Anda di halaman 1dari 26

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA

BUKAN PAJAK BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

www.onemint.com

I.

PENDAHULUAN
Dalam upaya pencapaian tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam UndangUndang Dasar 1945, Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan nasional. Untuk menunjang kondisi ekonomi Indonesia membutuhkan
sumber pembiayaan selain penerimaan dari sektor perpajakan. Potensi penerimaan negara
yang dapat diharapkan dan paling menjanjikan dapat menutup sumber pembiayaan tersebut
adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pasal 23 A perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan bahwa pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undangundang. Oleh karena itu, penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan, yang
menempatkan beban kepada rakyat juga harus didasarkan pada undang-undang.
PNBP merupakan penerimaan negara (pusat) yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1997 dan pengaturan tarifnya diatur dalam peraturan pemerintah yang
mengatur jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada masing-masing kementerian/lembaga,
sedangkan penerimaan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah dan Perda yang berlaku pada masing-masing daerah/provinsi.
Sesuai dengan amanat UU yaitu apabila suatu jenis pungutan tertentu yang semula
penerimaan negara (pusat) kemudian diubah menjadi penerimaan daerah, maka hal tersebut
harus diamanatkan oleh Undang-Undang. Pada Prinsipnya pemungutan penerimaan negara
dan penerimaan daerah diatur dengan ketentuan perundang-undangan tersendiri.

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

Dalam ketentuan Pasal 150 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, jenis retribusi daerah dapat ditambah sepanjang memenuhi
kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Adanya peluang untuk menambah jenis
Retribusi dengan Peraturan Pemerintah dimaksudkan untuk mengantisipasi penyerahan
fungsi pelayanan dan perizinan kepada daerah yang juga diatur dengan Peraturan
Pemerintah yang juga bertujuan untuk menambah sumber pendapatan bagi pemerintah
daerah dalam rangka mendanai fungsi pelayanan dan perizinan yang menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu
Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
merupakan salah satu bentuk adanya penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan kepada
daerah, yang bertujuan untuk menambah sumber pendapatan bagi pemerintah daerah dalam
rangka mendanai fungsi pelayanan dan perizinan yang menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah. Pungutan perpanjangan IMTA sebelumnya merupakan PNBP berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sampai dengan
31 Desember 2012. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012
perpanjangan IMTA ditetapkan sebagai Retribusi dan pemberlakukannya dimulai sejak
tanggal 1 Januari 2013 untuk memberikan kesempatan kepada daerah untuk mempersiapkan
kebijakan daerah dan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pemungutan
retribusi perpanjangan IMTA.
Besarnya tarif retribusi perpanjangan IMTA ditetapkan dengan Perda dan paling
tinggi sebesar tarif penerbitan IMTA yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah mengenai
jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian di bidang ketenagakerjaan.
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional di segala bidang, terdapat
banyak bentuk penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan yang pengaturannya diatur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP). PNBP mencakup segala penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan
perpajakan. PNBP mempunyai potensi penerimaan yang cukup besar, karena jenis dan
besarannya yang cukup menjanjikan.
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan dan kesederhanaan,
arah dan tujuan perumusan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 adalah :
1. menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan
melalui optimalisasi sumber-sumber PNBP dan ketertiban administrasi pengelolaan
PNBP serta penyetoran PNBP ke Kas Negara;

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

2. lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat berpartisipasi dalam
pembiayaan pembangunan sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya dari kegiatankegiatan yang menghasilkan PNBP;
3. menunjang kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta investasi di seluruh wilayah
Indonesia;
4. menunjang upaya terciptanya aparat Pemerintah yang kuat, bersih dan berwibawa,
penyederhanaan prosedur dan pemenuhan kewajiban, peningkatan tertib administrasi
keuangan dan anggaran negara, serta peningkatan pengawasan1.
Sebelum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 ditetapkan, banyak instansi
pemerintah yang enggan untuk melaporkan dan menyetor PNBP ke Kas Negara, artinya
adanya ketidakpatuhan instansi pemerintah tersebut dalam menyelenggarakan pengelolaan
PNBP yang baik. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997, penertiban
dan penegakan hukum dalam pengelolaan PNBP dapat dilaksanakan, karena di dalam
undang-undang tersebut diatur konsep hukuman (punishment) yang cukup tegas terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh wajib bayar dan pejabat pengelola PNBP. Hukuman
tersebut dapat berupa hukuman administrasi berupa pengenaan denda dan juga sanksi pidana
penjara. Pengaruh hukuman dalam pengelolaan PNBP ini membawa pengaruh yang cukup
signifikan terhadap ketertiban dan kepatuhan instansi pemerintah dalam melaporkan dan
menyetorkan PNBP.
Penegakan hukum dalam pengelolaan PNBP yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1997 tidak serta merta diterima oleh semua instansi pemerintah. Beberapa
instansi pemerintah resisten dan berusaha bertahan dengan pola lama yang sarat dengan
moral hazard. Kondisi ini menghasilkan bentuk kompromi dalam pengelolaan PNBP yang
dinamakan earmarked. Dalam konsep Earmarked PNBP, instansi pemerintah diberikan
kewenangan untuk dapat menggunakan PNBP yang dipungut/dihasilkannya, untuk
membiayai kegiatan tertentu dengan persetujuan Menteri Keuangan.
Penulisan kajian mengenai Pengelolaan dan Penatausahaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan
Negara Bukan Pajak;
1

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

f. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP yang
Bersumber dari Kegiatan Tertentu;
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan
Negara; dan
h. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang
Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).

II.

PERMASALAHAN
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam
tulisan hukum ini adalah:
a. Bagaimana definisi, jenis dan tarif PNBP berdasarkan peraturan perundang-undangan?
b. Bagaimana mekanisme pengelolaan dan penatausahaan PNBP berdasarkan peraturan
perundang-undangan?

III.

PEMBAHASAN
A. Definisi, Jenis dan Tarif PNBP Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari
penerimaan perpajakan2. Antara lain sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba
BUMN, serta penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Berdasarkan sumber penerimaannya dapat dikelompokkan menjadi3:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah;
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan;
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah;
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan berasal dari pengenaan denda
administrasi;
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah; dan
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
PNBP dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu4:
1. Penerimaan sumber daya alam, terdiri atas pendapatan Sumber Daya Alam (SDA)
migas yang diperoleh dari bagian bersih pemerintah atas kerjasama pengelolaan
2
3
4

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Tahun 2014.

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

sektor hulu migas dan SDA non-migas yang diperoleh dari hasil pertambangan
umum, kehutanan, perikanan, dan panas bumi.
2. Pendapatan bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang merupakan
imbalan kepada pemerintah pusat selaku pemegang saham BUMN (return on equity)
yang dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap laba bersih (pay-out ratio).
Pendapatan ini diklasifikasikan ke dalam kelompok perbankan dan nonperbankan.
3. PNBP lainnya, meliputi berbagai jenis pendapatan yang dipungut oleh
Kementerian/Lembaga atas produk layanan yang diberikan kepada masyarakat.
Pungutan dilakukan oleh instansi pemerintah atas dasar Peraturan Pemerintah tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada Kementerian/Lembaga tertentu. Termasuk di
dalam kelompok ini adalah pendapatan atas pengurusan Surat Izin Mengemudi
(SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan surat nikah sebagaimana contoh.
Pungutan yang dilakukan oleh Kementerian instansi pemerintah tersebut dilakukan
atas dasar Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada
Kementerian/Lembaga (K/L) tertentu. Tidak kurang dari sepuluh ribu jenis dan tarif
PNBP yang dikenakan secara sah oleh instansi pemerintah.
4. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU), yang diperoleh atas produk layanan
instansi pemerintah yang diberikan kepada masyarakat. Bedanya, pendapatan yang
diperoleh melalui mekanisme BLU ini dapat langsung digunakan oleh instansi yang
bersangkutan. Jenis dan tarif PNBP BLU tidak ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah melainkan Peraturan Menteri Keuangan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, setiap K/L yang mempunyai PNBP
harus memiliki peraturan perundangan (minimal Peraturan Pemerintah/PP) tentang jenis
dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada masing-masing K/L. PP tersebut digunakan
sebagai dasar pemungutan atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat5.
PNBP yang dikelola oleh K/L dapat dikelompok menjadi 2 (dua), yaitu6:
1. PNBP Umum
Setiap kementerian negara/lembaga pada dasarnya mempunyai PNBP yang bersifat
umum yaitu PNBP yang tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.
PNBP umum merupakan PNBP yang berlaku umum di semua kementerian
negara/lembaga. PNBP Umum sesuai PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran PNBP antara lain:
a. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara;
5

Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
6
ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/modul.../ Modul pengelolaan PNBP, hal.6-7.
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

b. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara;


c. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro);
d. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan
perbendaharaan);
e. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah;
f. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang; dan
g. Penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran lalu.
2. PNBP Fungsional
Selain PNBP Umum terdapat PNBP di kementerian/lembaga yaitu PNBP yang
bersifat fungsional. PNBP yang bersifat fungsional yaitu penerimaan yang berasal
dari hasil pungutan kementerian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan
dengan tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada
masyarakat. Penerimaan fungsional tersebut terdapat pada sebagian besar
kementerian negara/lembaga, namun macam dan ragamnya berbeda antara satu
kementerian negara/lembaga dengan kementerian negara/lembaga lainnya, tergantung
kepada jasa pelayanan yang diberikan oleh masing-masing kementerian negara/
lembaga.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa kelompok PNBP meliputi jenis-jenis
penerimaan sebagai berikut:
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah;
b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan;
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah;
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan
denda administrasi;
f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah; dan
g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Jenis PNBP Fungsional yang berlaku pada setiap K/L berdasarkan PP Nomor 22
Tahun 1997 sebagai berikut7:
a. PNBP pada Departemen Luar Negeri:
1) Penerimaan dari pemberian surat perjalanan Republik Indonesia; dan
2) Penerimaan dari jasa pengurusan dokumen kanselerai.
b. PNBP pada Departemen Pertahanan dan Keamanan:
7

Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan
Pajak.
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

1)
2)
3)
4)

Penerimaan dari pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM);


Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK);
Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK);
Penerimaan dari pemberian Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB)
baru; dan
5) Penerimaan dari pelayanan kesehatan.
c. PNBP pada Departemen Kehakiman:
1) Penerimaan denda administrasi;
2) Penerimaan dari pelayanan jasa hukum;
3) Penerimaan dari penggunaan jasa tenaga narapidana dan hasil penjualan
barang keterampilannya;
4) Penerimaan dari pendaftaran ciptaan;
5) Penerimaan dari permintaan hak paten;
6) Penerimaan dari pemberian merek;
7) Penerimaan dari keimigrasian;
8) Penerimaan balai harta peninggalan; dan
9) Penerimaan pengadilan.
d. PNBP pada Departemen Penerangan:
1) Penerimaan dari siaran iklan;
2) Penerimaan dari siaran iklan spot Radio Republik Indonesia (RRI);
3) Penerimaan dari penyelenggaraan sensor film, video tape, kaset, film reklame
komersial dan non komersial; dan
4) Penerimaan dari pembuatan film untuk instansi pemerintah dan penyewaan
peralatan perfilman.
e. PNBP pada Departemen Keuangan:
1) Penerimaan denda administrasi atas keterlambatan penyampaian laporan
perusahaan di bidang pasar modal;
2) Penerimaan denda administrasi yang dikenakan pada pihak yang melanggar
peraturan perundang undangan di bidang pasar modal;
3) Penerimaan Bea Lelang;
4) Penerimaan dari biaya administrasi lelang swasta;
5) Penerimaan dari Bea Lelang Batal;
6) Penerimaan dari biaya administrasi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
(BUPLN);
7) Penerimaan dari penjualan saham bagian Pemerintah;
8) Penerimaan dari bagian Pemerintah atas laba BUMN;
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

9) Penerimaan dari selisih lebih karena perubahan harga jual yang ditetapkan
Pemerintah atas persediaan gula pasir di gudang-gudang Badan Urusan
Logistik (Bulog) dan gudang dari pabrik gula, dan persediaan pupuk di semua
gudang Pupuk Sriwijaya (Pusri);
10) Penerimaan dari denda keterlambatan penyampaian laporan oleh Perusahaan
Pembiayaan;
11) Penerimaan dari denda tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan
laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan
perhitungan laba rugi bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi
sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan;
12) Penerimaan dari denda tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan
laporan operasional tahunan bagi perusahaan pialang asuransi atau
perusahaan pialang reasuransi sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan;
13) Penerimaan dari denda keterlambatan penyampaian laporan bagi Dana
Pensiun;
14) Penerimaan kembali pinjaman yang disalurkan oleh Pemerintah;
15) Penerimaan dari laba bersih minyak;
16) Penerimaan bagian Pemerintah dari annual fee PT. Inalum; dan
17) Penerimaan dari pungutan ekspor.
f. PNBP pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan:
1) Penerimaan dari biaya pengujian mutu barang dan sertifikasi mutu barang.
2) Penerimaan dari biaya jasa pelatihan;
3) Penerimaan dari pendaftaran perusahaan;
4) Penerimaan dari penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA);
5) Penerimaan dari jasa pengujian/pemeriksaan tembakau;
6) Penerimaan dari jasa pembinaan petani tembakau oleh pabrikan rokok;
7) Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan;
8) Penerimaan dari jasa pembinaan industri kecil;
9) Penerimaan dari jasa pelayanan teknis;
10) Penerimaan dari pengaturan tata niaga cengkeh; dan
11) Penerimaan dari jasa tera/tera ulang.
g. PNBP pada Departemen Pertanian:
1) Penerimaan dari pungutan pengusahaan perikanan;
2) Penerimaan dari pungutan hasil perikanan;

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

3) Penerimaan dari pungutan perikanan atas penggunaan kapal perikanan


berbendera asing dengan cara sewa untuk menangkap ikan di zona ekonomi
eksklusif Indonesia;
4) Penerimaan dari pungutan perikanan yang berasal dari hasil penangkapan
atau pembudidayaan;
5) Penerimaan dari hasil pembibitan ternak dan hijauan makanan ternak;
6) Penerimaan dari penetapan pendaftaran dan pengujian mutu obat hewan;
7) Penerimaan dari pendapatan perubahan harga hasil produksi pusat veterinaria;
8) Penerimaan dari penjualan hasil pendidikan dan pelatihan, balai benih ikan
dan udang;
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)

Penerimaan dari penjualan embrio ternak untuk bibit;


Penerimaan dari penjualan obat hewan, vaksin dan semen beku;
Penerimaan dari jasa tambah labuh;
Penerimaan dari jasa pengadaan es;
Penerimaan dari jasa pengadaan air sumur dan air minum;
Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas;
Penerimaan dari jasa karantina tumbuhan, ikan dan hewan;
Penerimaan dari jasa pelayanan diagnosa penyakit hewan;
Penerimaan dari jasa pemeriksaan lapangan dan pengujian benih tanaman
pangan;
18) Penerimaan dari jasa pelayanan teknologi, penelitian dan pengembangan;
19) Penerimaan dari redistribusi ternak pemerintah; dan
20) Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan pertanian.
h. PNBP pada Departemen Pertambangan dan Energi:
1) Penerimaan dari jasa teknologi di bidang pertambangan umum;
2) Penerimaan dari jasa penelitian/pengembangan dan jasa penerapan teknologi
pada puslitbang teknologi minyak dan gas bumi;
3) Penerimaan dari iuran tetap/landrent;
4) Penerimaan dari iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalti;
5) Penerimaan dari perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara; dan
6) Penerimaan dari jasa teknologi geologi tata lingkungan.
i. PNBP pada Departemen Kehutanan:
1) Penerimaan dari Iuran Hasil Hutan (IHH);
2) Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH);
3) Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (IHPHTI);
4) Penerimaan dari Iuran Hak Pengusaha Hutan (IHPH) Bambu;
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

5) Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) Tanaman Rotan;


6) Penerimaan dari pengusahaan pariwisata alam;
7) Penerimaan dari pungutan masuk hutan wisata, taman nasional, tanam hutan
raya dan taman wisata laut;
8) Penerimaan dari Iuran menangkap/mengambil dan mengangkut satwa liar dan
tumbuhan alam yang tidak dilindungi Undang-undang serta jarahan satwa
baru;
9) Penerimaan dari Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan (DPEH);
10) Penerimaan dari Denda post audit dan tata usaha iuran hasil hutan; dan
11) Penerimaan dari pengambilan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi
undang-undang dari alam maupun dari hasil penangkaran.
j. PNBP pada Departemen Pekerjaan Umum:
1) Penerimaan dari jasa penyewaan peralatan dan jasa perbengkelan;
2) Penerimaan dari jasa laboratorium;
3) Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan latihan;
4) Penerimaan dari jasa pembuatan peta citra dari data media satelit;
5) Penerimaan dari jasa penyelidikan geoteknik;
6) Penerimaan dari jasa saran teknis dan pemeriksaan laboratorium; dan
7) Penerimaan dari jasa pengkajian mutu komponen.
k. PNBP pada Departemen Perhubungan:
1) Penerimaan dari pemberian surat izin mengemudi;
2) Penerimaan dari jasa pelabuhan penyeberangan laut, selat dan teluk;
3) Penerimaan dari jasa terminal dan fasilitas sandar kapal penyeberangan
sungai dan danau;
4) Penerimaan dari jasa kepelabuhan untuk kapal pelayaran dalam negeri dan
luar negeri pada pelabuhan Unit Pelaksana Teknis (UPT) kantor pelabuhan;
5) Penerimaan dari jasa dermaga dan penumpukan di pelabuhan unit pelaksana
teknis (UPT) kantor pelabuhan;
6) Penerimaan dari penyewaan tanah pelabuhan di pelabuhan UPT kantor
pelabuhan;
7) Penerimaan dari Jasa Pelayanan Penerbangan (JP2) untuk penerbangan
internasional;
8) Penerimaan dari Jasa Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (JP3U) pada
bandar udara untuk angkutan udara luar negeri;
9) Penerimaan dari Jasa Pendaratan, Penempatan dan Penyimpanan Pesawat
Udara (JP4U) penerbangan internasional;
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

10

10) Penerimaan dari jasa pemeriksaan kesehatan;


11) Penerimaan dari pemberian dokumen penerbangan;
12) Penerimaan dari jasa pelayanan meteorologi dan geofisika dan penyewaan
peralatan; dan
13) Penerimaan dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan dan Latihan (SPPL).
l. PNBP pada Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi:
1) Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan pariwisata;
2) Penerimaan dari uang ujian perwira radio elektronika dan operator radio;
3) Penerimaan dari pemberian izin usaha jasa titipan;
4) Penerimaan dari pemberian izin amatir radio;
5) Penerimaan dari pemberian izin antene parabola penerima siaran televisi;
6) Penerimaan dari pemberian izin Komunikasi Radio antar Penduduk (KRAP);
7) Penerimaan dari pemberian hak penyelenggaraan (BHP) frekuensi radio
konsesi;
8) Penerimaan dari pemberian izin hak penyelenggaraan (BHP) jasa
telekomunikasi; dan
9) Penerimaan dari jasa penyelenggaraan/pengawasan ujian amatir.
m. PNBP pada Departemen Tenaga Kerja:
1) Penerimaan dari pembinaan tenaga kerja Indonesia dalam rangka
pengembangan program Antar Kerja Antar Negara (AKAN);
2) Penerimaan dari jasa latihan kerja dan kursus latihan kerja (BLK/KLK);
3) Penerimaan dari pungutan Tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang
(TKWNAP); dan
4) Penerimaan dari pendayagunaan fasilitas hiperkes dan keselamatan kerja.
n. PNBP pada Departemen Pendidikan Nasional:
1) Penerimaan dari penyelenggaraan pendidikan;
2) Penerimaan karcis tanda masuk museum;
3) Penerimaan dari kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi
perguruan tinggi;
4) Penerimaan dari hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan
pendidikan tinggi; dan
5) Penerimaan dari sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga
pemerintahan, atau lembaga non pemerintah.
o. PNBP pada Departemen Kesehatan:
1) Penerimaan dari pemberian izin peredaran makanan dan minuman;
2) Penerimaan dari pemberian izin peredaran minuman keras;
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

11

3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)

Penerimaan dari pemberian izin pelayanan kesehatan oleh swasta;


Penerimaan dari pemberian izin mendirikan rumah sakit oleh swasta;
Penerimaan dari jasa pendidikan tenaga kesehatan;
Penerimaan dari jasa pemeriksaan laboratorium;
Penerimaan dari jasa pemeriksaan air secara kimia lengkap;
Penerimaan dari jasa Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4);
Penerimaan dari jasa Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM);
Penerimaan dari jasa pemeriksaan obat, minuman, makanan, kosmetika, dan
alat-alat kesehatan;
11) Penerimaan dari uji pemeriksaan spesimen; dan
p.

q.

r.

s.
t.
u.

12) Penerimaan dari jasa pelayanan rumah sakit.


PNBP pada Departemen Agama:
1) Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan;
2) Penerimaan dari peradilan agama; dan
3) Penerimaan dari pencatatan nikah dan rujuk.
PNBP pada Departemen Sosial:
1) Penerimaan Pendidikan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS)
Bandung;
2) Penerimaan dari izin pengumpulan uang dan barang;
3) Penerimaan dari izin penyelenggaraan undian; dan
4) Penerimaan hibah yang merupakan hak Pemerintah.
PNBP pada Kejaksaan Agung:
1) Penerimaan dari penjualan barang rampasan;
2) Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan;
3) Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi;
4) Penerimaan biaya perkara;
5) Penerimaan lain-lain, berupa uang temuan, hasil lelang barang temuan dan
hasil penjualan barang bukti yang tidak diambil oleh yang berhak; dan
6) Penerimaan denda.
PNBP pada Lembaga Administrasi Negara:
Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
PNBP pada Badan Pusat Statistik:
Penerimaan dari penjualan publikasi statistik.
PNBP pada Badan Tenaga Atom Nasional:
1) Penerimaan dari hak dan perizinan penggunaan (kalibrasi);
2) Penerimaan dari jasa analisa (tenaga/pekerjaan); dan

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

12

3) Penerimaan dari penerbitan Sertifikat Bekas Radiasi Komoditi Ekspor/Impor.


v. PNBP pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional:
Penerimaan dari pelayanan jasa pemotretan jarak jauh.
w. PNBP pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia:
1) Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan latihan;
2) Penerimaan dari penjualan hasil penelitian;
3) Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas; dan
4) Penerimaan dari penyelenggaraan jasa analisa, penelitian dan pengembangan
jasa konsultasi,pelayanan informasi, jasa rekayasa, jasa kalibrasi dan
metrologi, dan jasa tenaga ahli.
x. PNBP pada Arsip Nasional:
Penerimaan dari pelayanan jasa kearsipan.
y. PNBP pada Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional:
Penerimaan dari penjualan hasil survey dan pemetaan.
z. PNBP pada Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi:
Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pengkajian, penelitian dan pengembangan,
dan pelayanan jasa teknologi.
aa. PNBP pada Badan Pertanahan Nasional:
1) Penerimaan dari pengukuran dan pemetaan;
2) Penerimaan dari pemeriksaan tanah;
3) Penerimaan dari konsolidasi tanah secara swadaya;
4) Penerimaan dari redistribusi tanah secara swadaya; dan
5) Penerimaan dari ijin lokasi.
PP Nomor 22 Tahun 1997 mengenai jenis PNBP pada K/L sampai dengan saat
ini masih berlaku dan belum dilakukan perubahan, dan masih menggunakan nomenklatur
Departemen, sementara Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, mengubah semua bentuk
Departemen, Kantor Menteri Negara dan Kantor Menteri Koordinator menjadi
Kementerian Negara.
Dalam hal terdapat PNBP pada K/L tidak tercantum dalam Lampiran PP Nomor
22 Tahun 1997, maka pengaturannya ditetapkan dalam PP tersendiri tentang jenis dan
tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada masing-masing K/L, sesuai dengan ketentuan
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak bahwa setiap K/L yang mempunyai PNBP harus memiliki peraturan
perundangan yang ditetapkan dalam undang-undang atau PP tentang jenis dan tarif PNBP
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

13

yang berlaku pada masing-masing K/L. PP tersebut digunakan sebagai dasar pemungutan
atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Adapun PP tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada K/L dan KMK
tentang Ijin Penggunaan PNBP yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan
dengan KMK berdasarkan database Direktorat PNBP per tanggal 5 Juni 2014 sebagai
berikut :
REGULASI
BA

KEMENTERIAN/LEMBAGA

JENIS DAN TARIF

IJIN PENGGUNAAN

PP

KMK

004

Badan Pemeriksa Keuangan

PP No.76 Tahun 2013

KMK No.219/KMK.02/2010

005

Mahkamah Agung

PP No.53 Tahun. 2008

007

Sekretariat Negara

PP No.39 Tahun 2011

KMK No.3/KMK.02/2013

010

Kementerian Dalam Negeri

PP No.64 Tahun 2013

KMK No.270/KMK.02/2010

011

Kementerian Luar Negeri

PP No.33 Tahun 2002

KMK No.405/KMK.02/2011

012

Kementerian Pertahanan

PP No.57 Tahun 2013


PP No.17 Tahun 2014

013

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

PP No.38 Tahun 2009

Surat Menteri Keuangan


No.S-178/MK.01/2000
KMK No.43/KMK.02/2013
KMK No.10/KMK.02/2012
KMK No.407/2010
KMK No.416/2011

015

Kementerian Keuangan

PP No.1 Tahun 2013

018

Kementerian Pertanian

PP No.48 Tahun 2012

KMK No.420/KMK.02/2013
KMK No.421/KMK.02/2013
KMK No.422/KMK.02/2013
KMK No.423/KMK.02/2013
KMK No.424/KMK.02/2013
KMK No.425/KMK.02/2013
KMK No.426/KMK.02/2013

019

Kementerian Perindustrian

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

PP No.47 Tahun 2011

KMK No.317/KMK.02/2013

14

REGULASI
BA

KEMENTERIAN/LEMBAGA

JENIS DAN TARIF

IJIN PENGGUNAAN

PP

KMK
KMK No.318/KMK.02/2013
KMK No.561/KMK.06/2003
KMK No.198/2004

020

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

PP No.9 Tahun 2012

KMK No.317/KMK.06/2001
KMK No.938/KMK.02/2006
PMK No.56/PMK.02/2007
KMK No.60/KMK.02/2008

022

Kementerian Perhubungan

PP No.6 Tahun 2009

Surat Menteri Keuangan


No.S-606/MK.017/2000

PP No.74 Tahun 2013

KMK No.302/KMK.06/2001
KMK No.20/KMK.06/2012
KMK No.307/2001
KMK No.308/2001
KMK No.309/KMK.06/2001
KMK No.518/KMK.06/2002

023

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

024

Kementerian Kesehatan

KMK No.115/KMK.06/2001
PP No.21 Tahun 2013

KMK No.243/KMK.06/2002
KMK No.358/KMK.06/2002
KMK No.22/KMK.06/2003
KMK No.343/KMK.02/2007
KMK No.503/KMK.02/2009
KMK No.1/KMK.02/2010
KMK No.114/KMK.02/2011
KMK No.459/KMK.02/2013
KMK No.47/KMK.02/2014

025

Kementerian Agama

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

PP No.47 Tahun 2004

KMK No.338/KMK.06/2003

15

REGULASI
BA

KEMENTERIAN/LEMBAGA

JENIS DAN TARIF

IJIN PENGGUNAAN

PP

KMK
KMK No.115/KMK.06/2007

026

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

PP No.65 Tahun 2012

KMK No.290/KMK.02/2011

027

Kementerian Sosial

PP No.3 Tahun 2012

KMK No.380/KMK.02/2013

029

Kementerian Kehutanan

PP No.12 Tahun 2014

KMK No.368/KMK.06/2001

PP No.2 Tahun 2008


PP No.35 Tahun 2008
032

033

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Pekerjaan Umum

PP No.58 Tahun 2002

KMK No.187/KMK.02/2007

PP No.19 Tahun 2006

KMK No.74/KMK.02/2008

PP No.38 Tahun 2012

KMK No.164/KMK.06/2003
KMK No.470/KMK.06/2003

040

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

PP No.41 Tahun 2010

KMK No.475/KMK.06/2002

042

Kementerian Riset dan Teknologi

PP No.13 Tahun 2014

KMK No.375/KMK.02/2009

043

Kementerian Lingkungan Hidup

PP No.52 Tahun 2008

KMK No.115/KMK.02/2010

054

Badan Pusat Statistik

PP No.54 Tahun 2009

KMK No.493/KMK.02/2009

056

Badan Pertanahan Nasional

PP No.13 Tahun 2010

KMK No.237/KMK.02/2010

057

Perpustakaan Nasional

PP No.75 Tahun 2013

KMK No.181/KMK.02/2010

059

Kementerian Komunikasi dan Informatika

PP No.7 Tahun 2009

KMK No.96/KMK.02/2011

PP No.76 Tahun 2010

KMK No.97/KMK.02/2011
KMK No.335/KMK.02/2011
KMK No.174/KMK.02/2009

060

Kepolisian Republik Indonesia

PP No.50 Tahun 2010

KMK No.342/KMK.02/2010

061

Badan Pengawas Obat dan Makanan

PP No.48 Tahun 2010

KMK No.189/KMK.02/2011

075

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

PP No.24 Tahun 2008

KMK No.352/KMK.02/2008

PP No.19 Tahun 2014


079

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

PP No.106 Tahun 2012

KMK No.381/KMK.02/2008

16

REGULASI
BA

KEMENTERIAN/LEMBAGA

JENIS DAN TARIF

IJIN PENGGUNAAN

PP

KMK

080

Badan Tenaga Nuklir Nasional

PP No.29 Tahun 2011

KMK No.236/KMK.02/2009

081

Badan Pengkajian dan PenerapanTeknologi

PP No.36 Tahun 2008

KMK No.351/KMK.02/2008

082

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

PP No.21 Tahun 2003

KMK No.109/KMK.06/2003

083

Badan Informasi Geospasial

PP No.57 Tahun 2007

KMK No.188KMK.02/2008

084

Badan Standarisasi Nasional

PP No.62 Tahun 2007

KMK No.209/KMK.02/2008

085

Badan Pengawas Tenaga Nuklir

PP No.27 Tahun 2009

KMK No.242/KMK.06/2002

086

Lembaga Administrasi Negara

PP No.73 Tahun 2009

KMK No.140/KMK.02/2010

087

Arsip Nasional

PP No.42 Tahun 2005

KMK No.928/KMK.02/2006

088

Badan Kepegawaian Negara

PP No.11 Tahun 2012

089

Badan Pengawasan Keuangan dan


Pembangunan

PP No.20 Tahun 2014

KMK No.298/KMK.02/2010

090

Kementerian Perdagangan

PP No.45 Tahun 2012

KMK No.360/KMK.02/2013
KMK No.361/KMK.02/2013
KMK No.362/KMK.02/2013
KMK No.363/KMK.02/2013
KMK No.364/KMK.02/2013
KMK No.365/KMK.02/2013
KMK No.366/KMK.02/2013
KMK No.367/KMK.02/2013
KMK No.368/KMK.02/2013
KMK No.369/KMK.02/2013
KMK No.370/KMK.02/2013

092

Kementerian Pemuda dan Olahraga

PP No.39 Tahun 2009

Keterangan:
- Sumber :Database dari Direktorat PNBP per tanggal 5 Juni 2014

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

17

Tarif atas jenis PNBP ditetapkan dengan memperhatikan8:


1. Dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya;
2. Biaya Penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis PNBP
bersangkutan; dan
3. Aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.
Adapun proses penetapan tarif dan jenis PNBP pada K/L secara umum dapat
diuraikan sebagai berikut9:
1. Pimpinan K/L (instansi pemerintah) menyampaikan usulan tarif atas jenis PNBP yang
berlaku pada K/L yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan.
2. Selanjutnya usulan besaran tarif tersebut dibahas oleh Kementerian Keuangan

3.
4.

5.
6.

8
9

bersama dengan K/L yang bersangkutan, Kementerian Hukum dan HAM, serta
Sekretariat Negara untuk mendapatkan justifikasi atas tarif yang diusulkan. Selain itu,
pembahasan juga bertujuan untuk mempelajari dampak atas pengenaan tarif tersebut
terhadap K/L dan masyarakat serta memastikan pelayanan (jenis PNBP) yang
diberikan merupakan kewenangan K/L yang bersangkutan.
Jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada K/L hasil pembahasan,
disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui surat Menteri Keuangan.
Kementerian Hukum dan HAM melakukan harmonisasi dan pembulatan terhadap
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dimaksud, untuk selanjutnya disampaikan
kepada Menteri Keuangan untuk diproses lebih lanjut.
Menteri Keuangan menyampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan menjadi PP.
Setelah PP ditetapkan dan diundangkan, K/L wajib memungut dan menyetorkan
PNBP yang diperolehnya ke Kas Negara sesuai dengan tarif dalam PP.

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/modul.../ Modul pengelolaan PNBP, hal.14-15.

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

18

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan RPP jenis dan tarif atas jenis
PNBP :
1. Jenis kegiatan atau pelayanan yang menghasilkan PNBP merupakan kewenangan dari
K/L yang bersangkutan.
2. Jenis dan tarif atas jenis PNBP yang diusulkan dalam RPP adalah jenis PNBP
Fungsional. Untuk jenis PNBP Umum, seperti PNBP dari pemanfaatan Barang Milik
Negara (BMN) tidak dimasukkan dalam usulan RPP.
10

3. Ketepatan atas besaran tarif dan satuan atas jenis PNBP yang diusulkan berdasarkan
pendekatan biaya dalam penetapannya, sesuai dengan karakteristik jenis layanan dan
kondisi masyarakat (wajib bayar) yang akan menggunakan layanan pemerintah
tersebut.
Menteri Keuangan telah menerbitkan Surat Nomor S-420/MK.02/2011 tanggal 25
Juli 2011 yang pada intinya meminta masing-masing K/L untuk melakukan inventarisasi
jenis PNBP terkait pemanfaatan BMN dalam usulan revisi PP atau dalam PP tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada masing-masing K/L. Selanjutnya,
berdasarkan hasil inventarisasi, masing-masing K/L diminta agar mengusulkan
pengaturan pemanfaatan aset sesuai PP Nomor 6 Tahun 2006 dan PMK Nomor
96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan dan Pemindahtanganan BMN dan mengusulkan revisi PP atau RPP tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP K/L yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan.

10

http://bapsik.unila.ac.id/download/perencanaan/PMK%20&paparan%20sosialisasi%20revisi%20PMK%2007%20t
h%202014/PAPARAN%20PENGELOLAAN%20PNBP.pdf, hal.11.
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

19

Tarif PNBP dapat dikategorikan sebagai berikut :


1. Tarif Cost Minus
Tarif PNBP yang dikenakan kepada masyarakat adalah nol (gratis) atau lebih rendah
dibandingkan dengan biaya penyelenggaraan layanan (baik layanan dalam bentuk
barang, jasa atau administratif) yang disediakan pemerintah. Pengenaan tarif dengan
pendekatan ini umumnya diberikan pada pelayanan publik yang merupakan
kebutuhan mendasar bagi masyarakat, antara lain pendidikan dan kesehatan.
2. Tarif Cost Recovery
Penentuan tarif PNBP dengan menyamakan antara tarif dengan biaya
penyelenggaraan layanan (baik layanan dalam bentuk barang, jasa atau administratif)
yang disediakan pemerintah. Pengenaan tarif seperti ini umumnya dikenakan atas
layanan publik yang bukan merupakan kebutuhan dasar masyarakat, antara lain
laboratorium uji mutu dan gedung/balai pertemuan.
3. Tarif Cost Plus
Tarif PNBP ditetapkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penyelenggaraan
layanan (baik layanan dalam bentuk barang, jasa atau administratif) yang disediakan
pemerintah. Pengenaan tarif seperti ini umumnya dikenakan atas jasa pengaturan dan
pelayanan publik tertentu dimana masyarakat memperoleh manfaat yang besar dari
layanan yang diberikan dan/atau untuk melindungi kelestarian lingkungan/alam,
contoh di bidang pertambangan umum dan kehutanan.
Berdasarkan jenis penetapannya, tarif PNBP ditetapkan berdasarkan:
1. Tarif spesifik tarif PNBP ditetapkan dalam bentuk satuan mata uang tertentu.
2. Tarif advalorem tarif PNBP ditetapkan dalam bentuk persentase dari suatu
perhitungan tertentu
B. Mekanisme Pengelolaan dan Penatausahaan PNBP
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
dan peraturan pelaksanaannya menyatakan bahwa seluruh PNBP wajib disetor langsung
secepatnya ke Kas Negara11. Selain itu, seluruh PNBP dikelola dalam Sistem Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara12.
Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN 13.

11

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan
Pajak.
13
Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
12

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

20

Penerimaan K/L maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah tidak boleh digunakan langsung
untuk membiayai pengeluaran14.
Setiap K/L yang mempunyai PNBP baik PNBP Umum maupun PNBP Fungsional
wajib melaksanakan penatausahaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya.
Penatausahaan PNBP meliputi :
1. Tata cara pemungutan dan pencatatan
PNBP disetorkan ke rekening Kas Negara pada Bank/Pos Persepsi yang telah
ditunjuk Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) sebagai Bank
Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi mitra kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN), dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP). SSBP
merupakan dokumen sumber dalam penyetoran dan pencatatan penerimaan PNBP.
Dalam hal di suatu tempat tertentu tidak tersedia layanan Bank/Pos Persepsi,
penyetoran ke Kas Negara dapat dilakukan melalui Bandahara Penerimaan, dimana
Bendahara Penerimaan berkewajiban melakukan penyetoran secepatnya ke Kas
Negara. Bendahara Penerimaan dapat membuka rekening penerimaan pada Bank
Umum setelah mendapat persetujuan BUN dan berkewajiban untuk melakukan
penyetoran ke Rekening Kas Negara setiap akhir hari kerja saat PNBP diterima15,
kecuali dalam hal PNBP diterima pada hari libur/hari yang diliburkan atau tidak
terdapat Bank/Pos Persepsi yang tidak se-kota dengan Bendahara Penerimaan/
Bendahara Penerimaan Pembantu, penyetoran ke PNBP ke Kas Negara dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya16.
Dalam kondisi gerografis satuan kerja yang tidak memungkinkan melakukan
penyetoran setiap hari dan/atau jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi dengan
tempat/kedudukan Bendahara Penerimaan melampaui waktu 2 jam dan/atau biaya
yang dibutuhkan untuk melakukan penyetoran PNBP lebih besar daripada PNBP
yang diperoleh maka penyetoran ke Kas Negara dapat dilakukan secara berkala17.
Permohonan untuk melakukan penyetoran secara berkala dengan cara18:
a. Kepala satuan kerja dapat mengajukan permohonan untuk melakukan penyetoran
secara berkala atas PNBP yang diterima kepada Kepala Kantor Wilayah
14

Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan
Negara Bukan Pajak oleh Bendahara Penerimaan.
16
Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan
Negara Bukan Pajak oleh Bendahara Penerimaan.
17
Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan
Negara Bukan Pajak oleh Bendahara Penerimaan.
18
Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Bendahara Penerimaan.
15

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

21

Direktorat Jenderal Perbendaharaan disertai dengan penjelasan perlunya


penyetoran PNBP dilakukan secara berkala.
b. Permohonan paling sedikit dilengkapi dengan:
1) Alamat satuan kerja dan alamat Bank/Pos Persepsi tempat penyetoran PNBP
satuan kerja yang bersangkutan;
2) Penjelasan mengenai jarak tempuh, kondisi geografis, dan biaya yang
dibutuhkan untuk penyetoran;
3) Data jumlah realisasi PNBP, tanggal penerimaan, dan tanggal penyetoran
dalam tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya; dan
4) Usulan periode penyetoran PNBP secara berkala yang akan dilakukan oleh
satuan kerja.
Penyetoran secara berkala atas PNBP yang diterima oleh Bendahara
Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu harus mendapatkan izin dari Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Izin penyetoran secara berkala
dapat diberikan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan diberikan
dengan ketentuan paling sedikit dilakukan penyetoran satu kali dalam satu minggu19.
Satuan kerja penerima PNBP menerima SSBP baik yang berasal dari Wajib Pajak
atau melalui potongan Surat Perintah Membayar (SPM) maupun dari setoran
Bendahara Penerimaan. Satuan kerja melakukan pencatatan melalui Sistem Akuntansi
Instansi (SAI). Pencatatan dilakukan sesuai petunjuk yang ada pada aplikasi SAI.
2. Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran PNBP
Apabila terdapat kelebihan setor dan/atau kesalahan penyetoran maupun
kelebihan/kesalahan pemotongan dalam SPM, Wajib Bayar dapat mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP kepada Pimpinan Instansi
Pemerintah dengan menyertakan dokumen pendukung yang sah dan lengkap sesuai
dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-53/PB/2012
tentang Petunjuk Teknis Pengembalian Penerimaan Negara Pada Tahun Anggaran
Berjalan Melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-36/PB/2013 tentang Petunjuk Teknis
Pengembalian Penerimaan Negara Pada Tahun Anggaran Berjalan Melalui Rekening
Kas Umum Negara.

19

Pasal 6 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan
Negara Bukan Pajak oleh Bendahara Penerimaan.
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

22

3. Tata cara koreksi/perbaikan pembukuan terhadap PNBP yang telah disetor ke Kas
Negara, dapat dilakukan perbaikan/koreksi. Koreksi/perbaikan PNBP tersebut
dilakukan atas20:
a. Kesalahan kode Akun (Mata Anggaran Penerimaan);
b. Kesalahan kode unit organisasi;
c. Kesalahan fungsi, subfungsi, dan program; dan
d. Kesalahan lain yang tidak mempengaruhi kas.
Permintaan koreksi/perbaikan terkait dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) diajukan oleh Satuan Kerja/Kementerian Negara/Lembaga penerima PNBP,
Bank/Pos Persepsi, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan/KPPN atau
Direktorat Jenderal Anggaran kepada KPPN.
Berdasarkan permintaan koreksi/perbaikan tersebut, Kepala Seksi Persepsi/
Bendahara Umum KPPN menerbitkan Nota Penyesuaian untuk mendapatkan
persetujuan Kepala KPPN.
Nota Penyesuaian yang telah mendapat persetujuan Kepala KPPN berfungsi sebagai
dokumen sumber transaksi koreksi/perbaikan. Selanjutnya, petugas Supervisor/
Operator Seksi Persepsi/Bendahara Umum melakukan perbaikan data.
KPPN mengirim hasil perbaikan kepada satuan kerja penerima PNBP. Permintaan
perbaikan/koreksi PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar/Wajib Setor wajib
dilakukan melalui satuan kerja penerima PNBP, untuk selanjutnya satuan kerja
mengajukan permintaan perbaikan/koreksi ke KPPN.
4. Rekonsiliasi.
Bendahara Penerima harus menatausahakan dokumen sumber penerimaan yang
digunakan sebagai dasar pencatatan penerimaan negara dalam rangka penatausahaan
pendapatan negara pada kantor/satuan kerja di lingkungan K/L. Seluruh dokumen
sumber penerimaan negara dinyatakan sah setelah mendapat Nomor Transaksi
Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi
Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP).
Satuan kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyampaikan
pertanggungjawaban Penerimaan Negara. yang berupa berupa Laporan Realisasi
Anggaran yang dihasilkan melalui SAI21. Dengan demikian, satuan kerja PNBP harus
melakukan rekonsiliasi PNBP dengan Bendahara Umum Negara/KPPN.
Sebagian dana dari suatu PNBP dapat digunakan oleh instansi yang bersangkutan
untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut dengan tetap
20
21

ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/modul.../ Modul pengelolaan PNBP.


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara.

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

23

memenuhi ketentuan bahwa seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas
Negara dan seluruh PNBP dikelola dalam sistem APBN22. Besarnya bagian dana PNBP
yang dapat digunakan, ditetapkan oleh Menteri Keuangan23.
Kegiatan tertentu tersebut meliputi bidang-bidang kegiatan24:
1. penelitian dan pengembangan teknologi;
2. pelayanan kesehatan;
3. pendidikan dan pelatihan;
4. penegakan hukum;
5. pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu; dan
6. pelestarian sumber daya alam.
Instansi/satuan kerja dapat menggunakan sebagian dana PNBP setelah memperoleh
persetujuan dari Menteri Keuangan.25
Permohonan penggunaan PNBP diajukan oleh Pimpinan K/L yang bersangkutan
kepada Menteri Keuangan. Permohonan penggunaan PNBP paling sedikit dilengkapi
dengan26:
1. Tujuan penggunaan dana PNBP;
2. Rincian kegiatan pokok Instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP;
3. Jenis PNBP beserta tarif yang berlaku; dan
4. Laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan, serta perkiraan 2 (dua)
tahun mendatang.
Selanjutnya rencana penggunaan PNBP diteliti dan dibahas oleh Kementerian
Keuangan bersama-sama K/L dan dilakukan analisis atas kelayakan penggunaan PNBP
yang bersangkutan sebelum ditetapkan Menteri Keuangan.27

22

Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.
23
Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.
24
Pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.
25
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.
26
Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.
27
Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.
Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

24

Dana PNBP dapat digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu pada


satuan kerja bersangkutan dalam rangka pembiayaan28:
1. Operasional dana pemeliharaan; dan/atau
2. Investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.

IV.

PENUTUP
PNBP sebagai salah satu jenis penerimaan negara dari dalam negeri, memang harus
mendapat perhatian kita bersama. Usaha-usaha untuk meningkatkan PNBP ini harus terus
digalakkan. PNBP mempunyai arti dan peran yang sangat penting dalam pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional. Oleh karenanya,
diperlukan langkah-langkah pengadministrasian yang efisien agar penerimaan tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan
peraturan pelaksanaannya menyatakan bahwa seluruh PNBP wajib disetor langsung
secepatnya ke Kas Negara dan pengelolaannya dilakukan melalui Sistem Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Dengan demikian, semua penerimaan yang menjadi hak dan
pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBN. Penerimaan K/L dan Satuan Kerja Perangkat Daerah tidak boleh
digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. Setiap satuan kerja K/L yang mempunyai
PNBP baik PNBP Umum maupun PNBP Fungsional wajib melaksanakan penatausahaan
PNBP yang menjadi tanggung jawabnya.

28

Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

25

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Tahun 2014.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan
Negara Bukan Pajak oleh Bendahara Penerimaan.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan
Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara.

Internet
ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/modul.../ Modul pengelolaan PNBP.
http://bapsik.unila.ac.id/download/perencanaan/PMK%20&paparan%20sosialisasi%20revisi%20
PMK%2007%20th%202014/PAPARAN%20PENGELOLAAN%20PNBP.pdf.

Tulisan Hukum Seksi Informasi Hukum

26

Anda mungkin juga menyukai