Pengeluaran/BPP
Konsep dasar pendapatan Negara dan Belanja Negara mempunyai dasar hukum sebagai
berikut :
• Undang – undang dasar 1945
• UU No 17 Tahun 2003 tntang Keuangan Negara
• UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
• PP No.45 tahun 2013 tantang tata cara pelaksaanna APBN jo.PP No 50 Tahun 2018
• PMK-190/2012 jo.PMK-178/2018.
Pengertian Keuangan Negara
Keuangan Negara adalah semua hak & kewajiban negara yg dapat dinilai dgn uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yg dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Pengertian Pendapatan Negara dan Belanja Negara
• Pendapatan Negara adalah uang yang masuk ke kas Negara dan merupaka hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih,
• Belanja Negara adalah uang yang di keluarkan dari kas Negara dan merupakan
kewajiban pemerintah pusat yang di akui sebagai pengurangan nilai kekayaan
bersih.
Jenis Penerimaan Negara
Penerimaan Negara di bagi kedalam 4 jenis yaitu :
Perpajakan di bagi lagi dalam 2 jenis
Pajak DN ( Dalam Negeri ) yang meliputi :
PPh,PPN,PPnBM,PBB,BPHTB,cukai,dan pajak lainnya,
Pajak Perdagangan Internasional yang meliputi : Bea Masuk, Pajak/
Pungutan ekspor
PNBP di bagi dalam 2 Jenis :
PNBP Umum
PNBP Fungsional
Hibah
Penerimaan Lainnya Seperti : Pengembaliaan belanja , Pembiayaan,PFK.
Objek PNBP
Kriteria yang termasuk dalam Objek PNBP adalah “
Asas perbendaharaan
UU APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan
penerimaan dan pengeluaran negara. (Untuk Pemda dan Perda
APBD)
Pembatalan SPP-SPM
Pembatalan SPP hanya dapat dilakukan oleh PPK dan PPSM sepanjang SP2D belum di
terbitkan .
Deskripsi Singkat
Penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut,
dituangkan dalam implementasi asas- asas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan
keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas,
serta asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah- kaidah yang baik dalam
pengelolaan keuangan negara, yaitu:
1. akuntabilitas berorientasi pada hasil
2. profesionalitas
3. proporsionalitas
4. keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara
5. pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Pengelolaan Uang Persediaan ini,
kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki oleh setiap peserta mampu
a. menerangkan, menghitung besaran, dan melengkapi dokumen permintaan
pembayaran Uang Persediaan pada awal Tahun Anggaran (Normal);
b. menerangkan, menghitung besaran, dan melengkapi dokumen permintaan
pembayaran Perubahan Uang Persediaan (PUP);
c. menerangkan, menghitung besaran, menghasilkan surat persetujuan, serta melengkapi
dokumen permintaan pembayaran Tambahan Uang Persediaan (TUP);
d. menerangkan, menghitung besaran, dan menghasilkan surat persetujuan Dispensasi
Uang Persediaan;
e. menerangkan, menghitung, dan melengkapi dokumen permintaan pembayaran
Penggantian Uang Persediaan Revolving (GUP-Isi);
f. menerangkan, menghitung, dan melengkapi dokumen permintaan pembayaran
Penggantian Uang Persediaan Pengesahan atas dana TUP (PTUP) dan Penggantian
Uang Persediaan Nihil pada akhir Tahun Anggaran (GUP-Nihil);
g. menjelaskan, menghitung, dan melengkapi dokumen permintaan pembayaran
UP/PUP/TUP/GUP dana DIPA yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP);
h. menjelaskan, menghitung, dan melengkapi dokumen permintaan pembayaran
UP/PUP/TUP/GUP dana DIPA yang bersumber dari Pinjaman Hibah Luar Negeri
(PHLN).
Usulan besaran uang persediaan tetap mengacu pada rencana kebutuhan dan rencana
penarikan dana di satuan kerja. Uang persediaan yang diminta sesuai dengan kebutuhan
riil sesuai dengan tujuan adanya manajemen kas agar tidak terjadi idle cash uang di
bendahara pengeluaran. UP yang diajukan berupa:
a. UP tunai
UP tunai merupakan UP yang diberikan dalam bentuk uang tunai kepada
Bendahara Pengeluaran/BPP melalui rekening Bendahara
Pengeluaran/BPP yang sumber dananya berasal dari rupiah murni.
b. UP kartu kredit pemerintah
UP kartu kredit pemerintah merupakan uang muka kerja yang diberikan
dalam bentuk batasan belanja (limit) kredit kepada Bendahara
Pengeluaran/BPP yang penggunaannya dilakukan dengan kartu kredit
pemerintah untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau
membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin
dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS yang sumber dananya
berasal dari rupiah murni.
proporsi besaran Uang Persediaan adalah:
a. Besaran UP tunai sebesar 60% (enam puluh persen) dari besaran UP.
c. Besaran UP kartu kredit pemerintah sebesar 40% (empat puluh persen) dari
besaran UP.
Dalam pasal 46 ayat (3) PMK 190/PMK.05/2012 dinyatakan bahwa Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan
persetujuan UP melampaui besaran Uang Persediaan (UP) Normal dengan
mempertimbangkan:
1. frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan selama 1 (satu) tahun;
2. perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran
UP.
Terkait dengan UP KKP perubahan juga dapat dilakukan. Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan terhadap:
a. Perubahan UP melampaui besaran UP; dan/ atau
c. masih terbatas penyedia barang/ jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kredit
melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat
pernyataan dari KPA.
KPA mengajukan UP dalam bentuk UP tunai sebesar 100%(seratus persen).dalam hal Satker
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. tidak terdapat penyedia barang/jasa yang dapat menerima pembayaran dengan kartu
kredit melalui mesin EDC yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA; dan
b. memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui UP sampa1 dengan
Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah),
Penggantian Uang Persediaan adalah proses pengisian kembali uang persediaan yang
telah dibayarkan kepada yang berhak. GUP juga merupakan proses pertanggungjawaban
transaksi belanja. Dalam pelaksanaan pembayaran, GUP terdiri dari:
1. GUP Tunai yaitu penggantian uang persediaan dengan mengisi kembali
rekening bendahara pengeluaran sebesar nilai yang telah dipergunakan;
2. GUP Nihil yaitu penggantian uang persediaan tanpa mengisi kembali rekening
bendahara. Pembayaran yang dilakukan bendahara dipertanggungjawabkan
sebagai bentuk pembebanan atas belanja negara.
3. Penggantian Uang Persediaan Kartu Kredit Pemerintah yang selanjutnya
disebut SPP-GUP Kartu Kredit Pemerintah adalah pertanggungjawaban dan
permintaan kembali pembayaran UP Kartu Kredit Pemerintah.
Satuan kerja dapat mengajukan dispensasi untuk keperluan-kepelruan yang dianggap lebih
efektif dan efisien jika dibayarkan dengan uang persediaan. Dispensasi penggunaan Uang
Persediaan, dapat diajukan untuk pembayaran belanja-belanja sebagai berikut:
1. Dispensasi UP untuk pengadaan belanja modal tanah.
2. Dispensasi UP untuk pelunasan rekening langganan daya dan jasa Tahun
Anggaran sebelumnya.
3. Dispensasi UP untuk pembayaran belanja modal fisik diatas Rp50 juta.
4. Dispensasi UP untuk pembayaran belanja barang dan belanja lain-lain yang
bernilai diatas Rp50 juta.
5. Dispensasi UP untuk UP Normal, Perubahan UP, dan Tambahan UP yang
pertanggungjawabannya melebihi batas waktu yang ditetapkan.
Selain jenis-jenis dispensasi UP, dalam praktik juga dikenal beberapa dispensasi
pembayaran melalui UP karena sebab-sebab khusus sesuai ciri khas dan karakter satker
maupun jenis belanjanya. Jenis dispensasi UP tersebut antara lain:
1. Pembayaran belanja barang perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri;
2. Pembayaran rekening listrik, air, dan telepon kepada PT PLN, PDAM, dan PT
Telkom;
3. Pembayaran pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dari SPBU Pertamina;
4. Pembayaran belanja non gaji pada satuan kerja di lingkungan Kementerian
Pertahanan dan TNI;
5. Pembayaran belanja pada kantor perwakilan RI di luar negeri.
Dalam hal pengisian kembali UP akan mengakibatkan sisa dana dalam DIPA yang dapat
dilakukan pembayaran dengan UP lebih kecil dari UP yang dikelola Bendahara
Pengeluaran maka:
1. pengisian kembali UP dilaksanakan maksimal sebesar sisa dana dalam DIPA
yang dapat dibayarkan dengan UP;
2. selisih antara sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan
UP dan UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran dibukukan atau
diperhitungkan sebagai potongan Penerimaan Pengembalian UP.
2. GUP Nihil
Penggantian Uang Persediaan Nihil adalah proses pertanggungjawaban
Uang Persediaan (UP) tanpa mengisi ulang uang persediaan. Jenis GUP Nihil ini
digunakan dalam dua kondisi yaitu akhir tahun anggaran dan pada saat
bendahara tidak bermaksud mengisi ulang baik semuanya maupun sebagian
karena tidak diperlukan lagi.
Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya
disebut SPP-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK), yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran Uang
Persediaan. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian
kembali UP. Penerbitan SPP-GUP dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai
berikut:
1. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran;
2. Bukti pengeluaran sesuai ketentuan berlaku;
3. SSP yang telah dikonfirmasi KPPN.
Dokumen pembayaran GUP Tunai dan GUP Nihil sama, yang membedakan adalah
1. Jenis SPP dalam formulir ada pilihan GUP atau GUP Nihil;
2. Nilai Surat Perintah Membayar, terdapat potongan pengembalian UP sehingga
nilai SPM Nihil.
3. GUP KKP
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN
selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) disertai rincian rencana penggunaan TUP dan
dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN (KPPN) dalam rangka penggunaan TUP.
Atas dasar permintaan Tambahan UP dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Kepala KPPN
melakukan penilaian terhadap:
1. Pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan merupakan pengeluaran
yang harus dilakukan dengan pembayaran LS;
2. Pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP masih/cukup tersedia dananya
dalam DIPA;
3. TUP sebelumnya sudah dipertanggungjawabkan seluruhnya;
4. TUP sebelumnya yang tidak digunakan telah disetor ke Kas Negara.
Beberapa kondisi yang harus diperhatikan oleh KPA terkait dengan persetujuan KPPN atas
usulan TUP yaitu:
TUP KKP
Pengajuan TUP Kartu Kredit Pemerintah dilakukan dengan menyampaikan permohonan
persetujuan TUP Kartu Kredit Pemerintah kepada Kepala KPPN disertai:
1. rencana nilai batasan belanja (limit) TUP Kartu Kredit Pemerintah;
2. Rincian rencana pengeluaran yang akan dibiayai dengan TUP Kartu Kredit
Pemerintah yang ditandatangani oleh KPA dan BP/BPP; dan
3. rencana periode penggunaan batasan belanja (limit) TUP Kartu Kredit
Pemerintah (mulai-berakhir) .
Atas dasar permohonan persetuj uan TUP Kartu Kredit Pemerintah, Kepala KPPN
melakukan penilaian terhadap:
1. nilai batasan belanja (limit) TUP Kartu Kredit Pemerintah masih/ cukup tersedia
dananya dalam DIPA;
2. pengeluaran pada rincian rencana penggunaan yang akan dibiayai dengan TUP
Kartu Kredit Pemerintah bukan merupakan pengeluaran yang harus dilakukan
dengan Pembayaran LS;
3. pertanggungjawaban TUP Kartu Kredit Pemerintah sebelumnya;
4. periode penggunaan batasan belanja (limit) TUP Kartu Kredit Pemerintah yang
akan diberikan (dari hingga) ; dan
5. pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP Kartu Kredit Pemerintah.
Penarikan dana UP dan TUP tersebut dilakukan sesuai kebutuhan dan menggunakan
ketentuan yang berlaku. Ketentuan tersebut dapat dilakukan untuk pengguna PNBP sebagi
berikut:
1. Telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP namun belum mencapai
1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau
2. Belum memperoleh Pagu Pencairan.
Permintaan pembayaran UP untuk DIPA yang bersumber dari dana PNBP, merupakan
SPP permintaan uang muka kerja, yang dapat diajukan pertama kali setelah satker menerima
DIPA. Seperti halnya DIPA yang bersumber dari Rupiah Murni, satker K/L juga dapat
memperoleh Tambahan UP dari DIPA yang bersumber PNBP. Akan tetapi, tambahan UP ini
dapat diberikan oleh KPPN setelah menghitung proporsi penarikan dari PNBP yang sudah
disetorkan ke kas negara oleh satker.
. Uang Persediaan dapat diberikan kepada satker pengguna sebesar 20% dari pagu dana
PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah), dengan
melampirkan Daftar Realisasi Pendapatan dan Penggunaan Dana DIPA (PNBP) Tahun
Anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar
kebutuhan riil satu bulan dengan memperhatikan Maksimum Pencairan (MP).
Seperti halnya DIPA yang bersumber dari Rupiah Murni (RM), penarikan dana UP pada
DIPA PNBP juga dapat dilakukan sesuai kebutuhan, baik UP Normal, Tambahan UP,
Perubahan UP, dan Dispensasi. Penarikan dana UP dan TUP tersebut dilakukan sesuai
kebutuhan dan menggunakan ketentuan yang berlaku
beberapa satuan kerja selain memperoleh DIPA dari sumber Rupiah Murni dan PNBP,
juga dapat memperoleh dana dari Pinjaman atau Hibah dari Luar Negeri. Bagi satker seperti ini,
untuk membiayai kegiatan pelaksanaan tupoksi atau kegiatan penunjang, bendahara
pengeluaran dimungkinkan menarik dana UP dari sumber dana PHLN tersebut.
Salah satu cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh satker penerima PHLN melalui
reksus KPPN di BI tersebut, adalah dengan cara menarik Uang Persediaan (UP). Uang
Persediaan dana yang bersunber dari PHLN, dapat berupa UP Normal, Perubahan UP,
Tambahan UP, Dispensasi UP, dan Penggantian UP. Dana UP tersebut diajukan dan dikelola
oleh bendahara pengeluaran masing-masing satker. Tata cara penarikan dana PHLN dengan
rekening khusus ini paling sering digunakan karena banyak keuntungannya walau masih ada
juga kekurangannya.
Kelebihan dari cara pembayaran melalui rekening khusus antara lain tersedianya dana
setiap saat (dengan adanya initial deposit), menghindari pembiayaan pendahuluan
(prefinancing), dapat dilaksanakan oleh KPPN di daerah baik KPPN KBI maupun KPPN non-KBI,
serta lokasi pembayaran yang dekat dengan proyek, sehingga dapat diharapkan penarikan dana
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Satker dapat lebih cepat, sedangkan
kekurangannya antara lain jika penyerapan dana oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran/Satker rendah, kita sudah terkena kewajiban pembayaran bunga atas dana initial
deposit yang telah disediakan lender, banyak pengeluaran yang dinyatakan ineligible oleh lender
yang disebabkan karena pembebanan porsi PHLN tidak sesuai dengan loan agreement,
pengisian BAP yang tidak benar, salah mencantumkan nomor rekening khusus, dan lain-lain.
Oleh karena itu, pengelola kegiatan/proyek (executing agency), harus memperhatikan hal-hal
tersebut agar PHLN dapat ditarik tepat waktu dan benar, sehingga dana pembiayaan
kegiatan/proyek siap setiap saat dan tidak memberatkan pemerintah Indonesia dalam membayar
commitment fee.
Nama : Hany Pramitasari
NIP : 198604172009122006
Satker : Rupbasan Klas I Jakarta Pusat