Program Pengungkapan
Sukarela (UU HPP)
UU No 7 Tahun 2021
Frederick Y. Giovanni S.
Update Undang-Undang
Harmonisasi Perpajakan
UU No 7 Tahun 2021
Program Pengungkapan Sukarela (Tax Amnesty II)
Program Pengungkapan Sukarela (Tax Amnesty II)
Ketentuan Umum
1. WP orang pribadi yang baru memperoleh NPWP tahun 2022 dan belum pernah menyampaikan SPT Tahun 2020 tetap
boleh mengikuti program ini dengan syarat melaporkan SPT Tahun 2020 dengan harta yang bersumber dari
penghasilan pada Tahun Pajak 2020. Selanjutnya, Harta Bersih yang dimiliki selain yang diperoleh dari penghasilan
tahun 2020 boleh dilaporkan melalui Program Pengungkapan Sukarela.
2. WP Orang Pribadi boleh mengikuti skema I dan skema II dalam Program Pengungkapan Sukarela. WP Badan Usaha
hanya boleh mengikuti Program Pengungkapan Sukarela skema I, yaitu pengungkapan harta yang belum diungkapkan
dalam program Tax Amnesty I (harta yang diperoleh sejak 1985 – 2015).
3. Apabila WP Orang Pribadi melakukan pembetulan SPT tahun 2020 setelah UU ini diundangkan, maka SPT Tersebut
dianggap tidak sah.
4. WP yang sedang dalam pemeriksaan, penyidikan, atau hukuman pidana perpajakan tidak bisa mengikuti Program
Pengungkapan Sukarela untuk tahun yang sedang diperiksa.
Program Pengungkapan Sukarela (Tax Amnesty II)
Step 1 : Membuat List Harta & Hutang
DASAR PEDOMAN NILAI HARTA
1. Kas atau Setara Kas : Sesuai dengan nilai nominal
2. Tanah dan Bangunan : Nilai Jual Objek Pajak yang tertera pada PBB
3. Kendaraan Bermotor : Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang tertera pada STNK/BPKB
4. Emas & Perak : Nilai Jual PT. Aneka Tambang Tbk.
5. Saham & Waran (tbk) : Nilai Jual yang dipublikasikan oleh PT. Bursa Efek Indonesia.
6. Saham PT Tertutup : Nilai Nominal yang diterbitkan oleh perusahaan.
7. SBN, Sukuk, dan Obligasi : Nilai Nominal yang diterbutkan oleb perusahaan.
CATATAN
1. Nilai Harta bersih yang dilaporkan adalah nilai harta dikurangi dengan nilai hutang sesuai dengan kondisi pada
akhir Tahun pajak yang terakhir.
2. Untuk pengakuan jenis harta lain yang tidak diatur diatas, maka penentuan nilai harta diakui berdasarkan nilai
dari hasil penilaian kantor jasa penilai publik (aktuaris).
3. Apabila berdasarkan penelitian ditemukan ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan
keadaan yang sebenarnya, maka pengakuan harta tersebut dapat dibatalkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
SANKSI
Apabila wajib pajak lalai dalam melakukan kedua hal diatas, maka wajib pajak akan menerima sanksi sebesar:
6% x 1.000.000.000 = 60.000.000
Ternyata, hingga tanggal 30 September 2023 hanya menginvestasikan 40% dari harta bersihnya. Apabila DJP
menerbitkan SKPKB pada tanggal 30 Oktober 2023, maka besaran sanksi administrasinya adalah:
1. Bagian harta bersih yang tidak diinvestasikan ke SBN: 60% x 1.000.000.000 = 600.000.000
2. Tambahan PPH Final: 4,5% x 600.000.000 = 27.000.000
Apabila Pak Andi dengan kesadarannya sendiri menyetorkan tambahan PPH Final, maka besarannya adalah:
1. Bagian harta bersih yang tidak diinvestasikan ke SBN: 60% x 1.000.000.000 = 600.000.000
2. Tambahan PPH Final: 3% x 600.000.000 = 18.000.000
Program Pengungkapan Sukarela (Tax Amnesty II)
Kenapa harus ikut Program Pengungkapan Sukarela
1. WP yang telah mengikut Program Pengungkapan Sukarela tidak akan diterbitkan ketetapan pajak tahun 2016-
2020 kecuali ditemukan data dan/atau informasi lain mengenai harta.
2. Data dan informasi yang berasal dari program ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan,
dan/atau tuntutan pidana.
3. Apabila ditemukan harta lain yang belum dilaporkan dalapm Program Pengungkapan Sukarela akan dikenai PPH
Final dengan tarif sebesar 30% dan sanksi denda administrative.
Ternyata, ditemukan harta senilai 100 Juta yang tidak dilaporkan dalam Program Pengungkapan Sukarela. Apabila
DJP menerbitkan SKPKB pada tanggal 4 Februari 2023, maka besaran sanksinya adalah:
1. PPH Final Tambahan untuk harta yang baru ditemukan: 30% x 100.000.000 = 30.000.000
2. Tambahan Sanksi Bunga Administrative: 1% x 2 bulan x 30.000.000 = 600.000
3. Total jumlah yang harus dibayarkan adalah 30.600.000.
▪ Pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN diberikan agar lebih mencerminkan keadilan
dan tepat sasaran, serta dengan tetap menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha.
▪ Pengaturan kembali barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN, meliputi
makanan/minuman karena merupakan objek PDRD, uang/emas batangan/SBN, jasa keagamaan,
jasa kesenian/hiburan objek PDRD, jasa perhotelan objek PDRD, jasa pemerintahan, jasa parkir
objek PDRD, dan jasa boga/catering objek PDRD.
▪ Pengaturan kembali rincian kriteria fasilitas PPN, semula terdapat 15 kriteria fasilitas PPN,
menjadi 10 kriteria fasilitas PPN.
▪ Pengaturan ini dimaksudkan untuk perluasan basis PPN dengan tetap mempertimbangkan
asas keadilan, asas kemanfaatan khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas
kepentingan nasional. Tujuan kebijakan ini yaitu optimalisasi penerimaan negara dengan tetap
mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
Barang Tidak Kena PPN
Aturan sebelumnya
Barang eks non-BKP (kebutuhan pokok) diberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, yang
diberikan secara selektif dan terbatas
Aturan sebelumnya
Semua jenis jasa yang tersebut di atas merupakan non-JKP.
Jasa eks non-JKP diberikan fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN, yang diberikan secara selektif dan terbatas
jasa keagamaan;
jasa asuransi adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan
5 asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan
konsultan asuransi
jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa
7 angkutan luar negeri
Pajak Karbon
Materi Perubahan Cukai
Terima
Kasih! Frederick Yocie G. S
Ada
Pertanyaan?