Pengeluaran/BPP
2. PAJAK PENGHASILAN
a. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek pajak dalam pajak penghasilan, terdiri dari
orang pribadi, badan dan Badan Usaha Tetap (BUT). Berdasarkan Pasal 4 ayat (1),
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan, yang
menjadi objek pajak penghasilan adalah “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”. Cara menghitung
Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah penghasilan
neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Tarif pajak yang diterapkan
atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah
berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan.
b. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. Berdasarkan subjeknya Pajak
Penghasilan Pasal 21, dibedakan menjadi dua yakni untuk yang berprofesi sebagai
Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya, dan yang tidak berprofesi sebagai
Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya. Golongan tersebut, kemudian
diklasifikasikan berdasarkan sumber penghasilannya, yakni untuk golongan Pejabat
Negara, PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya, dibedakan atas penghasilan tetap dan
teratur dengan penghasilan yang tidak tetap dan tidak teratur, sedangkan untuk yang
tidak berprofesi sebagai Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya, dibedakan
atas penghasilan tetap dan teratur, penghasilan yang tidak tetap dan tidak teratur, dan
penghasilan dari jasa.
c. PPh Pasal 22 adalah hal-hal yang berkenaan dengan penyerahan barang yang dibeli dari
sumber dana APBN/APBD. Pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan pemungutan
terhadap PPh Pasal 22, antara lain Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat
Penerbit Surat Perintah Membayar (SPM) yang mendapat pendelegasian dari KPA,
Bendaharawan Pemerintah Pusat maupun Daerah, BHMN/BLU/BUMN/BUMD yang
melakukan pembayaran atas pembelian barang yang dibiayai dari APBN/APBD, dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
d. Bendahara pemerintah pusat/daerah bertindak sebagai pemotong Pajak Penghasilan
Pasal 23, atas pembayaran yang dilakukan yang sumber dananya berasal dari
APBN/APBD.
e. Bendahara berhak melakukan pemotongan PPh Pasal 26 terhadap Wajib Pajak Luar
Negeri (WPLN) yang memperoleh pembayaran, yang mana pembayaran tersebut berasal
dari APBN/APBD. Pemotongan tersebut dilakukan oleh bendahara yang melakukan
pembayaran, baik itu bendahara pemerintah pusat maupun bendahara pemerintah
daerah. PPh Pasal 26 dikenakan kepada Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN), baik itu orang
pribadi maupun badan, selain Badan Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari
Indonesia. Pembayaran yang sumber dananya dari APBN/APBD dikenakan pemotongan
pajak berdasarkan PPh Pasal 26, dengan tarif pajak sebesar 20% dari jumlah bruto yang
diterima oleh Wajib Pajak luar negeri.
f. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) terdiri dari pajak penghasilan atas penghasilan berupa
sewa tanah dan/atau bangunan, PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan, dan usaha jasa konstruksi. Pajak penghasilan atas
penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan dipotong oleh bendahara atas
pembayaran yang sumber dananya dari APBN/APBD, dilakukan terhadap semua nilai
pembayaran atau jumlah bruto nilai persewaan yaitu semua jumlah yang dibayarkan
atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apa pun juga yang
berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan,
biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan ”service charge” baik
yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. Besarnya PPh yang
dipotong adalah 10% baik atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak badan
maupun orang pribadi dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
g. PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dipotong
oleh bendahara dalam melaksanakan pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan atas beban APBN/APBD dilakukan sesuai dengan nilai yang disepakati
atau jumlah bruto nilai penjualan atau pengalihan hak. Jumlah bruto nilai penjualan atau
pengalihan hak adalah nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak
termasuk bunga, pungutan dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi pembeli
dibandingkan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan.
h. Dalam rangka menyederhanakan pengenaan Pajak Penghasilan dari usaha jasa
konstruksi dan memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi
Wajib Pajak, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
2022 tentang Perubahan PP No.51 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi. Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi,
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
3. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH
a. Undang-Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2021.
b. Objek pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang/jasa oleh bendahara adalah
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh
PKP Penyedia barang/jasa, pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP)
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. PPn BM hanya dipungut oleh
bendahara dalam hal PKP Penyedia Barang/Jasa adalah pabrikan dari BKP yang tergolong
mewah.
c. Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah BKP dan JKP, kecuali undang-undang
menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Berdasarkan UU No 7 Tahun 2021 tarif PPN diatur sebagai
berikut i. sebesar 11% (sebelas persen) mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
ii. sebesar 12% (dua belas persen) mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari
2025
4. BEA METERAI
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian terhadap pengenaan
bea meterai atas dokumen yang ditulis di atas kertas. Pada dasarnya, bea meterai terutang
pada saat dokumen tersebut selesai dibuat atau pada saat dokumen tersebut selesai
digunakan. Pihak yang terutang bea meterai adalah pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. Pelunasan
bea meterai terhadap dokumen yang terutang bea meterai dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain menggunakan benda meterai/meterai tempel, menggunakan kertas
meterai/kertas segel, dan menggunakan mesin tera bea meterai (taxograph).
Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan bea meterai yang dilakukan
oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum dilunasi
sebagaimana mestinya. Pelanggaran dalam pelunasan bea meterai terjadi sebagai akibat
dari pelanggaran formal dan pelanggaran material. Sanksi terkait dengan bea meterai ini
mencakup sanksi administrasi dan sanksi pidana. Kewajiban pemenuhan bea meterai dan
denda administrasi yang terutang mempunyai daluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun
sejak tanggal dokumen dibuat, kecuali untuk kuitansi.
3. SIMULASI PEMBUKUAN
a. Pembukuan bendahara pengeluaran diawali dari BKU, buku pembantu, selanjutnya ke
buku pengawasan anggaran.
b. SP2D UP dibukukan di BKU, Buku Pembantu Bank, dan Buku Pembantu UP.
c. Berita acara pemeriksaan kas dan rekonsiliasi dibuat setiap bulan. Rekonsiliasi internal
membandingkan data UP menurut bendahara pengeluaran dengan UAKPA.
d. Pemeriksaan kas meliputi pemeriksaan saldo pembukuan dan pemeriksaan saldo kas.