Anda di halaman 1dari 8

RMK AUDIT SEKTOR PUBLIK

KELOMPOK 10

“AUDIT KEUANGAN: PENERIMAAN”

DISUSUN OLEH :

1. Chintia Rahma Gusti (1502116016)

2. Dian Juweni Putri (1502120527)

3. Nurfina Alfiani (1502122085)

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU
2018

AUDIT KEUANGAN : PENERIMAAN


1. Penerimaan Negara

Pada dasarnya, penerimaan negara terbagi atas 2 jenis penerimaan, yaitu penerimaan dari
pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Menurut UU no. 20 tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak, PNBP adalah seluruh
penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

UU tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP meliputi:

a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah


b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam
c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan
d. Penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan pemerintah, penerimaan berdasarkan
putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi
e. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah penerimaan lainnya yang
diatur dalam undang-undang tersendiri.

Selanjutnya, pasal 2 ayat (2) UU PNBP menyatakan bahwa kecuali PNBP yang
ditetapkan dengan undang-undang, jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Artinya diluar jenis PNBP
teruarai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui UU. Dalam melaksanakan ketentuan
tersebut, pemerintah menetapkan peraturan pemerintah No. 73 tahun 1999 tentang tata cara
penggunaan PNBP yang bersumber dari kegiatan tertentu. Menurut pasal 4 ayat (3) PP tersebut,
kegiatan tertentu ini meliputi bidang-bidang kegiatan:

a. Penelitian dan pengembangan teknologi


b. Pelayanan kesehatan
c. Pendidikan dan pelatihan
d. Penegakan hukum
e. Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu
f. Pelestarian sumber daya alam
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Sektor Publik
Pemungutan terjadap berbagai jenis penerimaan negara memiliki berbagai aturan baik di
kementerian dalam negeri (kemendagri) maupun kementerian keuangan (kemenkeu). Audit atas
PNBP memiliki tujuan untuk mengetahui dan menilai:
a) Apakah setiap PNBP yang telah dimuat dalam rencana penerimaan pada setiap
departeemen/ lembaga pemerintah non departemen mempunyai landasan hukum dan
telah dipungut sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan dan disetorkan ke kas negara
dengan tertib.
b) Apakah realisasi PNBP mencapai target yang telah ditetapkan dalam DIKS.
c) Apakah semua PNBP pada setiap departemen/ lembaga pemerintah non pemerintah telah
ditatusahakan dan dilaporkan serta dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan
perundang – undangan.
Pemeriksaan terhadap PNBP dilakukan kepada satuan unit kerja pada semua
Kementerian/ Lembaga pemerintah non departemen yang memiliki PNBP, terutama pada unit
kerja:
1) Biro Keuangan Kementerian Keuangan.
2) Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
3) Direktorat Jenderal pada Kementrian Teknis yang bersangkutan.
4) Biro Keuangan pada Kementrian Teknis yang bersangkutan
5) Lembaga/ Satuan Kerja Unit Penghasil/Unit Pelaksana Teknis (UPT)
6) Biro lelang, Biro Informasi dan Hukum pada Direktorat Jenderal Piutang Lelang
pemeriksaan diarahkan pada kegiatan yang meliputi:
a) Perencanaan
b) Penetapan
c) Peraturan pendukung
d) Pemungutan dan penyetoran
e) Penatausahaan
f) Pelaporan dan pertanggungjawaban.

3. Objek dan subyek PNBP


PNBP dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kelompok, yaitu:
a) Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah, yaitu: penerimaan jasa
giro, anggaran belanja pegawai, belanja barang modal dan sebagainya.
b) Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam, yaitu:royalti di bidang perikanan,
royalti di kehutanan dan royalti di bidang pertambangan.
c) Penerimaan dari hasil – hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, yaitu:
dividen, bagian laba pemerintah,, dana pembangunan semesta dan hasil penjualan saham
pemerintah.
d) Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakn pemerintah, yaitu: pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan pelatihan, pemberian hak paten, merek, hak
cipta, pemberian visa dan paspor, serta pengelolaan kekayaan negara yang telah
dipisahkan.
e) Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda
administrasi, yaitu: lelang barang rampasan dan denda.
f) Penerimaan negara hibah yang merupakan hak pemerintah, yaitu: bantuan hibah dan atau
sumbangan dari dalam dan luar negeri, baik swasta mapun pemerintah. Hibah dalam
bentuk natural yang digunakan secara langsung untuk mengatasi keadaan daruratseperti
bencana alam atau wabah penyaki, tidak dicatat dalam APBN.
g) Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang – undang tersendiri.
Kecuali jenis penerimaan negara bukan pajak yang ditetapkan dengan undang -undang,
jenis penerimaan negara bukan pajak yang tercakup dalam kelompok tersebut diatas ditetapkan
dengan perturan pemerintah. Sesuai dengan perundangan yang berlaku: obyek dan subyek PNBP
dikelompokkan dalam dua jenis yaitu:
a) Jenis jenis PNBP yang berlaku di semua departemen dan lembaga non
departemen, meliputi:
1) Sisa anggaran belanja pegawai, belanja modal dan sebagainya.
2) Hasil penjualan barang/ kekayaan negara.
3) Hasil penyewaan barang/ kekayaan negara.
4) Hasil penyimpanan uang negara (jasa giro).
5) Ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi).
6) Denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah.
7) Hasil penuualan dokumen lelang.
b) Jenis – jenis PNBP yang terdapat pada departemen teknis yang bersangkutan,
meliputi penerimaan negara yang dipungut oleh masing – masing departemen/
lembaga pemerintah non departemen yang berkaitan dengan penyelenggaran
tugas – tugas dan pemberian kemudahan – kemudahan sesuai dnegan bidang
masing tugas..
4. Pengendalian Transaksi PNBP

Penerimaan Negara Bukan Pajak harus memiliki payung hukum berupa peraturan
perundang-undangan di tingkat nasional maupun daerah. Dalam peraturan tersebut
mencamtumkan berbagai hal seperti pentingnya dilakukan pemungutan PNBP tersebut, tata cara
pemungutan, pengoranisasian, pencatatan, pencatatan hingga besaran tarif yang dikenakan.

Pada beberapa kementrian atau lembaga yang mengelola suatu jenis pnbp, memiliki karakteristik
yang berbeda antara PNBP pada suatu kementrian atau lembaga dan kementrian atau lembaga
yang lain. Penentuan jumlah PNBP yang terutang dilakukan dengan cara (Murwanto,2007):

a. Ditetapkan oleh Instansi Pemerintah


b. Dihitung sendiri oleh Wajib Bayar

Kewajiban membayar PNBP untuk jenis yang dihitung sendiri akan kadaluarsa setelah 10
tahun terhitung sejak saat terutangnya PNBP yang bersangkutan.

5. Proses Audit PNBP

Proses audit PNBP terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan pendahuluan, dalam rangka
memperoleh informasi/data yang bersifat umum mengenai kegiatan dari obyek/instansi atau
obyek yang diperiksa, yang dilakukan secara terus-menerus sepanjang tahun oleh auditor yang
membidangi tugas pemeriksaan atas Kementrian/lembaga negara yang mengelola PNBP.

Dokumen yang diperiksa adalah dokumen yang dihimpun oleh masing-masing unit kerja,
berupa dokumen pertanggungjawaban keuangan negara yang berkaitan dengan PNBP yang
dikirim oleh Kementrian Keuangan, Kementrian/Lembaga Pemerintah Non Kementrian dan
Sekretariat Jendral/Panitera Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Perusahaan Negara sesuai
dengan Inpres No.1 Tahun 1999 tanggal 31 Maret 1999 (Murwanto,2007).
Kemudian kedua, pengujian terbatas dilakukan atas semua unsur-unsur sistem
pengendalian manajemen, namun tidak selamanya semua unsur sistem manajemen dilaksanakan
oleh setiap instansi yang mengelola/mengurus PNBP, karena tergantung pada tugas dan
fungsinya, contohnya unit pelaksana teknis yang ditunjuk untuk memungut PNBP tidak memiliki
fungsi dan atau tugas untuk menetapkan/menyusun target penerimaan PNBP, sehingga unsur
perencanaan merupakan tugas unit kerja lain.

Langkah-langkah pemeriksaan yang dilakukan dalam pengujian terbatas atas sistem


pengendalian manajemen meliputi:

1. Organisasi
a. Periksa apakah pelaksanaan pengurusan/pengelolaan PNBP (pungutan, penyetoran,
penatausahaan dan pelaporan) dilaksanakan oleh unit organisasi yang ditunjuk.
b. Apakah pelaksanaan tugas-tugas pengurusan/pengelolaan PNBP dilaksanakan
berdasarkan pembagian tugas yang ada dalam organisasi, dan tidak perangkapan
jabatan yang melemahkan pengendalian intern.
c. Teliti kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada organisasi dan para pejabat
yang bertanggung jawab dapat terlaksana/berjalan dalam melaksanakan tugas-
tugasnya.
2. Kebijaksanaan
a. Periksa apakah jenis PNBP yang dipungut oleh instansi pelaksana sesui dengan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pimpinan instansi dan kebijaksanaan umun
yang berlaku untuk penentuan jenis PNBP yang akan dipungut.
b. Periksa apakah penentuan besarnya tarif yang dipungut sudah memperhatikan
kebijaksanaan umun dan kebijaksanaan yang diterapkan oleh pimpinan instansi.
Periksa pula bahwa kebijaksanaan pimpinan instansi tidak bertentangan dengan
kebijaksanaan diatasnya/kebijaksanaan umum.
c. Teliti bahwa pengurusan/pengelolaan (pungutan, penatausahaan, penyetoran dan
pelaporan) PNBP itu telah sesuai/memperhatikan kebijaksanaan yang ditetapkan.
d. Periksa apakah terdapat hambatan-hambatan dalam melaksanakan
pengurusan/pengelolaan PNBP yang disebabkan oleh kebijaksanaan yang diterapkan.
3. Perencanaan
a. Periksa penentuan jenis PNBP yang akan dikelola oleh auditan sudah didasarkan
kepada perundang-undangan yang berlaku, minta dan pelajari dasar hukum
pemungutan atas jenis-jenis PNBP tersebut.
b. Periksa apakah dalam menentukan rencana penerimaan dari jeni PNBP itu sudah
melibatkan isntansi yang berwenang.
c. Teliti apakah dalam penentuan target penerimaan setiap jenis PNBP sudah
mempertimbangkan unsur-unsur terkait.
4. Prosedur Kerja
a. Periksa apakah peraturan besar tarif pungutan PNBP sudah mengikuti prosedur yang
ditetapkan.
b. Teliti apakah pelaksanaan pungutan, penatausahaan, penyetoran dan pelaporan hasil
PNBP sudah sesuai dengan prosedur kerja yang ditentukan.
c. Teliti bahwa prosedur kerja dalam pemgelolaan pungutan, penyetoran, penatausahaan
dan pelaporan PNBP tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur masalah tersebut.
d. Identifikasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam melaksanakan prosedur kerja dan
pelajari sebab dan akibatnya.
5. Pencatatan/pelaporan
a. Teliti apakah bendaharawan pengelola PNBP telah diangkat oleh pejabat yang
berwenang.
b. Teliti apakah setiap jenis PNBP yang dikelola telah dibuatkan buku-buku catatan.
c. Teliti apakah pencatatan dilakukan dengan cermat, tepat waktu dan akurat.
d. Teliti apakah instansi pengelolaan PNBP telah memiliki standar pelaporan PNBP.
e. Teliti apakah pelaporan PNBP dapa tmemberikan informasi yang diperlukan oleh
pejabat yang berwenang.
f. Teliti apakah pelaporan yang dibuat telah dapat berfungsi sebagai sistem
pengendalian.
6. Pemeriksaaan APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah)
a. Periksa apakah APIP telah melakukan pemeriksaan atass PNBP yang bersangkutan,
teliti atau bahas LAPIP jika telah dilakukan pemeriksaan .
b. Periksa apakah hasil pemeriksaan sebelumnya yang nilainya cukup material telah
ditindaklanjuti oleh Kementrian/lembaga yang bersangkutan. Apabila belum
ditindaklajuti, teliti apa sebabnya.
c. Teliti apakah dalam pemeriksaan tahun berjalan ditemukan masalah yang sama
(masalah berulang).

Apabila masalah-masalah tersebut muncul, maka dapat disimpulkan bahwa sistem


pengendalian auditan lemah, sehingga perlu dilakukan pengujian terinci atas hal tersebut guna
menetapkan dan menambah jumlah nilai penyimpangan (menambah nilai/materialitas temuan)
dan menentukan penyebab sebenarnya, yaitu apakah peraturan perundangan yang sudah tidak
memadai atau masalah lain yang terkait dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dan yang terakhir adalah pengujian terinci, Pengujian terinci dilakukan oleh unit
pelaksana teknis dan atau pada bendaharawan yang ditunjuk untuk melakukan pungutan,
penyetoran, penatausahaan, pertanggungjawabandan pelaporan hasil dari pelaksanaan kegiatan
PNBP.

Tahap kegiatan ini merupakan kelanjutan dari pengujian terbatas yang mencakup:
1. Menganalisa dan mengevaluasi secara mendalam atas berbagai kelemahan dan
permasalahan.
2. Mengusahakan memperoleh bukti-bukti secara lengkap dan akurat
3. Mendiskusikan secara tuntas hal-hal penting yang bermasalah dengan pihak yang
bertanggungjawaban.
4. Menyusun Lembaran Temuan Pemeriksaan.

DAFTAR PUSTAKA

Murwanto, Rahmadi dkk. 2011. Audit Sektor Publik, Suatu Pengantar Bagi Pembangunan
Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Jakarta: Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan
Akuntansi pemerintah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan
RI.
Utary, Anis Rachma dan M. Iqbal. 2014. Audit Sektor Publik. Yogyakarta: Interpena.

Anda mungkin juga menyukai