Anda di halaman 1dari 16

E-Learning Bendahara

Pengeluaran/BPP

Nama : Hany Pramitasari


NIP : 198604172009122006
Satker : Rupbasan Klas I Jakarta Pusat

Resume Penerimaan dan Pengeluaran Negara


I. Penerimaan dan Pengeluaran Negara

1. Sistem Penerimaan Dan Pengeluaran Negara

a. Konsep Dasar Pendapatan Negara dan Belanja Negara

 Konsep dasar pendapatan Negara dan Belanja Negara mempunyai dasar hukum sebagai
berikut :
• Undang – undang dasar 1945
• UU No 17 Tahun 2003 tntang Keuangan Negara
• UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
• PP No.45 tahun 2013 tantang tata cara pelaksaanna APBN jo.PP No 50 Tahun 2018

• PMK-190/2012 jo.PMK-178/2018.
 Pengertian Keuangan Negara

Keuangan Negara adalah semua hak & kewajiban negara yg dapat dinilai dgn uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yg dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
 Pengertian Pendapatan Negara dan Belanja Negara
• Pendapatan Negara adalah uang yang masuk ke kas Negara dan merupaka hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih,
• Belanja Negara adalah uang yang di keluarkan dari kas Negara dan merupakan
kewajiban pemerintah pusat yang di akui sebagai pengurangan nilai kekayaan
bersih.
 Jenis Penerimaan Negara
Penerimaan Negara di bagi kedalam 4 jenis yaitu :
 Perpajakan di bagi lagi dalam 2 jenis
 Pajak DN ( Dalam Negeri ) yang meliputi :
PPh,PPN,PPnBM,PBB,BPHTB,cukai,dan pajak lainnya,
 Pajak Perdagangan Internasional yang meliputi : Bea Masuk, Pajak/
Pungutan ekspor
 PNBP di bagi dalam 2 Jenis :
 PNBP Umum
 PNBP Fungsional
 Hibah
 Penerimaan Lainnya Seperti : Pengembaliaan belanja , Pembiayaan,PFK.

 Pengertian dan jenis PNBP


PNBP adalah pungutan yang di bayarkan oleh orang pribadi atau bdan dengan
mem[eroleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan
sumber daya dan hak yang di peroleh Negara, berdasarkan per-UU an, yang menjadi
penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan di kelola
dalam mekanisme APBN.

 Objek PNBP
Kriteria yang termasuk dalam Objek PNBP adalah “

 Pelaksaan tugas dan fungsi pemerintahan


 Penggunaan dan yang bersumber dari APBN
 Pengelolaan kekayaan Negara
 Penetapan peraturan perundang – undangan

 Jenis belanja Negara


Belanja Negara di bagi menjadi 7 yaitu :
 Belanja Pegawai
 Belanja Barang
 Belanja Modal
 Belanja Utang
 Belanja Subsidi
 Belanja Hibah
 Belanja Bantuan Sosial
 Belanja Lain – lain

 Asas – asas Keuangan Negara


Asas Keuangan Negara dibagi menjadi 2 yaitu :
 Asas Keuangan Negara Lama yang di bagi menjadi 4 meliputi : asas Kesatuan,
asas Universalitas,Asas Tahunan, Asas Spesialitas
 Asas Keuangan Negara Baru yang di bagi menjadi 4 Meliputi : Asas berorientasi
pada hasil,Profesionalitas,proporsiomalitas,keterbukaan dalam pengelolaan
keuangan Negara,pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri.

 Asas perbendaharaan
UU APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan
penerimaan dan pengeluaran negara. (Untuk Pemda dan Perda
APBD)

1. Dokumen Pelaksanaan Anggaran


Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah Dokumen
Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan
pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
DIPA dibedakan menjadi 2 yaitu :
 DIPA Induk yang merupakan Akumulasi DIPA Petikan dan
 DIPA Petikan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja .
 Klasifikasi Anggaran
Klasifikasi Anggaran di bagi menjadi 3 Klasifikasi Yaitu :
 Klasifikasi Organisasi
 Klasifikasi Fungsi
 Klasifikasi Jenis Belanja ( Ekonomi )

 Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)


POK adalah dokumen yang memuat uraian rencana kerja dan biaya yang di perlukan
untuk pelaksanaan kegiatan, disusun oleh KPA sebagai penjabran lebih lanjut dari DIPA.
Fungsi POK Adalah :
Pedoman dalam melaksanakan kegiatan / aktivitas
Alat monitoring kemajuan pelaksanaan kegiatan / aktivitas
Alat perencanaan kebutuhan dana
Sarana untuk meningkatkan transparasi, akuntabilitas, dan efektivitas pelaksanaan
anggaran.

 Pokok – pokok Materi POK :

 Kode & nama Satker


Kode K/L, Unit Organisasi, Program & Nama Program.
Kode & nama kegiatan/output/sub output / komponen input/akun.
Kode & nama kantor bayar, lokasi, & indikator kinerja Kegiatan
Rincian volume, harga satuan, && jumlah biaya.
Sumber dana, cara penarikan, & kode kewenangan.
Tata cara pengadaan/pelaksanaan (kontrakstual & non)
Rencana pelaks kegiatan (time schedule) yg dilengkapi perkiraan kebutuhan dana per
aktivitas per bulan.

2. Sistem Penerimaan Negara

 Sistem Penerimaan Negara dibagi menjadi 9 bagian :


 WP ( Wajib pajak )
 Wajib Bayar
 Petugas Pungut
 Bendahara
 KPA
 Bank/POS Persepsi
 KPP
 KPBC
 KPPN

3. Sistem Pengeluaran Negara

 Metode Pembayaran di bagi menjadi 2 metode yaitu :


 Metode LS ( Pembayaran Langsung )
 Melalui UP ( Pembayaran beban UP oleh BP

 Dokumen Terkait Pengeluaran Negara


 Dokumen Pelaksanaan Anggaran – DIPA dan POK
 Dokumen Perikatan
 Bukti Kegiatan / Transaksi
 Bukti Pembayaran
 Bukti Setoran

 Pihak – Pihak Terkait Pengeluaran Negara Adalah :


 Pegawai
 Penyedia Barang/jasa
 PPK
 PPSPM
 KPA
 Bendahara Pengeluaran
 BPP
 PIC Kegiatan
 Tim / POKJA
 KPPN
 Bank / Pos Oprasional

 Koreksi / Ralat SPP,SPM, dan SP2D


 Memperbaiki uaraian pengeluaran dan kode BAS selain perubahan kode
 Pencantuman kode pada SPM yang meliputi kode jenis SPM, cara bayar, tahun
anggaran , jenis pembayran,sifat pembayaran,sumber daya,cara penarikan,nomor
register
 Koreksi/ralat penulisan nomor dan nama rekening, nama bank yang tercantum pada
SPP,SPm dan SP2D beserta dokumen pendukungnya yang di sebabkan terjadinya
kegagalan transfer dana.

 Pembatalan SPP-SPM
Pembatalan SPP hanya dapat dilakukan oleh PPK dan PPSM sepanjang SP2D belum di
terbitkan .

4. Sistem Pengarsipan Dokumen Keuangan Negara

 Tanggung Jawab Atas Dokumen Keuangan Negara


Pejabat perbendaharaan bertanggung jawab atas penyelenggaraan penatausahaan
dokumen transaksi keuangan Pemerintah yang dilakukannya.

 Konsep Dasar Pengarsipan


Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh
lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,perusahaan, organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara.

 Arsip Keuangan Negara


Arsip keuangan Negara di bagi menjadi beberapa yaitu :
 RAPBN dan RUU APBN-P
 Pelaksanaan anggaran
 Bantuan / pinjaman luar negeri
 Pengelolaan APBN/Dana Pinjaman /Hibah Luarnegeri ( PHLN )
 Sistem Akuntasi Instansi ( SAI )
 Pertanggung Jawaban Keuangan Negara
 Pemeriksaan Keuangan
 Pelaporan dan Analisis transaksi keuangan
 Pengawasan keuangan
 Perpajakan
 Pengawasan sector jasa keuangan
 Pengelolaan Arsip
Penciptaan Arsip
 Pembuatan Arsip
 Penerimaan Arsip
Pengunaan Arsip
 Penggunanan arsip dinamis berdasarkan sistem klasifikasi keamanan dan
akses arsip
Pemeliharaan Arsip
 Pemberkasan Arsip Aktif
 Penataan arsip inaktif
 Penyimpanan arsip
 Alih media arsip
Penyusutan arsip
 Pemindahan arsip inaktif
 Pemusnahan arsip
 Penyerahan arsip statis
Nama : Hany Pramitasari
NIP : 198604172009122006
Satker : Rupbasan Klas I Jakarta Pusat

Resume Pengelolaan Uang Persediaan

 Deskripsi Singkat
Penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut,
dituangkan dalam implementasi asas- asas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan
keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas,
serta asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah- kaidah yang baik dalam
pengelolaan keuangan negara, yaitu:
1. akuntabilitas berorientasi pada hasil
2. profesionalitas
3. proporsionalitas
4. keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara
5. pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri

Pada tingkat satuan kerja Kementerian/Lembaga, fungsi kebendaharaan dijalankan oleh


bendahara pengeluaran. Sesuai amanat pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 1/2004
tentang Perbendaharaan Negara, dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada
kantor/satuan kerja, menteri/pimpinan lembaga dapat mengangkat seorang bendahara
pengeluaran. Selanjutnya dalam pasal 21 ayat (2) Undang-undang tersebut juga dinyatakan
bahwa untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas kementerian/lembaga, kepada Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran kantor/satuan kerja, dapat diberikan Uang Persediaan
(UP) yang dikelola oleh bendahara pengeluaran.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar


1. Standar Kompetensi
Standar kompetensi yang diharapkan sudah dimiliki oleh peserta dalam diklat ini adalah
mampu
a. melaksanakan tugas pengelolaan keuangan internal pada satuan kerja sebagai
bendahara pengeluaran,
b. melaksanakan tugas pengelolaan keuangan sebagai staf Kuasa Pengguna Anggaran
atau Pejabat Pembuat Komitmen,
c. melaksanakan tugas-tugas umum pengelolaan keuangan internal satker dalam bidang
pengadaan, pembayaran, dan pembebanan anggaran,
d. membantu tugas pengelolaan keuangan lainnya.

2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Pengelolaan Uang Persediaan ini,
kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki oleh setiap peserta mampu
a. menerangkan, menghitung besaran, dan melengkapi dokumen permintaan
pembayaran Uang Persediaan pada awal Tahun Anggaran (Normal);
b. menerangkan, menghitung besaran, dan melengkapi dokumen permintaan
pembayaran Perubahan Uang Persediaan (PUP);
c. menerangkan, menghitung besaran, menghasilkan surat persetujuan, serta melengkapi
dokumen permintaan pembayaran Tambahan Uang Persediaan (TUP);
d. menerangkan, menghitung besaran, dan menghasilkan surat persetujuan Dispensasi
Uang Persediaan;
e. menerangkan, menghitung, dan melengkapi dokumen permintaan pembayaran
Penggantian Uang Persediaan Revolving (GUP-Isi);
f. menerangkan, menghitung, dan melengkapi dokumen permintaan pembayaran
Penggantian Uang Persediaan Pengesahan atas dana TUP (PTUP) dan Penggantian
Uang Persediaan Nihil pada akhir Tahun Anggaran (GUP-Nihil);
g. menjelaskan, menghitung, dan melengkapi dokumen permintaan pembayaran
UP/PUP/TUP/GUP dana DIPA yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP);
h. menjelaskan, menghitung, dan melengkapi dokumen permintaan pembayaran
UP/PUP/TUP/GUP dana DIPA yang bersumber dari Pinjaman Hibah Luar Negeri
(PHLN).

A. Menghitung Uang Persediaan


1. Uang Persediaan Bendahara Pengeluaran
Uang Persediaan atau UP adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang
bersifat daur ulang (revolving). UP diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk
membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan
pembayaran langsung, sedangkan yang dimaksud dengan uang muka adalah uang
persediaan belum membebani alokasi anggaran satuan kerja.
Besaran uang persediaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
190/PMK.05/2012 yang diubah PMK No.178/PMK.05/2018 Tentang Tata Cara
Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN, Uang Persediaan (UP) diberikan paling
banyak:
a. Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa
dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp2.400.000.000 (dua miliar empat
ratus juta rupiah)
b. Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa
dibayarkan melalui UP diatas Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta
rupiah) sampai dengan Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah)
c. Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa
dibayarkan melalui UP diatas Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah).

Usulan besaran uang persediaan tetap mengacu pada rencana kebutuhan dan rencana
penarikan dana di satuan kerja. Uang persediaan yang diminta sesuai dengan kebutuhan
riil sesuai dengan tujuan adanya manajemen kas agar tidak terjadi idle cash uang di
bendahara pengeluaran. UP yang diajukan berupa:
a. UP tunai
UP tunai merupakan UP yang diberikan dalam bentuk uang tunai kepada
Bendahara Pengeluaran/BPP melalui rekening Bendahara
Pengeluaran/BPP yang sumber dananya berasal dari rupiah murni.
b. UP kartu kredit pemerintah
UP kartu kredit pemerintah merupakan uang muka kerja yang diberikan
dalam bentuk batasan belanja (limit) kredit kepada Bendahara
Pengeluaran/BPP yang penggunaannya dilakukan dengan kartu kredit
pemerintah untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau
membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin
dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS yang sumber dananya
berasal dari rupiah murni.
proporsi besaran Uang Persediaan adalah:
a. Besaran UP tunai sebesar 60% (enam puluh persen) dari besaran UP.

c. Besaran UP kartu kredit pemerintah sebesar 40% (empat puluh persen) dari
besaran UP.

2. Uang Persediaan Bendahara Pengeluaran Pembantu

Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) berdasarkan Peraturan Pemerintah


Nomor 45 tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN adalah orang yang ditunjuk
untuk membantu Bendahara Pengeluaran. Kepala satuan kerja dapat menunjuk BPP sesuai
dengan beban kerja dengan memperhatikan prinsip efektifitas dan efisiensi. BPP diberikan
kewenangan untuk mengelola uang persediaan. Jumlah uang persediaan yang diajukan
dikoordinasikan dengan Bendahara Pengeluaran. Jika terdapat lebih dari satu BPP, BPP
dapat mengajukan penggantian uang persediaan tanpa tergantung pada BPP lainnya.

3. Perubahan Uang Persediaan

Dalam pasal 46 ayat (3) PMK 190/PMK.05/2012 dinyatakan bahwa Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan
persetujuan UP melampaui besaran Uang Persediaan (UP) Normal dengan
mempertimbangkan:
1. frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan selama 1 (satu) tahun;
2. perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran
UP.

Terkait dengan UP KKP perubahan juga dapat dilakukan. Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan terhadap:
a. Perubahan UP melampaui besaran UP; dan/ atau

b. Perubahan proporsi besaran UP tunai yang lebih besar

Persetujuan Perubahan UP melampaui besaran UP diberikan dengan mempertimbangkan


sebagai berikut:
a. frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan selama 1 (satu) tahun; dan

b. kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan yang melampaui besaran UP.

Persetujuan terkait proporsi besaran UP diberikan dengan mempertimbangkan sebagai


berikut:
a. frekuensi penggantian UP tunai tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan selama 1 (satu) tahun;

b. kebutuhan penggunaan UP tunai dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran UP tunai;


dan

c. masih terbatas penyedia barang/ jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kredit
melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat
pernyataan dari KPA.

KPA mengajukan UP dalam bentuk UP tunai sebesar 100%(seratus persen).dalam hal Satker
memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. tidak terdapat penyedia barang/jasa yang dapat menerima pembayaran dengan kartu
kredit melalui mesin EDC yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA; dan
b. memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui UP sampa1 dengan
Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah),

B. Penyiapan Dokumen Permintaan Pembayaran


Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) satuan kerja K/L harus menyiapkan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) dengan lampiran:
a. SPP (form A);
b. Surat Pernyataan dari KPA.

Sedangkan untuk mendapatkan pembayaran Perubahan UP dari KPPN, Kuasa Pengguna


Anggaran (KPA) satuan kerja K/L harus menyiapkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
dengan lampiran:

a. SPP (form A);


b. Surat Pernyataan dari KPA;
c. Surat Persetujuan Kepala.

 Pergantian uang Persediaan


a. Menghitung Ganti Uang Persediaan (GUP)

Penggantian Uang Persediaan adalah proses pengisian kembali uang persediaan yang
telah dibayarkan kepada yang berhak. GUP juga merupakan proses pertanggungjawaban
transaksi belanja. Dalam pelaksanaan pembayaran, GUP terdiri dari:
1. GUP Tunai yaitu penggantian uang persediaan dengan mengisi kembali
rekening bendahara pengeluaran sebesar nilai yang telah dipergunakan;
2. GUP Nihil yaitu penggantian uang persediaan tanpa mengisi kembali rekening
bendahara. Pembayaran yang dilakukan bendahara dipertanggungjawabkan
sebagai bentuk pembebanan atas belanja negara.
3. Penggantian Uang Persediaan Kartu Kredit Pemerintah yang selanjutnya
disebut SPP-GUP Kartu Kredit Pemerintah adalah pertanggungjawaban dan
permintaan kembali pembayaran UP Kartu Kredit Pemerintah.

Satuan kerja dapat mengajukan dispensasi untuk keperluan-kepelruan yang dianggap lebih
efektif dan efisien jika dibayarkan dengan uang persediaan. Dispensasi penggunaan Uang
Persediaan, dapat diajukan untuk pembayaran belanja-belanja sebagai berikut:
1. Dispensasi UP untuk pengadaan belanja modal tanah.
2. Dispensasi UP untuk pelunasan rekening langganan daya dan jasa Tahun
Anggaran sebelumnya.
3. Dispensasi UP untuk pembayaran belanja modal fisik diatas Rp50 juta.
4. Dispensasi UP untuk pembayaran belanja barang dan belanja lain-lain yang
bernilai diatas Rp50 juta.
5. Dispensasi UP untuk UP Normal, Perubahan UP, dan Tambahan UP yang
pertanggungjawabannya melebihi batas waktu yang ditetapkan.

Selain jenis-jenis dispensasi UP, dalam praktik juga dikenal beberapa dispensasi
pembayaran melalui UP karena sebab-sebab khusus sesuai ciri khas dan karakter satker
maupun jenis belanjanya. Jenis dispensasi UP tersebut antara lain:
1. Pembayaran belanja barang perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri;
2. Pembayaran rekening listrik, air, dan telepon kepada PT PLN, PDAM, dan PT
Telkom;
3. Pembayaran pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dari SPBU Pertamina;
4. Pembayaran belanja non gaji pada satuan kerja di lingkungan Kementerian
Pertahanan dan TNI;
5. Pembayaran belanja pada kantor perwakilan RI di luar negeri.

b. Melaksanakan Pengajuan GUP dan Menghitung Penggantian UP


1. GUP Tunai
Penyampaian pertanggungjawaban Penggantian UP Isi/revolving dari satuan kerja
K/L kepada KPPN selaku Kuasa BUN di daerah, dilaksanakan setelah dana UP sudah
digunakan untuk pembayaran minimal sebesar 50%. Pengajuan GUP Tunai yang lebih
lambat dari periode bulanan secara berulang, akan berakibat pada penumpukan realisasi
belanja pada akhir tahun anggaran. Kuasa Pengguna Anggaran harus melakukan
monitoring terhadap penggunaan uang persediaan. Jika terjadi keterlambatan, Kepala
KPPN akan memberikan peringatan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA jika dalam 2
(dua) bulan sejak SP2D-UP diterbitkan belum dilakukan pengajuan
penggantian UP.
2. Jika setelah 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan, belum
dilakukan pengajuan penggantian UP, Kepala KPPN memotong UP sebesar
25% (dua puluh lima persen).
3. Pemotongan dana UP tersebut dilakukan dengan cara Kepala KPPN
menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan
potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara.
4. Dalam hal setelah dilakukan pemotongan dan/atau penyetoran UP, Kepala
KPPN melakukan pengawasan atas dana UP dimaksud.
5. Apabila setelah surat pemberitahuan tersebut KPA tidak memperhitungkan
potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara, Kepala KPPN
memotong UP sebesar 50% (lima puluh persen) dengan cara menyampaikan
surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam
SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara.
6. Apabila setelah surat pemberitahuan tersebut, KPA melakukan penyetoran UP
dan/atau memperhitungkan potongan UP dalam pengajuan SPM-GUP maka
selanjutnya Kepala KPPN melakukan pengawasan atas dana UP.

Dalam hal pengisian kembali UP akan mengakibatkan sisa dana dalam DIPA yang dapat
dilakukan pembayaran dengan UP lebih kecil dari UP yang dikelola Bendahara
Pengeluaran maka:
1. pengisian kembali UP dilaksanakan maksimal sebesar sisa dana dalam DIPA
yang dapat dibayarkan dengan UP;
2. selisih antara sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan
UP dan UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran dibukukan atau
diperhitungkan sebagai potongan Penerimaan Pengembalian UP.

2. GUP Nihil
Penggantian Uang Persediaan Nihil adalah proses pertanggungjawaban
Uang Persediaan (UP) tanpa mengisi ulang uang persediaan. Jenis GUP Nihil ini
digunakan dalam dua kondisi yaitu akhir tahun anggaran dan pada saat
bendahara tidak bermaksud mengisi ulang baik semuanya maupun sebagian
karena tidak diperlukan lagi.
Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya
disebut SPP-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK), yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran Uang
Persediaan. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian
kembali UP. Penerbitan SPP-GUP dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai
berikut:
1. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran;
2. Bukti pengeluaran sesuai ketentuan berlaku;
3. SSP yang telah dikonfirmasi KPPN.

Permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) disampaikan kepada PPSPM paling


lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti-bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar.
Pengajuan permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) kepada Pejabat Penerbit Surat
Perintah Membayar (SPM), harus disertai dokumen-dokumen terkait sebagai lampiran.
Dokumen tersebut antara lain:
1. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran;
2. Bukti Pembelian/Kuitansi/Bukti Pembayaran;
3. Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dikonfirmasi KPPN;
4. Surat Perintah Kerja (jika dipersyaratkan);
5. Berita acara serah terima barang/jasa;
6. Surat Ijin/Dispensasi (jika dipersyaratkan);
7. Dokumen lain sesuai persyaratan.

Dokumen pembayaran GUP Tunai dan GUP Nihil sama, yang membedakan adalah

1. Jenis SPP dalam formulir ada pilihan GUP atau GUP Nihil;
2. Nilai Surat Perintah Membayar, terdapat potongan pengembalian UP sehingga
nilai SPM Nihil.
3. GUP KKP

Pemegang kartu kredit pemerintah melakukan pertanggungjawaban atas pengeluran yang


dilakukan. Pemegang Kartu Kredit Pemerintah mengumpulkan dokumen berupa:

1. Tagihan (e-billing)/Daftar Tagihan Sementara yang dihasilkan dari sistem perbankan


Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah, yang paling sedikit memuat informasi:
a. nama pemegang Kartu Kredit;
b. nomor Kartu Kredit Pemerintah (account number);
c. tanggal cetak Daftar Tagihan Sementara;
d. tanggal transaksi (transaction date);
e. tanggal pembukuan (posting date);
f. keterangan (description);
g. nilai transaksi (amounts); dan
h. sub total tagihan.
2. Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas/ Perjanjian/Kontrak; dan
3. bukti-bukti pengeluaran yang meliputi kuitansi/bukti pembelian disertai dengan faktur
pajak, Surat Setoran Pajak (SSP) dan/ atau bukti penerimaan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.

Berdasarkan dokumen tersebut diatas, Pemegang Kartu Kredit Pemerintah membuat:


1. Daftar Pengeluaran Riil Kegiatan Operasional Dan Belanja Modal Dengan Kartu Kredit
Pemerintah; dan/atau
2. Daftar Pengeluaran Riil Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan Dengan Kartu Kredit
Pemerintah.
.

 Tambahan Uang Persediaan


Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TUP adalah uang yang diberikan
kepada satker untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam satu bulan melebihi pagu UP
yang ditetapkan. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat mengajukan permintaan Tambahan
Uang Persediaan (TUP) Tunai kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara
Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat
ditunda. Syarat penggunaan dana Tambahan UP Tunai adalah:
1. Digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D
diterbitkan;
2. Tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
Tambahan UP dapat diajukan oleh satker K/L meskipun penggunaan UP belum mencapai 50%.

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN
selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) disertai rincian rencana penggunaan TUP dan
dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN (KPPN) dalam rangka penggunaan TUP.
Atas dasar permintaan Tambahan UP dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Kepala KPPN
melakukan penilaian terhadap:
1. Pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan merupakan pengeluaran
yang harus dilakukan dengan pembayaran LS;
2. Pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP masih/cukup tersedia dananya
dalam DIPA;
3. TUP sebelumnya sudah dipertanggungjawabkan seluruhnya;
4. TUP sebelumnya yang tidak digunakan telah disetor ke Kas Negara.
Beberapa kondisi yang harus diperhatikan oleh KPA terkait dengan persetujuan KPPN atas
usulan TUP yaitu:

1. Dalam keadaan tertentu, jika KPA belum mempertanggungjawabkan seluruhnya TUP


periode sebelumnya dan/atau sisa TUP belum disetor, KPPN dapat menyetujui
permintaan TUP berikutnya setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
2. Dalam hal KPA mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu)
bulan, Kepala KPPN dapat memberi persetujuan dengan pertimbangan kegiatan yang
akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan.

 Penyusunan Rencana Penggunaan Dana


Salah satu dokumen yang dipersyaratkan dalam mengajukan Tambahan Uang Persediaan adalah
Rincian Rencana Penggunaan Dana (RPD). Dokumen ini berisi rencana pengeluaran secara rinci yang
akan dilaksanakan satuan kerja K/L dalam satu bulan berkenaan. Dalam dokumen ini harus memuat
informasi tentang, jenis kegiatan/pekerjaan, dan jumlah dana, dan seterusnya, yang akan digunakan
oleh KPPN sebagai acuan untuk menertibkan penyampaian Surat Pertanggungjawaban dari satker.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan SPP-TUP dan dilengkapi dengan dokumen
meliputi:
1. Rincian penggunaan dana yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan Bendahara
Pengeluaran;
2. Surat pernyataan dari KPA/PPK;
3. Surat permohonan TUP yang telah memperoleh persetujuan TUP dari Kepala
KPPN.

 Pertanggungjawaban TUP (PTUP)


Pertanggungjawaban TUP adalah proses untuk mempertanggungjawabkan belanja yang
dibayar dengan menggunakan Tambahan Uang Persediaan. Pada dasarnya PTUP dalam
prosesnya sama dengan penggantian UP (GUP).
Sisa TUP yang tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah batas waktu. Untuk perpanjangan pertanggungjawaban Tambahan UP
melampaui 1 (satu) bulan, KPA mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala
KPPN. Kepala KPPN memberikan persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP
dengan pertimbangan:
1. KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan;
2. KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggung-
jawabkan sisa TUP tidak lebih dari 1(satu) bulan berikutnya.

Dokumen yang digunakan dalam PTUP adalah Surat Permintaan Pembayaran


Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-PTUP.
SPP-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang
berisi permintaan pertanggungjawaban atas Tambahan Uang Persediaan (TUP). Penerbitan
SPP-PTUP dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
1. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran;
2. Bukti pengeluaran sesuai ketentuan berlaku;
3. SSP yang telah dikonfirmasi KPPN.

 TUP KKP
Pengajuan TUP Kartu Kredit Pemerintah dilakukan dengan menyampaikan permohonan
persetujuan TUP Kartu Kredit Pemerintah kepada Kepala KPPN disertai:
1. rencana nilai batasan belanja (limit) TUP Kartu Kredit Pemerintah;
2. Rincian rencana pengeluaran yang akan dibiayai dengan TUP Kartu Kredit
Pemerintah yang ditandatangani oleh KPA dan BP/BPP; dan
3. rencana periode penggunaan batasan belanja (limit) TUP Kartu Kredit
Pemerintah (mulai-berakhir) .
Atas dasar permohonan persetuj uan TUP Kartu Kredit Pemerintah, Kepala KPPN
melakukan penilaian terhadap:
1. nilai batasan belanja (limit) TUP Kartu Kredit Pemerintah masih/ cukup tersedia
dananya dalam DIPA;
2. pengeluaran pada rincian rencana penggunaan yang akan dibiayai dengan TUP
Kartu Kredit Pemerintah bukan merupakan pengeluaran yang harus dilakukan
dengan Pembayaran LS;
3. pertanggungjawaban TUP Kartu Kredit Pemerintah sebelumnya;
4. periode penggunaan batasan belanja (limit) TUP Kartu Kredit Pemerintah yang
akan diberikan (dari hingga) ; dan
5. pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP Kartu Kredit Pemerintah.

 Pengelolaan Uang Persediaan Sumber Dana PNBP


a. Perhitungan UP
Pembayaran tagihan atas beban belanja negara yang bersumber dari penggunaan
PNBP, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Satker pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP dan
batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sesuai yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
2. Batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan merupakan maksimum pencairan
dana (MP) yang dapat dilakukan oleh Satker berkenaan. Satker dapat
menggunakan PNBP setelah PNBP disetor ke kas negara berdasarkan
konfirmasi dari KPPN.
3. Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat,
pembayaran dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat
Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
4. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui
pagu PNBP Satker yang bersangkutan dalam DIPA.
5. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu
dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q
Direktur Jenderal Anggaran.

b. Perhitungan Maksimum Pencairan


Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut:
MP=( PPP x JS )-JPS

KET : MP = maksimum pencairan dana


PPP = proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan
JS = jumlah setoran
JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM
terakhir yang diterbitkan

c. Penarikan UP dan TUP

Penarikan dana UP dan TUP tersebut dilakukan sesuai kebutuhan dan menggunakan
ketentuan yang berlaku. Ketentuan tersebut dapat dilakukan untuk pengguna PNBP sebagi
berikut:
1. Telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP namun belum mencapai
1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau
2. Belum memperoleh Pagu Pencairan.

Permintaan pembayaran UP untuk DIPA yang bersumber dari dana PNBP, merupakan
SPP permintaan uang muka kerja, yang dapat diajukan pertama kali setelah satker menerima
DIPA. Seperti halnya DIPA yang bersumber dari Rupiah Murni, satker K/L juga dapat
memperoleh Tambahan UP dari DIPA yang bersumber PNBP. Akan tetapi, tambahan UP ini
dapat diberikan oleh KPPN setelah menghitung proporsi penarikan dari PNBP yang sudah
disetorkan ke kas negara oleh satker.
. Uang Persediaan dapat diberikan kepada satker pengguna sebesar 20% dari pagu dana
PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah), dengan
melampirkan Daftar Realisasi Pendapatan dan Penggunaan Dana DIPA (PNBP) Tahun
Anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar
kebutuhan riil satu bulan dengan memperhatikan Maksimum Pencairan (MP).
Seperti halnya DIPA yang bersumber dari Rupiah Murni (RM), penarikan dana UP pada
DIPA PNBP juga dapat dilakukan sesuai kebutuhan, baik UP Normal, Tambahan UP,
Perubahan UP, dan Dispensasi. Penarikan dana UP dan TUP tersebut dilakukan sesuai
kebutuhan dan menggunakan ketentuan yang berlaku

C. Pengelolaan Uang Persediaan Sumber dana PHLN


Pengelolaan Uang Persediaan yang bersumber dari dana Pinjaman dan Hibah
Luar Negeri (PHLN), dapat diartikan sebagai jumlah UP yang dapat ditarik oleh bendahara
pengeluaran dari pagu belanja DIPA yang dapat dibayarkan melalui UP yang bersumber dari
Pinjaman dan Hibah Luar Negeri.Sesuai dengan PMK No.84/PMK.05/2015 Tentang Tata
Cara Penarikan Pinjaman Dan/ Atau Hibah Luar Negeri , penarikan dana yang bersumber dari
Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, dapat dilakukan dengan 5 (lima) cara, yaitu:
1. Transfer ke R-KUN;
2. Pembayaran Langsung (PL);
3. Letter of Credit (LC);
4. Pembiayaan Pendahuluan (PP);
5. Rekening Khusus (Reksus).

beberapa satuan kerja selain memperoleh DIPA dari sumber Rupiah Murni dan PNBP,
juga dapat memperoleh dana dari Pinjaman atau Hibah dari Luar Negeri. Bagi satker seperti ini,
untuk membiayai kegiatan pelaksanaan tupoksi atau kegiatan penunjang, bendahara
pengeluaran dimungkinkan menarik dana UP dari sumber dana PHLN tersebut.
Salah satu cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh satker penerima PHLN melalui
reksus KPPN di BI tersebut, adalah dengan cara menarik Uang Persediaan (UP). Uang
Persediaan dana yang bersunber dari PHLN, dapat berupa UP Normal, Perubahan UP,
Tambahan UP, Dispensasi UP, dan Penggantian UP. Dana UP tersebut diajukan dan dikelola
oleh bendahara pengeluaran masing-masing satker. Tata cara penarikan dana PHLN dengan
rekening khusus ini paling sering digunakan karena banyak keuntungannya walau masih ada
juga kekurangannya.
Kelebihan dari cara pembayaran melalui rekening khusus antara lain tersedianya dana
setiap saat (dengan adanya initial deposit), menghindari pembiayaan pendahuluan
(prefinancing), dapat dilaksanakan oleh KPPN di daerah baik KPPN KBI maupun KPPN non-KBI,
serta lokasi pembayaran yang dekat dengan proyek, sehingga dapat diharapkan penarikan dana
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Satker dapat lebih cepat, sedangkan
kekurangannya antara lain jika penyerapan dana oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran/Satker rendah, kita sudah terkena kewajiban pembayaran bunga atas dana initial
deposit yang telah disediakan lender, banyak pengeluaran yang dinyatakan ineligible oleh lender
yang disebabkan karena pembebanan porsi PHLN tidak sesuai dengan loan agreement,
pengisian BAP yang tidak benar, salah mencantumkan nomor rekening khusus, dan lain-lain.
Oleh karena itu, pengelola kegiatan/proyek (executing agency), harus memperhatikan hal-hal
tersebut agar PHLN dapat ditarik tepat waktu dan benar, sehingga dana pembiayaan
kegiatan/proyek siap setiap saat dan tidak memberatkan pemerintah Indonesia dalam membayar
commitment fee.
Nama : Hany Pramitasari
NIP : 198604172009122006
Satker : Rupbasan Klas I Jakarta Pusat

Resume Pengujian dan Pembayaran Tagihan


 Konsep Pengujian
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan,membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang
untukkeperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada
kantor/satuan kerja kementeriannegara/lembaga/ pemerintah daerah. (Pasal 1 UU 1/2004)

Berdasarkan pasal 18 dan 21 UU No. 1 tahun 2004 , Bendahara Pengeluaran


berkewajiban untuk melakukan Pengujian dan melaksanakan pembayaran tagihan terhadap
tagihan kepada Negara yang menjadi kewenangannya.

Pengujian oleh Bendahara Pengeluaran antara lain :


a) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
b) pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi:
1) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran
2) nilai tagihan yang harus dibayar;
3) jadwal waktu pembayaran;
c) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d) pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang
disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang
disebutkan dalam dokumen perjanjian /kontrak ;
e) pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran
pengeluaran (akun 6 digit) .

 Ruang Lingkup Tugas Bendahara


1. Belanja Barang
2. Belanja Modal
3. Belanja Pegawai

 Macam - Macam Konsep Pengujian Atas Tagihan Terhadap APBN :


1. Pengujian Wetmatigheid atau Pengujian Menurut Hukum ( Legalitasnya )
2. Pengujian rechtmatigheid atau Pemeriksaan kebenaran formil menurut hak

Anda mungkin juga menyukai