Anda di halaman 1dari 4

BAB 4

“PENGERTIAN DAN DASAR


HUKUM PEMERIKSAAN”
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pemeriksaan Pajak
Dosen Pengampu: Dr. Wahyu Widarjo, SE., M.Si.

Disusun oleh :

YETY ANGGRAINI S431908020

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
Pemeriksaan pajak kadangkala merupakan sesuatu yang mengandung ancaman bagi
wajib pajak. Hal Ini sangat dirasakan ketika petugas pajak dianggap mengada – ada dan
selalu mencari kesalahan wajib pajak, padahal menurut wajib pajak telah benar. Untuk
memahami pemikiran wajib pajak yang demikian, kiranya pemeriksa pajak harus dapat
memberikan pengertian kepada wajib pajak bahwa apa yang dilakukannya semata – mata
untuk menjalankan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan.
Agar wajib pajak dapat memahami apa yang dilakukan oleh petugas pajak telah sesuai
dan benar, hendaknya pemeriksa pajak dalam setiap dan segala hal bertindak harus dapat
menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk itu, pemeriksa pajak harus dapat memahami pengertian pemeriksaan dan dasar hukum
yang mengaturnya.

A. PENGERTIAN PEMERIKSAAN
Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP/UU KUP terbaru 28/2007), pengertian pemeriksaan adalah serangkaian
kegiatan untuk:
1. Mencari
2. Mengumpulkan
3. Mengolah data
4. Mengolah keterangan lainnya

Pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan


dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan
perpajakan.

Berdasarkan pengertian tersebut, pemeriksa pajak diberikan wewenang oleh UU


untuk melakukan tindakan dalam rangka menguji antara apa yang disampaikan WP dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) sama atau tidak dengan kewajiban yang seharusnya dibayar
menurut pemeriksa. Pemeriksa pajak dalam hal ini dapat sewenang – wenang menerapkan
kewajiban perpajakannya tanpa didahului dengan kegiatan mencari, mengumpulkan, dan
mengolah data berupa buku, catatan, dan dokumen untuk dijadikan sebagai dasar bukti dalam
perhitungan pajak.

Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa pajak diberikan wewenang sesuai Pasal 29


KUP, yaitu meminta kepada wajib pajak untuk :
1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi
dasarnya pembukuan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha,pekerja bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.
2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberikan bantuan guan kelancaran pemeriksaan.
3. Memberikan keterangan yang diperlukan.
4. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan
yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, kewajiban
untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. Kecuali
bank harus ada perintah tertulis dari Menteri Keuangan (hal ini diatur dalam Pasal 35 ayat
2 UU KUP)

Bilamana WP tidak mengindahkan kewajiban Pasal 29 ayat 3 huruf b UU KUP


sebagaimana mestinya, pemeriksa pajak berwenang untuk melakukan penyegelan tempat atau
ruangan tertentu sesuai Pasal 30 UU KUP. Dalam Pasal 39 UU KUP dinyatakan bahwa
“setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pemeriksaan,memperlihatkan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah – olah benar,
atau tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya sehingga menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, dipidana dengan denda pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda
paling tinggi 4x jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

Kewenangan aparatur Ditjen Pajak yang demikian besar hendaknya bukan


menjadikan pemeriksa pajak mengandalkan kewenangan dan kekuasaannya sehingga kadang
kala wajib pajak merasa tidak puas ketika pemeriksa pajak dalam melakukan audit selalu
menggunakan istilah rahasia jabatan dan pasal pokoke.

B. DASAR HUKUM PEMERIKSA

Untuk memberikan pengertian akan hak dan kewajiban perpajakan kepada wajib
pajak, sebaiknya pemeriksa pajak memahami tentang hak dan kewajiban pemeriksa pajak
dalam rangka pemeriksaan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Ketentuan – ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut :

1. Tata cara pemeriksaan pajak : Pasal 31 UU KUP, Keputusan Menteri Keuangan


No.545/KMK.04/2000, Jo PMK 123/PMK.03/2006.
2. Tata cara penyegelan : Pasal 30 UUKUP, KEP-DJP No.343/PJ/2000.
3. Tata cara pemeriksaan sederhana kantor dan lapangan Kep-DJP No.741/PJ./2001 Jo PER-
142/PJ./2005.
4. Tata cara pemeriksaan lapangan : Kep-DJP No.722/PJ./2001 Jo. PER-123/PJ./2006.
5. Tata Cara Pemeriksaan Buktu Permulaan : Kep-DJP No.02/PJ.7/1990 Jo Kep
272/PJ./2002.
6. Seri Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak dengan SE-01.

Rangkuman
1. Dalam bab ini dibahas mengenai pengertian dan dasar hukum pemeriksaan pajak.
Ketentuan ini mengaur tentang pengertian umum pemeriksaan pajak yang akan dikaitkan
dengan pelaksanaan pemeriksaan, hal ini dimaksudkan agar pemeriksa pajak dapat
memahami hak dan kewajibannya.
2. Salah satu hak pemeriksa pajak adalah melakukan penyegelan apabila wajib pajak tidak
memperkenankan pemeriksa untuk memasuki ruangan tertentu atau tidak meminjamkan
buku, catata atau dokumen lainnya.
3. Agar pemeriksa pajak dapat menjelaskan tentang pelaksanaan pemeriksa pajak secara
benar, sebaiknya dalam melaksanakan tindakan apapun dilandaskan pada ketentuan yang
berlaku di bidang perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai