Disusun Oleh:
Kelompok 3
Dosen Pembimbing:
M. Fauzi, ME
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. atas rahmat dan
karunia-nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini pada mata kuliah
“Pegadaian Syariah” yang berjudul: “Konsep Gadai Dalam Islam”.
Sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang telah
membimbing umat manusia dari kejahilan kepada alam kebenaran, dan Semoga isi dan makna
yang terkandung dalam Makalah ini dapat membantu proses perkuliahan kita pada mata
kuliah ini.
Dan juga dalam menyelesaikan makalah ini, penulis ucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing atau dosen yang mengajar mata kuliah Pegadaian Syariah, karena berkat
bimbingan beliau lah penulis bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Konsep Gadai
Dalam Islam”
Demikian lah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis juga menyadari bahwa Makalah ini tidak luput dari segala kekurangan, untuk itu kritik
dan saran dari Dosen Pembimbing demi kesempurnaan Makalah ini dan menjadi pedoman
selanjutnya bagi penulis.
Penulis,
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam syari’at bermuamalah, seseorang tidaklah selamanya mampu
melaksanakan syari’at tersebut secara tunai dan lancar sesuai dengan syari’at yang
ditentukan. Ada kalanya suatu misal ketika sedang dalam perjalanan jauh seseorang
kehabisan bekal, sedangkan orang tersebut tidaklah mungkin kembali ke tempat
tinggalnya untuk mengambil perbekalan demi perjalanan selanjutnya.
Selain dari pada itu, keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya,
cenderung membuat mereka untuk saling bertransaksi walaupun dengan berbagai
kendala, misalnya saja kekurangan modal, tenaga dsb. Maka dari itu, dalam islam
diberlakukan syari’at gadai.
Kelebihan pegadaian dibanding bank, secara umum, adalah dalam hal
kemudahan dan kecepatan prosedur. Pegadai (nasabah) tinggal membawa barang yang
cukup berharga, kemudian ditaksir nilainya, dan duit pun cair. Praktis, sehingga sangat
menguntungkan buat mereka yang butuh dana cepat.
Sedangkan perbedaan gadai syariah dengan konvensional adalah dalam hal
pengenaan bunga. Pegadaian syariah menerapkan beberapa
sistem pembiayaan, antara lain qardhul hasan (pinjaman kebajikan), dan mudharabah
(bagi hasil). Bukan tanpa alasan mereka tertarik untuk menggarap gadai ini. Disamping
alasan rasional, bahwa gadai ini memilki potensi pasar yang besar, sistem pembiayaan
ini memang memiliki landasan syariah. Apalagi terbukti, di negara-negara dengan
mayoritas penduduk muslim, seperti di Timur Tengah dan Malaysia, pegadaian syariah
telah berkembang pesat sehingga dalam pembahasan makalah ini akan kami bahas
mengenai tentang rahn.
B. Rumusan Masalah
1. Apa risiko kerusakan barang gadai?
2. Apa prinsip-prinsip gadai dalam islam?
3. Kapan berakhirnya akad gadai?
4. Apa perbedaan gadai syariah dan gadai konvensional?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui risiko kerusakan barang gadai!
1
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip gadai dalam islam!
3. Untuk mengetahui berakhirnya akad gadai!
4. Untuk mengetahui perbedaan gadai syariah dan gadai konvensional!
2
BAB II
PEMBAHASAN
1 Evi Lutfiana Dewi, TANGGUNGJAWAB PEGADAIAN SYARIAH ATAS HILANG ATAU RUSAKNYA BARANG
JAMINAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, diakses dari
http://repository.radenintan.ac.id/2723/1/SKRIPSI_EVI.pdf, pada tanggal 24 februari 2022, pukul 12.00.
3
2. Mengharuskan setiap orang yang akan masuk gudang penyimpanan didampingi
oleh pemegang gudang. Maka pihak pegadaian melakukan penjagaan selama 24
jam.
3. Barang jaminan yang tidak disimpan dalam lemari besi harus dibersihkan dari debu
dan kotoran oleh petugas gudang. Untuk mencegah adanya kerusakan barang
jaminan misalnya laptop, hp atau TV oleh binatang kecil seperti rayap, tikus maka
gudang harus secara teratur disemprot dengan insektisida.
Dalam keadaan tidak normal yang bisa terjadi karena adanya peristiwa force
majeure seperti perampokan, bencana alam dan sebagainya sehingga mengakibatkan
barang jaminan milik nasabah mengalami kerusakan atau hilang yang berada di luar
kekuasaan murtahin tidak menghapuskan kewajiban rahin melunasi utangnya. Maka
pihak pegadaian berkewajiban untuk memberikan ganti kerugian. Namun, dalam
praktiknya pihak murtahin telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan
menutup asuransi kerugian sehingga dapat dilakukan penyelesaian yang adil. Oleh
karena itu, pihak murtahin (Pegadaian Syariah) telah membuat perjanjian akad yang
tertulis dalam Surat Bukti Rahn (SBR) yang berisi tentang hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi kedua pihak juga mengenai kemungkinan resiko yang timbul. Ini dimaksudkan
apabila terjadi musibah, maka dapat ditentukan bagaimana dan siapa saja yang
menanggung resiko sehingga tidak menimbulkan perselisihan dikemudian hari. Yang
mana dalam perjanjian tersebut telah disebutkan dalam Ayat 4 Surat Bukti Rahn (SBR)
bahwa “Murtahin akan memberikan ganti kerugian apabila marhun yang berada dalam
penguasaan murtahin mengalami kerusakan atau hilang yang disebabkan oleh suatu
bencana alam (force majeure) yang ditetapkan pemerintah. Ganti rugi diberikan setelah
diperhitungkan dengan marhun bih sesuai dengan ketentuan penggantian yang berlaku
di murtahin”.2
2 Ibid.
4
jaminan, untuk melakukan negosiasi mengenai kehilangan jaminan di gudang,
sehingga tercipta kata sepakat diantara kedua pihak.
b. Pelaksanaan penyelesaian melalui jalur hukum
Penyelesaian ganti kerugian melalui jalur hukum atau pihak ketiga melalui
peradilan merupakan jalan terakhir jika tidak ada lagi jalan lain yang bisa
ditempuh dengan perdamaian. Akan tetapi upaya peradilan sebisa mungkin
dihindari, hal ini dikarenakan Penyelesaian melalui peradilan memerlukan waktu
yang relatif lama dan juga membawa dampak yang buruk bagi pegadaian sendiri.
Sehingga nasabah jadi takut dan tidak percaya lagi kepada pegadaian, karena bagi
mereka bentuk kesalahan apapun yang melibatkan peradilan adalah merupakan
aib yang sangat memalukan nama baik mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian, dalam upaya penyelesaian terhadap ganti kerugian pihak
pegadaian sendiri lebih memilih untuk melakukan upaya perdamaian.
3 Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat, Graha Ilmu, tahun 2007, Yogyakarta, hal. 40.
5
kita sebut Bank, tetapi juga mewarnai lembaga ekonomi dan keuangan non bank
seperti Pegadaian Syariah.
Jadi jelaslah bahwa pada pegadaian syariah telah menerapkan Prinsip-prinsip
gadai syariah (rahn) berdasarkan Hukum Islam yang diberlakukan pada produk gadai
syariah di Pegadaian adalah:
1. Tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba.
2. Menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang
diperdagangkan.
3. Melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa sebagai penerimaan
labanya, yang dengan pengenaan bagi hasil dan biaya jasa tersebut menutupi
seluruh biaya yang dikeluarkan dalam operasionalnya. Maka pada dasarnya,
hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan
pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk marhun sebagai
jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersil dengan mengambil keuntungan
yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.
7
d. Perhitungan biaya pinjaman ini dihitung setiap 15 hari, kemudian akan naik di
hari ke 16 dan seterusnya,
e. Masa penitipan gadai ini selama 4 bulan, bisa diperpanjang dengan membayar
biaya sewa modal,
f. Selanjutnya pinjaman ini diberlakukan tanggal jatuh tempo saat pinjaman
tersebut harus dilunasi,
g. Selain itu diberikan persyaratan bila tidak melunasi pinjaman beserta bunganya,
barang jaminan akan dilelang kepada siapapun hingga tanggal tertentu.
2. Sistem gadai syariah
a. Sistem emas berbasis syariah, tidak memberlakukan sistem bunga. Pihak
pegadaian syariah tidak mengambil keuntungan dari sistem bunga pinjaman
maupun sistem bagi hasil,
b. Pegadaian syariah hanya mengambil keuntungan dari upah jasa pemeliharaan
barang jaminan,
c. Pegadaian konvensional menentukan bunga atau sewa modal berdasarkan
jumlah pinjaman yang diajukan. Sedangkan pegadaian syariah menentukan
besarnya pinjaman dan biaya pemeliharaan berdasarkan taksiran emas yang
digadaikan. Taksiran emas yang diperhitungkan antara lain adalah karat emas,
volume serta berat emas yang digadaikan,
d. Biaya yang dikenakan juga merupakan biaya atas penitipan barang, bukan biaya
atas pinjaman, karena pinjaman yang mengambil untung itu tidak
diperbolehkan. Biaya penitipan barang jaminan meliputi biaya penjagaan, biaya
penggantian kehilangan, asuransi, gudang penyimpanan, dan pengelolaan,
e. Oleh karenanya dalam pegadaian syariah ini terdapat akad, pinjam meminjam
dengan menyerahkan agunan (rahn) yang didalamnya membolehkan biaya
pemeliharaan atas barang jaminan (Mu’nah). Dalam akad pinjam meminjam
dengan menyerahkan agunan (rahn).
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bentuk pertanggung jawaban Pegadaian Syariah terhadap kerusakan atau
hilangnya barang jaminan adalah dengan memberikan ganti kerugian sebesar 95% dari
nilai taksiran barang. Pegadaian Syariah dapat menggantinya dalam bentuk nominal
atau diganti barang yang sama sesuai dengan kesepakatan nasabah dan pihak
pegadaian. Pertanggungjawaban pegadaian dapat dipastikan karena barang jaminan
nasabah diasuransikan pihak pegadaian.
Pertanggung jawaban yang diberikan oleh Pegadaian Syariah sudah sesuai
dengan hukum Islam, yaitu besaran tanggungan dalam hukum Islam adalah harga
terendah atau dengan harga utang, sedangkan Pegadaian Syariah memberikan ganti
kerugian sebesar 95% dari nilai taksiran barang bukan dari jumlah pinjaman, sehingga
penggantian yang diberikan oleh Pegadaian Syariah sudah cukup untuk menutup
kerugian yang dialami nasabah. Dengan demikian, tanggung jawab Pegadaian Syariah
sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 43/DSN-MUI/VIII/2004.
B. Saran
Sebagai penulis, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami sangat menerima kritikan untuk memperbaiki makalah ini demi
kesempurnaan makalah kami berikutnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Evi Lutfiana Dewi, TANGGUNG JAWAB PEGADAIAN SYARIAH ATAS HILANG ATAU
RUSAKNYA BARANG JAMINAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, diakses
dari http://repository.radenintan.ac.id/2723/1/SKRIPSI_EVI.
Muhammad, Aspek Hukum dalam Muamalat, Graha Ilmu, tahun 2007, Yogyakarta.
Muhammad Firdaus, dkk, Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah ,Jakarta: Renaisan,
2005.
Ahmad Rodoni dan Abdul hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta :Zikrul Hakim, 2008
10