Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian Islam Indonesia
DISUSUN OLEH :
WIKE DINDA FEBRIANI (1831710169)
EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Allah SWT, karena
dengan hidayah dan taufik-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Bidang Makanan
dan Minuman Halal.
Selesainya makalah ini, tentunya tidak lepas dari bimbingan Dosen Finalis Salehah, S.pd.I,
M.Si Serta keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan. Untuk itu penulis
ucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan kekhilafan. Oleh
karena itu, kepada para pembaca, penulis ucapkan mohon maaf apabila banyak kekurangan
dalam makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya, dan
memberikan banyak manfaat kepada para pembaca.
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 13
1
BAB I
PENDAHULUAN
islam adalah agama yang toleran, Sebagai seorang muslim yang ingin
mendekatkan diri, atau setidaknya berusaha untuk taat kepada Allah Sang Maha Pencipta,
tentulah kita harus menjalankan ibadah kepada Allah, baik itu yang wajib maupun yang sunnah
agar Allah ridho kepada kita. Namun ada hal lain yang tak boleh kita abaikan dalam usaha
memperoleh ridho Allah, yaitu makanan.
Apabila makanan kita terjaga dari makanan yang diharamkan Allah, atau dengan kata
lain kita hanya makan makanan yang dihalalkan Allah, niscaya ridho Allah itu tidak mustahil
kita peroleh jika kita taat kepada-Nya. Tetapi sebaliknya, meskipun kita taat, namun kita makan
dari makanan yang haram yang bukan karena terpaksa, maka akan sia-sialah usaha kita
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian makanan dan minuman halal?
2. Sebutkan ciri makanan dan minuman halal?
3. Syarat dan kriteria makanan halal.
4. Bagaimana fatwa MUI tentang produk halal?
5. Apa hikmah dari mengkonsumsi makanan dan minuman halal?
C. Tujuan penulisan.
BAB II
Pembahasan
Kata halal berasal dari bahasa arab yang artinya disahkan, diizinkan, dan diboleh. Suatu
makanan atau minuman halal apabila makanan atau minuman tersebut di nyatakan sah (boleh)
untuk di konsumsi menurut syara.
Halal artinya dibenarkan. Sedangkan thoyyib artinya bermutu dan tidak membahayakan
kesehatan. Halal adalah suatu pekerjaan atau suatu jenis dari segala sesuatu yang dibolehkan
untuk dikerjakan atau untuk dikonsumsi, dan didalamnya tidak mengandung unsur riba dan
haram, dan cara mendapatkannya secara halal dijalan Allah Swt. Sebagai muslim, diharuskan
makan makanan yang halal dan thoyyib, artinya harus makan makanan dan minuman yang sesuai
dengan tuntunan agama dan bermutu, tidak merusak kesehatan. Segala jenis makanan apa saja
yang ada di dunia halal untuk dimakan kecuali ada larangan dari Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW untuk dimakan. Agama Islam menganjurkan kepada pemeluknya untuk
memakan makanan yang halal dan baik. Makanan “halal” maksudnya makanan yang diperoleh
dari usaha yang diridhai Allah. Sedangkan makanan yang baik adalah yang bermanfaat bagi
tubuh, atau makanan bergizi
َ َٰ ش ْي
َ ط ِن ۚ إِنَّهُۥ لَ ُك ْم
عد ٌُّو ُّمبِين َّ ت ٱل ُ وا ُخ
ِ ط َٰ َو َ ض َح َٰلَ اًل
۟ ُطيِباا َو ََل تَتَّبِع ِ وا ِم َّما فِى ْٱْلَ ْر ُ ََّٰيََٰٓأَيُّ َها ٱلن
۟ ُاس ُكل
Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.
a. Segala jenis biji-bijian dan buah-buahan yang tidak membahayakan kesehatan jasmani dan
rohani; misalnya: beras,jagung, sagu, pisang, mangga, semangka dan sebagainya.
b. Segala jenis hewan yang hidup didarat yang tidak dilarang syara’, misalnya unta, sapi,
kerbau, kambing, ayam, unggas, dan sebagainya.
a. Minuman yang asli (dari alam atau tidak diproduksi oleh pabrik); misalnya: madu, susu, air
tawar, air teh, air kopi, air kelapa.
b. Minuman hasil produksi pabrik misalnya: air mineral, sirup, sari buah, susu hasil olahan,
dan minuman lainnya yang tidak bercampur dengan zat yang haram.
Al-Qur'an memberikan keterangan, bahwa makanan untuk manusia dan hewan telah
tersedia dibumi, tetapi memerlukan usaha-usaha sebelum dimakan. Selain itu manusia disuruh
memakan makanan yang halal dan baik (tayib) dengan tiada berlebihan, atau melampaui batas.
Halal dalam hal mencari, mengambil dan mengumpulkannya dan tidaklah dengan cara yang
haram. Memakan yang haram itu terlarang, karena akibatnya dosa dan bahaya. Baik (tayib),
artinya berkhasiat kepada tubuh manusia, menjadikan tubuh manusia sehat dan kuat. Dilarang
memakan makanan yang merusak tubuh, akal dan pikiran. Makan dengan cara berlebihan atau
melampaui batas, akibatnya membahayakan kesehatan tubuh manusia.
Ayat-ayat berkenaan dengan hal ini antara lain surah Al-Baqarah ayat 57 :
Artinya :
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan
"salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan
tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Dalam ayat tersebut Allah mengingatkan kepada Bani Israil tentang nikmatNya yang
dilimpahkannya kepada nenek moyang mereka, yakni Allah telah melindungi mereka dengan
awan mendung dari terik panas matahari yang menimpa mereka. Hal ini terjadi ketika mereka
meninggalkan Mesir dan menyeberangi Laut Merah. Mereka sampai kegurun pasir dan ditimpa
panas terik yang amat sangat. Lalu mereka mengadu kepada Nabi Musa. Begitu dia berdoa
kepada Allah memohon pertolongan untuk mereka, Allah mengirim awan mendung untuk
menaungi mereka, hingga mereka dapat berjalan sampai kenegeri yang mereka tuju. Disamping
itu Allah mengaruniakan pula makanan untuk mereka, yaitu makanan yang disebut al-Mann ()المن
yang manis. Seperti madu, yang terus menerus sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, serta
bahan makanan lain yang disebut “Salwa”, yaitu semacam burung puyuh.
Di samping makanan yang kandungan gulanya tinggi juga dibutuhkan daging yang
mengandung protein dan lemak. “Salwa” ( ) السلوىadalah sejenis burung puyuh yang dagingnya
memiliki kandungan protein dan lemak yang sangat tinggi. Makanan ini dibutuhkan oleh orang-
orang yang berada digurun pasir yang panas sekali. Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana
dengan memberikan makanan, “Mann dan Salwa” kepada Bani Israil yang melakukan perjalanan
panjang dan berat dari Mesir ke Syria. Kemudian Allah memerintahkan agar mereka memakan
makanan yang telah dilimpahlkannya.
Ayat di atas meskipun ditujukan kepada Bani Israil, tetapi juga berlaku kepada seluruh
umat Islam, kerena al-Qur'an adalah pedoman bagi seluruh umat Islam. Oleh sebab itu
berdasarkan ayat ini, maka hendaklah umat Islam memakan makanan yang baik dari rezeki yang
telah dilimpahkan Allah kepada mereka. Makanan yang baik ialah makanan yang halal dan
bermanfaat bagi kesehatan serta pertumbuhan badan dan tidak berlebihan.
5
Ini menunjukkan bahwa apapun yang diperintahkan Allah kepada manusia, manfaatnya
adalah untuk diri mereka sendiri, bukan untuk Allah. Sebaliknya apapun yang dilarang Allah agar
dijauhi oleh manusia, semua itu adalah untuk menyelamatkan mereka sendiri dari malapetaka yang
akan menimpa mereka karena perbuatan itu. Dengan demikian, maka kejahatan-kejahatan yang
dilakukan manusia tidak akan merugikan Allah, melainkan akan merugikan diri manusia sendiri. 2
1. Makanan
b. Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah swt dan RasulNya.
c. semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan
tidak merusak akal, moral, dan aqidah.
2. Minuman
c. Semua minuman yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani
dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.
2Huzaemah Tahigo Yanggo, “Makanan dan Minuman Halal Dalam Perspektif Hukum Islam”, Dalam Jurnal Tahkim edisi no. 2,
vol. IX, 2013.
6
Seperti yang telah dijelaskan bahwa ruang lingkup halal sangat luas dan haram sempit.
Dan pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh tumbuhan sayur-
sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halal, kecuali yang beracun dan membahayakan nyawa
manusia. Minuman yang diharamkan Allah adalah semua bentuk khamar (minuman beralkohol)
Allah berfirman:
ِ َّع ِن ْٱل َخ ْم ِر َو ْٱل َم ْي ِس ِر ۖ قُ ْل فِي ِه َما َٰٓ إِثْم َكبِير َو َم َٰنَ ِف ُع ِللن
اس َوإِثْ ُم ُه َما َٰٓ أَ ْكبَ ُر ِمن نَّ ْف ِع ِه َما ۗ َويَسْـَٔلُونَكَ َماذَا َ َيَسْـَٔلُونَك
َت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَفَ َّك ُرون
ِ ٱل َءا َٰ َي َّ ُيُن ِفقُونَ قُ ِل ْٱل َع ْف َو ۗ َك َٰذَلِكَ يُ َب ِين
ْ ٱَّللُ لَ ُك ُم
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
"Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berfikir,
Sedangkan makanan yang diharamkan pada pokoknya hanya ada empat, Allah.swt
berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
7
Dalam ayat ini telah dijelaskan bahwa makanan yang diharamkan diantaranya:
a. Bangkai, yang termasuk kategori bangkai adalah hewan yang mati dengan tidak disembelih,
termasuk didalamnya hewan yang mati tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan diterkam oleh
hewan buas, kecuali yang sempat kita menyembelihnya, hanya bangkai ikan dan belalang
saja yang boleh kita makan.
b. Darah, sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir, maksudnya adalah darah yang
keluar pada waktu penyembelihan (mengalir) sedangkan darah yang tersisa setelah
penyembelihan yang ada pada daging setelah dibersihkan dibolehkan. Dua macam darah
yang dibolehkan yaitu jantung dan limpa.
c. Babi, apapun yang berasal dari babi hukumnya haram baik darahnya, dagingnya, maupun
tulangnya.
Dalam hal makanan sebenarnya ada dua pengertian yang bisa kita kategorikan
kehalalannya yaitu halal dalam mendapatkannya dan halal dzat atau subtansi barangnya. Halal
dalam mendapatkannya maksudnya adalah benar dalam mencari dan memperolehnya. Tidak
dengan cara yang haram dan tidak pula dengan cara yang batil. Jadi, makanan yang pada dasar
dzatnya halal namun cara memperolehnya dengan jalan haram seperti; mencuri, hasil korupsi
dan perbuatan haram lainnya, maka secara otomatis berubah status hukumnya menjadi makanan
haram.3
c. Semua bahan asal hewan harus berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara
shari’at Islam.
d. Tidak mengandung bahan-bahan lain yang diharamkan atau tergolong najis seperti: bangkai,
darah, bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, kotoran dan lain sebagainya.
3 Ṭabīb Al-ashar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani Dan Rohani, (Jakarta: alMawardi Prima, 2003), 125.
8
e. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan dan alat transportasi untuk
produk halal tidak boleh digunakan untuk babi atau barang tidak halal. Jika pernah
digunakan untuk babi atau tidak halal lainnya dan kemudian akan digunakan untuk produk
halal, maka terlebih dahulu harus dibersihkan sesuai dengan cara yang diatur menurut
syari’at Islam. Penggunaan fasilitas produksi untuk produk halal dan tidak halal secara
bergantian tidak diperbolehkan.4
Fatwa menurut bahasa adalah suatu jawaban dalam suatu kejadian (peristiwa). Sedangkan
fatwa menurut arti syari’at ialah menerangkan hukum syara’ dalam suatu persoalan sebagai
jawaban dari suatu pertanyaan, baik si penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik
perseorangan maupun kolektif. Fatwa produk halal adalah fatwa yang ditetapkan oleh Komisi
Fatwa MUI mengenai produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk lainnya. Fatwa
tersebut ditetapkan setelah dilakukan serangkaian pembahasan dalam rapat Komisi Fatwa yang
didahului dengan laporan hasil auditing oleh LP POM MUI dan peserta rapat memandang bahwa
produk dimaksud tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, baik dari aspek bahan maupun
dalam proses produksinya. Setelah ditetapkan kehalalanya dalam rapat, dibuatlah satu keputusan
fatwa untuk produk-produk yang diputuskan dalam rapat secara tertulis sebagaimana keputusan
fatwa pada umumnya. Selanjutnya dibuatkan sertifikat yang disebut dengan “Sertifikat Halal”.
Dengan semikian dapat dikatakan fatwa produk halal merupakan keputusan yang diwujudkan
dalam bentuk sertifikat halal.
Berkaitan dengan produk halal, Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Tengah
menetapkan Keputusan Fatwa No. 01/MUSDA VII/MUIJATENG/II/2006 berdasarkan
Musyawarah Daerah VII MUI Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 tentang makanan dan minuman
yang mengandung zat berbahaya.Keputusan Fatwa tersebut menetapkan bahwa :
a. Pada dasarnya formalin, boraks, rhodamin B, dan metanil yellow adalah netral dan mubah
apabila digunakan sebagaimana mestinya.Apabila bahan-bahan tersebut disalahgunakan
untuk mencampur makanan dan minuman maka hukumnya adalah haram.
4 Aisjah Girindra, Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal (Jakarta: LP POM MUI, 1998), 124-125.
9
Selain itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam rapat Komisi bersama LP POM
MUI pada tanggal 17 Ramadhan 1421 H yang bertepatan dengan tanggal 13 Desember 2002 M,
juga menetapkan Keputusan Fatwa tentang Penetapan Produk Halal. Dalam keputusan fatwa
tersebut menyatakan :
b. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Dengan adanya fatwa MUI tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dan
rujukan bagi masyarakat untuk mengkonsumsi produk/makanan halal serta mampu mengurangi
dan meminimalisir kasuskasus peredaran produk makanan atau minuman yang mengandung
bahan haram.5
5 Nur Wahyuni, ” Studi Analisis Sertifikasi Halal dan Keamanan Pangan”, dalam jurnal Socia Akademika edisi no. 1, vol. 1. 2013.
telah memberikan informasi, agar tetap memberikan makanan yang halal lagi baik, tidak
tercampur (sekalipun dikit)yang haram. Mengenai hal terakhir itu ulama telah menetapkan
kaedah (fiqhiyah): “Apabila berkumpul barang yang halal dan yang haram
7
Waharjani,”Makanan Yang Halal Lagi Baik Dan Implikasinya Terhadap Kesalehan Seseorang ” Dalam Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam edisi No. 2, vol. IV, 2015.
11
sumber yang haram, Allah SWT tidak akan menerima solatnya.” (Hadis riwayat
Muslim)
10) Membentuk darah daging yang baik dalam badan
Sabda rasulullah SAW: “ Ingatlah Bahawa di dalam tubuh badan manusia itu
ada sepotong daging , yang apabila daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuhnya,
dan apabila ia rosak, maka rosaklah seluruh tubuh itu, ingatlah bahawa yang
dimaksudkan itu ialah hati.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)8
Oleh itu, menjadi kewajipan dan tanggung jawab umat islam hari ini untuk lebih berhati-
hati dan mengambil berat berkaitan permakanan halal. Hendaklah kita sentiasa memastikan
setiap makanan yang diperoleh dan dimakan itu adalah halal menurut syariat Allah SWT.
Sesungguhnya suruhan Allah SWT adalah untuk tujuan dan kebaikan manusia bersama.
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Makanan dan minuman halal adalah suatu pekerjaan atau suatu jenis dari segala sesuatu
yang dibolehkan untuk dikerjakan atau untuk dikonsumsi, dan didalamnya tidak mengandung
unsur riba dan haram, dan cara mendapatkannya secara halal dijalan Allah Swt. Sebagai muslim,
diharuskan makan makanan yang halal dan thoyyib, artinya harus makan makanan dan minuman
yang sesuai dengan tuntunan agama dan bermutu, tidak merusak kesehatan.
13
Daftar pustaka
Al-Ashar. Ṭabīb. 2003. Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani Dan Rohani. Jakarta:
alMawardi Prima.
Girindra. Aisjah. 1998. Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal. Jakarta: LP POM MUI.
Waharjani.”Makanan Yang Halal Lagi Baik Dan Implikasinya Terhadap Kesalehan Seseorang”.
Dalam Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam edisi No. 2. No. IV. 2015.
Wahyuni, Nur. ” Studi Analisis Sertifikasi Halal dan Keamanan Pangan”, dalam jurnal Socia
Akademika edisi no. 1, vol. 1. 2013
Yanggo,Huzaemah Tahigo. “Makanan dan Minuman Halal Dalam Perspektif Hukum Islam”.
Dalam Jurnal Tahkim edisi no. 2. vol. IX, 2013.