Anda di halaman 1dari 12

SOAL 1

a) Total aset lancar : Rp326,3 Triliun


Penyisihan piutang tak tertagih : Rp199,6 Triliun
Rasio penyisihan piutang tak tertagih terhadap total aset lancar : 61,16%
Karena rasio penyisihan piutang tak tertagihnya melebihi 50%, maka kualitas piutang
negara jangka pendeknya termasuk dalam kategori kualitas diragukan.

b) Permasalahan yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan piutang negara oleh


kementerian/Lembaga yaitu :
- Dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua tidak
dilakukan pelunasan piutang
- Umur piutang 3 sampai dengan 12 bulan (piutang bukan pajak khusus untuk objek
retribusi)
- Wajib pajak tidak kooperatif
- Wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas
- Pembayaran tidak tepat waktu
c) Untuk mengoptimalkan ketertagihan piutang dan meminimalkan piutang macet,
kementerian/lembaga dapat melakukan beberapa upaya berikut:
1. Peningkatan Sistem dan Prosedur: Meningkatkan sistem dan prosedur dalam
pengelolaan piutang, termasuk proses penagihan, pemantauan, dan pelaporan. Hal ini
termasuk memperbaiki keefektifan dalam melakukan pemantauan terhadap pelunasan
piutang, melakukan evaluasi dan perbaikan pada kebijakan kredit, serta memperbarui
sistem informasi keuangan untuk memantau piutang secara lebih efektif.
2. Analisis Kredit yang Lebih Teliti: Melakukan analisis yang lebih teliti dalam
memberikan kredit kepada pihak-pihak yang berutang. Menggunakan data dan
informasi yang valid untuk menilai kelayakan pemberian kredit serta
memperhitungkan kemampuan pihak yang berutang untuk membayar kembali
utangnya.
3. Penegakan Hukum dan Sanksi: Menerapkan penegakan hukum yang tegas terhadap
pihak-pihak yang gagal membayar utang. Menggunakan instrumen hukum yang ada
untuk menindaklanjuti piutang macet dan memberikan sanksi yang sesuai kepada
pihak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran.
4. Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas: Melakukan pelatihan kepada staf terkait
mengenai manajemen piutang yang efektif, teknik penagihan yang efisien, serta
pemahaman yang baik tentang kebijakan dan prosedur terkait pengelolaan piutang.
Hal ini akan membantu meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
mengelola dan menagih piutang.
5. Kolaborasi dengan Pihak Terkait: Meningkatkan kerjasama dan kolaborasi dengan
pihak terkait, seperti lembaga keuangan, lembaga penjaminan kredit, dan badan
hukum, untuk membantu dalam penagihan piutang dan menyelesaikan sengketa yang
terkait dengan piutang.
6. Audit Internal: Melakukan audit internal secara berkala untuk memastikan kepatuhan
terhadap kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan serta mendeteksi potensi risiko
atau masalah dalam pengelolaan piutang.
Dengan melakukan upaya-upaya di atas, kementerian/lembaga dapat mengoptimalkan
ketertagihan piutang dan meminimalkan piutang macet, sehingga meningkatkan efisiensi
keuangan dan keberlanjutan dalam pengelolaan piutang negara.
d) Perbedaan maksud/tujuan antara ‘Penyisihan Piutang Tak Tertagih’ dengan ‘Penghapusan
Piutang Tak Tertagih’
1. Penyisihan Piutang Tak Tertagih: Penyisihan piutang tak tertagih merujuk pada proses
mengalokasikan sebagian atau seluruh nilai piutang yang dianggap tidak dapat
dikumpulkan sebagai cadangan atau penyisihan dalam laporan keuangan. Tujuan
utama dari penyisihan piutang tak tertagih adalah untuk mencerminkan nilai piutang
yang sebenarnya atau mengantisipasi risiko potensial dari piutang yang tidak dapat
dilunasi. Dalam hal ini, piutang tetap ada dalam catatan keuangan, namun dikurangi
nilainya dengan penyisihan tersebut.
2. Penghapusan Piutang Tak Tertagih: Penghapusan piutang tak tertagih merujuk pada
tindakan menghapuskan piutang yang dianggap tidak dapat dikumpulkan dari catatan
keuangan. Tujuan utama dari penghapusan piutang tak tertagih adalah untuk
menghilangkan piutang yang dianggap sudah tidak memiliki nilai ekonomi, sehingga
tidak lagi mempengaruhi laporan keuangan secara signifikan. Dalam hal ini, piutang
dihapuskan sepenuhnya dari catatan keuangan.
Dengan demikian, perbedaan utama antara keduanya terletak pada perlakuan piutang
dalam laporan keuangan. Penyisihan piutang tak tertagih masih mencerminkan eksistensi
piutang tetapi dengan nilai yang dikurangi, sedangkan penghapusan piutang tak tertagih
menghilangkan piutang secara keseluruhan dari catatan keuangan.
e) Piutang yang berasal dari pungutan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
1) Piutang pajak
Piutang yang berasal dari perikatan :
1) Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
2) Bagian Lancar Piutang Pemberian Pinjaman
Piutang yang berasal dari tuntutan kerugian negara :
1) Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)

SOAL 2
a) Aset tetap sangat penting dalam menunjang aktifitas instansi pemerintahan karena aset
tetap dapat berfungsi sebagai komponen pendukung dalam menjalankan suatu kegiatan
sehingga dapat meningkatkan produktifitas suatu instansi pemerintahan. Yang termasuk
ke dalam aset tetap yaitu :
 Tanah
 Peralatan dan Mesin
 Gedung dan Bangunan
 Jalan, Irigasi dan Jaringan
 Aset Tetap Lainnya (misalnya: buku koleksi perpustakaan, hewan peliharaan,
barang bercorak seni dan budaya)
 Konstruksi dalam Pengerjaan
b) Terjadinya pergeseran paradigma disebabkan oleh adanya keinginan Kementerian
Keuangan untuk mengukur kinerja pengelolaan aset ditinjau dari seberapa besar manfaat
ekonomi yang diperoleh dari pengelolaan aset negara, tidak hanya terbatas pada
terwujudnya tertib administrasi saja.
Perbedaan aset administrator dan aset manager yaitu Paradigma asset administrator
menekankan terwujudnya tertib administrasi, tertib fisik, dan tertib hukum, bergeser
menjadi paradigma asset manager yang menekankan pada penggunaan tertinggi dan
terbaik dari BMN (highest and best use), revenue center, dan cost efficiency.
c) Highest and best use : Konsep ini merupakan konsepsi manajemen properti di mana
suatu aset dilihat dari penggunaan yang paling mungkin dan optimal, baik itu secara fisik
dimungkinkan dan telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan,
secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.
Revenue center : konsepsi bahwa BMN diharapkan mampu memberikan kontribusi
penerimaan negara nonpajak dari skema pengelolaan BMN yang dilakukan (revenue
generating). BMN diharapkan tidak lagi menjadi beban keuangan negara, tetapi justru
menjadi pusat pendapatan (revenue center).
Cost efficiency : konsep ini diharapkan pengelolaan BMN mampu mereduksi eksposur
anggaran belanja negara melalui kreativitas pemenuhan kebutuhan BMN non-anggaran
dan efisiensi penggunaan belanja dalam pengelolaan BMN.
d) Sejumlah permasalahan dalam pengelolaan BMN terutama untuk Aset Tetap :
1. Kurangnya pengawasan dan pemeliharaan rutin
2. Tida adanya data inventaris yang akurat
3. Penetapan harga sewa yang tidak sesuai
4. Tidak adanya perencanaan pemeliharaan jangka Panjang
5. Kurang optimalnya penggunaan asset
6. Kurangnya standar operasional yang jelas
e) Sebab pembangunan infrastruktur merupakan jantung pertumbuhan ekonomi nasional.
infrastruktur menjadi salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat
pembangunan ekonomi. Lebih dari itu, infrastruktur juga merupakan salah satu faktor
penentu dalam pemerataan pembangunan dan kesejahteraan.

SOAL 3
Pembagian Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi provinsi, kabupaten, dan kota, dan
pembagian Urusan Pemerintahan antar pemerintahan (Pusat dan Daerah) menimbulkan adanya
hubungan wewenang dan hubungan keuangan. Sesuai dengan amanat Pasal 18A ayat (2) UUD
1945, hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan Undang-Undang. Untuk melaksanakan amanat pasal dalam UUD 1945
tersebut disusunlah Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (HKPD). Pertanyaan:
a) Jelaskan ruang lingkup HKPD dari sudut pandang APBD, baik dari sisi
pendapatan, belanja maupun pembiayaan!
HKPD (Hak Kekayaan Pemerintah Daerah) mengacu pada pendapatan, belanja, dan
pembiayaan yang terkait dengan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) suatu
pemerintah daerah. Dalam hal ini, APBD menggambarkan sumber-sumber pendapatan,
alokasi pengeluaran, dan pembiayaan yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi publik dan memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah
tersebut.
1. Pendapatan APBD:
Pendapatan APBD mencakup semua sumber pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah
daerah. Ini dapat berasal dari beberapa sumber, termasuk:
- Pajak daerah: Penerimaan dari berbagai pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah,
seperti pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, atau pajak restoran.
- Retribusi: Penerimaan dari layanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah, seperti
retribusi parkir, retribusi pasar, atau retribusi perizinan.
- Bagian hasil dari pajak nasional: Bagian dari pendapatan pajak yang dikumpulkan oleh
pemerintah pusat dan kemudian dialokasikan kepada pemerintah daerah.
- Hibah: Dana yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pihak ketiga lainnya untuk
mendukung program atau proyek tertentu di tingkat daerah.
2. Belanja APBD:
Belanja APBD mencakup penggunaan dana oleh pemerintah daerah untuk membiayai
kegiatan-kegiatan publik. Ini meliputi:
- Belanja operasional: Pengeluaran rutin untuk menjalankan pemerintah daerah, seperti gaji
pegawai, biaya operasional kantor, dan pemeliharaan infrastruktur.
- Belanja barang dan jasa: Pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diperlukan
untuk kebutuhan publik, seperti infrastruktur, fasilitas kesehatan, atau pendidikan.
- Belanja modal: Pengeluaran untuk investasi jangka panjang, seperti pembangunan gedung,
jalan, jembatan, atau pengadaan aset modal lainnya.
3. Pembiayaan APBD:
Pembiayaan APBD menggambarkan cara pemerintah daerah memperoleh dana tambahan
untuk mencukupi kekurangan antara pendapatan dan belanja. Pembiayaan APBD dapat
melibatkan:
- Pinjaman: Pemerintah daerah dapat meminjam dana dari pihak ketiga, seperti lembaga
keuangan, untuk memenuhi kebutuhan keuangan sementara.
- Pendapatan pembiayaan: Sumber pendapatan tambahan, seperti hasil penjualan aset milik
pemerintah daerah atau dividen dari badan usaha milik daerah.
- Hibah pembiayaan: Dana yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pihak ketiga untuk
digunakan sebagai pembiayaan tambahan.
Secara keseluruhan, ruang lingkup HKPD dari sudut pandang APBD melibatkan semua
aspek pendapatan
b) Sebutkan dan jelaskan tiga bentuk urusan pemerintahan, termasuk sumber
anggarannya (APBN/APBD) yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan dari
masing-masing urusan pemerintahan tersebut?
Tiga bentuk urusan pemerintahan yang umumnya ada di Indonesia adalah sebagai berikut,
beserta sumber anggarannya:
1. Urusan Pemerintahan Pusat:
Urusan pemerintahan pusat meliputi kebijakan dan pelaksanaan program-program yang
bersifat nasional. Sumber anggaran untuk urusan pemerintahan pusat berasal dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). APBN merupakan anggaran nasional yang
disusun oleh pemerintah pusat dan disahkan oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Dana
APBN diperoleh dari berbagai sumber, seperti pajak pusat, penerimaan negara bukan pajak,
pinjaman, dan sebagainya. APBN digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan pusat,
termasuk pembangunan infrastruktur nasional, program kesehatan, pendidikan, dan lain
sebagainya.
2. Urusan Pemerintahan Daerah:
Urusan pemerintahan daerah mencakup kebijakan dan pelaksanaan program-program yang
berkaitan dengan wilayah dan masyarakat di tingkat daerah. Sumber anggaran untuk urusan
pemerintahan daerah berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). APBD
disusun oleh pemerintah daerah dan disahkan oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah). Pendapatan APBD dapat berasal dari pajak daerah, retribusi, bagian hasil pajak
nasional, dan hibah. APBD digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan daerah,
seperti pembangunan infrastruktur lokal, layanan kesehatan daerah, pendidikan, dan
program-program sosial lainnya.
3. Urusan Pemerintahan Desa:
Urusan pemerintahan desa melibatkan kebijakan dan pelaksanaan program-program yang
berkaitan dengan pemerintahan di tingkat desa. Sumber anggaran untuk urusan pemerintahan
desa berasal dari ADD (Alokasi Dana Desa) yang diatur dalam APBN. ADD merupakan dana
yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah desa untuk membiayai kegiatan
dan pembangunan di tingkat desa. Dana ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan,
seperti pembangunan infrastruktur desa, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat,
dan lain sebagainya.
Dengan menggunakan sumber anggaran yang sesuai, pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan pemerintah desa dapat membiayai pelaksanaan urusan pemerintahan masing-masing
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan di seluruh tingkatan
pemerintahan.
c) Sumber pendapatan APBD untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah
(desentralisasi) hingga saat ini secara umum masih mengandalkan pendapatan
transfer dari APBN, jelaskan kenapa demikian?
Pendapatan APBD untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah (desentralisasi) hingga saat
ini masih mengandalkan pendapatan transfer dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara) karena alasan-alasan berikut:
1. Asimetri Pendapatan dan Sumber Daya: Terdapat ketimpangan yang signifikan antara
daerah-daerah di Indonesia dalam hal pendapatan dan sumber daya. Beberapa daerah
memiliki potensi ekonomi yang lebih besar, sedangkan daerah lain mungkin kurang
berkembang atau memiliki sumber daya terbatas. Dalam rangka mengurangi disparitas ini,
pemerintah pusat menggunakan pendekatan transfer dari APBN untuk memperkuat
pendapatan daerah yang kurang berkembang, sehingga memberikan kesempatan yang lebih
adil dalam pelaksanaan otonomi daerah.
2. Pemerataan Pembangunan: Transaksi transfer dari APBN ke APBD daerah juga diarahkan
untuk mendorong pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Dengan
memberikan pendapatan transfer kepada daerah-daerah yang kurang berkembang,
pemerintah pusat berupaya untuk meningkatkan akses terhadap fasilitas dan layanan publik,
memperkuat infrastruktur, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah tersebut.
3. Pemenuhan Kewajiban Pemerintah Pusat: Sebagai bagian dari konsep desentralisasi,
pemerintah pusat memiliki tanggung jawab untuk menyediakan dana dan sumber daya
kepada pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan.
Pendapatan transfer dari APBN ke APBD daerah merupakan mekanisme yang digunakan
untuk memenuhi kewajiban tersebut.
4. Sistem Fiskal yang Sentralistik: Sistem fiskal di Indonesia masih cenderung bersifat
sentralistik, dengan pemerintah pusat memiliki kendali yang kuat terhadap sumber daya dan
pendapatan utama negara. Pendapatan transfer dari APBN ke APBD daerah adalah salah satu
cara untuk membagi sebagian pendapatan dan sumber daya secara adil antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.
Meskipun pendapatan transfer dari APBN masih menjadi sumber pendapatan utama APBD,
pemerintah daerah juga diharapkan untuk mengembangkan sumber-sumber pendapatan
sendiri, seperti pajak daerah, retribusi, dan pengelolaan aset daerah. Hal ini bertujuan agar
pemerintah daerah dapat lebih mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada pendapatan
transfer dari APBN.
d) Apakah pelaksanaan tugas pembantuan dan dekonsentrasi oleh pemerintah daerah
menjadi beban bersama antara APBN dan APBD? jelaskan!
Pelaksanaan tugas pembantuan dan dekonsentrasi oleh pemerintah daerah dapat menjadi
beban bersama antara APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dengan cara berikut:
1. APBN (Pemerintah Pusat):
Dalam konteks pembantuan, pemerintah pusat dapat memberikan bantuan kepada pemerintah
daerah dalam bentuk dana atau sumber daya untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
Pemerintah pusat melalui APBN mengalokasikan anggaran untuk program-program
pembantuan kepada daerah, seperti bantuan keuangan, bantuan teknis, atau bantuan dalam
bentuk infrastruktur. Oleh karena itu, pelaksanaan tugas pembantuan oleh pemerintah daerah
menjadi beban APBN.

2. APBD (Pemerintah Daerah):


Dalam konteks dekonsentrasi, pemerintah daerah mendapatkan tugas dan wewenang yang
didelegasikan oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan program-program tertentu di
tingkat daerah. Pemerintah daerah menggunakan anggaran dari APBD untuk membiayai
pelaksanaan tugas-tugas dekonsentrasi tersebut. Anggaran APBD digunakan untuk
memenuhi kebutuhan operasional, kegiatan, dan pembangunan yang terkait dengan tugas
dekonsentrasi yang diemban oleh pemerintah daerah.
Dengan demikian, pelaksanaan tugas pembantuan dan dekonsentrasi merupakan beban
bersama antara APBN dan APBD. Pemerintah pusat melalui APBN memberikan dukungan
keuangan dan sumber daya kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas
pembantuan. Sementara itu, pemerintah daerah menggunakan anggaran dari APBD untuk
melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi yang telah didelegasikan oleh pemerintah pusat.
Kerjasama antara APBN dan APBD penting untuk memastikan pelaksanaan tugas
pembantuan dan dekonsentrasi berjalan dengan baik, sehingga kebutuhan masyarakat di
daerah dapat terpenuhi dengan efektif dan efisien.
Soal 4 - Pengelolaan Keuangan Daerah (Nilai 20)
Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari Pengelolaan keuangan negara yang
diserahkan oleh Presiden selaku kepala pemerintahan kepada Kepala Daerah selaku kepala
pemerintahan daerah (Pasal 6, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Hal ini
merupakan konsekuensi dari pelaksanaan Otonomi Daerah yang ditandai (antara lain) dengan
adanya Desentralisasi Kewenangan yang dibarengi dengan Desenstralisasi Fiskal Pertanyaan:
a) Pengelolaan keuangan daerah harus memperhatikan azas kepatutan dan manfaat
untuk masyarakat. Jelaskan yang dimaksud dengan azas tersebut dan berikan
contohnya!
Azas kepatutan dan manfaat dalam pengelolaan keuangan daerah mengacu pada prinsip-
prinsip yang mengharuskan pemerintah daerah untuk bertindak secara etis, adil, dan
mengutamakan kepentingan masyarakat dalam pengelolaan keuangan mereka. Berikut adalah
penjelasan lebih lanjut mengenai kedua azas tersebut beserta contohnya:
1. Azas Kepatutan:
Azas kepatutan mengharuskan pemerintah daerah untuk bertindak dengan integritas,
moralitas, dan etika yang tinggi dalam pengelolaan keuangan daerah. Azas ini melibatkan
penggunaan dana publik secara bijaksana dan transparan. Beberapa contoh penerapan azas
kepatutan adalah:
- Mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam penggunaan anggaran daerah.
- Menjalankan proses pengadaan barang dan jasa yang adil, terbuka, dan kompetitif.
- Menyusun laporan keuangan secara akurat dan transparan untuk memastikan
pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana publik.
2. Azas Manfaat untuk Masyarakat:
Azas manfaat untuk masyarakat menekankan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus
menghasilkan dampak positif bagi masyarakat secara luas. Ini berarti anggaran daerah harus
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat serta mendukung
pembangunan yang berkelanjutan. Contoh-contoh penerapan azas manfaat untuk masyarakat
meliputi:
- Mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan guna meningkatkan akses dan kualitas
pendidikan bagi masyarakat.
- Menyediakan layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat.
- Membiayai pembangunan infrastruktur yang memfasilitasi mobilitas dan konektivitas
masyarakat, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya.
Dengan mengedepankan azas kepatutan dan manfaat, pemerintah daerah dapat memastikan
bahwa pengelolaan keuangan mereka berorientasi pada kepentingan publik dan berkontribusi
secara positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
b) APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran.
Jelaskan kenapa dikatakan demikian?
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan dasar pengelolaan keuangan
daerah dalam satu tahun anggaran karena alasan-alasan berikut:
1. Penetapan Rencana Anggaran: APBD merupakan dokumen yang menggambarkan rencana
pendapatan dan belanja yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah selama satu tahun
anggaran. Proses penetapan APBD melibatkan penyusunan, pembahasan, dan persetujuan
antara pemerintah daerah dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). APBD mencakup
estimasi pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah serta alokasi belanja untuk
berbagai kegiatan dan program. Oleh karena itu, APBD menjadi dasar atau acuan dalam
pengelolaan keuangan daerah selama satu tahun anggaran.
2. Pengaturan Prioritas dan Alokasi Sumber Daya: Melalui APBD, pemerintah daerah
menetapkan prioritas dan alokasi sumber daya keuangan untuk berbagai kegiatan dan
program yang akan dilaksanakan. APBD mencakup anggaran untuk sektor-sektor penting
seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pelayanan publik, dan lain-lain. Penetapan
prioritas dan alokasi sumber daya ini didasarkan pada kebutuhan masyarakat serta kebijakan
dan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, APBD
menjadi acuan dalam mengelola keuangan daerah sesuai dengan prioritas yang telah
ditetapkan.
3. Kendali Keuangan dan Pertanggungjawaban: APBD juga digunakan sebagai alat kendali
keuangan dan pertanggungjawaban pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus memastikan
bahwa penggunaan dana yang tercantum dalam APBD sesuai dengan ketentuan dan
peraturan yang berlaku. APBD menjadi acuan dalam mengatur pengeluaran, pelaporan
keuangan, dan pemeriksaan yang berkaitan dengan penggunaan anggaran daerah. Hal ini
membantu menjaga transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pengelolaan keuangan
daerah.
Dengan demikian, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran karena merangkum rencana pendapatan dan belanja, mengatur prioritas dan alokasi
sumber daya, serta memberikan kendali keuangan dan pertanggungjawaban. Pengelolaan
keuangan daerah harus sesuai dengan APBD untuk memastikan penggunaan dana publik
yang efektif, efisien, dan akuntabel.
c) Bagaimana konsekuensinya apabila DPRD tidak menyetujui RAPBD yang diajukan
oleh Kepala Daerah, jelaskan!
Apabila DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) tidak menyetujui RAPBD (Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang diajukan oleh Kepala Daerah, ada beberapa
konsekuensi yang mungkin terjadi, antara lain:
1. Kemungkinan Terjadinya Pemerintahan Sementara: Jika DPRD menolak atau tidak
menyetujui RAPBD yang diajukan, maka pemerintahan daerah dapat mengalami kekosongan
anggaran atau kekurangan dana untuk menjalankan berbagai program dan kegiatan. Dalam
beberapa kasus, dapat terjadi penundaan atau penghentian sementara operasional
pemerintahan daerah hingga RAPBD yang disetujui dapat disusun atau disahkan.
2. Ketidakstabilan Pemerintahan Daerah: Konflik antara DPRD dan Kepala Daerah terkait
RAPBD yang tidak disetujui dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam pemerintahan
daerah. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas dan konsistensi kebijakan pemerintah daerah
serta menghambat pelaksanaan program-program penting.
3. Potensi Ketidakpuasan Masyarakat: Jika DPRD menolak RAPBD yang diajukan oleh
Kepala Daerah, hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Penolakan
tersebut dapat dianggap sebagai hambatan dalam penyediaan layanan publik, pembangunan
infrastruktur, atau program-program yang diharapkan oleh masyarakat.
4. Proses Perundingan dan Revisi: Ketidaksetujuan DPRD terhadap RAPBD biasanya
mengharuskan adanya proses perundingan antara DPRD dan Kepala Daerah untuk mencapai
kesepakatan mengenai anggaran. Dalam beberapa kasus, RAPBD mungkin perlu direvisi
atau disusun kembali dengan mengakomodasi masukan dan kepentingan dari kedua belah
pihak.
Penting untuk dicatat bahwa konsekuensi yang terjadi jika DPRD tidak menyetujui RAPBD
dapat bervariasi tergantung pada peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku di suatu
negara atau wilayah. Dalam situasi semacam ini, penting bagi pemerintah daerah dan DPRD
untuk melakukan komunikasi dan negosiasi yang baik guna mencapai kesepakatan yang
saling menguntungkan bagi semua pihak serta menjaga stabilitas dan kelangsungan
pemerintahan daerah.
d) Jelaskan secara ringkas bagaimana rumus untuk menghitung Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SILPA) Akhir Tahun pada APBD? dan bagaimana cara
menganggarkan SILPA Akhir Tahun tersebut pada APBD Tahun Anggaran
berikutnya?
Untuk menghitung Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Akhir Tahun pada APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), rumus yang umum digunakan adalah:
SILPA Akhir Tahun = Saldo Anggaran Tahun Sebelumnya + Pendapatan Tidak Terduga -
Belanja Tidak Terduga - Pembiayaan Tidak Terduga
Penjelasan mengenai komponen-komponen dalam rumus tersebut adalah sebagai berikut:
1. Saldo Anggaran Tahun Sebelumnya: Merupakan saldo atau sisa anggaran yang tidak
digunakan pada tahun anggaran sebelumnya. SALDO merupakan hasil akhir dari pendapatan
dikurangi dengan belanja pada tahun anggaran sebelumnya.
2. Pendapatan Tidak Terduga: Merupakan pendapatan yang tidak diantisipasi atau tidak
direncanakan pada tahun anggaran tersebut. Pendapatan tidak terduga dapat berasal dari
sumber-sumber seperti sumbangan, hibah, atau pendapatan lain yang tidak terencana
sebelumnya.

3. Belanja Tidak Terduga: Merupakan belanja yang tidak diantisipasi atau tidak direncanakan
pada tahun anggaran tersebut. Belanja tidak terduga dapat terjadi karena keadaan mendesak
atau kebutuhan yang muncul secara tak terduga.
4. Pembiayaan Tidak Terduga: Merupakan pembiayaan yang tidak diantisipasi atau tidak
direncanakan pada tahun anggaran tersebut. Pembiayaan tidak terduga dapat meliputi
penggunaan cadangan kas, pinjaman, atau sumber pembiayaan lainnya yang tidak terencana
sebelumnya.
Untuk menganggarkan SILPA Akhir Tahun pada APBD tahun anggaran berikutnya,
pemerintah daerah biasanya melakukan proses penyusunan APBD baru dengan
memperhitungkan SILPA sebagai bagian dari pendapatan yang tersedia. SILPA dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan atau program baru yang tidak tercakup dalam APBD
tahun sebelumnya atau dapat juga dianggarkan sebagai cadangan untuk menghadapi
kebutuhan mendesak atau belanja tidak terduga pada tahun berikutnya. Penganggaran SILPA
pada APBD tahun anggaran berikutnya akan melibatkan proses perencanaan dan alokasi dana
yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pemerintah daerah.
Soal 5 – Pengelolaan Keuangan Desa (Nilai 10)
Salah satu sumber penerimaan APB Desa adalah Dana Desa (DD) yang bersumber dari APBN.
Terkait masih belum optimalnya tujuan penyediaan anggaran melalui DD untuk perbaikan sarana
dan prasarana dan kesejahteraan masyarakat Desa, Saudara sebagai mahasiswa yang telah belajar
PPKN, secara teoritis hal-hal apa saja yang perlu Saudara usulkan mengenai pengelolaan
keuangan Desa sehingga output dan outcome nya dapat mencapai sasaran secara maksimal?

Untuk mencapai pengelolaan keuangan desa yang optimal, berikut adalah beberapa hal yang
dapat diusulkan:
1. Perencanaan Anggaran yang Terarah: Desa perlu memiliki perencanaan anggaran yang terarah
dan berbasis pada kebutuhan dan prioritas desa. Hal ini dapat dilakukan melalui penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa
(RKPD). Dalam perencanaan anggaran, penting untuk melibatkan partisipasi aktif warga desa
dan mengidentifikasi kebutuhan masyarakat secara menyeluruh.
2. Transparansi dan Akuntabilitas: Transparansi dalam pengelolaan keuangan desa sangat
penting. Informasi mengenai pendapatan, belanja, dan penggunaan anggaran harus tersedia
secara terbuka untuk masyarakat. Audit dan pengawasan juga perlu dilakukan secara ketat untuk
memastikan akuntabilitas penggunaan dana desa.
3. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia: Penting untuk meningkatkan kapasitas SDM di
tingkat desa dalam hal pengelolaan keuangan, termasuk pengetahuan dan keterampilan dalam
perencanaan anggaran, pelaporan keuangan, dan tata kelola keuangan yang baik. Dukungan
pelatihan dan pendampingan dapat diberikan kepada aparat desa dan staf administrasi desa untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola keuangan desa.
4. Pemanfaatan Teknologi Informasi: Penggunaan teknologi informasi dapat membantu dalam
pengelolaan keuangan desa secara efisien. Sistem informasi keuangan desa yang
terkomputerisasi dapat membantu dalam pencatatan pendapatan dan belanja serta memudahkan
pelaporan keuangan secara akurat dan tepat waktu.

5. Pengembangan Sumber Pendapatan Desa: Selain mengandalkan transfer anggaran dari


pemerintah pusat atau daerah, desa perlu mengembangkan sumber pendapatan yang
berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan potensi lokal, pengembangan sektor
ekonomi lokal, pengelolaan aset desa, dan potensi pariwisata desa.
6. Monitoring dan Evaluasi: Penting untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala
terhadap pengelolaan keuangan desa. Hal ini meliputi pemantauan terhadap pelaksanaan
anggaran, pencapaian hasil, dan dampak program dan kegiatan yang dilakukan dengan
menggunakan dana desa. Hasil monitoring dan evaluasi dapat digunakan sebagai masukan untuk
perbaikan dan peningkatan kinerja pengelolaan keuangan desa.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, pengelolaan keuangan desa diharapkan dapat
menghasilkan output dan outcome yang lebih optimal, termasuk dalam pengembangan
infrastruktur desa, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan pelayanan publik di
tingkat desa.

Anda mungkin juga menyukai