Anda di halaman 1dari 10

Nama : Lisi Windarti

Nim : 1831710182
Prodi : Ekonomi Syari’ah 5
Matkul : Metodologi Studi Islam

Islam dan Radikalisme

A. Pengertian Radikalisme
Radikalisme berasal dari bahasa latin radix yang berarti "akar“, pangkal dan
bagian bawah, atau bisa juga secara menyeluruh, habis – habisan dan amat keras
untuk menuntut perubahan. Sedangkan secara terminologi Radikalisme adalah
aliran atau faham yang radikal terhadap tatanan politik, paham atau aliran yang
menuntut perubahan sosial dan politik dalam suatu negara secara keras.
Secara sederhana radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang ditandai oleh
empat hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu: pertama, sikap tidak
toleran dan tidak mau menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua,
sikap fanatik, yaitu selalu merasa benar sendiri dan menganggap orang lain salah.
Ketiga, sikap eksklusif, yaitu membedakan diri dari kebiasaan orang kebanyakan.
Keempat, sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan kekerasan untuk
mencapai tujuan. Dampak paling nyata dari terjadinya radikalisme adalah
terbentuknya politisasi di dalam agama, di mana agama memang sangat sensitif
sifatnya, paling mudah membakar fanatisme, menjadi kipas paling kencang untuk
melakukan berbagai tindakan yang sangat keras, baik di dalam kehidupan sosial
antar individu maupun kelompok, sehingga terbentuklah apa yang dinamakan
kelompok Islam radikal.

B. Sejarah Radikalisme
1. Sejarah Lahirnya Radikalisme
Tidak ada suatu Negara agama dan umat beragama yang terbebas dari
gerakan-gerakan radikalisme. Radikalisme muncul adanya diskriminasi,
kecemburuan sosial, hancurnya tatanan sosial, politik dan ekonomi.
Radikalisme agama turut mewarnai citra agama islam kontemporer. Berawal
dari terbentuknya ikhwalnul muslimin (IM) sebagai embrio radikalisme.
Banyak informasi media massa melansir organisasi tertua dari organisasi-
organisasi radikal di dunia, khususnya di Timur Tengah seperti Mesir, Sudan,
Lebanon, Yordania, Kuwait, Arab Saudi, Bahroin dan Qatar. IM terbentuk
pada 1928 didirikan oleh Hasan Al-Banna, kemunculan IM merupakan
respons terhadap berbagai perkembangan yang terjadi di dunia islam
(khususnya timur tengah), berkaitan dengan makin luasnya dominasi
imperialis barat IM banyak merekrut kaum terpelajar dan buruh.

2. Sejarah Berkembangnya Islam dan Radikalisme Indonesia


Perkembangan Islam di Indonesia pasca di sebarkan oleh para wali ke
depannya mengalami kemunduran dalam hal hidup berdampingan dengan
penuh kebersamaan ditengah-tengah perbedaan. Setidaknya hal ini dapat
dilihat dari awal masuknya Islam di Indonesia (Nusantara). Dalam lembaran
sejarah Islam di Indonesia, proses penyebaran agama tersebut terbilang
cukup lancar serta tidak menimbulkan konfrontasi dengan para pemeluk
agama sebelumnya. Pertama kali masuk melalui Pantai Aceh, Islam dibawa
oleh para perantau dari berbagai penjuru, seperti Arab Saudi dan sebagian
dari mereka juga ada yang berasal dari Gujarat (India). Salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya proses Islamisasi secara damai itu karena
kepiawaian para muballigh-nya dalam memilih media dakwah, seperti
pendekatan sosial budaya, tata niaga (ekonomi), serta politik. Dalam
penggunaan media budaya, sebagian muballigh memanfaatkan wayang
sebagai salah satu media dakwah.
Selain menggunakan media tradisi dan budaya, para pembawa panji
Islam itu juga memanfaatkan aspek ekonomi (tata niaga) untuk
mengembangkan nilai-nilai serta ajaran Islam. Dari berbagai literatur
terungkap bahwa aspek tersebut menempati posisi cukup strategis dalam
upaya untuk melakukan Islamisasi di bumi Nusantara. Hal itu bisa dipahami
karena sebagian besar para pedagang kala itu telah memeluk agama Islam,
seperti pedagang dari Arab Saudi, maupun dari daerah lain, seperti Gujarat,
termasuk juga Cina. Salah satu faktor yang mendorong minat masyarakat
Nusantara untuk mengikuti agama para pedagang tersebut, karena tata cara
dagang serta perilaku sehari-hari lainnya dianggap cukup menarik dan lebih
mengenai dalam sanubari masyarakat setempat.
Setelah Islam makin kokoh menancapkan pengaruhnya di Indonesia,
Islam pun mulai meningkatkan perannya. Dari yang semula memerankan diri
sebagai basis pengembangan sistem kemasyarakatan, lambat-laun mulai
meningkatkan perannya ke areal politik melalui upaya untuk mendirikan
kerajaan Islam. Antara lain, kerajaan Pasai, Kerajaan Demak, Mataram, dan
Pajang. Namun, semua itu mengalami keruntuhan karena adanya berbagai
faktor, baik yang disebabkan oleh konflik internal di antara para anggota
keluarga kerajaan, maupun faktor eksternal seperti serbuan dari para koloni
seperti Portugis dan Belanda.
Namun seiring perjalanan waktu, Dalam konteks ke Indonesiaan dakwah
dan perkembangan Islam mengalami kemunduran dan penuh dengan
penodaan. Gejala kekerasan melalui gerakan radikalisme mulai bermunculan.
Terlebih setelah Kehadiran orang-orang Arab muda dari Hadramaut Yaman
ke Indonesia yang membawa ideologi baru ke tanah air telah mengubah
konstelasi umat Islam di Indonesia. Ideologi baru yang lebih keras dan tidak
mengenal toleransi itu banyak dipengaruhi oleh mazhab pemikiran.
Pada dasarnya, Istilah Radikalisme sebenarnya bukan merupakan konsep
yang asing. Secara umum ada tiga kecenderungan yang menjadi indikasi
radikalisme. Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang
sedang berlangsung, biasanya respons tersebut muncul dalam bentuk
evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak
dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dipandang
bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang ditolak.
Kedua, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan
terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan bentuk tatanan lain. Ciri
ini menunjukan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau
pandangan dunia tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk menjadikan
tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang ada. Dengan demikian, sesuai
dengan arti kata ‘radic’, sikap radikal mengandaikan keinginan untuk
mengubah keadaan secara mendasar. Ketiga adalah kuatnya keyakinan kaum
radikalis akan kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa. Sikap ini
pada saat yang sama dibarengi dengan panafian kebenaran sistem lain yang
akan diganti dalam gerakan sosial, keyakinan tentang kebenaran program
atau filosofi sering dikombinasikan dengan cara-cara pencapaian yang
mengatasnamakan nilai-nilai ideal seperti ‘kerakyatan’ atau kemanusiaan .
Akan tetapi kuatnya keyakinan tersebut dapat mengakibatkan munculnya
sikap emosional di kalangan kaum radikalisme.
Mohammed Arkoun (1999) melihat fundamentalisme Islam sebagai dua
tarikan berseberangan, yakni, masalah ideologisasi dan politis. Dan, Islam
selalu akan berada di tengahnya. Manusia tidak selalu paham sungguh akan
perkara itu. Bahwa fundamentalisme secara serampangan dipahami bagian
substansi ajaran Islam. Sementara fenomena politik dan ideologi terabaikan.
Memahami Islam merupakan aktivitas kesadaran yang meliputi konteks
sejarah, sosial dan politik. Demikian juga dengan memahami perkembangan
fundamentalisme Islam. Tarikan politik dan sosial telah menciptakan
bangunan ideologis dalam pikiran manusia. Nyata, Islam tidak pernah
menawarkan kekerasan atau radikalisme. Persoalan radikalisme selama ini
hanyalah permaianan kekuasaan yang mengental dalam fanatisme akut.
Dalam sejarahnya, radikalisme lahir dari persilangan sosial dan politik.
Radikalisme Islam Indonesia merupakan realitas tarikan berseberangan itu.
Ketika kita melihat gerakan-gerakan keagamaan di Indonesia, kita akan
banyak menemukan beberapa karakter yang sama baik cara, metode dan
model yang sering mereka lakukan. Baik itu gerakan yang baru ataupun yang
lama. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar gerakan-gerakan yang
diciptakan untuk merespon aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan
kehidupan sosial politik yang bisa mendatangkan konsekuensi religiusitas
tertentu. Hal ini bisa terjadi, menurut Amin Rais (1984), karena Islam dari
sejak kelahirannya bersifat Revolusioner seperti bisa dilihat melalui
sejarahnya.
Revolusi adalah suatu pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang
dari suatu daerah atau negara terhadap keadaan yang ada, untuk menciptakan
peraturan dan tatanan yang diinginkan. Dengan kata lain, revolusi
menyiratkan pemberontakan terhadap keadaan yang menguasai, bertujuan
menegakkan keadaan yang lain. Karena itu ada dua penyebab revolusi : (1)
ketidak puasan dan kemarahan terhadap keadaan yang ada, (2). Keinginan
akan keadaan yang didambakan. Mengenali revolusi artinya mengenali
faktor-faktor penyebab ketidakpuasan dan ideal cita – cita rakyat.
Gerakan radikalisme yang muncul di Indonesia sebagian besar adalah
berangkat dari ketidak puasan dan adanya keinginan untuk menjadikan atau
menerapkan syariat Islam di Indonesia, bagi mereka, terjadinya ketidak
adilan, banyaknya korupsi, krisis yang berkepanjagan dan ketidak
harmonisan antara kaya dan miskin adalah akibat dari tidak diterapkannya
syariat Islam.

a. Radikalisme Islam
Lahirnya gerakan radikalisme keberagamaan (Islam) di
Indonesia, memiliki hubungan erat dengan perkembangan gerakan
pemikiran Salafiyah di Timur Tengah. Selanjutnya, pada abad 12
Hijriah, pemikiran Salafiyah ini dikembangkukuhkan oleh gerakan
Wahabi yang dipelopori oleh Muhammad ibn ’Abd al-Wahhab
(1703-1787). Tujuan dari gerakan Wahabi ini juga ingin
memurnikan ajaran Islam serta mengajak kembali kepada ajaran al –
Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, sebagaimana yang diamalkan oleh
generasi awal umat Islam. Dalam perkembangan selanjutnya,
gerakan Salafiyah tidak hanya menyentuh dimensi purifikasi credo
dan ritual, namun juga mulai menyentuh dimensi intelektual dan
politik.
Kelompok Islam radikal memahami Islam sebagai agama yang
sempurna dan lengkap, serta memberikan perhatian kepada
otentisitas kultural. Islam bukanlah agama dalam pengertian Barat,
tetapi Islam adalah cara hidup yang sempurna yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia. Pemahaman ini membentuk
pandangan hidup yang senantiasa merindukan pemberlakuan aspek-
aspek keislaman di setiap sendi kehidupan, tidak hanya dalam aspek
ritual ibadah semata. Hal ini pun berdampak pada pembentukan
identitas yang ekslusif sebagai kriteria khusus golongan ini.
Kriteria Islam radikal antara lain: pertama, mempunyai
keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan
untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang
berlangsung; kedua, dalam kegiatannya mereka seringkali
menggunakan aksi-aksi yang keras, bahkan tidak menutup
kemungkinan kasar terhadap kegiatan kelompok lain yang dinilai
bertentangan dengan keyakinan mereka; ketiga, secara sosio-kultural
dan sosio-religius, kelompok radikal mempunyai ikatan kelompok
yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang
khas; keempat, kelompok Islam radikal seringkali bergerak secara
bergerilya, walaupun banyak juga yang bergerak secara terang-
terangan.
Adapun faktor penyebab terjadinya Islam radikal dapat
diuraikan sebagai berikut: Pertama, faktor agama, yaitu sebagai
bentuk purifikasi ajaran Islam dan pengaplikasian khilafah
Islamiyah di muka bumi. Terdorongnya semangat Islamisasi secara
global ini tercetus sebagai solusi utama untuk memperbaiki berbagai
permasalahan yang oleh golongan radikal dipandang sebagai akibat
semakin menjauhnya manusia dari agama. Kedua, faktor sosial-
politik. Di sini terlihat jelas bahwa umat Islam tidak diuntungkan
oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap
kekuatan yang mendominasi. Penyimpangan dan ketimpangan sosial
yang merugikan komunitas muslim,menyebabkan terjadinya gerakan
radikalisme yang ditopang oleh sentimen dan emosi keagamaan.
Ketiga, faktor pendidikan. Minimnya jenjang pendidikan,
mengakibatkan minimnya informasi pengetahuan yang didapat,
ditambah dengan kurangnya dasar keagamaan mengakibatkan
seseorang mudah menerima informasi keagamaan dari orang yang
dianggap tinggi keilmuannya tanpa dicerna terlebih dahulu, hal ini
akan menjadi bumerang jika informasi didapat dari orang yang
salah. Keempat, faktor kultural. Barat dianggap oleh kalangan
muslim telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh
sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi
terbelakang dan tertindas. Barat, dengan sekularismenya, sudah
dianggap sebagai bangsa yang mengotori budaya-budaya bangsa
timur dan Islam, juga dianggap bahaya terbesar keberlangsungan
moralitas Islam. Kelima, faktor ideologis anti westernisasi.
Westernisasi merupakan suatu pemikiran yang membahayakan
muslim dalam mengaplikasikan syari'at Islam sehingga simbol-
simbol Barat harus dihancurkan demi penegakan syari'at Islam.
Walaupun motivasi dan gerakan anti Barat tidak bisa disalahkan
dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang
ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan
mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan
peradaban.
Islam radikal terbagi menjadi dua makna, yaitu sebagai wacana
dan aksi. Radikal dalam wacana diartikan dengan adanya pemikiran
untuk mendirikan negara Islam, kekhalifahan Islam, tanpa
menggunakan kekerasan terbuka. Sedangkan dalam level aksi,
radikal diartikan melakukan perubahan dengan aksi-aksi kekerasan
atas nama agama. Merujuk pada makna terakhir tersebut, kaum
gerakan Islam radikal memilih jalan kekerasan sebagai cara untuk
mewujudkan tujuannya dalam mendirikan kekhalifahan Islam di
Indonesia dan menentang hukum serta pemerintahan Indonesia.
Kemudian muncul pemahaman posisi pemerintah Indonesia sebagai
suatu bentuk thaghut. Bagi kaum Islam radikal terutama faksi
jihadith, pemerintah thaghut merupakan sasaran yang dapat
diperangi melalui teror atau irhab dengan menggentarkan siapa saja
yang dianggap musuh.
Dalam konstelasi politik Indonesia, masalah radikalisme Islam
tampak pada lahirnya berbagai gerakan/organisasi yang terbagi
dalam 3 bentuk: Pertama, ada yang sekedar memperjuangkan
implementasi syari'at Islam tanpa keharusan mendirikan negara
Islam. Kelompok pertama ini diwakili oleh FPI dan Laskar Jihad.
Orientasi radikalisme Islam ini lebih pada penerapan syariah pada
tingkat masyarakat, tidak pada level negara, hanya saja mereka
cenderung menggunakan cara atau pendekatan kekerasan. Kedua,
memperjuangkan berdirinya Negara Islam Indonesia, Kelompok
kedua diwakili oleh NII yang dulunya diprakarsai oleh
Kartosoewiryo yang sekaligus berperan sebagai imam NII. Ketiga,
kelompok yang ingin mewujudkan kekhalifahan Islam,kelompok ini
diwakili gerakan Hizbut – Tahrir Indonesia (HTI), Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI) yang memperjuangkan berdirinya
khilafah universal dan syariat Islam sebagai dasarnya.
b. Radikalisme dari Sisi Lain
Radikalisme dalam makna positf bermakna islah (perbaikan)
dan tajdid (pembaharuan). Makna positif radikal inilah yang
seharusnya menjadi dasar pergerakan sehingga tujuan islam sebagai
agama rahmatan lilalamin tercapai. Menurut KH.Tarmizi Taher
radikal berasal dari kata radix, radix berarati akar. Berfikir radikal
berarti berfikir sampai keakar-akarnya. Befikir sampai keakar
berarati kembali pada landasan (pegangan) hidup yaitu al-quran dan
al-hadist. Bukankah tujuan dari radikalisme adalah kembali
menegakkan syariat islam yang sesuai dengan al-quran dan al-
hadist. Pembaharuan dan perbaikan atas segala bentuk pelanggaran
syariat islam merupakan sisi positif dari radikalisme.
Menyerukan dan mengajarkan kepada umat islam untuk
memahami ajaran agamanya dengan pemahaman yang benar sesuai
dengan pemahaman rasulullah SAW dan para sahabat beliau
terdapat Al-Quran dan Al- hadis. Mengoreksi segenap pemahaman
dan pengalaman kita terhadap agama ini agar dibersihkan dari polusi
syirik dan bid’ah. Membangun mental ketaatan kepada penguasa
muslim dalam segala perkara yang baik dan berlepas diri dari
kejelekan yang dilakukan oleh penguasa tersebut. Mencegah adanya
sikap memberontak kepada penguasa muslim dalam menyalurkan
rasa ketidakpuasan terhadap berbagai kebobrokan penguasa muslim.
Menasehati penguasa muslim dengan nasehat yang tidak
menimbulkan pemahaman terhadap masyarakat bahwa nasehat
tersebut sebagai sikap pemberontak kepada penguasa yang di
nasehaiti. Mencegah kemungkaran dengan syarat tidak mengandung
resiko munculnya kemungkaran yang lebih besar daripadanya.
Mengikhlaskan segala bentuk perjuangan tersebut hanya untuk
mencapai keridhoan Allah Ta’alla dan tidak mempunyai tujuan
sampingan atau susulan apapun. Sabar berpegang teguh dengan
prinsip-prinsip agama yang tidak bergeser sedikitpun daripadanya
dalam keadaan bagaimanapun dan dengan alasan apapun.

C. Ekonomi Islam Menurut Radikalisme


1. Pandangan Baqir As-Sadr
Ayatullah Muhammad Baqr as – sadr adalah ulama syiah irak
terkemuka.pendiri organisasi hizbullah di Lebanon. Pandangan Baqr as –
sadr tentang ekonomi islam yaitu masalah ekonomi muncul dari adanya
distribusi yang tidak merata dan adil sebaikangai akibat sistem ekonomi yang
membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah yang
kuat akan bertambah kuat dan yang lemah akan bertambah lemah,
kecemburuan sosial muncul sebagai akibat dari diskriminasi ekonomi. Baqr
as – sadr, menolak semua teori ekonomi yang di kembangkan oleh ilmu
ekonomi konvensional sebagi gantinya Baqr as – sadr menawarkan teori –
teori baru dalam ekonomi yang langsung di gali dan di deduksi dari al-qur’an
dan as - sunnah.

2. Pandangan Mainstream
Mainstream telah menyutujui bahwa masalah ekonomi muncul karena
sumber daya manusia yang terbatas yang di hadapkan pada keinginan
manusia yang tidak terbatas.namun dilemma sumber daya yang terbatas ini
memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas keinginannya dan
oleh karena itu manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan dari
yang paling penting sampai yang paling tidak penting.
Akan tetapi dalam ekonomi islam,keputusan pilihan ini tidak dapat
dilakukan semuanya saja dan prilaku manusia dalam setiap aspek kehidupan
termasuk ekonomi selalu di pandu oleh Allah SWT dalam al - qur’an dan as -
sunnah. Adapun tokoh-tokoh pandangan mainstream diantaranya adalah
sebagai berikut: M.Umar hapra, M.A.Manan, M.Nejatullah siddqi,dll.

D. Faktor-Faktor Penyebab dan Indikasi Radikalisme


1. Variabel Norma dan Ajaran
Secara umum ada tiga kecenderungan yang menjadi indikasi
radikalisme. Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang
sedang berlangsung, biasanya respons tersebut muncul dalam bentuk
evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Masalah – masalah yang
ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai – nilai yang dipandang
bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang ditolak.
Kedua, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan
terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan bentuk tatanan lain. Ciri
ini menunjukan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau
pandangan dunia tersendiri. Kaum radikalisme berupaya kuat untuk
menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang ada. Dengan
demikian, sesuai dengan arti kata ‘radic’, sikap radikal mengandaikan
keinginan untuk mengubah keadaan secara mendasar.
Ketiga adalah kuatnya keyakinan kaum radikalis akan kebenaran
program atau ideologi yang mereka bawa. Sikap ini pada saat yang sama
dibarengi dengan panafian kebenaran sistem lain yang akan diganti dalam
gerakan sosial, keyakinan tentang kebenaran program atau filosofi sering
dikombinasikan dengan cara - cara pencapaian yang mengatas namakan nilai
-nilai ideal seperti ‘kerakyatan’ atau kemanusiaan . Akan tetapi kuatnya
keyakinan tersebut dapat mengakibatkan munculnya sikap emosional di
kalangan kaum radikalisme.

2. Analisis Radikalisme
Munculnya radikalisme Islam di Indonesia ditengarai salah satunya
adalah karena kehadiran orang – orang Arab muda dari Hadramaut Yaman ke
Indonesia. Kehadiran mereka ke tanah air tidak dengan tangan kosong,
namun mereka datang dengan membawa ideologi baru ke tanah air yang
telah mampu mengubah konstelasi umat Islam di Indonesia. Telah banyak
Sejumlah kajian dilakukan oleh banyak pakar untuk mempelajari para
pendatang dari Arab ke tanah air. Kehadiran mereka ini pada akhirnya
menjadi sangat fenomenal di Indonesia karena pengaruh mereka dianggap
berbahaya. Terdapat Salah satu hasil pemahaman yang dimunculkan dari
ideologi ke Timuran (wahabi) ke tanah air yang kemudian dianggap
berbahaya karena kesalahfahaman dalam menafsirkan ajaran tersebut. Yakni,
konsep jihad yang menyimpan banyak tafsir. Dari adanya kesalahfahaman
dalam menafsirkan konsep jihad. Hal ini kemudian memunculkan kesan
bahwa radikalisme dalam Islam semakin terpatri kuat oleh sebagian
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai