Anda di halaman 1dari 6

Nama : Lisi Windarti

Nim : 1831710182
Prodi : Ekonomi Syariah 5
Semester : 5 (Lima)
Mata Kuliah : Perekonomian Islam Indonesia

PRODUK OBAT DAN KOSMETIK HALAL

A. Produk Label Halal


1. Pengertian Produk Label Halal
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi dan yang
dapat memuaskan kebutuhan.1
Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan
informasi mengenai produk dan penjual. Sebuah label bisa merupakan
bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal)
yang dicantelkan pada produk.2
Sedangkan kata halal berasal dari akar kata yang berarti lepas atau
tidak terikat. Sesuatu yang halal artinya sesuatu yang terlepas dari ikatan
bahaya duniawi dan ukhrawi. Dalam bahasa hukum, kata halal juga
berarti boleh. Kata thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat,
menentramkan dan yang paling utama.3

B. Ayat-Ayat terkait Produk Makanan (Obat) dan Kosmetik Halal


Berdasarkan pengertian halal dan mubah yang mana keduanya
memiliki makna yang sama yakni diizinkan atau dibolehkan. Segala sesuatu
yang “ halal” jika disebutkan dengan rumusan “ perintah” (amar), maka
hukumannya dapat menjadi “ wajib ”. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
1
Indriyo Gitosudarmo, Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua, (Yogyakarta : BPFE,
2014), h. 120.
2
Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, (Yogyakarta : CV ANDI OFFSET, 2008), h. 107.
3
Imam Al-Ghazali, Benang Tipis antara Halal dan Haram, (Surabaya : Putra Pelajar,
2002), h. 9.
produk halal, dimana manusia diperintahkan untuk mengkonsumsi makanan
halal yang sangat jelas perintahnya sebagai berikut :

‫ هلال انذي أنتم به مؤمنون‬#‫ هلال حاالل طيبا واتقوا‬#‫ مما رسقكم‬#‫ووكهوا‬
Terjemah : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa
yangAllah telah rizkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya” (Q.S. Al-Ma’idah : 88).4

C. Jaminan Produk Halal dan Perlindungan Hukumnya


Hal ini dituangkan dalam keputusan MUI No. kep. 18/MUI/1/1989.
Tujuan didirikan lembaga ini adalah :
1. Mencegah terjadinya peristiwa serupa pada masa mendatang.
2. Menjaga kaum muslim untuk mengonsumsi bahan-bahan makanan yang
halal saja.
Sertifikasi Halal adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam.
Sertifikat Halal ini merupakan syarat untuk mencantumkan label halal pada
kemasan produk.
Berdasarkan panduan Sertifikat Halal Departemen Agama Tahun
2003, produk Halal memiliki kriteria :
1. Tidak mengandung babi dan bahan makanan yang berasal dari babi.
2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan, seperti bahanbahan
dari organ manusia, darah, kotoran, dan sebagainya.
3. Semua bahan yang berasal dari halal dan disembelih melalui syariat
Islam.
4. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamer.5

4
Q.S. Al-Ma’idah : 88.
5
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal Haram (untuk pangan obat dan kosmetika menurut
Al-Qur’an dan Hadis), (Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 2009), h. 256-259.
Proses pemberian sertifikat halal berdasarkan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, berdasarkan pasal 29
bahwa permohonan sertifikat halal diajukan oleh pelaku usaha secara tertulis
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Permohonan
sertifikat halal harus dilengkapi dengan dokumen data pelaku usaha, nama
dan jenis produk dan daftar produk dan bahan yang digunakan dan proses
pengolahan produk Pemeriksaan halal dilakukan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal (BPJPH). Untuk melakukan pemeriksanaan halal
BPJPH menetapkan Lembaga Produk Halal (LPH) yang bertugas melakukan
pemeriksaan halal dan/atau pengujian kehalalan produk (Pasal 30 ayat 1).
Pasal 31 mengatur, pemeriksaan dan/ atau Pengujian kehalalan produk
dilakukan oleh auditor halal dilokasi usaha pada saat proses produksi, apabila
terdapat bahan yang diragukan kehalalannya dapat dilakukan pengujian di
laboratorium.
Pada saat pemeriksaan oleh auditor halal, pelaku usaha berkewajiban
memberikan informasi hal-hal yang diperlukan kepada auditor halal. Setelah
(LPH) selesai melaksanakan tugasnya melakukan pemeriksaan halal
selanjutnya LPH menyelarahkan hasilnya ke BPJPH dan kemudian BPJPH
menyerahkannya kepada MUI untuk memperoleh menetapkan kehalalan
Produk (Pasal 32).
Untuk menentukan apakah produk itu halal atau tidak MUI
melakukan sidang Fatwa Halal (Pasal 33). Sidang Fatwa MUI diikuti oleh
pakar, unsur kementrian/lembaga dan atau instansi terkait. Sidang fatwa
memutuskan kehalalan produk paling lama 30 hari sejak MUI menerima hasil
pemeriksaan atau pengajuan dari BPJPH. Keputusan penetapan halal ditanda
tangani oleh MUI selanjutnya diserahkan kepada BPJPH untuk menerbitkan
sertifikat halal.6
Apabila dalam sidang fatwa halal, menyatakan produk halal, maka
BPJPH menerbitkan sertifikat halal dalam waktu paling 7 hari sejak

6
Mustafa Yaqub,Ali, Kriteria Halal Haram (untuk pangan obat dan kosmetika menurut
Al-Qur’an dan Hadis), (Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 2009), h. 256.
keputusan halal dari MUI. Sebaliknya apabila dalam sidang fatwa halal MUI
menyatakan produk tidak halal, maka BPJPH mengembalikan permohonan
sertifikat halal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan. Selanjunya
BPJPH harus mempublikasikan penerbitan sertifikat halal (Pasal 34).
Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal dari BPJPH,
wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk, bagian tertentu atau
tempat tertentu pada produk yang mudah dilihat, dibaca serta tidak mudah
dihapus, dilepas dan dirusak (Pasal 38 dan 39). Pelaku usaha yang tidak
mencantumkan label halal sesuai ketentuan pasal 38 dan 39 dikenai sanksi
adminstratif berupa teguran lisan, peringatan tertulis, pencabutan sertifikat
halal.
Sertifikat halal berlaku selama 4 tahun sejak sertifikat diterbitkan
oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi. Pelaku usaha wajib
memperpanjang sertifikat halal paling 3 bulan sebelum masa berlaku
sertifikat halal berakhir. Biaya sertifikat halal ditanggung oleh pelaku usaha,
untuk pelaku usaha mikro dan kecil biaya sertifikasi dapat difasilitasi oleh
pihak lain (Pasal 42).
Berdasarkan Pasal 66, sejak berlaku UUJPH, peraturan yang
mengatur tentang JPH masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan UU JPH. Kewajiban sertifikat halal bagi produk yang diperdagangkan
di wilayah Indonesia mulai berlaku 5 tahun sejak undang-undang ini
diundangkan ( Pasal 67). Berarti pada tahun 2019 semua produk yang beredar
di masyarakat sudah harus bersertifikat halal.7

D. Label Halal yang Dikeluarkan MUI terkait Makanan dan Kosmetik


Makanan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses

7
Mustafa Yaqub,Ali, Kriteria..., h. 257.
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuat-an makanan dan minuman .(Pasal
1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.).
1. Makanan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan
yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang
menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu
dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui
proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam.( Pasal 1 angka 5
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan.)
2. Sedangkan produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan,
menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas
kembali dan/atau mengubah bentuk pangan.(Pasal 1 angka 5 Undang
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan) Al-Qur'an mengisyaratkan, bahwa
dalam mengonsumsi tidak hanya halal saja, namun juga harus thayyib.
Hal ini terbukti dengan kata-kata halalan dalam beberapa ayat Al-Qur'an
selalu diikuti dengan kata-kata thayyiban. Karena tidak semua makanan
yang halal akan menjadi thayyib bagi konsumennya.
Defenisi kosmetik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1176 Tahun 2010 tentang Notifikasi
Kosmetika dalam peraturan ini yang dimaksud dengan kosmetik adalah
bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian
luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan
atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.8
Kosmetik yang ada di pasaran dan memiliki izin edar (Legalitas
BPOM, Halal MUI) adalah kosmetik yang secara Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 445 Tahun 1998 dimana peraturan
tersebut berisi bahwa kosmetik yang boleh digunakan sehari-hari yang
aman dan tidak akan menimbulkan bahaya jika digunakan dalam jangka

8
Mustafa Yaqub,Ali, Kriteria..., h. 257-259.
panjang karena bahannya yang sudah ditetapkan aman menurut Badan
Pengendali Obat dan Makanan (BPOM). Jaminan keamanan itu sendiri
ditetapkan standar oleh BPOM meliputi kandungan, cara produksi, dan
kemasan yang dituangkan dalam izin BPOM.9

9
Mustafa Yaqub,Ali, Kriteria..., h. 259.

Anda mungkin juga menyukai