Anda di halaman 1dari 8

Nama: Fiyona Sanda Verhomal

NIM: 4521060062
Kelas: 4B
Halaman: 67-72
Perubahan Hukum Pajak Formil
Hukum pajak formil (formal tax law), merupakan sekumpulan peraturan yang
memuat tata cara untuk meweujudkan hukum materil menjadi kenyataan (cara
melaksanakan hukum pajak materiel). Hukum pajak formil ini memuat antara lain: (i)
Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak; (ii) Hak fiskus
untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan,
perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak; (iii) Kewajiban Wajib Pajak
misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak dalam
pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban perpajakannya. Adapun yang termasuk
dalam hukum pajak formil adalah: UU KUP, UU PPSP, dan UU BPSP yang
kemudian diganti dengan UU PP.
a. UU KUP dan Perubahannya
Pada UU KUP yang pertama yaitu UU No. 6 Tahun 1983, perubahan yang
fundamental terletak pada penerapan self assessment system, di mana anggota
masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan
kegotongroyongan nasional melali sistem mengitung, pemperhitungkan, dan
membayar sendiri pajak yang terutang, sehingga penentuan penetapan besarnya pajak
yang terutang, sehingga penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang berada
pada Wajib Pajak sendiri. Selain daripada itu, Wajib Pajak diwajibkan pula
melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan
demikian, tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai penverminan
kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri.
Sementara Pemerintah, dalah hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya
berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi
administrasi terhadap administrasi terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Melalui sistem ini, pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat
Nama: Fiyona Sanda Verhomal
NIM: 4521060062
Kelas: 4B
Halaman: 67-72
dilaksanakan dnegna lebih rapi, terkendali, sederhan dan mudah untuk dipahami oleh
anggota masyarakat Wajib Pajak.
Selanjutnya, pada perubahan pertamma melalui UU No. 9 Tahun 1994,
menekankan pada falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar
undang-undang ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan
mekanisme pemungutan pajak. Sistem dan mekanisme tersebut menjadi ciri dan
corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia, karena kedudukan UU KUP ini
yang akan menjadi “ketentuan umum” bagi perundang-undangan perpajakan yang
lain. Beberapa kebijaksanaan pokok dalam UU ini adalah:
1) Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan
pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak;
2) Menunjang usaha pembangunan secara merata, mendorong investasi secara
merata di seluruh wilayah Republik Indonesia, terutama untuk mendorong
pembangunan di daerah terpencil yang selama ini dirasakan terbelakang atau
terlambat perkembangannya, baik dalam rangka pemerataan pembangunan dan
pendayagunaan sumber daya alam maupun dalam rangka peningkatan
penerimaan pajak dalam jangka panjang;
3) Menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor non-migas, barang hasil
olahan, dan jasa-jasa dalam rangka meningkatkan perolehan devisa;
4) Menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk mengoptimalkan
pengembangan potensinya, dan dalam rangka pengentasan sebagian masyarakat
dari kemiskinan;
5) Menunjang usaha pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, dan
teknologi;
6) Menunjang usaha pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan lingkungan
hidup;
7) Menunjang usaha meningkatkan keadilan dalam partisipasi masyarakat dalam
pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya; dan
Nama: Fiyona Sanda Verhomal
NIM: 4521060062
Kelas: 4B
Halaman: 67-72
8) Menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan makin
bersih, peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan
dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan
pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, serta
peningkatan penegakan pelaksanaan hukum yang berlaku.
Pada perubahan yang kedua, berdasarkan UU No. 16 Tahun 2000 ini disadari
masih terdapat hal-hal yang belum tertampung sehingga menuntut perlunya
penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijaksanaan
pemerintah. Selain itu, harapan masyarakat terhadap adanya aparatur perpajakan yang
makin mampu dan bersih, tetap diperhatikan dalam berbagai ketentuan yang bersifat
pengawasan dalam undang-undang ini. Undang-undang ini juga menegaskan sebagai
UU yang memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya
berlaku bagi undang-undang pajak materiel, kecuali dalam undang-undang pajak
yang bersangkutan telah mengatur senidri mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan yang menjadi hukum formilnya.
Selanjutnya pada perubahan ketiga, berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 agar
sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, dan politik,
disadari bahwa perlu dilakukan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan
keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan
penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan
perubahan ketentuan material di bidang perpajakan. Selain itu, perubahan tersebut
juga dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan,
meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Sistem, mekanisme, dan tata cara
pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak
dalam perubahan undang-undang ini dengan tetap menganut sistem self assessment.
Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan
Nama: Fiyona Sanda Verhomal
NIM: 4521060062
Kelas: 4B
Halaman: 67-72
kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.
Perubahan keempat, melalui UU No. 19 Tahun 2009 yang menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi undang-undang. Hal ini diakukan dalam
rangka menghadapi dampak krisis keuangan global yang saat itu sedang terjadi,
sehingga sangat mendesak untuk memperkuat basis perpajakan nasional guna
mendukung penerimaan negara dari sektor perpajakan yang lebih stabil, dan
dikarenakan masih banyak masyarakat yang ingin memanfaatkan fasilitas
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan sebagaimana diatur
dalam Pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas UU KUP. Sehingga Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas KUP yang
memberikan perpanjangan waktu yang merupakan langkah tepat untuk memperkuat
basis perajakan nasional.
b. UU PPSP dan Perubahannya
UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP)
dibentuk dengan mengacu dan mengaitkan dengan beberapa UU lainnya, yaitu:
a. Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang
Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2104);
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263),
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3567);
Nama: Fiyona Sanda Verhomal
NIM: 4521060062
Kelas: 4B
Halaman: 67-72
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara
Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomo 3568);
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3312), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3569);
e. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3474);
f. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
g. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara
Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608);
h. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran
Negara Tahun Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3612);
i. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara
Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
j. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun
1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632);
k. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang badan penyelesaian sengketa
pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3684);
Nama: Fiyona Sanda Verhomal
NIM: 4521060062
Kelas: 4B
Halaman: 67-72
l. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3685);
m. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3688);
n. Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 (Peraturan Lelang Tahun 1908).
Pembentukan UU PPSP ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa dalam
pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan sering terdapat utang pajak
yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana maestinya sehingga memerlukan
tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa dan sekaligus
menyatakan tidak berlaku terhadap UU sebelumnya yaitu UU No. 19 Tahun 1959
tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959
Nomor 63 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850), karena tidak dapat
sepenuhnya mendukung pelaksanaan undang-undang perpajakan yang berlaku
sehubungan dengan adanya perkembangan sistem hukum nasional dan kehidupan
masyarakat yang dinamis sehingga diperlukan undang-undang penagihan pajak yang
mampu memberi kepastian hukum dan keadilan serta dapat mendorong peningkatan
kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
UU PPSP ini mengatur ketentuan hukum pajak formil tentang tata cara tindakan
penagihan pajak yang berupa penagihan seketika dan sekaligus, pelaksanaan surat
paksa, penyitaan, pencegahan, dan atau penyanderaan, serta pelelangan. Dalam
undang-undang ini, surat paksa dibari kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum
yang sama dengan putusan pengadilan (vonis) yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan tidak dapat diajukan banding sehingga surat paksa langsung dapat
dilaksanakan dan ditindaklanjuti sampai pelelangan barang penanggung pajak selaras
dengan perkembangan jenis pajak dan pungutan berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
Nama: Fiyona Sanda Verhomal
NIM: 4521060062
Kelas: 4B
Halaman: 67-72
daerah, undag-undang ini dimaksudkan untuk diberlakukan terhadap berbagai jenis
pajak dimaksud. Sementara, jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
meliputi pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa penjualan atas
barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea masuk dan cukai, bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan serta pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah antara
lain: pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, bajak bahan
bakar kendaraan bermotor, pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame,
pajak penerangan jalan, pajak pengambilan air bawah tanah dan air permukaan.
Dalam rangka menegakkan keadilan, undang-undang ini tetap memberikan
perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak maupun pihak ketiga berupa hak
untuk mengajukan gugatan. Karena pelaksanaan sanggahan pada hakikatnya tidak
berbeda dengan pelaksanaan gugatan, ketentuan dalam undang-undang ini mengatur
bahwa gugatan penanggung pajak terhadap tindakan pelaksanaan penagihan pajak
berupe pelaksanaan surat paksa, sita, atau lelang diajukan kepada badan penyelesaian
sengketa pajak. Sementara itu, gugatan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang ang
disita diajukan ke pengadilan negeri. Sejalan dengan ketentuan dalam UU KUP
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994 bahwa sanggahan dan atau
gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan surat paksa, sita atau lelang hanya
dapat diajukan kepada badan peradilan pajak yang selanjutnya berdasarkan undang-
undang ini disebut badan penyelesaian sengketa pajak. Perlindungan hukum terhadap
hak dimaksud diberikan porsi tersendiri yang dituangkan berupa ketentuan dalam
beberapa pasal di dalam undang-undang ini.
Pelunasan utang pajak oleh penanggung pajak merupakan salah satu tujuan
penting dari pemberlakukan undang-undang ini. Untuk menambah ketajaman upaya
penagihan pajak, dalam keadaan tertentu terhadap penanggung pajak tertentu secara
sangat selektif dan hati-hati berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, dapat
dilakukan tindakan pencegahan dan dengan seizin menteri keuangan atau Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dapat dilakukan penyanderaan. Namun, perlindungan hak
Nama: Fiyona Sanda Verhomal
NIM: 4521060062
Kelas: 4B
Halaman: 67-72
untuk memperoleh keadilan bagi Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan
pencegahan dan atau penyanderaan dimaksud tetap diberikan oleh undang-undang
ini.

Anda mungkin juga menyukai