Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN TUGAS EKONOMI

LAPORAN PEMERINTAH MENINGKATKAN PENERIMAAN NEGARA

DAUN TEH HITAM DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XII WONOSARI LAWANG MALANG

OLEH:

- Albertus Andi Ronoyudo XI IPS – 02


- PENGANTAR

Dalam upaya pencapaian tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Undang – Undang Dasar
1945, Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan nasional. Oleh
karena itu, peranan Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam pembiayaan kegiatan dimaksud penting
dalam peningkatan kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembangunan.

Penjelasan Pasal 23 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945, antara lain, menegaskan bahwa segala
tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain – liannya, harus ditetapkan
dengan Undang – Undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu,
penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan, yang menempatkan beban kepada rakyat, juga
harus didasarkan pada Undang – Undang.

Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional di segala bidang, terdapat banyak bentuk
penerimaan Negara di luar penerimaan perpajakan, penerimaan perpajakan meliputi penerimaan
yang berasal dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Bea Masuk, Cukai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, dan penerimaan lainnya yang diatur dengan peraturan perundang – undangan di
bidang perpajakan. Selain ini, penerimaan Negara yang berasal dari minyak dan gas bumi, yang
didalamnya terkandung unsur pajak dan royalty, diperlakukan sebagai penerimaan perpajakan,
mengingat unsur pajak lebih dominan. Dengan demikian pengertian Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang dirumuskan dalam Undang –undang ini mencakup segala penerimaan Pemerintah pusat di luar
penerimaan perpajakan tersebut.

Ketentuan perundang – undangan sebagai landasan penyelenggaraan dan pengelolaan Penerimaan


Negara Bukan Pajak yang berlaku selama ini meliputi berbagai ragam dan tingkatan peraturan
sehingga belum sepenuhnya mencerminkan kepastian hukum. Banyak dan beragamnya bentuk
pengaturan juga mengakibatkan kekurang tertiban dan kerumitan dalam pengelolaan Penerimaan
Negara Bukab Pajak. Oleh karena itu sudah saatnya untuk membentuk Undang-Undang tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sebelum adanya Undang-Undang perbendaharaan yang baru
sebagai pengganti Indische Comptabllitietswet (Staatsblad Nomor 448 Tahun 1925), ketentuan yang
berkaitan dengan sistem perbendaharaan yang diatur dalam Indische Comptabllitietswet
(StaatsbladÂÂ Nomor 448 Tahun 1925) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah,
terakhir dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1968 masih tetap menjadi bahan pertimbangan.

Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan dan kesederhanaan, maka arah
dan tujuan perumusan Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah :

Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan melalui
optimalisasi sumber-sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak dan ketertiban administrasi
Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak serta penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak ke
Kas Negara;

Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat berpartisipasi dalam pembiayaan
pembangunan sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya dari kegiatan-kegiatan yang menghasilkan
Penerimaan Negara Bukan Pajak;

Menunjang kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi,


pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta investasi diseluruh wilayah Indonesia;

Menunjang upaya terciptanya aparat pemerintah yang kuat, bersih dan berwibawa,penyerdehanaan
prosedur dan pemenuhan kewajiban, peningkatan tertib administrasi keuangan dan anggaran
Negara, serta peningkatan pengawasan.
- KAJIAN PUSTAKA

Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak


Peranan PNBP dalam APBN dari tahun ke tahun semakin meningkat. Meningkatnya peranan ini
bukan hanya semata dari angka-angka statistik saja. Tetapi juga bagaimana PNBP dapat mendorong
pemberian pelayanan publik yang semakin berkualitas. Pengertian Penerimaan Negara Bukan Pajak
berdasarkan Pasal (1) angka (1) Undang-undang nomor 20 Tahun 1997 yang dimaksud dengan
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah Pusat yang tidak berasal
dari penerimaan perpajakan. Kelompok (jenis) Penerimaan Negara Bukan Pajak (Pasal 2) meliputi :

Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah, antara lain berupa penerimaan jasa
giro, sisa angggaran pembangunan dan sisi anggaran rutin;

Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam antara lain berupa, royalty dibidang perikanan,
Kehutanan dan pertambangan;

Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan antara lain berupa
dividen, bagian laba Pemerintah, dana pembangunan semesta, dan hasil penjualan saham
pemerintah;

Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah antara lain berupa pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan pelatihan, pemberian hak paten, merek, hak cipta,
pemberian visa dan paspor, serta pengelolaan kekayaan negara yang tidak dipisahkan;

Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi
antara lain berupa lelang barang rampasan Negara dan denda;

Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah antara lain berupa hibah dan atau
sumbangan dari dalam dan luar negeri baik swasta maupun Pemerintah yang menjadi hak
Pemerintah; dan

Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.


PENUTUP

- KESIMPULAN

Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak
pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan
Pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan
aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. Selanjutnya diatur pula bahwa Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dalam undang-undang atau Peraturan
Pemerintah. Oleh karena itu penetapan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak memerlukan
pertimbangan yang secermat mungkin agar pembebanannya kepada masyarakat wajar dan
memberikan kemungkinan perolehan keuntungan atau tidak menghambat kegiatan usaha yang
dilakukan oleh dunia usaha.

Penerimaan Negara Bukan Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara dan dikelola dalam
sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ketentuan ini merupakan prinsip Pokok dalam
pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapakan dalam Undang-undang nomor 20
tahun 1997. Penagihan dan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dilakukan
oleh Instansi Pemerintah atas penunjukkan Menteri Keuangan. Penunjukan ini sehubungan dengan
keterkaitan antara Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah (Kementerian dan Lembaga) yang bersangkutan.

Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak
berasal dari penerimaan perpajakan. Menurut undang-undang nomor 20 tahun 1997, PNBP meliputi
penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah, penerimaan dari pemanfaatan
sumber daya alam, penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan,
penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah, penerimaan berdasarkan
putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi, penerimaan hibah yang
merupakan hak Pemerintah, dan penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Dalam struktur APBN, penerimaan PNBP dikategorikan dalam penerimaan sumber daya alam,
penerimaan bagian laba BUMN, dan PNBP lainnya. Penerimaan sumber daya alam (SDA) meliputi,
penerimaan dari minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan.
Sedangkan PNBP lainnya meliputi pendapatan dari penjualan, sewa, jasa, PNBP dari luar negeri,
kejaksaan dan peradilan, pendidikan, pelunasan piutang, pendapatan lainnya dari kegiatan usaha
migas, dan pendapatan lain-lain.

Besaran penerimaan PNBP secara historis didominasi oleh PNBP sumber daya alam (SDA), khususnya
minyak dan gas alam. PNBP yang bersumber dari berbagai departemen dan kementerian meskipun
punya kecenderungan meningkat, namun memiliki besaran penerimaan yang relatif kecil.
Pemungutan PNBP di berbagai sektor dan departemen tersebut dilakukan dalam rangka pengaturan,
pelayanan, dan pengawasan. Besaran PNBP Migas sangat tergantung dari lifting minyak dan harga
internasional, baik minyak bumi dan gas alam. Disamping itu, besaran PNBP migas juga dipengaruhi
oleh proporsi bagian pemerintah yang tercantum dalam kontrak dengan investor. Besaran
penerimaan PNBP SDA di luar migas, yakni pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan
dipengaruhi oleh masing-masing produksi dalam hal pertambangan umum, jumlah areal produksi
hasil hutan (kehutanan) dan sasaran volume penangkapan ikan untuk perikanan. Disamping volume
produksi, maka besaran tarif dan pungutan lainnya berpengaruh pada besaran PNBP tersebut.
Sementara itu, beberapa PNBP non-SDA utama antara lain berasal dari bagian laba dari BUMN,
Telekomunikasi, Kepolisian, Pendidikan, Kesehatan, Perhubungan, Imigrasi dan lain-lain. Besaran
jumlah penerimaan PNBP non-SDA tergantung dari subjek, objek dan tarif PNBP. Dalam rangka
pengaturan dan pengawasan, maka sebagian penerimaan PNBP tersebut dipergunakan kembali oleh
Kementerian/Lembaga.

Anda mungkin juga menyukai