Anda di halaman 1dari 6

NAMA : A.

RIFAD ALFAYED
NIM : 04020190681
HUKUM KEUANGAN NEGARA
Soal :
1. Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, sumber-sumber
penerimaan pemerintah atau cara-cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mendapatkan uang, pada
intinya dapat digolong dalam beberapa hal. Jelaskan.
2. Menurut Theodorus M. Tuanakotta (2009 ; 158-164), ada 5 (lima) sumber Kerugian Keuangan Negara
antara lain Pengadaan Barang dan Jasa. Jelaskan mengenai hal dimaksud.
3. A. Bahwa dalam rangka pengawasan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara dikenal dalam
beberapa bentuk pengawasan. Jelaskan.
B . Jelaskan kedudukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
4. Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Kerugian Keuangan Negara bila dikaji dalam aspek
hukum berada dalam rana hukum publik, hukum keuangan negara dan hukum pidana. Jelaskan pandangan
Djoko Sumaryanto (2009 ; 40) mengenai beberapa peristiwa yang dapat menimbulkan Kerugian Keuangan
Negara
5. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana dicita-citakan dalam alinea ke 4 (empat) Pembukaan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka dapat dibentuk Badan Layanan Umum dengan ketentuan harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan berlaku. Jelaskan persyaratan
dimaksud
6. A. Salah satu sumber penerimaan negara adalah PAJAK. Dengan Sistem Self Assesment, setiap Wajib
Pajak diberi kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung utang Pajaknya sendiri, dan melaporkan
hasil perhitungan Pajaknya kepada petugas Pajak, Wajib Pajak dibedakan atas 2 (dua) golongan. Jelaskan
hal dimaksud
B. Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4),
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jelaskan mengenai fungsi NPWP

JAWAB :
1. Penerimaan dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima oleh negara dalam bentuk penerimaan
perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan pemerintah dari dalam negeri berasal dari minyak
bumi, gas alam (migas) dan nonmigas. Penerimaan dari sektor tersebut digunakan pemerintah untuk
menutup pengeluaran rutin pemerintah. Penerimaan pemerintahan dari sektor nonmigas terdiri atas pajak
dan nonpajak.

Penerimaan perpajakan
 Penerimaan perpajakan adalah semua bentuk penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak
perdagangan internasional. Pajak dalam negeri, terdiri atas: 
1. Pajak Penghasilan yang terdiri atas migas dan nonmigas
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
5. Cukai
6. Pajak Lainnya

Pajak perdagangan internasional, terdiri atas:


1. Bea masuk
2. Pajak / pungutan ekspor

Penerimaan bukan pajak


 
Penerimaan bukan pajak adalah semua bentuk penerimaan yang diterima negara dalam bentuk penerimaan dari
sumber daya alam, bagian pemerintah dari laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan penerimaan negara
bukan pajak lainnya. Penerimaan bukan pajak yang berasal dari:
 
    1) Penerimaan sumber daya alam, antara lain:
 
        a) Minyak bumi
 
        b) Gas alam
 
        c) Pertambangan umum
 
        d) Perikanan
 
    2) Bagian Laba BUMN
 
    3) Penerimaan bukan pajak Lainnya

Hibah 
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri,
sumbangan swasta dan pemerintah luar negeri..
2, Kerugian keuangan negara yang dimaksud disini adalah marakahnya praktik korupsi dalam pengadaan barang
oleh negara sperti penggelembungan harga, Mengurangi kuantitas dan atau kualitas barang dan jasa, serta
kolusi antara penyedia dan pengelola pengadaan. Ini membuat beberapa kasus Korupsi semacam ini menjadi
sangat marak di Indonesia, dikarenakan kuranganya pengawasan serta tekanan dari pihak apparat negara dalam
menindak kasus ini.

3. A. Pengawasan Keuangan adalah pemeriksaan terhadap penyelenggaraan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) serta dana/bantuan pihak ketiga yang sedang berjalan (Current Audit), dan atau yang telah
direalisasikan beserta neraca (Post Audit) yang meliputi Audit Ketaatan (terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku), Audit Keuangan (dengan menggunakan standar akuntansi yang berlaku), dan Audit
Operasional (apakah pengelolaan APBN telah dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif);

b. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Dalam
ketentuan tersebut, BPKP adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang dipimpin oleh seorang Kepala dan
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.

4. terhadap pengertian keuangan negara dilakukan pengkajian melalui berbagai pendekatan sebagai berikut :
1)    Pendekatan Teoritis :
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban segala yang bernilai uang, demikian pula segala sesuatu
yang dapat dinilai dengan uang berhubungan dengan pelaksanan hak dan kewajiban tersebut.[3]
2)    Pendekatan Juridis :
Pendekatan ini mengacu pada peraturan perundang-undangan. Antara lain :
a)    Tambahan Lembaran Negara Nomor 2776 menetapkan bahwa dengan keuangan negara tidak hanya
dimaksud uang negara, tetapi seluruh kekayaan negara termasuk didalamnya segala bagian harta milik
kekayaan itu, dan segala hak serta kewajiban yang timbul baik kekayaan itu berada dalam penguasaan
dan pengurusan para pejabat dan atau lembaga-lembaga yang termasuk pemerintahan umum maupun
berada dalam penguasaan dan pengurusan bank-bank pemerintah, yayasan-yayasan pemerintah dengan
status hukum publik maupun hukum perdata, perusahaan-perusahaan dan usaha-usaha dimana
pemerintah mempunyai kepentingan khusus serta dalam penguasaan dan pengurusan pihak lain
berdasarkan perjanjian dengan penyertaan pemerintah maupun penunjukan dari pemerintah.
b)    Undang-undang Nomor 5 tahun 1973
Dalam penjelasan Pasal 2 tersirat bahwa ruang lingkup tanggung jawab kaunagan negara termasuk
antara lain pelaksanaan APBN, APBD serta Anggaran Perusahaan Milik Negara hakekatnya seluruh
kekayaan negara 
3)    Pendekatan Historis
Mengacu pada pendapat fraksi-fraksi di DPR pada saat pembahasan rancangan Undang-undang (RUU)
tentang BAPEKA (BPK) yang kemudian manjadi Undang-undang nomor 5 tahun 1973.
Dalam Risalah nomor 39 mengenai perubahan RUU disebutkan :
–          pada dasarnya pemerintah sependapat bahwa APBN hanyalah sebagian dari keuangan
negara ;
–          rumusan keuangan negara tidak dimuat dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1973,
karena pemerintah sedang menyiapkan dan menyusun RUU Perbendaharaan negara dimana
didalamnya diharapkan akan ada rumusan tentang keuangan negara.
4)    Pendekatan Praktis
Pendekatan ini mengacu pada kalangan praktisi hukum yang menafiskan pengertian keuangan negara
dalam arti luas, dengan bukti bahwa berbagai tuntutan jaksa dan atau putusan hakim (Pengadilan
Negeri) dalam perkara-perkara tertentu menyatakan bahwa suatu tindakan atau perbuatan seseorang
nyata-nyata telah merugikan, seorang tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan pelaksanaan
APBN.[4] 
Dalam menyelesaikan kasus-kasus yang merugikan negara/daerah terlebih dahulu harus dibedakan 4
(empat) perkara sebagai berikut :
–          apakah kerugian negara tersebut merupakan tindakan kejahatan/pelanggaran hukum yang
telah dilakukan ;
–          apakah kerugian negara yang ditimbulkan karenanya dan selanjutnya perlu diteliti, apakah
kerugian negara tidak menyebabkan kekurangan perbendaharaan ;
–          apakah kerugian negara tersebut merupakan kekurangan perbendaharaan ;
–          apakah kekurangan perbendaharaan yang terjadi itu diluar kesalahan/kelalaian
bendaharawan.[5]
 
Setelah mendapatkan keyakinan bahwa hal dimaksud merupakan kerugian negara, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui kerugian negara yang dapat dituntut.
a)    Atas dasar persetujuan para pihak (damai) :
–          persetujuan diadakan sebelum terjadi kerugian, dasar hukumnya kontrak/perjanjian yang
ditandatangani keduabelah pihak  ;
–          persetujuan diadakan setelah kerugian, diupayakan untuk membuat Surat Keterangan
Tanggung jawab mutlak/Surat Pernyataan, dasar hukumnya diatur dalam Pasal 1233, 1320,
1321 dan Pasal 1338 BW (Burgerlijk Wetboek).
b)    Atas dasar Hukum Administrasi Perbendaharaan :
–          proses melalui tuntutan perbendaharaan, dasar hukumnya :
untuk APBN berdasarkan Pasal 77 dan Pasal 79 UUPI/ICW jo Pasal 36 sampai dengan Pasal
39 IAR ;
untuk APBN berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1975.
–          proses melalui tuntutan Ganti Rugi, dasar hukumnya :
untuk APBN berdasarkan Pasal 74 UUPI/ICW dan Pasal 2 Stb 1904 Nomor  241 ;
untuk APBD berdasarkan Pasal 50 ayat (1) Peraturan Pemerintah  Nomor 5 tahun 1975 ;
untuk BUMN berdasarkan Pasal 13 Undang-undang nomor 19 Prp tahun 1960
c)    Atas dasar Hukum Pidana
–          Pidana Biasa, dasar hukumnya Pasal 98 KUHAP sampai dengan Pasal 101 KUHAP,
khusus perbankkan berdasarkan Pasal 49 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 7 tahun
1992 tentang Perbankkan, dan Pasal 85 ayat (3) Undang-undang nomor 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas ; 
–          Pidana Khusus, dasar hukumnya Pasal 34 huruf c Undang-undang Nomor : 3 tahun 1971
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d)    Atas Dasar Hukum Perdata
Proses tuntutan ganti rugi melalui Pengadilan Negeri, dasar hukumnya antara lain Pasal 1246, Pasal
1365, dan Pasal 1367 BW
e)    Atas Dasar Hukum Khusus,
Proses penagihan piutang macet oleh Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) berdasarkan Undang-
undang nomor 49 Prp tahun 1960 atau penagihan dilakukan oleh Jaksa Agung Muda bidang Perdata
dan Tata Usaha Negara berdasarkan Keputusan Presiden nomor 55 tahun 1991.
f)     Atas dasar Hukum Kepegawaian
 
Proses hukuman disiplin oleh instansi yang bersangkutan, dasar hukumnya Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun
1980.
 
Sehingga yang dimaksud dengan Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang
dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
a.    Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara,
baik di tingkat pusat maupun di daerah ;
b.    Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, yayasan,
badan hukum, dan perusahan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
 
Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik tingkat
pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bertujuan
memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
 
Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi terdiri dari dua suku kata yaitu tindak pidana dan korupsi,
adapun istilah tindak pidana merupakan sitilah tehnis yuridis yang berasal dari kata dalam bahasa belanda Strafbaar
feit  atau Delict yang berarti perbuatan yang dilarang oleh peraturan hukum pidana dan ditentukan sanksi pidananya
bagi siapa saja yang melanggarnya. Menurut kepustakaan hukum pidana istilah Strafbaar feit atau delict ini ada
yang diterjemahkan dengan istilah-istilah :
1.    ”Peristiwa Pidana”
2.    ”Perbuatan Pidana
3.    ”Perbuatan yang boleh dihukum
4.    ”Pelanggaran Pidana

5. a. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b. pola tata kelola
c. rencana strategis bisnis
d. laporan keuangan pokok
e. standar pelayanan minimum
f. laporan audit terakhir atau penyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

6. A. Pajak Subjektif, adalah pajak yang diambil dengan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan
subjek pajak atau wajib pajak. Kondisi yang dimaksud seperti status kawin atau tidak kawin,
mempunyai tanggungan keluarga atau tidak. Pajak ini berlaku untuk setiap wajib pajak yang tinggal di
Indonesia. Sementara itu, WNA (Warga Negara Asing) yang tinggal di Indonesia dikenakan wajib
pajak jika memiliki keterikatan ekonomi serta bisnis dengan Indonesia. Contoh pajak subjektif adalah
pajak penghasilan dan pajak kekayaan.
B. Pajak Objektif, pajak yang diambil hanya berdasarkan kondisi objek, tanpa memperhatikan kondisi
dari wajib pajak. Pajak objektif dikenakan pada seorang WNI (Warga Negara Indonesia) jika
penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pajak
yang masuk dalam pajak objektif adalah pajak impor, pajak kendaraan bermotor (PKB), PPN, bea
materai, serta bea masuk

Anda mungkin juga menyukai