi
Informasi akuntansi harus relevan artinya harus bermanfaat bagi
pemakainya khususnya untuk digunakan dalam proses pengambilan
keputusan. Namun, karena model akuntansi yang ada masih memiliki
makna yang masih kabur seperti masalah NOD dan COG tadi, sulit bagi
pembaca menjadikan informasi akuntansi itu relevan tanpa menguasai
ilmu akuntansi lebih mendalam.

23
2.12 Metode Pengukuran Harga Wajar

Metode pengukuran harga wajar atau fair value telah berlaku di Amerika
sesuai dengan statement No. 157 tentang fair value Measurements. Beikut ini
adalah ikhtisarnya.
Statement ini mendefinikan fair value, menetapkan kerangka untuk
mengukur nilai wajar (fair velue) sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima
umum, dan memperluas pengungkapan tentang kengukuran fair value. Statement
ini diterapkan dalam kerangka standar akuntansi yang membutuhkan atau
mengizinkan pengukuran fair value. Dewan standar sebelumnya telah
memutuskan melalui pengumuman bahwa fair value adalah metode pengukuran
yang relevan. Oleh karena itu, statement ini tidak memerlukan metode
pengukuran fair value yang baru. Namun, untuk sebagian entitas penerapan fair
value ini akan mengubah praktek yang berlaku sekarang.
1. Alasan dikeluarkannya statement ini.
Sebelum statement ini, ada beberapa difinisi tentang fair value dan
pedoman penerapannya dalam prinsip akuntansi sangat terbatas. Selain itu
pedoman sudah tersebar diantara banyak pengumuman yang menjelskan perlunya
pengukuran fair value. Perbedaan pedoman itu akan menimbulkan inkonsistensi
yang menambah rumitnya prinsip akuntansi. Dalam membuat statement ini,
dewan telah mempertimbangkan perlunya peningkatan konsistensi dan
comparability pengukuranf air value dan untuk memperluas pengungkapan
tentang pengukuran fair value.
2. Perbedaan antara statement dan Praktek Sekarang
Definisi fair value tetap menyangkut harga pertukaran atau exchange
price. Statement ini menjelaskan bahwa exchange price adalah harga dari
Transaksi yang normal antara pelaku pasar yang menjual asset atau mentransfer
utang di pasar dimana entintas yang melaporkan melakukan transaksi yang
menyangkut asset dan utang pada kondisi yang paling menguntungkan. Transaksi
menjual asset atau mentransfer utang adalah transaksi hipotesis pada tanggal
pengukuran, dengan mempertimbangkan perspektif pelaku pasar yang memegang

24
asset dan yang berutang. Oleh karena itu, definisi ini berfokus pada harga yang
akan diterima jika melakukan penjualan asset atau membayar atau mentransfer
uang (exit price), bukan harga yang akan dibayar untuk membeli asset atau
menerima utang (entry price).
Statement ini menekankan bahwa fair value adalah pengukuran berbasis
pasar ( a market-bassed measurement), bukan pengukuran yang spesifik entitas
(an entity-spesific measurement). Oleh karena itu, pengukuran fair value harus
ditentukan berdasarkan asumsi yang digunakan pelaku pasar dalam menghargai
asset dan utangnya. Sebagai dasar untuk mempertimbangkan asumsi pelaku pasar
dalam mengukur fair value, statemen ini menetpkan hierarki fair value yang
dibedakan antara lain srbagai berikut.
a. Asumsi pelaku pasar dibangun berdasarkan data pasar yang diperoleh dari
sumber yang independen dari entitas yang melaporkan (observable
inputs).
b. Asumsi dari entitas yang melaporkan tentang asumsi pelaku pasar
dibangun berdasarkan informasi yang terbaik yang tersedia dalam situasi
itu (unobservable inputs). Dalil unobservable inputs dimaksudkan untuk
memungkinkan adanya situasi dimana ada sedikit kegiatan pasar dari asset
dan kewajiban pada tanggal pengukuran. Dalam situasi tersebut, entitas
pelaporan tida perlu melakukan kegiatan untuk mendapatkan informasi
tentang asumsi pelaku pasar. Namun, entitas pelapor tidak boleh
mengabaikan informasi tentang asumsi pelaku pasar yang tersedia tanpa
harus mengeluarkan biaya dan tenaga.
Statement ini menjelaskan bahwa asumsi pelaku pasar termasuk asumsi
mengenai resiko, misalnya resiko inheren dalam teknik penilaian khusus yang
digunakan untuk mengukur fair value (seperti dalam pricing model) dan atau
resiko risk inherent dalam input ke teknik penilaian. Pengukuran fair value harus
memasukkan penyesuaian terhadap resiko jika pelaku pasar memasukkannya
dalam menentukan harga aset atau kewajiban, walaupun penyesuaian itu sukar
ditentukan. Oleh karena itu, pengukuran yang tidak memasukkan penyesuaian
resiko tidak menggambarkan pengukuran fair value jika pelaku pasar akan

25
memasukkannya dalam penilaian aset dan kewajiban, walaupun penyesuaian itu
sukar ditentukan. Oleh karena itu pengukuran ( misalnya, pengukuran mark to
model) yang tidak memasukkan penyesuaian resiko tidak menggambarkan
pengukuran Fair value jika pelaku pasar akan memasukkannya dalam penilaian
aset dan kewajiban.
Statement ini menjelaskan asumsi pelaku pasar tentang pengaruh
pembatasan penjualan atau penggunaan aset. Pengukuran fair value untuk aset
tertentu harus mempertimbangkan pengaruh pembatasan itu jika pelaku pasar
mempertimbangkan pengaruh pembatasan dalam penilaian aset. Pengukuran fair
value untuk aset tertentu(restricted asset), harus mempertimbangkan pengaruh
pembatasan itu jika pelaku pasar mempertimbangkan pengaruh pembatasan dalam
penilaian asset. Pedoman itu diterapkan untuk stock yang dibatas pada penjualan
yang berakhir dalam satu periode setahun yang diukur berdasarkan fair value
menurur FASB stetement No. 115, Accounting for Certain Investments in Debt
and Equity Securities, and No. 124, Accounting for Certain Investments Held by
Not for Profit Organizasition.
Statement ini menjelaskan bahwa pengukuran fair value untuk kewajiban
menggambarkan nonperfomence risk, yaitu resiko di mana kewajiban tidak
terpenuhi sebab nonperfomence risk termasuk resiko kredit entitas yang
melaporkan entitas pelapor harus mempertimbangkan pengaruh resiko kredit
menurut fair value dari kewajiban di semua periode di mana kewajiban di ukur
berdasarkan fair value menurut standar akuntansi yang berlaku, termasuk FASB
Statement No. 133, Accounting Derivative Instruments and Hedging Activities
Statement ini menyetujui perlunya FASB Statements lainnya yang menyatakan
bahwa dari suatu posisi dari suatu posisi dari suatu instrument keuangan termasuk
suatu block yang diperdagangkan secara aktif di pasar harus diukur sebesar nilai
produk dengan harga yang dicantumkan dari instrument individu tersebut dikali
dengan jumlah yang dimiliki. Harga yang dipakai harus disesuaikan sebab size
posisi relatif pada volume perdagangan (blockege factor). Stetement ini
memperluas kebutuhan pada broker-dealer dan perusahaan investments dalam
skope AICPA Audit and Accounting Guide bagi industri tersebut.

26
Statement ini memperluas pengungkapan tentang penggunaan pengukuran
fair value untuk mengukur aset dan kewajiban periode interim dan tahunan
mengikuti pengakuan sebelumnya. Pengungkapan difokuskan pada input yang
digunakan untuk mengukur fair value dan mengulangi pengukuran fair value
dengan menggunakan unobservable inputs, pengaruh pengukuran pada laba pada
periode itu. Statement ini mendorong entitas menggabungkan informasi fair value
yang diungkapakan menurut standar akuntansi lainnyatermasuk FASB Stetement
No. 107, Disclousures about Fair value of Financial Instrument, jika dapat
dipraktikan
Pedoman dalam stetement iniberlaku untuk pengukuran instrument
derivativedan keuangan lainnya menurut fair value menurut stetemet 133 pada
pengakuan awal dan pada periode selanjutnya jadi stetement ini membatalkan
pedoman dalam catatan kaki no 3 dari EITFissue no. 2-03, “Issue Involved in
Accounting for Derivative Contracr Held for Trending Purposes and Contract
involved in Energy Trading and Risk Management Activities.” Stetement ini juga
mengubah stetement 133 untuk menghilangkan pedoman lainnya yang sama
dengan pedoman Issue 02-3, yang sudah ditambah FASB statement No. 155
Accounting for Certain Hybrid Financial Instruments.
3. Bagaimana Kesimpulan Statement Ini Berkaitan dengan Kerangka
Konsep FASB
Kerangka konsep untuk mengukur fair value mengikuti kosep yang
menekankan memberikan informasi secara komperatif sehingga para pemakai
mampu menggunakan laporan keuangan menemukan persamaan dan perbedaan
antara kedua kejadian ekonomi. Definisi fair value memerhatikan konsep yantg
berkaitan dengan aset dan kewajiban, dalam konteks pelaku pasar. Pengukuran
fair value menggambarkan asumsi pelaku pasar sekarang tentang arus masuk di
masa yang akan datang yang dikaitkan dengan aset yang memiliki keuntungan
ekonomi masa depan dan arus keluar di masa yang akan datang yang dikaitkan
dengan kewajiban (pengorbanan manfaat ekonomi di masa yang akan datang).
Pengungkapan yang diperluas tentang fair value untuk mengukur
aset dan kewajiban harus memberikan informasi yang berguna dalam

27
pengambilan keputusan investasi, kredit, dan lainnya sebagaimana disebut dalam
bagi para pemakai laporan keuangan (dan investor, kreditor potensial, dan
lainnya) sesuai dengan tujuan laporan keuangan.
4. Bagaimana Statement Ini Meningkatkan Manfaat Laporan Keuangan
Definisi tunggal dari fair value bersama dengan kerangka konsep
pengukuran fair value bersama dengan kerangka konsep pengukuran fair value,
harus menghasilkan peningkatan konsistensi dan komparabilitas pengukuran fair
value.
Perluasan pengungkapan tentang fair value untuk mengukur aset dan
kewajiban harus memberikan informasi yang lebih baik bagi para pemakai
laporan tentang batas di mana fair value digunakan sebagai pengukur aset dan
kewajiban yang di akui, input digunakan untuk mengembangkan pengukuran dan
pengaruh pengukuran tertentu pada laba (perubahan net aset) pada periode itu.
Perubahan yang dilakukan Dewan memperluas inisiatifnya untuk
menyederhanakan dan mengodifikasi literatur akuntansi dan menghilangkan
perbedaan yang ada yang menambah kerumitan dalam GAAP.
5. Manfaat dan Biaya Menerapkan Statement Ini
Kerangka untuk mengukur fair value dibangun di atas praktik dan
kebutuhan sekarang. Namun, beberapa entitas perlu mengubah sistem dan lainnya
untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan statement ini. Beberapa entitas bisa
menimbulkan tambahan biaya dalam menerapkan statement ini. Namun,
manfaatnya dalam peningkatan konsistensi dan komparabilitas dari metode
pengukuran fair value dan semakin luasnya pengungkapan mengenai pengukuran
akan terus bermanfaat.
6. Berlakunya Statement Ini
Stetement ini berlaku untuk laporan keuangan yang dikeluarkan pada
tahun buku yang berawal setelah November 15. 2007 dan periode berjalan pada
tahu fiskal tersebut. Penerapan lebih awal dianjurkan lebih khususnya bagi entitas
yang belum mengeluarkan laporan keuangan pada periode itu. Termasuk laporan
tahu berjalan pada tahun fiskal itu

28
Penerapan Statement ini harus berlaku secara prospective sejak awal
tahun fiskal di mana statement ini mulai diterapkan. Kecuali dalam hal berikut ini,
penerapan statement ini harus retrospective:
a. Instrument keuangan yang sudah diukur secara fair value pada awal
diakuimenggunakan harga transaksi sesuai dengan pedoman sebelum
permulaan penerapan statement ini.
b. Instrument keuangan hybrid yang sudah menggunakan fair value pada
awal pengakuannya yang menggunakan harga transaksi sesuai dengan
pedoman sebelum memulai menerapkan statement ini.
Penyesuaian dalam masa transisi, diukur sebagai perbedaan antara saldo
sebelumnya dan fair value the carrying amounts dari instrument keuangan pada
tanggal statement ini mulai diterapkan. Harus diakui sebagai penyesuaian
pengaruh kumulatif dalam saldo pembukuan laba ditahan atau komponen ekuitas
atau aset bersih dalam laporan posisi keuangan untuk tahun fiskal saat statement
ini diterapkan. Harus diakui sebagai penyesuaian pengaruh komulatif dalam saldo
pembukaan laba ditahan (atau komponen ekuitas atau aset bersihdalam laporan
posisi keuangan untuk tahun fiskal saat stetement ini diterapkan)

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pada masa inflasi, laporan
keuangan GPLA lebih informatif dibanding historical cost, namun material atau
tidaknya perbedaan yang ditimbulkan GPLA tergantung pengaruhnya terhadap
perusahaan tersebut, sehingga GPLA bukan dimaksudkan untuk mengganti
laporan keuangan historical cost, tetapi hanya sebagai supplement report untuk
digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengambilan keputusan bagi pihak-
pihak yang membutuhkan informasi laporan keuangan sehingga tujuan dari
pelaporan akuntansi terpenuhi. Hal ini didasari oleh pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia bahwa informasi tambahan antara lain mengenai
pengungkapan pengaruh perubahan harga bersifat tidak mengikat.

3.2 Saran

Adapun saran atau rekomendasi yang dapat penulis berikan terkait dengan
pengembangan studi teori akuntansi adalah diharapkan kita memahami lebih
dalam tentang teori-teori akuntansi yang ada dan bisa mengimplementasikan ke
dunia bisnis. Namun keberadaan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi
positif baik bagi mahasiswa untuk lebih memahami materi mata kuliah teori
akuntansi ini.

30
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta : PT RajaGrafindo

Persada

Sari, Dian Inda (2006), Akuntansi Inflasi Dalam Menilai Relevansi Laporan

Keuangan Suatu Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 8 No. 2,

p. 78-91,

Sukirno, Sadono.1997.Pengantar Teori Makroekonomi.edisi kedua.Jakarta. PT

RajaGrafindo Persada

31

Anda mungkin juga menyukai