Anda di halaman 1dari 15

BAB 9

PERENCANAAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2
Nurissobah
Universitas Islam Syekh Yusuf

A. Pendahuluan
Menurut Michael A. Maalangga (2021), pajak yaitu
berupa beban yang wajib terpenuhi oleh orang atau badan
usaha yang tunduk pada peraturan perundang-undangan,
yang pada kenyataannya tidak menawarkan imbalan secara
langsung dan dimaksudkan untuk mencerdaskan bangsa guna
meningkatkan kesejahteraan warganya.
Berdasarkan Nur dan Wahidah (2018), sumber
penerimaan negara terbesar adalah pajak, sehingga sangat
penting dalam konteks perekonomian. Melalui pajak,
pemerintah dapat memperoleh dana yang dibutuhkan untuk
membiayai berbagai program dan kegiatan publik, seperti
pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pertahanan, dan lain-lain.
Oleh karena itu, pajak memegang peranan strategis yang amat
berharga dalam membangun serta memajukan suatu Negara.
Pajak memainkan peran penting, tetapi seringkali ada
sejumlah masalah dalam penerapannya. Misalnya, ada
kemungkinan otoritas pajak akan menyalahgunakan
wewenang mereka, sistem perpajakan tidak adil, pengusaha
dan pengusaha kaya mungkin menghindari pajak, dan
masyarakat umum mungkin tidak menyadari pentingnya
membayar pajak.
Oleh karena itu, perlu diintensifkan upaya dan strategi
yang ditujukan untuk meningkatkan efikasi dan efisiensi sistem
perpajakan serta penyelesaian berbagai permasalahan
implementasi. Untuk membangun pengetahuan dan rasa
tanggung jawab bersama dalam memajukan bangsa melalui

1
pajak, masyarakat juga harus lebih terinformasi tentang
pentingnya membayar pajak.
Pada pasal 1 undang-undang pad atahun 2009 nomor 16
mengenai ketentuan umum serta tata cara dari perpajakan yang
ada dengan menyatakan bahwa adanya pajak itu merupakan
sebuah kontribusi yang wajib diberikan kepada negara yang
sudah mempunyai utang secara pribadi atau sebuah badan
yang bersifat paksaan dengan landasan undang-undang. Dan
dengan tidak memperoleh imbalan atas hal tersebut sehingg
akan digunakan dalam keperluan bagi sebuah negara dengan
tujuan kesejahteraan rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan
jasa dalam sistem konstruksi merupakan sebuah layanan secara
konsultasi dair perencanaan, pekerjaan dan juga lain
sebagainya yang berkaitan dengan pengawasan jasa konstruksi.
Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 undang-undang
perpajakan Indonesia yang merupakan salah satu komponen
sistem perpajakan negara menyatakan bahwa setiap warga
negara dikenai pajak yang mengatur penghasilannya. Sistem
perpajakan ini bertujuan untuk mengumpulkan uang bagi
pemerintah, membiayai pembangunan dan pemeliharaan
infrastruktur, serta meningkatkan kesejahteraan bagi warga
negara (Ratue;a et al., 2018).
Mayoritas pendapatan negara berasal dari pajak
penghasilan, yang digunakannya untuk membayar pelayanan
publik dan pertumbuhan. Oleh karena itu, tiap penduduk
Indonesia yang mendapatkan uang wajib bayar pajak sesuai
dengan peraturan negara.
Perlu mempertimbangkan faktor-faktor seperti nilai
barang yang dimiliki (properti atau bangunan) dan biaya
pengalihan barang tersebut untuk menentukan berapa banyak
pajak yang harus dibayar atas penghasilan. Menurut undang-
undang, jika seseorang menerima uang untuk mengalihkan
kepemilikan tanah atau bangunan kepada orang lain (seperti
korporasi), orang tersebut wajib membayar pajak atas
pengurangan antara total yang didapatkan dan total yang
dibayarkan perusahaan untuk properti tersebut. Jadi, untuk
menghindari masalah hukum, seseorang yang menghasilkan

2
banyak uang dengan menjual hak atas tanah atau bangunan
kepada orang lain perlu memastikan perkiraannya akurat.
Selain itu, perencanaan pajak penghasilan Pasal 4 Ayat 2
mencakup berbagai tugas, termasuk perencanaan keuangan,
pencatatan pajak yang cermat, dan pelaporan. Wajib Pajak juga
harus mengetahui sejumlah peraturan perpajakan lainnya,
termasuk penggunaan kredit pajak, penerapan sistem
perpajakan yang terintegrasi, dan pelaporan dan pembayaran
pajak yang tepat waktu.
Dalam situasi ini, Wajib Pajak harus melaksanakan
perencanaan pajak penghasilan sesuai dengan Pasal 4 Ayat 2
untuk mengurangi beban perpajakannya. Perencanaan tersebut
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan peraturan
perpajakan yang berlaku, termasuk penggunaan metode
perhitungan yang sesuai, kredit pajak, dan memastikan
kewajiban melaporkan dan membayar pajak dipenuhi pada
waktu yang sudah tetapkan. Wajib Pajak dapat secara sah dan
sah mengurangi beban pembayaran pajak yang diwajibkan
dengan mengelola kewajiban pajak penghasilannya dengan
baik berdasarkan Pasal 4 Ayat 2.
Wajib Pajak diharuskan memahami dan mematuhi
undang-undang perpajakan yang berlaku saat mempersiapkan
pajak penghasilan mereka, dan mereka harus mencegah setiap
pelanggaran yang dapat mengakibatkan sanksi pemerintah.
Wajib Pajak dapat mengelola keuangan pribadi atau
perusahaannya secara efisien dan memanfaatkan sumber daya
keuangannya dengan sebaik-baiknya dengan mempersiapkan
secara cermat kewajiban perpajakannya berdasarkan Pasal 4
Ayat 2.
Pada dasarnya, ketentuan tentang PPh pasal 4 ayat 2 ini
sudah ada didalam undang-undang no 36 tahun 2007 mengenai
pajak penghasilan. Didalam IBFD atau international tax
glossary pada tahun 2009, PPh final ini dapat digunakan
sebagai penggambaran dari pengahsilan yang sering dikenai
withholding tax serta pajak itu bukan lah termasuk kepada
pengahsilan yang akan menggunakan perhitungan dari pajak
dengan adanya tarif progresif.

3
Dari adanya PPh pasal 4 ayat 2 itu mempunyai skema
tarif secara khusus di setiap jenis penghasilan dan juga biaya
yang berhubungan dengan adanya penghasilan itu dan tidak
bisa menjadi sebuah pengurangan dalam sistem penghasilan
bruto yang ada. Dalam pembayaran serta pemotongan dari
pungutan PPh final ini tidaklam menjadi pembayaran diawal
dari PPh terutang, namun menjadi sebuah pelinasan, sehingga
dengan adanya hal tersebut maka wajib pajak akan dipotong
atau akan disetorkan dengan sendirinya sehingga akan
dianggap sudah lunas.
B. Pengertian PPh Pasal 4 Ayat 2
Secara umum pajak merupakan sebuak kontribusi dari
rakyat kepada negata yang akan diserahkan dan dikelola
dengan tujuan kesejahteraan rakyat. Menurut Soemarsono,
pajak dapat diartikan sebagai sebuah wujud dari tatanan
negara serta partisipasi dairi setiap anggota yang akan
memenuhi berbagai keperluan didalam sistem pembiayaan
negara yang ada dalam membangun keadilan sosial yang
merata.
Pada dasarnya, pajak juga berfungsi sebagai sebuah
sumber dari pemerintah dalam pembiayaan dan pengeluaran
yang dilakukan secara rutin atau untuk membangun suatu
instansi. Sebagai sebuah sumber keuangan dari negara maka
pemerintahan akan berupaya dalam memasukkan uang dengan
banyak dalam kas negara. Sehingga upaya yang ada itu kan
ditempuh dengan berbagai ekstensifikasi atau juga intensifikasi
yang ada dalam sistem pemungutan pajak dengan adanya
penyempurnaan berbagai jenis aturan pajak seperti PPh.
PPh Pasal 4 Ayat 2 dipotong pajak atas pendapatan dari
berbagai sumber, termasuk yang dibayar dengan jasa. Karena
pajak yang dibayar atas penghasilan yang terkena dampak PPh
Pasal 4 Ayat 2 dengan sifat final dan tidak dapat diangsur
dengan PPh yang terutang pada periode berikutnya, maka PPh
Pasal 4 Ayat 2 dikenal sebagai PPh final. Dengan kata lain,
setelah dilakukan pembayaran PPh Pasal 4 Ayat 2, wajib pajak
tidak lagi diwajibkan membayar pajak atas pendapatan yang
disebut pemotongan PPh Pasal 4 Ayat 2 (Witono, 2018).

4
Pajak penghasilan atau PPH pasal 4 ayat 2 itu juga dapat
disebut sebagai sebuah pemotongan atas berbagai penghasilan
yang aka dibayarkan dan berkaitan dengan sumber serta jasa
tertentu, hal itu dapat di contohkan pada jasa konstruksi, sewa
menyewa tanah dan bangunan, undian dan juga lainnya.
Berdasarkan jenis pendapatan yang dipungut, seperti
honorarium, royalti, hadiah, dan lain-lain, berlaku tarif PPh
yang berbeda. Misalnya, tarif pajak pendapatan dalam Pasal 4
Ayat 2 adalah 10% untuk honorarium tetapi hanya 2% untuk
royalti. Perlu diingat bahwa PPh Pasal 4 Ayat 2 hanya berlaku
bagi Wajib Pajak baik individu maupun badan usaha dan tidak
dikenai PPh Pasal 21. Bagi mereka yang dikenai PPh Pasal 21,
penghasilannya dikenakan PPh Pasal 21 dengan tarif yang
berbeda-beda berdasarkan derajat penghasilan yang
diperolehnya.
PPh Pasal 4 ayat 2 ini juga sering disebut sebagai sebuah
pajak final yang akan dikenakan pada sebuah kewajiban bagi
badan atau wajib pajak yang di tanggung secara pribadi atas
berbagai jenis penghasilan yang sudah mereka peroleh dan
juga pemotongan pajak yang sifatnya final. Adapun tarif dari
PPh pasal 4 ayat 2 ini memiliki tarif yang beda bagi setiap jenis
penghasilan yang ada. Sebagai contoh UMKM, tarif PPh final
ini akan dikenakan sebanyak 0,5% dari seluruh total
pendapatan penjualan dalam satu bulan.
Dengan adanya penghasilan diperoleh bagi setiap orang
akan selalu dikenakan pajak penghasilan. Dimana hal itu
merupakan sebuah wajib pajak yang harus mengetahui serta
memahai dari adanya penghasolan yang di kenakan secara PPh
tersebut. Dalam proses pajak yang ada juga terdapat PPh tidak
final yang didasarkan kepada sifat pungutan pajaknya. Dari
keuda jenis pajak tersebut memiliki perbedaan yang terdapat
pada pelaporan di SPT tahunan pajan yang ada, hal itu berlaku
bagi individu maupun sebuah badan usaha yang ada.
Adapun berdasarkan UU PPh pada pasal 4 ayat 2 no 36
pada tahun 2008 ini memiliki sifat yang dapat dikategorikan
sebagai berikut:

5
1. Penghasilan dengan adanya bunga deposit dan juga
tabungan lainnya, dari bunga obligasi serta surat
utang kenegaraan dan akan dibayarkan dari koperasi
kepada setiap anggota secara pribadi
2. Penghasilan yang diperoleh dari hadian undian
3. Penghasulan yang diperoleh adaya transaksi saham
dan sejenisnya dengan adanya hubungan dan
keterkaitan dengan perdagangan bursa.
4. Penghasilan dari adanya transaksi atau pengalihan
harta seperti tanah, bangunan dan lain sebagainya.
5. Penghasilan tertentu yang lainnya dan akan di
sebutkan didalam UU PPh pasal 4 ayat 2.

C. Objek dan Tarif Pemotongan PPh Pasal 4 Ayat 2


Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 dikenakan pada penghasilan
tertentu, antara lain :
1. PPh atas pendapatan berbentuk Bunga Deposito dan
tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Pemberlakuan PPh atas tabungan dan deposito, serta
pemotongan Sertifikat Bank Indonesia, dikenakan pajak
final sebesar 20% dari jumlah bruto di samping Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Selanjutnya,
pajak final sebesar 20% atau tarif P3B atas jumlah bruto
dikenakan kepada wajib pajak luar negeri. Masing-masing
diambil sebagai uang yang diperoleh atau diterima.
Tidak ada pemotongan pajak yang dikenakan atas
pendapatan yang diperoleh dalam bentuk bunga tabungan
dan giro, serta potongan Sertifikat Bank Indonesia yang
berlaku untuk :
a. Bunga dan diskon yang telah diperoleh atau
dikumpulkan oleh bank yang berbasis di Indonesia
dan bank internasional.
b. Bunga tabungan dan deposito, serta potongan
Sertifikat Bank Indonesia, dengan ketentuan nilai
gabungan rekening tersebut kurang dari Rp 7.500.000.
(tujuh juta lima ratus ribu rupiah).

6
c. Bunga deposito dan tabungan, serta pemotongan
sertifikat Bank Indonesia yang dibeli atau diperoleh
dari dana pensiun dengan persetujuan menteri
keuangan.

2. PPh atas pendapatan berbentuk bunga obligasi


Pengenaan PPh atas pendapatan yang didapatkan
Wajib Pajak dengan bentuk bunga obligasi yaitu :
a. Bunga dari obligasi kupon
Menurut ketentuan kepemilikan obligasi, penerbit
atau kustodian obligasi, yang merupakan agen
pembayaran yang ditunjuk, memungut pajak 15% dari
wajib pajak dalam negeri dan BUT, pajak 20% dari
wajib pajak luar negeri lainnya atau dengan tarif P3B,
dan dikurangi bunga obligasi apabila sudah jatuh
tempo.
b. Diskonto dari obligasi tanpa bunga
Penerbit Obligasi atau Kustodian, dalam
kapasitasnya sebagai agen pembayar yang ditunjuk,
memotong pajak dari selisih antara harga jual atau
nilai nominal di atas harga obligasi, tidak termasuk
bunga yang masih harus dibayar, sebesar 15% untuk
wajib pajak dalam negeri dan 20% atau sesuai tarif P3B
untuk wajib pajak luar negeri selain BUT. Mereka juga
mengurangi bunga obligasi pada saat jatuh tempo..
c. Diskonto dari obligasi tanpa bunga
Dalam kapasitasnya sebagai agen pembayar yang
ditunjuk, Penerbit Obligasi atau Kustodian memotong
pajak dengan tarif 15% untuk wajib pajak dalam
negeri dan BUT dan 20% atau sesuai tarif P3B untuk
wajib pajak luar negeri selain BUT dari selisih harga
jual atau nilai nominal di atas harga obligasi, tidak
termasuk bunga akrual. Bunga obligasi pada saat jatuh
tempo juga dikurangi.
d. Bunga atau diskonto dari obligasu

7
Perusahaan sekuritas, dealer, atau bank memungut
pajak 5% pada tahun 2014 hingga 2020, pajak 10%
pada tahun 2021, dan selanjutnya. dan dikurangi pada
saat transaksi dilakukan.

Pendapatan bunga obligasi tidak dibebankan


pemotongan pajak antara lain :
a. Dana Pensiun Wajib Pajak yang pendiriannya sudah
mendapat persetujuan menteri keuangan dan
terpenuhi semua standar yang digariskan pada Pasal 4
angka 3 huruf H Peraturan Perundang-undangan
PPH.
b. Bank yang mempunyai cabang atau dibentuk sebagai
bank Indonesia oleh bank asing.
3. PPh atas diskonto Surat Utang Negara atau Surat
Pembendaharaan Negara
Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, Penerbit SPN atau
kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayar menerima
potongan SPN sebesar 20%; untuk wajib pajak
internasional selain BUT, Penerbit SPN mendapatkan
potongan SPN sebesar 20% atau sesuai tarif P3B. dan
dikurangi saat jatuh tempo.
Bank dan Perusahaan Efek (Broker) yang bertindak
sebagai perantara dan pembeli mendapatkan potongan
SPN sebesar 20% untuk wajib pajak luar negeri yang bukan
BUT, dan 20% tarif P3B untuk wajib pajak dalam negeri.
Dan pada saat itu, potongan dilakukan saat pasar
sekunder.
Pemotong pajak atas diskonto Surat Utang Negara
atau Surat Pembendaharaan Negara tidak dilakukan
kepada:
a. Bank yang berbasis di Indonesia atau bank
internasional yang memiliki cabang di Indonesia.
b. Pengesahan dana pensiun oleh menteri keuangan.
c. Selama lima tahun pertama setelah izin diterbitkan
atau pendirian perusahaan, reksa dana yang ada

8
dalam Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan.
4. PPh atas pendapatan berbentuk bunga simpanan yang
pembayarannya oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi
Jika jumlah bruto bunga kurang dari Rp 240.000,
maka koperasi tidak memungut pendapatan apapun dari
anggota koperasi perorangan. Selanjutnya ditambah 10%
dari jumlah bunga bruto yang melebihi Rp 240.000 pada
saat dibayarkan.
5. PPh atas penghasilan berupa hadiah undian
25% dari nilai kotor penghargaan yang dibayarkan,
nilai pasar dari hadiah dalam bentuk barang yang
diberikan, atau bantuan yang diberikan harus dipotong
sebagai pajak penghasilan. Sebelum hadiah undian
diberikan kepada peserta undian, pengurangan dilakukan..
6. PPh atas penndapatan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya
Pengurus bursa efek bertanggung jawab untuk
mengumpulkan 0,1% dari angka transaksi penjualan kotor
atas saham bukan pendiri sebagai kompensasi dari tiap
individu atau perusahaan yang menjalankan penjualan
saham di bursa efek. Selain itu, pemegang saham
dikenakan PPh lebih lanjut sejumlah 0,5% dari nilai saham
perusahaan pada akhir tahun 1996, ketika pasar saham
ditutup. Pada saat jatuh tempo untuk setiap transaksi
penjualan saham, dikurangkan.
7. PPh atas pendapatan dari transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura
1% dari nilai transaksi bruto penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal merupakan tarif pajak
pendapatan perusahaan modal ventura. Selain itu,
dikurangi saat jatuh tempo untuk setiap penjualan saham
atau saat sudah dibayarkan.

9
8. PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan
bangunan
Pajak penghasilan yang terutang harus dibayar
sendiri oleh orang atau orang-orang yang berkaitan dengan
memakai Surat Setoran Pajak (SSP) kepada bank atas
transaksi penjualan, penukaran, perjanjian pengalihan hak,
pengalihan hak, pelepasan hak, pelelangan, hibah, atau
cara lain yang telah disetujui selain pemerintah. Sebelum
akta, keputusan, persetujuan, dan risalah lelang disetujuti
dengan adanya tanda tangan oleh pihak yang ditunjuk,
terlebih dahulu harus mendapat persetujuan persepsi,
Kantor Pos, atau Giro. Selain itu, bendahara atau
penanggung jawab yang memungut pembayaran akan
memungut pajak penghasilan yang terutang atas penjualan,
penukaran, pengalihan hak, pelepasan hak, atau cara lain
yang diperjanjikan dengan pemerintah untuk
melaksanakan pembangunan, antara lain pembangunan
dalam kepentingan umum yang tidak panggilan untuk
kategori khusus. Kedua biaya tersebut yaitu 5% dari total
harga pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
Sedangkan Wajib Pajak yang aktivitas utamanya
adalah pengalihan hak atas tanah dan bangunan,
dikenakan PPh atas total bruto nilai pengalihan hak atas
rumah biasa dan rumah susun sederhana. Pajak ini sama
dengan 1% dari total bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan bangunan.
9. PPh atas penghasilan dari jasa kontruksi
Pendapatan usaha jasa konstruksi dikenakan pajak
pendapatan sebesar 2% untuk pekerjaan yang dijalankan
oleh penyedia jasa dengan kualifikasi usaha kecil, 4% untuk
pekerjaan yang dijalankan oleh penyedia jasa tanpa
kualifikasi usaha, dan pekerjaan yang dijalankan oleh
penyedia jasa dengan kualifikasi usaha di kedua bidang
konstruksi. perencanaan dan konstruksi, 3% untuk jasa
yang diberikan sehubungan dengan pelaksanaan
konstruksi oleh penyedia jasa selain yang dicakup oleh
pajak 2% dan 4%, dan 6% untuk jasa yang diberikan

10
sehubungan dengan merencanakan atau mengawasi dalam
konstruksi oleh penyedia jasa yang tidak mempunyai
kredensial bisnis.

10. PPh atas pendapatan dari sewa tanah atau bangunan


10% dari total bruto nilai sewa tanah dan bangunan
adalah pajak pendapatan yang harus dibayar oleh wajib
pajak individu dan badan yang memperoleh pendapatan
dari persewaan tanah dan bangunan.
Disetor sendiri yang membayar PPh dan dikurangkan
pada saat utang dibayarkan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Witono, B. (2008). PERANAN PENGETAHUAN PAJAK


PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK. In Jurnal Akuntansi
dan Keuangan (Vol. 7, Issue 2).

Nur, O. :, & Wahidah, R. (2018). PENGHASILAN PASAL 4


AYAT 2 MENGENAI PERUSAHAAN JASA
KONSTRUKSI ATAS BEBAN PAJAK (Studi Kasus Pada
DELTA GROUP). In Jurnal Sekretari (Vol. 5, Issue 2).

Ratuela, H. S., Sondakh, J. J., Wangkar, A., Ekonomi dan


Bisnis, F., Akuntansi, J., Sam Ratulangi, U., & Bahu, J.
(2018). ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN
FINAL PASAL 4 AYAT 2 AYAS JASA KONSTRUKSI
PADA PT. REALITA TIMUR PERKASA. In Jurnal Riset
Akuntansi Doing Concern (Vol. 13, Issue 4)

TENTANG PENULIS

12
Nurissobah
Penulis merupakan seorang mahasiswa juruan
Akuntansi Universitas Islam Syekh Yusuf di
Tangerang yang saat ini menduduki bangku
perkuliahan semester 6. Nuris merupakan
mahasiswa yang aktif berkuliah serta berorganisasi
di dalam maupun luar kampus. Memiliki
pengalaman di bidang administrasi dan staff finance.
Email: nurisris02@gmail.com

13
DATA PENGAJUAN HKI
Nama KTP : Nurissobah
Alamat KTP : Kp. Baru Simpang III, RT/RW 005/008, Kel.
Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta
Barat, Kode Pos 11830
Email : nurisris02@gmail.com

Foto KTP ( 9 x 5 cm)

Scan TTD + Bermaterai 10.000 (3 x 2 cm)

Keterangan:
*) Isi yang sesuai
**) Diketikkan langsung nama provinsi dan kode pos tanpa
menulis lagi provinsi dan kode pos

14
DATA PENGIRIMAN BUKU

Nama Penerima : Nurissobah


Alamat Penerima: Kp. Baru Simpang III, RT/RW 005/008, Kel.
Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta
Barat, Kode Pos 11830
No. Hp Penerima: +62 813-1840-2732

Keterangan:
*) Isi yang sesuai
**) Diketikkan langsung nama provinsi dan kode pos tanpa
menulis lagi provinsi dan kode pos

15

Anda mungkin juga menyukai