Anda di halaman 1dari 84

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

REDAKSI

DEWAN PEMBINA :
Moch. Jasin
DEWAN REDAKSI :
Maman Taufiqurohman, HilmiM
uhammadiyah, Sukarma, Akso,
Heffinur, Mohamad Fahri, Akhmad Hariyanto.
PEMIMPIN REDAKSI :
Nurul Badruttamam
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI :
Ali Ghozi
REDAKTUR PELAKSANA :
Ali Machzumi
REPORTER :
Hakim Jamil, Agus Salim, Moh. Anshari,
Hendro Dwi antoro
DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK :
Basuki Rahmat
INFORMASI TEKNOLOGI :
M. Hafidz L idinillah , Darwanto
LITBANG :
M. Ali Zakiyuddin
PENYELARAS BAHASA:
Mukodas Arif Subekti, Ahmad Saubari
FOTOGRAFER :
Abdur Rahman Saputra, Ahmad Nida
HUMAS :
Royhand Abdillah
PRODUKSI:
Abdul Hamid
DISTRIBUSI :
Titik Purwanti

Edisi Berikutnya

SEKRETARIS REDAKSI:
Darori, Mia Rahmawati, Sari Febrianti

Edisi Khusus Nomor 43


Tahun XI Triwulan III 2014

KEUANGAN :
Milha Fitri Hawa
ALAMAT REDAKSI :
Gedung Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI, Subbag
Ortala Lantai II, Ruang Dapur Reformasi Birokrasi, Jalan RS. Fatmawati No. 33-A Cipete PO BOX 3867 Jakarta Selatan
TELEPON : (021)75916038, 7591853, 7691849
FAX : 021-7692112
PONSEL : 081932499551, 081398894955
WEBSITE : www.itjen.kemenag.go.id
EMAIL: fokuspengawasan. itjen@gmail.com
TIM ITJEN KEMENAG dalam setiap peliputan selalu dilengkapi
kartu identitas.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Kontributor :
Abdul Djamil
Abdul Mujib
Ade Irawan
Ali Ghufron Mukti
Ali Machzumi
Ary Ginanjar Agustian
Budi Santoso
Busyro Muqoddas
Din Syamsuddin
Gun Gun Heryanto
Hidayat Nur Wahid
Hilmi Muhammadiyah
Ida Fauziyah
Moch. Jasin
Moh. Anshari
Mohamad Fitri
Mustholih Siradj
Nasaruddin Umar
Nasih Nasrullah
Nurul Badruttamam
Said Aqil Siradj
Slamet Effendi Yusuf

DARI REDAKSI
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
Pembaca Fokus yang berbahagia,
Pada Triwulan II 2014 ini, Fokus
Pengawasan kembali hadir dihada
pan pembaca dengan tema Pusaran
Gratifikasi dalam Birokrasi. Tema yang
sangat menarik di tengah proses refor
masi birokrasi di Indonesia. Birokrasi
merupakan ujung tombak dalam
urusan pelayanan publik. Mau tidak
mau birokrasi menjadi sorotan atas
kondisi akut permasalahan pelayanan
yang berkelindan dengan korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Meskipun
kita tahu bahwa masalah KKN bukan
hanya terjadi dan terdapat di lingku
ngan birokrasi, tetapi juga berjangkit
pada sektor swasta, dunia usaha, dan
lembaga sosial kemasyarakatan.

Korupsi, kolusi, dan nepo
tisme (KKN) dimulai dari hal kecil yang
dilakukan oleh penyelenggara negara
dengan menerima hadiah sebagai tan
da terima kasih pelayanan birokrasi
kepada masyarakat, dunia usaha mau
pun lembaga sosial kemasyarakatan.
Sebuah pemberian mulai dari yang
kecil hingga yang besar, cepat atau
lambat tentu akan mempengaruhi
kualitas pelayanan ataupun keputu
san yang diambil oleh penyelenggara
negara.

Jika kita tengok ke belakang,
sebelum reformasi bergulir di Indone
sia, suatu pemberian kepada aparatur
atas jasa dan pelayanan merupakan

hal yang wajar dan justru dianjurkan.


Hal tersebut dikarenakan ketika tidak
ada sesuatu, hadiah, dan upeti kepada
birokrasi maka jangan harap urusan
selesai. Boro-boro urusan lancar dan
cepat tuntas, yang terjadi justru akan
terkatung-katung, tersendat dan
bertele-tele. Bisa digambarkan pada
masa itu birokrasi menjadi raja, bukan
pelayan masyarakat. Birokrasi harus
dilayani bukan melayani.

Perilaku itu menjadi adat
kebiasaan masyarakat Indonesia
saat berhadapan dengan birokrasi.
Sementara kita tidak dibenarkan oleh
undang-undang memberikan se
suatu, hadiah, dan cinderamata dalam
bentuk apapun kepada aparatur atau
penyelenggara negara. Gratifikasi
memang tidak dibenarkan, di sisi lain
pada kondisi tertentu aparatur yang
menerima suatu pemberian atau
hadiah dari masyarakat merasa tidak
elok untuk langsung menolak atau
mengembalikannya. Bagai buah sima
lakama, menerima tidak dibenarkan
langsung menolak bisa diartikan tidak
menghargai sang pemberi. Sebagai ja
lan keluar untuk mengatasi permasala
han ini, terkait penerapan reformasi
birokrasi, solusi yang diberikan adalah
dengan membentuk Unit Pengendali
Gratifikasi (UPG) pada masing-masing
Kementerian/Lembaga. Suatu unit
yang bertugas untuk menampung dan
menerima laporan pemberian gratifi
kasi yang diterima oleh penyelenggara
negara tersebut.


Dengan dibentuknya UPG
pada masing-masing Kementerian/
Lembaga diharapkan akan memini
malisasi dan mencegah segala bentuk
gratifikasi. Namun, tanpa kemauan
dari dalam untuk menyelamatkan bi
rokrasi dari pusaran gratifikasi, upaya
memperbaiki sistem dalam rangka
reformasi birokrasi akan percuma. Un
tuk menciptakan birokrasi yang jujur,
transparan, bersih, anti KKN memang
harus didukung oleh semua pihak, baik
dari dalam maupun dari luar. Pihak dari
luar misalnya swasta, dunia usaha, dan
lembaga sosial kemasyarakatan.

Reformasi birokrasi mengide
alkan birokrasi tanpa gratifikasi. Bi
rokrasi yang serius untuk berbenah diri
serta kembali kepada peran dan fungsi
yang diembannya, yaitu birokrasi yang
menjadi pelayan masyarakat, jujur,
berintegritas, kompeten, profesional,
dan bersih. Selamat Membaca
Wassalamualaikum Wr. Wb

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

SURAT PEMBACA

Redaksi menerima surat anda berupa saran, kritik dan karya pembaca semua untuk di muat di
Majalah FOKUS Pengawasan ini. layangkan surat anda ke Redaksi melalui email ke :
fokuspengawasan@gmail.com Mohon sertakan identitas lengkap dan alamat anda.

Unit Pengendali
Gratifikasi?
Redaksi yang terhormat, sesuai
informasi yang saya dapatkan, bahwa
dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi pada Kementerian Agama
telah membentuk Unit Pengendali
Gratifikasi, kalau boleh tahu minta
dijelaskan bagaimana strukturnya?
Apakah pada masing-masing satker
nanti harus dibentuk, lalu apa peran
dan tugas dari Unit Pengendali Gratifi
kasi tersebut. Terima kasih.
Irma, Bekasi
FP: Saudari Irma yang saya hormati, me
mang betul di lingkungan Kementerian
Agama sudah dibentuk Unit Pengendali
Gratifikasi (UPG) dan telah di launching
pada tanggal 11 Maret 2014. Saat ini
memang masih di lingkungan Ins
pektorat Jenderal Kementerian Agama.
UPG sendiri merupakan unit pelaksana
program pengendalian gratifikasi yang
dibentuk oleh pejabat yang berwenang
dengan Surat Keputusan pimpinan unit
kerja sebagai perpanjangan tangan dari
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terkait dengan masing-masing satker
apakah membentuk UPG atau tidak ma
sih menunggu Peraturan Menteri Agama
(PMA) tentang Pengendalian Gratifikasi
di Lingkungan Kemenag yang saat ini
masih disiapkan. Terima kasih masukan
saudara akan kami bawa pada rapat
umum redaksi guna membahas secara
prinsip dan teknis penambahan rubrik
tersebut. Terima kasih

LHKPN
Salam hangat untuk redaksi FP, mohon infomasi terkait
masalah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di
lingkungan Kementerian Agama. Apakah ada buku panduan
cara pengisiannya sehingga bisa mempermudah kita bagi
penyelenggara negara di lingkungan Kementerian Agama
untuk mengisi LHKPN. Kalau memang belum ada, saya kira
ini penting untuk disusun.Terima kasih.
Arif, Cilacap
FP: Salam sukses untuk Saudara Arif, kami sampaikan terima
kasih atas pertanyaannya. Kementerian Agama sudah mempu
nyai Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 2013 tentang
Pejabat yang Wajib Menyampaikan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian Agama.
Saat ini sudah ada buku panduan terkait dengan tata cara
pengisian LHKPN di lingkungan Kementerian Agama yang di
terbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kemenag bekerja sama
dengan KPK Tahun 2014. Tentu dengan diterbitkannya buku
panduan tersebut diharapkan akan membantu dan memper
mudah pengisian bagi yang wajib LHKPN.

Profil Pejabat Itjen Kemenag


Redaksi Majalah FP Itjen yang terhormat, saya mengusulkan
kalau di Majalah FP ada rubrik terkait dengan profil para
pimpinan yang ada di Kemenag, khususnya di lingkungan
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Hal ini saya kira
perlu, agar masyarakat lebih mengenal lebih dalam para
pimpinan yang ada di Kemenag. Terima kasih.
Sari, Depok
FP: Terima kasih saudari Sari, usulan yang sangat menarik.
Untuk rubrik pada Majalah FP terkait dengan profil pejabat di
lingkungan Kemenaterian Agama akan kami pertimbangkan.
Sekedar informasi memang saat ini sudah disiapkan buku profil
pimpinan di lingkungan Inspektorat Jenderal yang sebentar
lagi akan terbit.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

DAFTAR ISI

F KUS UTAMA
Terbitnya Undang-Undang No 20 tahun 2001 khususnya pasal 12 B
menjadikan gratifikasi secara tegas sebagai suatu tindakan yang terlarang. Sebagai
suatu bangsa yang birokrasinya telah lama dibiarkan toleran terhadap gratifikasi
maka usaha untuk menghilangkannya menjadi cukup sulit. Terbukti meskipun
peraturan tersebut sudah berjalan lebih dari satu dasawarsa, gratifikasi masih saja
ditemukan dalam lingkaran birokrasi pemerintahan. Bukan hanya penyelenggara
negara yang mempertahankan kebiasaan gratifikasi, tetapi juga masyarakat umum
saat melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan birokrasi.

Hal 6 - 40

COVER
STORY
Kebiasaan memberi dan
menerima hadiah dalam
sistem birokrasi menimbulkan
kendala dalam membangun
tata kelola pemerintahan yang
baik. akibat berkembangnya
kebiasaan pemberian hadiah ini
juga memungkinkan terjadinya
praktik suap

Hal 14-17
GRATIFIKASI: SATU BENTUK
KONFLIK KEPENTINGAN

43-47
PERAN WHISTLEBLOWER
DLAM PEMBERANTASAN
KORUPSI
Dalam konteks hukum positif
kita, kehadiran Whistleblower
perlu mendapatkan
perlindungan. Berdasar
UU Nomor 13 Tahun 2006,
Pasal 10 Ayat (2) keberadaan
Whistleblower tidak
mendapatkan perlindungan
hukum

HOW TO BE AN
EFFECTIVE LEADER
Menjadi seorang pemimpin,
selain harus bisa mengayomi
anak buahnya juga harus
fokus dan meminimalisasi
ke
lalaian-kelalaian yang bisa
merugikan diri sendiri dan tim.
Hal tersebut bisa terhindar
dengan banyak belajar dari
pengalaman orang lain dalam
memimpin.

62-65

48-52

53-55

DILEMA SERTIFIKASI
GURU

MIMPI INDAH MENUJU


WBBK/WBBKM

Di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Tahun 2005,
Pasal 2 ayat 2 menjelaskan
bahwa pengakuan kedudukan
guru sebagai tenaga
profesional dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.

Pemberdayaan (empowering)
APIP ; dalam mewujudkan
program WBK dan WBBKM
tentunya diperlukan penguatan
dan pemberdayaan APIP, bentuk
penguatan dan pemberdayaannya

Sekitar Kita
KANTOR SEHAT TANPA
ASAP ROKOK

Hikmah

Yayasan Lembaga Konsumen


Indonesia (YLKI) melakukan
survei tingkat kepatuhan kantor
pemerintah DKI Jakarta dan
Pusat terkait implementasi
Kawasan Dilarang Merokok
(KDM) pada bulan April 2014,
hasilnya cukup memprihatinkan.
Bahwa pelaku pelanggaran
merokok di kantor pemerintah
adalah 42 persen PNS dan 58
persen non PNS.

Ibarat membentuk sebuah


pohon hias maka waktu yang
tepat untuk membentuknya
agar menjadi indah seperti yang
diinginkan adalah ketika pohon
tersebut masih muda atau
bahkan baru tumbuh. Begitu
pula dalam membentuk suatu
generasi maka waktu yang
paling tepat adalah semenjak
dini.

76-78

MENCETAK GENERASI
ANTIKORUPSI

79-82

Penerimaan gratifikasi dapat


membawa vested interest dan
kewajiban timbal balik atas
sebuah pemberian sehingga
independensi penyelenggara
negara dapat terganggu, serta
dapat mempengaruhi objektivitas
juga penilaian profesional
penyelenggara negara;

Hal 23-27
MENDETEKSI & MENCEGAH
GRATIFIKASI DALAM
BIROKRASI
Fraud (Gratifikasi, Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme) adalah
pertama, penghasilan tidak
seimbang dengan butuhan,
kurang sempurnanya peraturan
perundang-undangan,
administrasi yang lamban dan
sebagainya;

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

F KUS UTAMA

Gratifikasi
dalam Birokrasi

Oleh: Mahmudah

Faktor yang mempengaruhi


timbulnya praktik
gratifikasi diantaranya pola
pikir masyarakat yang
membenarkan tradisi
pemberian hadiah, meskipun
hal tersebut bertentangan
dengan hukum.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

F KUS UTAMA

emberian hadiah telah menjadi


suatu kebiasaan dalam kehidu
pan masyarakat Indonesia.
Pada awalnya praktik pemberian
hadiah di masyarakat merupakan
suatu bentuk perbuatan yang baik
dan positif dalam menjalin hubungan
kekerabatan. Seiring perkembangan
zaman, masyarakat menginginkan
kemudahan dalam pemenuhan kebu
tuhan, sehingga sering kali pemberian
hadiah ditujukan kepada Pegawai
Negeri Sipil dan penyelenggara
negara untuk mempengaruhi keputu
san maupun kebijakan.

Faktor yang mem
pengaruhi timbulnya praktik
gratifikasi diantaranya pola
pikir masyarakat yang mem
benarkan tradisi pemberian
hadiah, meskipun hal tersebut
bertentangan dengan hukum.
Aturan gratifikasi sebagai upa
ya pencegahan tindak pidana
korupsi diharapkan dapat men
ciptakan penyelenggara negara
yang bersih sehingga tercipta
keamanan dan ketertiban.

masyarakat, model pemberian hadiah


semakin meluas.

Model-model pemberian
tersebut memiliki tujuan yang bera
gam pula. Diantaranya tujuan empati
ataupun simpati baik yang bersifat
nyata terhadap orang yang membu
tuhkan maupun simbolik atau sebagai
bentuk solidaritas. Pemberian hadiah
dengan tujuan ucapan terima kasih
dengan alasan apresiasi kepada se
seorang yang dianggap telah mem
berikan jasa. Selain itu pemberian
hadiah bagi sebagian orang dilakukan
dengan tujuan untuk membangun

biaya ekonomi tinggi dan dapat mem


pengaruhi kualitas dan keadilan lay
anan yang diberikan pada masyarakat.
Tidak hanya itu, kebiasaan memberi
dan menerima hadiah dalam sistem
birokrasi menimbulkan kendala dalam
membangun tata kelola pemerin
tahan yang baik. Salah satunya akibat
berkembangnya kebiasaan pembe
rian hadiah ini juga memungkinkan
terjadinya praktik suap yang menim
bulkan korupsi yang dapat merugikan
negara.


Oleh karena itu, pemerintah
memandang perlu untuk mendisiplin
kan pemberian hadiah ini.
Sistem nilai dan budaya yang
berkembang di dalam suatu
Kebiasaan memberi dan
tidak lain mencip
menerima hadiah dalam sistem masyarakat
takan ideologi yang mencer
birokrasi menimbulkan kendala
minkan usaha kelompok-ke
lompok dominan.
dalam membangun tata kelola

pemerintahan yang baik. Salah


satunya akibat berkembangnya
kebiasaan pemberian hadiah ini
juga memungkinkan terjadinya
praktik suap yang menimbulkan
korupsi yang dapat merugikan
negara.


Bangsa Indonesia dike
nal dengan pola hidup yang
komunal, pola hidup tersebut
membentuk ikatan kekeluar
gaan yang kental dalam kehidu
pan bermasyarakat dengan prinsip
hidup gotong royong dan saling to
long menolong. Dengan prinsip hidup
tersebut bangsa Indonesia diajarkan
untuk saling berbagi dengan sesama.
Saling memberi tidak hanya dilakukan
dalam lingkup keluarga namun juga
dalam hubungan sosial di masyarakat.
Saling memberi dalam hal ini identik
dengan pemberian dalam bentuk kon
ret seperti uang, hadiah, dan lainnya.


Kebiasaan pemberian hadiah
berkembang secara turun-temurun
sampai saat ini dengan berbagai
model dan tujuan. Diantaranya
pemberian sumbangan kepada orang
yang sedang membutuhkan, pembe
rian bingkisan atau hadiah pada saat
perayaan atau hari besar keagamaan,
ulang tahun maupun pernikahan.
Namun seiring dengan perkembangan

citra diri. Pemberian hadiah dengan


tujuan membangun citra diri saat ini
sarat dengan persaingan.

Seiring dengan perkemba
ngan masyarakat, pemberian hadiah
kini ikut mengalami perkembangan.
Orang yang pada awalnya memberi
hadiah dengan tujuan memberikan
apresiasi sebagai bentuk terima kasih,
kini mereka juga berharap dengan
pemberian tersebut dapat mempen
garuhi keputusan atau kebijakan dari
orang yang diberi hadiah. Terdapat
kesepakatan antara penerima yang
membutuhkan dan/atau mengingink
an hadiah yang akan diberikan dengan
pemberi yang membutuhkan jasa
penerima hadiah tersebut.

Pada akhirnya kebiasaan
pemberian hadiah ini berefek pada
kinerja pejabat publik, menciptakan

Dengan diaturnya gratifikasi,


pemerintah mengharapkan
dapat mengubah kebiasaan
masyarakat Indonesia tentang
pemberian hadiah yang dapat
memicu timbulnya tindak
pidana korupsi dengan tujuan
menciptakan kedamaian dalam
kehidupan bermasyarakat.
Namun pada praktiknya aturan
ini tidak begitu saja diterima
oleh masyarakat. Pemberian hadiah
yang telah menjadi kebiasaan di dalam
kehidupan bersosialisasi di masyarakat
Indonesia sulit untuk diubah karena
kebiasaan pemberian hadiah ini dipan
dang wajar.

Akibatnya pemberian hadiah
yang termasuk dalam perbuatan grati
fikasi seperti diatur dalam UU Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas UU Nomor 31 tahun 1999 ten
tang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagai pemberian dalam arti
luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinja
man tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang
diterima di dalam negeri maupun di
luar negeri dan yang dilakukan dengan
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

F KUS UTAMA
menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik, masih terus
ada di masyarakat.

Sebelum diaturnya gratifikasi,
masyarakat tetap diperbolehkan mem
berikan hadiah atas dasar hubungan
jabatan selama pemberian hadiah
tersebut tidak mengharapkan imba
lan dalam bentuk apapun. Seseorang
baru dapat dijerat dengan pasal suap
apabila ia mengetahui atau patut di
duga bahwa hadiah yang diterimanya
diberikan karena kekuasaan dan ke
wenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran
orang yang memberikan hadiah atau
janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya seperti dijelaskan dalam
Pasal 11 UU Nomor 20 tahun 2011
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jadi tidak semua hadiah yang diterima
oleh pejabat harus dikembalikan mau
pun diperiksa, hanya yang menimbul
kan kecurigaan dalam penyelidikan

maupun penyidikan.

Setelah gratifikasi diatur
dalam pasal yang berbeda dengan
suap dan berdiri sebagai perbuatan
sendiri, pemberian hadiah yang telah
berlangsung lama di masyarakat dila
rang khususnya pegawai negeri dan
penyelenggara negara. Akan tetapi,
pada kenyataannya ketentuan gratifi
kasi ini masih belum dapat mencegah
masyarakat dari kebiasaan pemberian
hadiah. Sampai saat ini kebiasaan
pemberian hadiah kepada pejabat
yang bertentangan dengan tugas dan
kewajibannya masih berlangsung di
masyarakat seperti yang telah dijelas
kan di atas mengenai reaksi yang
berdasarkan rasa salah diri. Dengan
demikian pada praktiknya ketentuan
mengenai gratifikasi ini belum efektif
dilihat dari masih maraknya praktik
gratifikasi yang ada di masyarakat.

Dalam usaha mengubah

Tentang
Gratifikasi

suatu kebiasaan yang telah hidup dan


berkembang dalam masyarakat seperti
pemberian hadiah itu, tidak hanya cu
kup dengan pembaharuan hukum me
lalui peraturan perundang-undangan.
Dibutuhkan pendekatan secara
sosiologis mengenai aturan tersebut
kepada masyarakat dan pegawai ne
geri sebagai penyelenggara negara itu
sendiri, agar timbul komitmen moral
dalam diri pejabat, sehingga aturan
yang dibuat dapat berfungsi secara
efektif dan dapat membantu mencapai
tujuan yang hendak dicapai.

Namun demikian harus
diperhatikan juga faktor-faktor eko
nomi, sosial dan budaya yang ada
di masyarakat. Dengan begitu pe
nyelenggara negara yang bersih dapat
terwujud dan akan tercipta lingkungan
masyarakat yang tertib dan aman se
suai dengan tujuan pokok hukum yaitu
ketertiban.

Apapun yang diterima oleh pegawai negeri dan


penyelenggara negara dari pihak lain karena
pekerjaannya, dan sekaligus berlawanan
dengan pekerjaannya
GRATI
FIKASI

GRATI
FIKASI

BUKAN
GRATIFI
KASI

JENIS
SUAP
DA
ALA
DALAM
KEDINASAN

Tolak! Kalau tidak


bisa ditolak,
laporkan!
BERKAITAN DENGAN PEKERJAAN & JABATAN
Uang Ucapan terima kasih
Hadiah yang berkaitan dengan
pekerjaan
Fasilitas transportasi, akomodasi, dan
uang saku dari rekanan berdasarkan
kebijakan sepihak oleh pengundang
Fasilitas hiburan dan wisata yang tidak
relevan dengan penugasan dari
instansi

Boleh diterima
tak harus
dilaporkan

Boleh diterima
dan harus dilaporkan

Fasilitas transportasi, akomodasi,


dan uang saku dari rekanan
berdasarkan penugasan resmi dari
instansi
Door Prize, cinderamata, dan
sejenisnya yang diterima saat
menjalankan penugasan resmi
dari instansi

BELUM TENTU BERKAITAN


DENGAN PEKERJAAN
Diskon & bonus pembelian yang
berlaku untuk seluruh masyarakat atau
untuk semua pegawai berdasarkan
perjanjian resmi antarlembaga
Door prize dan sejenisnya yang
berlaku untuk seluruh masyarakat
Makan dan minum yang diterima oleh
seluruh peserta dalam sebuah acara
kedinasan

DILAPORKAN KEPADA UNIT PENGENDALIAN GRATIFIKASI


definisi dan contoh dalam ilustrasi ini hanya penyederhanaan terhadap maksud UU No. 20 Tahun 2001
Rujukan : E-modul gratifikasi KPK | www.kpk.go.id/gratifikasi/

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Ilustrasi infografis disadur dari BERITAGAR.COM

F KUS UTAMA

Gratifikasi
Adalah
Korupsi
Oleh: Hendro Wibowo

enurut Undang-undang
Nomor 31 tahun 1999 jo.
UU Nomor 20 tahun 2001
tentang tindak pidana korupsi, definisi
korupsi dijelaskan secara gamblang
dalam 13 buah pasal yang terbagi
dalam 7 kelompok, sebagai berikut:
(a) menyangkut kerugian keuangan
negara (diuraikan dalam pasal 2 dan
pasal 3); (b) suap menyuap (diuraikan
dalam pasal 5, 6, 11, 12 dan pasal
13); (c) penggelapan dalam jabatan
(diuraikan dalam pasal 8, 9 dan 10); (d)
pemerasan (diuraikan dalam pasal 12);
(e) perbuatan curang (diuraikan dalam
pasal 7 dan 12); (f ) benturan kepentin
gan dalam pengadaan barang dan jasa
(diuraikan dalam pasal 12 huruf i); (g)
Gratifikasi (diuraikan dalam pasal 12 b
jo pasal 12 c). Sehingga dalam undangundang tersebut dengan jelas dise
butkan bahwa gratifikasi merupakan
bagian dari korupsi.

Dalam pengertian yang lebih
luas sesuai dengan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001, penjelasan pa
sal 12 b ayat (1) , gratifikasi didefinisi
kan pemberian dalam arti luas, di
mana gratifikasi tersebut baik diterima
di dalam negeri maupun di luar negeri,
dan dilakukan dengan menggunakan
sarana elektronik ataupun tanpa sarana
elektronik.


Banyaknya peraturan perun
dang-undangan mengenai korupsi
yang dibuat sejak tahun 1957, sebena
rnya memperlihatkan besarnya niat
bangsa Indonesia untuk memberantas
korupsi hingga saat ini. Pemberantasan
tersebut baik dari sisi hukum pidana
material maupun hukum pidana formal
(hukum acara pidana). Namun demiki
an, masih ditemui kelemahan yang
dapat disalahgunakan oleh pelaku
korupsi untuk melepaskan diri dari
jerat hukum. Terlepas dari kuantitas
peraturan perundang-undangan yang
dihasilkan, permasalahan utama pem
berantasan korupsi juga berhubungan
erat dengan sikap dan perilaku. Struk
tur dan sistem politik yang korup telah
melahirkan apatisme dan sikap yang
cenderung toleran terhadap perilaku
korupsi. Akibatnya sistem sosial yang
terbentuk dalam masyarakat telah
melahirkan sikap dan perilaku yang
permisif dan menganggap korupsi se
bagai suatu hal yang wajar dan normal.

Dari berbagai jenis


korupsi yang diatur
dalam undang-undang,
gratifikasi merupakan
suatu hal yang relatif
baru dalam penegakan
hukum tindak pidana
korupsi di Indonesia.


Akan tetapi, yang tak kalah
memprihatinkan adalah dampak
korupsi bagi pembentukan sikap
pandang masyarakat sehari-hari.
Lama-kelamaan kondisi sosial ini akan
berpotensi memberi ruang pembena
ran bahkan kesempatan bagi pelaksa
naan korupsi. Hal ini karena, bukannya
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

F KUS UTAMA
menjadi sumber nilai-nilai yang benar,
baik dan pantas, kondisi sosial yang
serba mengizinkan ini justru akan
dapat menimbulkan kekaburan pato
kan nilai-nilai. Akibatnya korupsi pun
menjadi hal yang biasa, termasuk di
dalam kebiasaan melakukan pungutan
tambahan terhadap pelayanan publik/
masyarakat seperti pengurusan pem
bayaran pajak, perizinan, pengurusan
paspor, pengurusan biaya nikah dan
pengurusan KTP, maupun penerimaan
baik berupa barang atau uang yang
diterima oleh penyelenggara negara
maupun pegawai negeri apabila ada
kaitan langsung terhadap tugasnya.
Apabila terdapat biaya tambahan
selain penerimaan tersebut yang
diatur dalam peraturan perundangundangan maka dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi.

Dari berbagai jenis korupsi
yang diatur dalam undang-undang,
gratifikasi merupakan suatu hal yang
relatif baru dalam penegakan hukum
tindak pidana korupsi di Indonesia.
Meskipun sudah diterangkan di dalam
undang-undang, ternyata masih ba
nyak masyarakat Indonesia yang belum
memahami makna gratifikasi. Dengan
latar belakang rendahnya pemahaman
masyarakat Indonesia atas gratifikasi
yang dianggap suap sebagai salah satu
jenis tindak pidana korupsi. Gratifikasi
dapat diartikan positif atau negatif.
Gratifikasi positif adalah pemberian

hadiah dilakukan dengan niat yang


tulus dari seseorang kepada orang lain
tanpa pamrih artinya pemberian dalam
bentuk tanda kasih tanpa meng
harapkan balasan apapun. Gratifikasi
negatif adalah pemberian hadiah
dilakukan dengan tujuan pamrih, pem
berian jenis ini yang telah membudaya
di kalangan birokrat maupun pengusa
ha karena adanya interaksi kepentin
gan, misalnya dalam mengurus pajak,
seseorang memberikan uang tips pada
salah satu petugas agar pengurusan
pajaknya dapat diurus dengan segera.
Hal ini juga sangat merugikan bagi
orang lain dan perpektif dan nilai-nilai
keadilan dalam hal ini terasa dike
sampingkan hanya karena kepentin
gan sesorang yang tidak taat pada tata
cara yang telah ditetapkan. Dengan
demikian secara perspektif gratifikasi
tidak selalu mempunyai arti jelek,
namun harus dilihat dari kepentingan
gratifikasi.

Dalam lingkup organisasi
Kementerian Agama yang menjadi so
rotan publik pada akhir-akhir ini adalah
pelayanan masyarakat berupa biaya
pernikahan. Berawal dari Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 ten
tang tarif atas jenis PNBP yang berlaku
pada Departemen Agama, biaya per
nikahan dipatok sebesar Rp30.000,00.
Padahal dalam realitas di lapangan
sebagian besar masyarakat menikah
kan di luar jam kerja dan di luar kantor

sehingga pegawai pencatat nikah/


penghulu memerlukan akomodasi dan
biaya transport tambahan yang tidak
diatur dalam peraturan perundang-un
dangan. Kondisi tersebut menyebab
kan pegawai pencatat nikah menerima
saja pemberian amplop dari masyara
kat yang membutuhkan jasanya dan
hal tersebut dianggap wajar dengan
dalih untuk biaya transport dan khot
bah penghulu. Untuk mengatasi hal
tersebut, Pemerintah akan mengelu
arkan PP yang baru sebagai pengganti
PP Nomor 47 Tahun 2004 yang akan
menetapkan tarif/biaya pernikahan di
luar KUA sehingga permasalahan grati
fikasi pelayanan nikah bisa dihindar
kan.

Dalam lingkup individu,
sebagai auditor pada Inspektorat
Jenderal Kementerian Agama, dalam
melaksanakan tugas audit kita tidak
bisa lepas dari risiko gratifikasi. Pada
saat pelaksanaan audit, dalam berinte
raksi dengan auditan terkadang kita
diberi oleh-oleh/hadiah, godaan untuk
diberikan uang, pulsa dan lain-lain.
Pada prinsipnya pemberian sesuatu
yang tidak berkaitan dengan tugas
dan fungsi yang bisa berpengaruh
terhadap independensi auditor bisa
dikategorikan gratifikasi. Akhirnya kita
berharap agar dalam menjalankan tu
gas selalu menjunjung tinggi integritas
dan amanah yang kita emban, selalu
berpijak pada norma-norma kepega
waian sehingga tidak tergoda untuk
melakukan tindakan korupsi.

RAWAN GRATIFIKASI. Salah satu yang


menjadi sorotan di lingkungan Kementerian
Agama, peran penghulu dalam melayani
masyarakat. PP Nomor 47 Tahun 2004 yang
telah menetapkan tarif/biaya pernikahan di
luar KUA sehingga permasalahan gratifikasi
pelayanan nikah bisa dihindarkan.

10

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

F KUS UTAMA

aling tolong menolong dan


saling memberi merupakan
anjuran kebaikan yang sejatinya
dilaksanakan oleh setiap manusia
sebagaimana firman Allah SWT yang
artinya: Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan tak
wa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, ses
ungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
[al-Midah/5:2]. Saling memberi dalam
hal ini adalah pemberian hadiah meru
pakan perbuatan yang diperbolehkan
karena akan menciptakan rasa cinta,
empati, dan kasih sayang antara pem
beri dan penerima sebagaimana di
sabdakan oleh Rasulullah SAW:Saling
menghadiahilah kalian niscaya kalian
akan saling mencintai (HR. Al-Bukhari
dalam Al-Adabul Mufrad No. 594).
Budaya Indonesia sangat ken
tal dengan nilai ketimuran seperti
saling memberi. Hanya saja budaya
saling memberi tersebut akan bernilai
positif selama dilaksanakan atas dasar
keikhlasan dan mengharap ridho dari
Allah SWT bukan untuk kepentingan
tertentu.
Pemberian hadiah untuk ke
pentingan tertentu pernah terjadi
pada masa Rasulullah SAW seperti
diriwayatkan sebagai berikut: Dari Abu

Mencurigai
Niat Baik
Pemberian
Gratifikasi
Humaid as-Saidi radhiyallahu anhu ber
kata: Nabi shallallahu alaihi wasallam
memperkerjakan seorang laki-laki dari
suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah
sebagai pemungut zakat. Ketika datang
dari tugasnya, dia berkata: Ini untuk ka
lian sebagai zakat dan ini dihadiahkan
untukku. Beliau bersabda: Cobalah dia
duduk saja di rumah ayahnya atau ibu
nya, dan menunggu apakah akan ada
yang memberikan kepadanya hadiah?
Dan demi Dzat yag jiwaku di tanganNya, tidak seorangpun yang mengam
bil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia
akan datang pada hari kiamat dengan
dipikulkan di atas lehernya berupa unta
yang berteriak, atau sapi yang melem
buh atau kambing yang mengembik.
Kemudian beliau mengangkat tangan-

Oleh:
Mahfudz Maulana Sahban

pemberian dalam
arti luas, yakni
meliputi pemberian
uang, barang,
rabat (discount),
komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas
penginapan,
perjalanan wisata,
pengobatan cumacuma, dan fasilitas
lainnya.
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

11

F KUS UTAMA
FOTO: foto.detik.com/readfoto/2011/10/11/182359/1741818/157/4/barang-gratifikasi-dilelang

Barang-barang
g ratifikasi yang disita
KPK dan akan dilelang
secara terbuka

Salah satu catatan tertua mengenai terjadinya praktik


pemberian gratifikasi di Indonesia ditemukan dalam
catatan seorang Biksu Budha I Tsing (Yi Jing atau
Zhang Wen Ming) pada abad ke 7.

nya, sehingga terlihat oleh kami ketiak


beliau yang putih dan (berkata,): Ya
Allah bukan kah aku sudah sampaikan,
bukankah aku sudah sampaikan, seban
yak tiga kali.
Rasulullah SAW melarang
perbuatan tersebut di atas karena
tindakan si pemberi zakat bisa jadi
tidak akan memberikan hadiah kalau
Lutbiah bukanlah seorang pejabat
pemungut zakat. Si pemberi hadiah

12

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

berkepentingan agar Ibnu Luthbiah


dapat mengurangi kewajiban-kewa
jiban terkait pembayaran zakat. Dan
hal tersebut untuk akan menyebabkan
terzhaliminya hak-hak fakir miskin ter
kait dengan zakat.
Praktik memberi hadiah juga
sudah terjadi di Indonesia sejak abad
ke-7, sebagaimana tercantum dalam
buku saku Memahami Gratifikasi
yang diterbitkan oleh Komisi Pember

antasan Korupsi diceritakan bahwa


salah satu catatan tertua mengenai
terjadinya praktik pemberian gratifikasi
di Indonesia ditemukan dalam catatan
seorang Biksu Budha I Tsing (Yi Jing
atau Zhang Wen Ming) pada abad ke 7.
Pada abad ke-7, pedagang dari Cham
pa (saat ini Vietnam dan sebagian Kam
boja) serta China datang dan berusaha
membuka upaya perdagangan dengan
Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan catatan
tersebut, pada tahun 671 M adalah
masa di mana Kerajaan Sriwijaya men
jadi pusat perdagangan di wilayah Asia
Tenggara. Dikisahkan bahwa para ped
agang dari Champa dan China pada
saat datang di Sumatera disambut
oleh prajurit Kerajaan Sriwijaya yang
menguasai bahasa Melayu Kuno dan
Sansekerta sementara para pedagang
Champa dan China hanya menguasai
bahasa Cina dan Sansekerta berdasar
kitab Budha, hal ini mengakibatkan ter
jadinya permasalahan komunikasi.
Pada saat itu, Kerajaan Sriwi
jaya telah menggunakan emas dan
perak sebagai alat tukar namun belum
berbentuk mata uang hanya berben
tuk gumpalan ataupun butiran kecil,
sebaliknya Champa dan China telah

F KUS UTAMA
menggunakan emas, perak, dan tem
baga sebagai alat tukar dalam bentuk
koin serta cetakan keong dengan berat
tertentu yang dalam bahasa Melayu
disebut tael. Dalam catatannya, I Tsing
menjabarkan secara singkat bahwa
para pedagang tersebut memberikan
koin-koin perak kepada para prajurit
penjaga pada saat akan bertemu de
ngan pihak Kerabat Kerajaan Sriwijaya
yang menangani masalah perdaga
ngan. Adapun pemberian tersebut di
duga bertujuan untuk mempermudah
komunikasi. Pemberian koin perak
tersebut kemudian menjadi kebiasaan
tersendiri di kalangan pedagang dari
Champa dan China pada saat ber
hubungan dagang dengan Kerajaan
Sriwijaya untuk menjalin hubungan
baik serta agar dikenal identitasnya
oleh pihak Kerajaan Sriwijaya, (Doni
Mahardiansyah, dkk, 2010).
Transformasi budaya memberi
hadiah menghasilkan distorsi makna,
yang awalnya adalah sebuah kebai
kan tanpa ada kepentingan tertentu
berubah menjadi tindak pidana korup
si. Hal tersebut karena terjadinya ke
salahan adopsi, pemberian hadiah dari
anak kepada orang tua, begitu juga se

baliknya, hadiah yang berlaku umum,


serta imbalan atas jasa/jual beli yang
tidak melanggar ketentuan adalah
hal yang positif, tapi akan berubah
ketika dilakukan kepada penyeleng
gara negara karena hal tersebut akan
menimbulkan dampak negatif. Budaya
memberi dan menerima yang baik di
kalangan masyarakat akan jadi negatif
apabila dilaksanakan dalam dunia bi
rokrasi yang kemudian dikenal dengan
istilah gratifikasi.
Sayangnya, praktik gratifikasi,
suap menyuap menjadi seperti hal
yang lumrah dan menjadi sebuah
kebiasaan yang banyak kita temukan
dalam dunia birokrasi, hal tersebut di
lakukan untuk memperoleh jalan pin
tas, mempengaruhi, dan mencegah pe
nyelenggara negara untuk melakukan
kewajiban yang semestinya dilakukan.
Hal tersebut dapat berdampak dilang
garnya Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang semestinya harus ditaati
sebagai pedoman dalam pelaksanaan
kegiatan pemerintahan. Di samping
itu, gratifikasi akan menimbulkan kon
flik kepentingan yang menyebabkan
hilangnya objektivitas dan profesiona
lisme penilaian dari seorang peny

elenggara negara sehingga apabila


dilakukan secara masif akan menye
babkan penurunan kinerja dari suatu
instansi pemerintahan.
Sosialisasi terkait gratifikasi
sudah banyak dilakukan termasuk ba
tasan-batasan mana yang merupakan
gratifikasi, baik itu melalui media mas
sa, seminar, workshop, dan sejenisnya
tetapi dalam implementasi nampaknya
masih terdapat kendala dalam lapa
ngan. Hal ini bisa disebabkan karena
memang praktik itu sudah jadi sebuah
kebiasaan yang melekat sehingga
susah dihilangkan. Padahal sebagai
orang yang taat beragama sudah seha
rusnya mengikuti apa yang telah dia
jarkan oleh Rasulnya. Penyelenggara
yang baik mestinya menolak setiap
pemberian yang berkaitan dengan
jabatannya begitu juga sebaliknya si
pemberi hadiah juga agar legowo apa
bila hadiahnya tidak diterima. Pesan
moralnya adalah kebaikan bukan
hanya dari memberi hadiah, oleh-oleh,
dan sebagainya tetapi pengabdian
dan integritas sebagai penyelenggara
negara dalam menjalankan amanah
adalah hal utama yang mutlak harus
dilaksanakan.

SUMBER : ACCH.KPK.GO.ID Infografis: Basuki Rahmat.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

13

F KUS UTAMA

Gratifikasi :

Satu Bentuk
Konflik Kepentingan
Oleh: Rofi Sari Dewi

14

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

F KUS UTAMA

Definisi konflik kepentingan adalah


situasi dimana seseorang Penyelenggara
Negara yang mendapatkan kekuasaan
dan kewenangan berdasarkan peraturan
perundang-undangan memiliki atau diduga
memiliki kepentingan pribadi atas setiap
penggunaan wewenang yang dimilikinya
sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan
kinerja yang seharusnya.

agi sebagian kecil orang,


terkadang mengucapkan
gratifikasi tertukar menjadi
gravitasi. Padahal jelas dua kata terse
but mengandung pengertian yang
berbeda dari manapun sudut pan
dangnya. Kata gravitasi termasuk ranah
istilah dalam ilmu pengetahuan alam.
Gravitasi mengandung pengertian
sebagai gaya tarik menarik yang terjadi
antara semua partikel yang mempun
yai massa di alam semesta. Sedangkan
gratifikasi merupakan pemberian
dalam arti luas, yakni meliputi pembe
rian uang, barang, rabat, komisi, pinja

Jadi dua kata ini jelaslah bu


kan kata-kata yang mengandung arti
yang sama sehingga tidak bisa kita
pertukarkan. Tetapi perlu dilihat dari
kata gravitasi dan gratifikasi me
ngandung sebuah kondisi gaya tarikmenarik. Kenapa demikian? Sebagai
contoh, bumi yang memiliki massa
yang sangat besar menghasilkan gaya
gravitasi yang sangat besar untuk
menarik benda-benda disekitarnya,
termasuk makhluk hidup, dan bendabenda yang berada di bumi. Begitu
juga gratifikasi, pemberi yang memiliki
harta yang banyak dan mempunyai
maksud dan kepentingan terhadap
pejabat yang memiliki kewenangan
dapat menyebabkan makin besar
gratifikasi yang diberikan untuk me
narik penerima mengikuti apa yang
diinginkan pemberi. Gratifikasi inilah
yang menyebabkan si pemberi beru
saha menarik penerima dengan meng
harapkan imbalan yang dapat berupa
penyalahgunaan wewenang,kebijakan,
janji-janji, atau hal lain yang menyim
pang. Upaya pemberian inilah yang
disebut dengan gratifikasi yang diang
gap suap.
Selain gaya tarik menarik
tersebut, antara gravitasi dan gratifikasi
juga sama-sama menjatuhkan. Sebagai
contoh, pada saat tangan kita meme
gang sebuah benda lalu dilepas maka
pasti akan jatuh ke bawah, inilah gaya

man tanpa bunga, tiket perjalanan,


fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma dan fasilitas
lainnya.

gravitasi bumi. Yang mampu membuat


benda jatuh ke bawah, bukan ke atas.
Begitu juga gratifikasi akan dapat
menjatuhkan seseorang jika seseorang
yang mempunyai jabatan, kekuasaan
(benda di tangan dalam contoh gravi
tasi) dan kewenangan menerima grati
fikasi dan terbukti, maka seseorang itu
akan jatuh kekuasaannya alias masuk
bui karena ancaman penerima gratifi
kasi tidak main-main minimal 4 tahun
penjara.
Akhir-akhir ini memang
istilah gratifikasi sering kita dengar
dikarenakan banyak pejabat yang ter
jerat permasalahan ini. Mari coba kita
lihat lebih jauh tentang gratifikasi ini
sehingga kita tidak terkena gaya tarik
dan terjatuh karenanya. Merujuk pada
Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 juncto undang-undang nomor
20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, terdapat 30
jenis tindak pidana korupsi dimana
ke 30 jenis tindak pidana tersebut
dapat dikelompokkan menjadi tujuh,
yaitu kerugian negara; suap me
nyuap; penggelapan dalam jabatan;
pemerasan;perbuatan curang; ben
turan kepentingan dalam pengadaan;
dan gratifikasi. Hal ini menunjukkan
dari berbagai jenis korupsi yang dia
tur dalam undang-undang, gratifikasi
merupakan suatu hal yang relatif baru
dalam penegakan hukum tindak
pidana korupsi.
Persoalan gratifikasi merujuk
pada penjelasan Pasal 12B ayat (1) Un
dang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

15

F KUS UTAMA
Penerimaan gratifikasi dapat membawa vested
interest dan kewajiban timbal balik atas sebuah
pemberian sehingga independensi penyelenggara
negara dapat terganggu, serta dapat mempengaruhi
objektivitas juga penilaian profesional
penyelenggara negara;

juncto UU Nomor 20 Tahun 2001. Dari


penjelasan pasal tersebut, ternyata
gratifikasi dapat disimpulkan merupa
kan pemberian dalam arti luas. Adapun
bentuknya dapat berupa pemberian
uang, barang, rabat(discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjala
nan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Sehingga pengertian
tersebut bersifat netral.
Pada pasal 12B UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 jo 20 ta
hun 2001 berbunyi: Setiap Gratifikasi
kepada Pegawai Negeri atau Penye
lenggara Negara dianggap pemberian
suap , apabila berhubungan dengan
jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya. Dalam
Pasal 12B ini, perbuatan penerimaan
gratifikasi oleh Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara yang diang
gap sebagai perbuatan suap apabila
pemberian tersebut dilakukan karena
berhubungan dengan jabatannya dan
berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya. Terbentuknya peraturan
tentang gratifikasi ini merupakan ben
tuk kesadaran bahwa gratifikasi dapat
mempunyai dampak yang negatif

dan dapat disalahgunakan, khusus


nya dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan publik, sehingga unsur ini
diatur dalam perundang-undangan
mengenai tindak pidana korupsi. Di
harapkan jika budaya pemberian dan
penerimaan gratifikasi kepada/oleh
Penyelenggara Negara dan Pegawai
Negeri dapat dihentikan, maka tindak
pidana pemerasan dan suap dapat
diminimalkan atau bahkan dihilang
kan. Sehingga cita-cita mewujudkan
sebuah pemerintahan yang bebas dari
korupsi akan bisa terwujud.
Gratifikasi juga merupakan
salah satu bentuk konflik kepenti
ngan. Hal ini seperti di kutip dari buku
panduan Konflik Kepentingan yang di
terbitkan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi. Beberapa bentuk konflik
kepentingan yang sering terjadi dan
dihadapi oleh Penyelenggara Negara
antara lain adalah; situasi yang menye
babkan seseorang menerima gratifikasi
atau pemberian/penerimaan hadiah
atas suatu keputusan/jabatan;
Penerapan penegakkan
peraturan gratifikasi ini tidak sedikit
menghadapi kendala karena banyak
masyarakat Indonesia masih mengan

gap bahwa memberi hadiah (baca:


gratifikasi) merupakan hal yang lum
rah. Secara sosiologis, hadiah adalah
sesuatu yang bukan saja lumrah tetapi
juga berperan sangat penting dalam
merekat kohesi sosial dalam suatu
masyarakat maupun antarmasyarakat
bahkan antarbangsa.
Bagaimana hubungan antara
gratifikasi dan pengaruhnya terhadap
pejabat publik? Salah satu kajian yang
dilakukan oleh Direktorat Penelitian
dan Pengembangan KPK (2009) men
gungkapkan bahwa pemberian hadiah
atau gratifikasi yang diterima oleh pe
nyelenggara negara adalah salah satu
sumber penyebab timbulnya konflik
kepentingan. Konflik kepentingan yang
tidak ditangani dengan baik dapat ber
potensi mendorong terjadinya tindak
pidana korupsi.
Definisi konflik kepentingan
adalah situasi dimana seseorang Pe
nyelenggara Negara yang mendapatkan
kekuasaan dan kewenangan berdasar
kan peraturan perundang-undangan
memiliki atau diduga memiliki kepen
tingan pribadi atas setiap penggunaan
wewenang yang dimilikinya sehingga
dapat mempengaruhi kualitas dan ki
nerja yang seharusnya.
Situasi yang menyebabkan
seseorang penyelenggara negara
menerima gratifikasi atau pemberian/
penerimaan hadiah atas suatu kepu
tusan/jabatan merupakan salah satu
kejadian yang sering dihadapi oleh
penyelenggara negara yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan.
Beberapa bentuk konflik
kepentingan yang dapat timbul
dari pemberian gratifikasi ini antara
lain adalah: Penerimaan gratifikasi
dapat membawa vested interest dan
kewajiban timbal balik atas sebuah
pemberian sehingga independensi pe
nyelenggara negara dapat terganggu;
Penerimaan gratifikasi dapat mempe
ngaruhi objektivitas dan penilaian pro
fesional penyelenggara negara; Peneri
maan gratifikasi dapat digunakan
sedemikian rupa untuk mengaburkan
terjadinya tindak pidana korupsi;dan

FOTO: merdeka.com

16

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

F KUS UTAMA
lain-lain.
Penerimaan gratifikasi oleh
penyelenggara negara atau pegawai
negeri dan keluarganya dalam suatu
acara pribadi, atau menerima pembe
rian suatu fasilitas tertentu yang tidak
wajar, semakin lama akan menjadi ke
biasaan yang cepat atau lambat akan
mempengaruhi penyelenggara negara
atau pegawai negeri yang bersangku
tan. Banyak yang berpendapat bahwa
pemberian tersebut sekedar tanda teri
ma kasih dan sah-sah saja, tetapi pem
berian tersebut patut diwaspadai se
bagai pemberian yang berpotensi me
nimbulkan konflik kepentingan karena
terkait dengan jabatan yang dipangku
oleh penerima serta kemungkinan
adanya kepentingan-kepentingan dari
pemberi, dan pada saatnya pejabat
penerima akan berbuat sesuatu untuk
kepentingan pemberi sebagai balas
jasa. Penyelenggara negara atau pega
wai negeri yang menerima gratifikasi
dari pihak yang memiliki hubungan
afiliasi (misalnya: pemberi kerjapenerima kerja, atasan-bawahan dan
kedinasan) dapat terpengaruh dengan
pemberian tersebut, yang semula
tidak memiliki kepentingan pribadi
terhadap kewenangan dan jabatan
yang dimilikinya menjadi memiliki ke
pentingan pribadi dikarenakan adanya
gratifikasi. Pemberian tersebut dapat
dikatakan berpotensi untuk menimbul
kan konflik kepentingan pada pejabat
yang bersangkutan.
Untuk menghindari terjadinya
konflik kepentingan yang timbul
karena gratifikasi tersebut, penyeleng
gara negara atau pegawai negeri harus
membuat suatu declaration of interest
untuk memutus kepentingan pribadi
yang timbul dalam hal penerimaan
gratifikasi. Oleh karena itu, penyeleng
gara negara atau pegawai negeri harus
melaporkan gratifikasi yang diteriman
ya untuk kemudian ditetapkan status
kepemilikan gratifikasi tersebut oleh
KPK, sesuai dengan Pasal 12C UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 juncto
Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2001.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3369/perbedaan-antara-suap-dengan-gratifikasi
SUMBER : hukumonline.com Infografis: Basuki Rahmat.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

17

F KUS UTAMA
Sebenarnya segala jenis penyimpangan,
pelanggaran termasuk gratifikasi dapat
diminimalkan dengan peran pengelolaan
manajemen yang baik (good governance).
Salah satunya adalah dengan menerapkan
pengendalian intern yang kuat dan
pengawasan melekat yang ketat dan
tegas, dengan memenuhi dua unsur
good governance yakni transparansi dan
kompetensi. Langkah nyatanya dengan tetap
menjalankan manajemen organisasi sesuai
aturan, tidak takut intervensi dan tekanan
dari atasan, seperti dicontohkan Kapolri
Hoegeng dia menyatakan: Perlu diketahui
bahwa kita tidak gentar menghadapi
orang-orang gede siapa pun. Kita hanya
takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi
kalau salah tetap kita tindak.

Oleh: Mohamad Fitri

Gratifikasi
dalam
Birokrasi
yang Tidak
Reformis
18

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

irokrasi yang reformis akan


mengedepankan transparansi
dan keterbukaan. Karena grati
fikasi yang cenderung tersembunyi
(hidden) apalagi dibungkus dengan
adanya kolusi antar aparatur pemerin
tah. Dengan transparansi dan keterbu
kaan manajemen yang semua orang
bisa tahu, semua bisa mengakses,
dapat menghindarkan perilaku me
nyimpang dan gratifikasi.
Belajar dari teladan birokrasi
saat zaman awal kemerdekaan, yang
jangankan melakukan korupsi bah
kan korupsi pun sangat dihindari
dari kehidupan birokrasi dan sosial
penyelenggaran negara pada masa
itu. Seperti ketika Wapres Mohammad
Hatta tak mampu membeli sepatu bally
impiannya hingga akhir hayat. Ketika
Perdana Menteri Natsir menggunakan
jas tambalan, mengayuh sepeda ontel
ke rumah kontrakannya. Ketika Menteri

F KUS UTAMA

keuangan Syafrudin yang tak mampu


membeli popok untuk anaknya. Itu
semua adalah sebuah keteladanan
yang mulai memudar di tengah gemer
lap karpet merah Istana dan Senayan.
Ada beberapa ciri bahwa di
lingkungan birokrasi suatu organisasi/
lembaga yang terjadi korupsi dan fraud
adalah terjadinya temuan berulang.
Seringkali dijumpai dalam pelaksanaan
tugas audit ada temuan pada tahun
lalu namun masih sama kondisinya
dengan kondisi sekarang. Hal tersebut
sama saja tidak ada upaya perbaikan
dari suatu satker untuk memperbaiki
kinerjanya. Ini menandakan adanya in
dikasi kecurangan (fraud) dan korupsi
dalam tubuh organisasi.
Menurut Transparency Inter
national, akses yang kuat pada sistem
informasi dan aturan yang mengatur
perilaku pejabat publik dapat mem

bantu negara meningkatkan upaya


pencegahan korupsi. Kurangnya akunt
abilitas dan lemahnya lembaga ma
syarakat membuat persepsi ini makin
jeblok. Seperti di negara Denmark,
negara paling bersih dari korupsi di
dunia menerapkan aturan perilaku
pejabat publiknya dengan mewajibkan
melaporkan pengeluaran yang dilaku
kan pejabat politiknya setiap bulan.
Pelajaran ini dapat diterap
kan di negara kita, sebagai langkah
pencegahan yakni bukan hanya kewa
jiban melaporkan harta dalam LHKPN
namun juga setiap pejabat publik
terutama DPR (legislatif ), pejabat
pemerintah (eksekutif ), dan penegak
hukum (yudikatif ) diwajibkan untuk
melaporkan jumlah pendapatan dan
pengeluarannya setiap bulan. Singa
pura merupakan negara terbersih dari
korupsi di Asia, belajar dari Singapura
bagaimana sistemnya dalam pember

antasan korupsi, hal yang bisa dipetik


adalah bahwa pemberantasan ko
rupsi di Singapura telah dimulai sejak
kemerdekaannya. Keterbatasan ke
wenangan pada lembaga sebelumnya
maka dalam perkembangannya tahun
1952 pemerintah Singapura memben
tuk satu-satunya lembaga yangber
wenang penuh dalam pemberantasan
korupsi yang disebut Corrupt Practices
InvestigationBureau (CPIB). Bahkan
dalam sejarahnya CPIB merupakan
salah satu lembaga anti korupsi tertua
di dunia. Jadi start Singapura tahun
1952 lebih dulu daripada Indonesia
tahun 2003 yang baru membentuk
lembaga anti korupsi yang memiliki
kewenangan absolut.
Kita juga harus optimis di
Indonesia juga masih banyak pejabat-
pejabat yang bermental jujur, bersih,
dan merakyat seperti Jokowi yang
menolak mengambil gaji selama dia
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

19

F KUS UTAMA

Imam An-Nawawi
berkata, antara hibah,
hadiah, dan sedekah
tathowwu mempunyai
kesamaan makna,
yaitu menjadikan
sesuatu sebagai hak
milik tanpa ada ganti.
menjabat sebagai Walikota Surakarta
namun diberikan kepada rakyatnya
yang membutuhkan. Selain Jokowi
ada juga Herman Sutrisno, Wali Kota
Banjar, Jawa Barat. Pada pemilihan
kepala daerah 2008, Herman Sutrisno
meraih 92,17 persen suara dan masuk
Museum Rekor-Dunia Indonesia. Dia
disukai rakyatnya karena puskesmas
dan rumah sakit gratis pelayanannya
terutama untuk orang miskin, dan
mendirikan posko kesehatan yang
dekat dengan tempat tinggal masyara
kat, di bidang pendidikan ada bantuan
kepada siswa yang tidak mampu mem
bayar dengan proyek Angka Prediksi
Drop Out pada 2004. Setiap anak yang

20

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

dinilai tidak dapat bersekolah lantaran


kekurangan biaya dibantu Rp 250 ribu
/tahun. Itu untuk siswa sekolah mene
ngah pertama. Bagi murid sekolah
menengah atas, bantuannya Rp 500
ribu/siswa. Bantuan itu mengalahkan
bantuan DKI Jakarta yang cuma Rp 400
ribu/siswa SMA.
Kita bisa belajar bagaimana
Tri Rismaharini Walikota Surabaya,
Ridwan Kamil Walikota Bandung yang
memimpin dengan hati. Selalu mem
bantu kepada yang membutuhkan,
blusukan untuk mengetahui kondisi
masyarakatnya, terutama yang tidak
mampu selalu dibantunya, terhindar
dari korupsi karena hanya memikir
kan rakyat. Sehingga tidak dapat di
mengerti bagaimana pejabat sampai
hati merampok uang rakyat karena
mata hatinya tertutup, nuraninya gelap
dari memikirkan rakyat yang tidak
mampu, dengan bahasa minimal jika
kita tidak bisa membantu rakyat, maka
minimal jangan mengambil uang rak
yat. Bagaimana mungkin merampok
uang rakyat sementara hatinya selalu
memikirkan penderitaan rakyat yang
tidak mampu.

Antara gratifikasi dan hadiah


Dalam situs dakwatuna.com
disebutkan gratifikasi dengan kalimat
risywah yang berarti pemberian yang
diberikan seseorang kepada hakim
atau lainnya untuk memenangkan
perkaranya dengan cara yang tidak
dibenarkan atau untuk mendapatkan
sesuatu yang sesuai dengan kehen
daknya (al-Misbah al-Munir/al Fayumi,
al-Muhalla/Ibnu Hazm). Atau pembe
rian yang diberikan kepada seseorang
agar mendapatkan kepentingan
tertentu (Lisanul Arab, dan Mujam
Wasith). Atau diartikan sebagai pem
berian yang bertujuan membatalkan
yang benar atau untuk menguatkan
dan memenangkan yang salah. (AtTarifat/Aljurjani, 148). Ada juga yang
menyebutkan gratifikasi atau korupsi
dengan sebutan ghulul yang secara
bahasa berarti khianat.
Ghulul diartikan sebagai
pengkhianatan terhadap bait al-mal
(kas perbendaharaan negara), za
kat, atau ghanimah (harta rampasan
perang). Ghulul juga berarti perbuatan
curang dan penipuan yang secara
langsung merugikan keuangan negara
(masyarakat). Suap berbeda dengan
hadiah yaitu pemberian yang diberi

F KUS UTAMA
Pelaporan Gratifikasi Berdasarkan Wilayah Tahun 2013
No

Wilayah

Jumlah

No

Wilayah

Jumlah

NAD

17

DKI Jakarta

Sumatera Utara

18

D.I. Yogyakarta

15

Riau

19

Jawa Tengah

25

Kepulauan Riau

20

Jawa Timur

29

Sumatera Barat

15

21

Sulawesi Utara

Sumatera Selatan

22

Sulawesi Selatan

Kepulauan Bangka Belitung

23

Sulawesi Tengah

Jambi

24

Sulawesi Tenggara

Bengkulu

25

Gorontalo

10

Lampung

26

Papua

11

Jawa Barat

291

27

Bali

12

Banten

28

Nusa Tenggara Barat

13

Kalimantan Selatan

29

Nusa Tenggara Timur

14

Kalimantan Tengah

30

Maluku Utara

15

Kalimantan Barat

31

Maluku

Kalimantan Timur

32

Irian Jaya Barat

Kalimantan Utara

33

Sulawesi Barat

16

970

JUMLAH

1,391
SUMBER: Laporan Tahunan KPK Tahun 2013

kan kepada seseorang ala sabilil ikram


(sebagai penghargaan). Al-Hafidz bin
Al-arabi Al-Maliki berkata Hadiah
adalah setiap harta yang diberikan se
bagai ungkapan cinta dan kasih sayang
serta untuk menumbuhkan dan me
langgengkan cinta dan kasih sayang
tersebut, Ibnu Abidin dalam Hasyiyah
Radd Al-Mukhtar mengatakan, Hadiah
adalah apa-apa yang diberikan
tanpa motif timbal balik (bantuan).
sedangkan risywah diberikan untuk
mendapatkan yang diinginkannya.
Imam An-Nawawi berkata,
antara hibah, hadiah, dan sedekah
tathowwu mempunyai kesamaan
makna, yaitu menjadikan sesuatu se
bagai hak milik tanpa ada ganti. Jika
hal tersebut murni untuk mendekat
kan diri kepada Allah SWT dengan
memberikan sesuatu kepada orang
yang membutuhkan, maka disebut
sedekah. Jika sesuatu tersebut diberi
kan kepada seseorang sebagai ben
tuk penghormatan, pemuliaan, dan
mengharapkan kecintaan orang yang
diberi, maka disebut hadiah. Dan jika

bukan disebut hadiah, maka disebut


hibah. Sedangkan ar-rasyi (penyuap)
memberikan sesuatu karena ada tu
juan dan kepentingan tertentu. Dan
bila dilihat dari sisi lain yaitu menerima
atau mengambil sesuatu yang bukan
haknya, tindakan lain yang serupa de
ngan risywah, adalah korupsi. Korupsi
adalah penyelewengan dan penggela
pan harta negara untuk kepentingan
pribadi atau orang lain (Kamus Besar
Bahasa Indonesia).
Firman Allah SWT: Dan ja
nganlah sebagian kamu memakan har
ta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (jangan
lah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu menge
tahui (QS Al Baqarah 188). Dan tolong
menolonglah kalian dalam (menger
jakan) kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. (QS. Al Maidah: 2).
Hadist Rasulullah SAW,

Hadiah kepada pejabat adalah pe


nyelewengan. (HR Ahmad). Ibnu
Hubaib berkata, Para ulama sepakat
mengharamkan memberikan hadiah
kepada penguasa, hakim, pejabat,
dan pegawai penarik retribusi.(alQurtubi 2/340). Al-Ghozali dalam
al-Ihya, berpendapat diharamkan
mengambil hadiah untuk mendapat
kan kedudukan, jika kedudukannya
dalam bidang pengadilan, pekerjaan,
hukum, kepemimpinan atau jabatan.
Karena ini adalah suap yang disodor
kan dalam bentuk hadiah. Maka ini
diharamkan dari dua pihak (si pemberi
dan si penerima). Hadist Rasulullah
SAW riwayat Abu Daud RA: Nabi ber
sabda barang siapa yang kami angkat
menjadi karyawan untuk mengerjakan
sesuatu, dan kami beri upah menurut
semestinya, maka apa yang ia ambil
lebih dari upah yang semestinya, itu
namanya ghulul.(HR. Abu Daud) .
Tujuan gratifikasi
Pemberian hadiah kepada
penguasa, hakim, penegak hukum
dan bagi seorang saksi menerima
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

21

F KUS UTAMA
pemberian adalah haram. Diharamkan
pula bagi seorang atau lembaga yang
memberikan fatwa menerima suap..
Beberapa tujuan dari suap adalah:
Ibtholul haq (mengalahkan yang
benar), Ihqaqul bathil (merealisasikan
kebathilan), al mahsubiyah bighoiri
haq (mencari keberpihakan yang tidak
dibenarkan), al hushul alal manafi
(mendapatkan kepentingan yang
bukan menjadi haknya), dan al hukmu
lahu (memenangkan perkaranya).
Menteri Agama memberi
kan respon atas Undang-Undang
Antikorupsi dan Gratifikasi dengan
himbauan dalam Surat Edaran Menteri
Agama Nomor: MA/39/2013 tentang
Himbauan terkait Gratifikasi yang ditu
jukan kepada seluruh pimpinan satker
sampai Kepala Madrasah dan Kepala
KUA Kecamatan untuk tidak mener
ima/memberikan gratifikasi yang
berhubungan dengan jabatannya dan
berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya, seperti uang/barang/fasilitas
lainnya dalam rangka mempenga
ruhi kebijakan/keputusan/perlakuan
pemangku kewenangan, terkait pela
yanan dengan tugas, wewenang atau

Galeri Foto

Wacana mengurangi gratifikasi


Dalam Buku Akuntansi Foren
sik dan Audit Investigasi, Theodorus M.
Tuanakotta tahun 2010 memberikan
beberapa wacana dalam mengurangi
korupsi dan gratifikasi. Apakah gaji
lebih tinggi untuk para birokrat akan
menekan korupsi? Negara-negara
donor dan organisasi internasional
seringkali menganjurkan negara
berkembang untuk menaikan gaji
pegawai negeri mereka. Swedia abad
17 dan 18 dianggap negara terkorup di
Eropa, namun Swedia sekarang dikenal
negara yang paling tidak korup dalam
survei lintas negara. Kenaikan gaji
pegawai yang dibarengi kebijakan de
regulasi, dikemukakan sebagai penye
bab tumbuhnya administrasi negara
yang jujur dan kompeten pada ahir
abad 19 (Lindbeck, 1975).
DiTella dan Schargrodsky
(2003) meneliti gaji mereka yang naik
ditemukan adanya hubungan antara

kenaikan gaji dan turunnya korupsi


serta kebiasaan suap. Namun turunnya
korupsi hanya ketika gencarnya audit
dilakukan, maka tanpa audit yang
konsisten, kenaikan gaji tidak akan
menurunkan korupsi. (Mookherjee
dan Png 1995). Kenaikan gaji harus
dibarengi dengan penegakan hukum
dan perilaku antikorupsi. Kenaikan
gaji yang tidak dibarengi dengan
terselesaikannya masalah korupsi dan
penegakan hukum tetap lemah justru
akan meningkat tindakan dan perilaku
korupsinya .

Pencegahan tindakan grati
fikasi dengan menemukan penyebab
terjadinya suap adalah hal yang utama.
Jika sebab maraknya suap karena
penghasilan yang belum layak dan
belum sejahteranya pejabat/pegawai
maka kenaikan gaji menjadi satusatunya pilihan terbaik. Setelah pega
wai sejahtera baru penegakan disiplin
dan hukum dapat efektif diterapkan.
Oleh sebab itu, terjadinya gratifikasi
harus diselesaikan dulu kemudian baru
ditegakkan konsekuansi hukumnya
atas perilaku gratifikasi tersebut.

Acara Ramadhan Berintegritas

Silaturrahim dan Pembinaan Pegawai


Bersama Menteri Agama RI
Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin
Menteri Agama, Lukman Hakim
Saifuddin melakukan kunjungan
silaturrahim ke Inspektorat Jenderal
Kementerian Agama. Kunjungan
diagendakan sebagai pembinaan
terhadap para pegawai dan pejabat

22

tanggung jawabnya, bagi pegawai/


pengawas/tamu selama kunjungan
dinas, dan terkait proses penerimaan/
promosi/mutasi pejabat/pegawai.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Inspektorat Jenderal kementerian


Agama.Kunjungan silaturrahim ini
rencananya akan digelar pada Kamis,
10 Juli 2014, sekaligus akan melaunching Aplikasi Perjalanan Dinas
(Aperdin) Itjen Kemenag. Acara
ini juga akan dimeriahkan dengan
pembagian secara simbolik Kaos
Oblong Antikorupsi, hasil produk
Itjen Kementerian Agama. Dalam

rangkaian acara, agenda dilanjutkan


dengan Hikmah Ramadhan yang
akan disampaikan oleh Direktur
Madrasah Ditjen Pendidikan Islam
Kementerian Agama, M. Nur Kholis
Setiawan. Rangkaian terakhir acara
ini akan digelar konferensi pers oleh
Menteri Agama bersama Inspektur
Jenderal Kementerian Agama beserta
jajarannya.

F KUS UTAMA

Mencegah &
Mendeteksi

Gratifikasi
dalam Birokrasi

Fraud (Gratifikasi,
Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme) adalah
pertama, penghasilan
tidak seimbang dengan
butuhan, kurang
sempurnanya peraturan
perundang-undangan,
administrasi yang
lamban dan sebagainya;

Oleh: Ilman

ata gratifikasi akhir-akhir ini begitu sering terdengar


di kalangan masyarakat, mulai dari pemberitaan me
dia massa, forum-forum diskusi ilmiah, sampai pada
obrolan di warung kopi. Popularitasnya kata gratifikasi ini di
masyarakat tidak lepas dari maraknya penyelenggara negara
maupun Pegawai Negeri sipil (PNS) yang menjadi korban
dari perilaku dan perbuatannya. Jika dirunut mulai dari kasus
yang menimpa Gayus Tambunan seorang Pegawai Pajak

yang masih berpangkat III/a sudah mempunyai rumah


mewah dan harta berlimpah. Setelah diselidiki ternyata
mempunyai penghasilan tambahan dari keahliannya
sebagai petugas pajak mendampingi para pengusaha /
perusahaan yang bermasah dengan pajak. Belum lagi
kasus-kasus dugaan gratifikasi lainnya seperti yang di
alami oleh Joko Susilo, Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan
Ishak, Akil Muchtar, Tubagus Chaeri Wardhana alias
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

23

F KUS UTAMA
Disamping pengendalian
intern dua konsep
penting lainnya dalam
pencegahan fraud, yakni
menanamkan kesadaran
tentang adanya fraud
(fraud awarness) dan
upaya menilai risiko
terjadinya fraud (fraud
risk assessment).

Wawan, Anas Urbaningrum dan sede


ret nama beken lainnya.
Kata gratifikasi memiliki arti
sebagamana yang terdapat dalam
Penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU No.31
Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Korupsi,
bisa disimpulkan bahwa gratifikasi atau
pemberian hadiah berubah menjadi
suatu perbuatan pidana suap khu
susnya pada seorang Penyelenggara
Negara atau Pegawai Negeri adalah
pada saat Penyelenggara Negara atau
Pegawai Negeri tersebut melakukan
tindakan menerima suatu gratifikasi
atau pemberian hadiah dari pihak
manapun sepanjang pemberian terse
but diberikan berhubungan dengan
jabatan atau pekerjaannya.
Teknik Mengungkap Fraud
Terjadinya gratifikasi tidak
lepas dari adanya sebuah penyalah
gunaan wewenang (fraud) yang
dilakukan oleh seseorang baik PNS
maupun Penyelenggara Negara. Menu
rut Theodorus M. Tuanakotta dalam
bukunya Akuntansi forensik dan audit
Investigatif menyatakan bahwa Fraud
(penyimpangan) bisa terungkap de
ngan dua cara, yaitu pencegahan dan
mendeteksi.

LAUNCHING : Diluncurkannya WBS, UPG, UP-LHKPN, di Itjen Kemenag, paling tidak


dari 20 indikator yang tertuang dalam Zona Integritas yang telah ditandatangani
Kemenag dan KPK tersebut sudah hampir 50 persen dilakukan oleh Itjen. Hal
tersebut merupakan upaya pencegahan dan kewaspadaan akan gratifikasi dan
tindak pidana korupsi lainnya.

Pertama, Pencegahan. Seperti


sebuah pepatah dalam menangani
penyakit, lebih baik mencegah dari
pada mengobatinya. Para ahli mem

perkirakan fraud yang terungkap


merupakan bagian kecil dari seluruh
fraud yang sebenarnya terjadi. Oleh
karena itu upaya utama harusnya
adalah pencegahan; ada ungkapan
yang secara mudah ingin menjelaskan
penyebab atau akar permasalahan
dari Fraud yaitu: fraud by greed, fraud
by need and by opportunity. Kata fraud
dalam ungkapan tersebut bisa diganti
dengan corruption, financial crime, dan
lain-lain.
Jadi kalau kita ingin
mencegah fraud, kita harus bisa meng
hilangkan atau menekan penyebab
nya. Walaupun proses menghilangkan
atau menekan need dan greed yang
mengawali terjadinya fraud proses itu
bukan suatu hal yang otomatis dan
jaminan penuh. Proses ini harus terus
ditanamkan melalui fraud awarness
dan contoh-contoh baik/ keteladanan
yang diberikan pimpinan Instansi
atau lembaga. Contoh yang diberikan
atasan telah terbukti merupakan unsur
pencegah yang penting. Kasus-kasus
fraud menunjukan bahwa contoh
negatif yang diberikan pimpinan, ce
pat ditiru oleh bawahannya. Unsur by
opportunity dalam ungkapan di atas
biasanya ditekan melalui pengendalian
intern. Disamping pengendalian intern
dua konsep penting lainnya dalam
pencegahan fraud, yakni menanamkan
kesadaran tentang adanya fraud (fraud
awarness) dan upaya menilai resiko ter
jadinya fraud (fraud risk assessment).
Kedua, Mendeteksi. Langkah
dalam mencegah di atas, sebenarnya
fraud itu belum terjadi, sekarang
bagaimana jika fraud itu sudah terjadi?
Maka langkah yang harus diambil oleh
Instansi negara dan auditor/akuntan
forensik harus berupaya mendetek
sinya sedini mungkin. Bagaimana fraud
terungkap? Berdasarkan hasil survei
yang telah dilakukan, ternyata hampir
separuhnya (46,2%) diketahui karena
ada yang membocorkan (Tip), se
dangkan 25,4% (tahun 2006) dan 20%
(tahun 2008) dari seluruh fraud terung
kap secara kebetulan (by accident), jadi
bukan oleh fraud Examiner, internal
auditor maupun eksternal auditor. Dan

24

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

F KUS UTAMA
hal menarik lainnya adalah jika fraud
tersebut dilakukan oleh majikan atau
pemilik perusahaan (pemegang kekua
saan), hasil survei menunjukan lebih
dari separuhnya (51,7%) terungkap
karena bocoran (tip), dan 57,7% pem
bocornya adalah karyawannya sendiri.

PELAPORAN GRATIFIKASI BERDASARKAN INSTANSI


MEI 2014

Penyebab Terjadinya Fraud (gratifikasi)


Mundzier Suparta dalam
bukunya yang berjudul Selamatkan
Bangsa dari Korupsi mengatakan bah
wa beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya Fraud (gratifikasi, Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme) adalah pertama,
Penghasilan tidak seimbang dengan
butuhan, kurang sempurnanya peratu
ran perundang-undangan, administrasi
yang lamban dan sebagainya; Kedua,
merupakan warisan pemerintah kolo
nial; Ketiga, sikap mental pegawai yang
ingin cepat kaya dengan cara yang
tidak halal; Keempat, tidak ada kesa
daran moral dalam masyarakat , ber
bangsa dan bernegara; Kelima, Ingin
cepat selesai urusan dengan perantara
calo/orang lain; Keenam, Tidak adanya
kesadaran korban yang dirugikan
untuk menuntutnya karena berbagai
alasan.
Banyak faktor yang me
nyebabkan terjadinya tindakan korupsi
yang dilakukan oleh seseorang, lem
baga, perusahaan atau badan-badan
tertentu. Setidaknya ada empat faktor
yang mendorong seseorang melaku
kan penyalagunaan wewenang seperti
korupsi dan menerima gratifikasi, yaitu
adanya: kebutuhan, tekanan, kesempa
tan dan rasionalisasi.
Seseorang terdorong untuk
korupsi karena ingin mendapatkan
sesuatu, namun pendapatannya tidak
memungkinkan. Biasanya dorongan
korupsi dari faktor kebutuhan ini
dilakukan oleh orang-orang yang ber
sentuhan langsung dengan pengelelo
laan keuangan. Demikian pula dengan
faktor tekanan, biasanya dilakukan
atau terjadi karena permintaan dari
seseorang kerabat atau atasan yang
tidak bisa dihindari. Faktor tekanan ini

Lembaga Yudikatif Paling Banyak Melaporkan Gratifikasi. Per 30 Mei 2014,


di tahun 2014 tercatat dari unsur Lembaga Yudikatif paling banyak yang
melaporkan gratifikasi yaitu sebanyak 344 laporan. Kemudian disusul
dari BUMD/BUMN sebanyak 235 laporan, lembaga eksekutif 167 laporan,
dan lembaga independen 38 laporan. Total jumlah keseluruhan pelaporan
gratifikasi di tahun 2014 per 30 April adalah 787 laporan.

No
1

Bidang
Legislatif

Jumlah
Laporan

Instansi

MPR/DPR

DPRD
DPD

0
1

Kepresidenan
Kementerian Sekretaris Negara
Kementerian:
- Kementerian Koordinator
- Kementerian
- Kementerian Negara
- Setingkat Kementerian
LPNK
Lembaga Ekstra Struktural
Pemda

0
57

0
50
0
6
12
8
34

Eksekutif

344

Yudikatif

Lembaga Indepeden

38

BUMN/BUMD

235

Jumlah Keseluruhan

787

SUMBER: acch.kpk.go.id

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

25

F KUS UTAMA
FOTO: http://jatismart.com/v1/2013/08/tes-cpns-honorer-k-2-gunakan-ljk/
TES CPNS RAWAN PENYIMPANGAN : Kejujuran dan obyektifitas
dalam merekrut PNS, adalah harapan masyarakat. Sudah bukan
zamannya lagi merekrut CPNS dengan pola KKN atau atas dasar mengandalkan jaringan. Maka, transparansi adalah sesuatu yang wajib
kita lakukan. Informasi yang diberikan kepada masyarakat tidak hanya
informasi pendaftaran tetapi sampai pada pengumuman penerimaan
termasuk nilai yang diperoleh CPNS bagi yang lolos seleksi.

FOTO: http://jatismart.com/v1/2013/08/tes-cpns-honorer-k-2-gunakan-ljk/

bisa dilakukan oleh pengelola keuan


gan, bisa juga oleh pejabat tertinggi di
lingkungan suatu instansi pemerintah
(Kementerian/Lembaga), ataupun
badan-badan tertentu seperti peru
sahaan tertentu. Sedangkan faktor
kesempatan biasanya dilakukan oleh
pemegang kekuasaan dengan meman
faatkan jabatan dan kewenangan yang
dimiliki untuk memperkaya diri atau
orang/pihak lain, meskipun cara untuk
mendapatkan kekayaan itu melanggar
undang-undang.
Kegiatan yang rawan penyimpangan
Di bawah ini beberapa ke
giatan yang menjadi bagian dari
operasional instansi yang diduga se
ring terjadinya penyimpangan dan pe
nyalahgunan wewenang serta adanya
budaya gratifikasi adalah sebagai
berikut: Pertama, proses penerimaaan
Pegawai. Setiap instansi terlepas dari
instansi swasta atau negeri/BUMN,
harus merekrut pelamar kerja baru un
tuk mengisi sebuah posisi yang kosong
di instansi tersebut. Pengisian keko
songan di dalam sebuah organisasi
disebabkan oleh pertumbuhan, peru
bahan struktur dan fungsi, ataupun pu
taran/rotasi pegawaianya. Rekrutmen
pegawai merupakan serangkaian akti
fitas untuk mencari dan memikat pe
lamar kerja dengan motivasi, kemam
puan, keahlian, dan pengetahuan yang
diperlukan guna menutupi kekurangan
yang diidentifikasi dalam perencanaan

26

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

kepegawaian. Tujuan utama rekrutmen


adalah menemukan pelamar-pelamar
berkualifikasi yang akan tetap bersama
instansi dengan biaya yang paling
sedikit.
Menurut Arismanseorang
Widyaiswara Muda Kementerian
Hukum dan HAM RI mengatakan
bahwa transparansi dalam penerimaan
pegawai negeri baru (CPNS) meru
pakan salah satu tugas yang harus
dilaksanakan dalam rangka memulih
kan kepercayaan masyarakat. Jangan
sampai masyarakat selalu mengalami
kekecewaan. Transparansi dalam pola
rekruitmen CPNS bermanfaat untuk
memberikan informasi akurat, cepat,
dan lengkap kepada masyarakat.
Oleh karena itu, informasi
disampaikan sebagai perwujudan
trasparansi pemerintah dalam proses
rekrutmen PNS seharusnya tidak sete
ngah hati. Setiap tahap dalam proses
rekrutmen haruslah diinformasikan se
cara detail dan cepat dengan didukung
oleh perkembangan teknologi. Keju
juran dan objektifitas dalam merekrut
PNS, adalah harapan masyarakat.
Sudah bukan zamannya lagi merekrut
CPNS dengan pola KKN atau atas
dasar mengandalkan jaringan. Maka,
transparansi adalah sesuatu yang wajib
kita lakukan. Informasi yang diberikan
kepada masyarakat tidak hanya infor
masi pendaftaran tetapi sampai pada
pengumuman penerimaan termasuk

nilai yang diperoleh CPNS bagi yang


lolos seleksi.
Tes CPNS harus memiliki
tujuan sebagai proses penjaringan
para calon penyelenggara negara
yang memiliki integritas dan kualitas
yang unggul, melalui proses rekruit
men transparan dan akuntabel.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
masyarakat harus dilibatkan sebagai
pengawas eksternal mulai dari proses
pengumuman lowongan, hingga pada
tahap akhir tes. Kedua, Penempatan
pegawai pada jenjang karir (rotasi/
mutasi). Proses mutasi dan promosi
pegawai saat ini sering sekali dikaitkan
dengan banyaknya uang yang beredar,
atau deal politik. Sehingga anggapan
ini menimbulkan kesan yang negatif
di sebagian kalangan masyarakat dan
pegawai terkait dengan penempatan
posisi seorang pejabat. Untuk meng
hindari itu, banyak kalangan mencari
formulasi baru untuk menghindari dan
mencegah adanya unsur KKN dalam
promosi seorang pegawai yang men
empati jabatan tertentu. Dan proses
Lelang jabatan yang dilakukan oleh
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo
dan wakilnya Basuki Tjahaya Purnama
akhir-akhir ini menyita perhatian
publik. Karena dianggap cukup efektif
untuk menekan adanya upaya-upaya
pihak tertentu yang bermain-main.
Lelang jabatan ini adalah
antitesis dari kenyataan saat ini ten

F KUS UTAMA
LELANG JABATAN : Open recruitment atau lelang jabatan, merupakan dalah satu solusi yang cukup efektif untuk mrngisi porsi
jabatan dalam instansi pemerintahan. Seperti yang dilakukan
pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta pada ilustrasi di atas, yang
diikuti calon camat definitif.

tang penempatan pegawai/ promosi


yang didominasi oleh beberapa orang/
kalangan yang mempunyai kedeka
tan dengan pejabat-pejabat tertentu.
Lelang jabatan atau sering disebut
dengan istilah job tender sebenarnya
bukan hal baru dalam perspekif ad
ministrasi publik. Dalam konsep New
Public Management (NPM), lelang
jabatan sudah dikenalkan dan diprak
tekkan di negara-negara Barat, dengan
istilah yang berbeda-beda. Tujuannya
adalah untuk memilih aparatur yang
memiliki kapasitas, kompetensi dan in
tegritas yang memadai untuk mengisi
posisi/jabatan tertentu sehingga dapat
menjalankan tugas yang lebih efektif
dan efisien Lelang jabatan merupakan
salah satu cara untuk memperkecil
potensi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) karena rekrutmen jabatan dilaku
kan secara transparan, menggunakan
indikator tertentu dan dilakukan oleh
pihak yang netral dan kompeten me
lakukan seleksi.
Proses lelang jabatan atau
lebih tepat disebut promosi jabatan
sebetulnya memiliki dasar hukum
yang sangat kuat. Dalam Undang Un
dang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sudah diatur
mengenai wewenang kepala daerah
untuk menentukan struktur Organisasi
Pemerintahan Daerah (OPD) dan peng
isian jabatannya. Undang Undang No
mor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan

Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun


1974 tentang Pokok Pokok Kepega
waian juga sudah mengatur tentang
persyaratan pengisian jabatan bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada Pasal
17 ayat 2 disebutkan bahwa Pengang
katan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu
jabatan dilaksanakan berdasarkan
prinsip profesionalisme sesuai dengan
kompetensi, prestasi kerja, dan jen
jang pangkat yang ditetapkan untuk
jabatan itu serta syarat objektif lainnya
tanpa membedakan jenis kelamin,
suku, agama, ras, atau golongan.
Kementerian Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi Bi
rokrasi (Kemenpan RB) sebagai Instansi
Pemerintah yang membina, mengelola
dan memberdayakan seluruh Aparatur
negara telah meluncurkan program
Grand Design Reformasi Birokrasi yang
dipertajam dengan rencana aksi 9
(Sembilan) Program Percepatan Refor
masi Birokrasi dan salah satu dianta
ranya adalah Program Sistem Promosi
PNS secara terbuka. Program ini ber
tujuan untuk menjamin tersedianya
para pejabat struktural yang memiliki
kompetensi jabatan sesuai kompetensi
dan persyaratan yang diperlukan oleh
jabatan tersebut. Untuk mencapai hal
ini, perlu diadakan promosi jabatan
struktural berdasarkan sistem terbuka,
dengan mempertimbangkan kesinam
bungan karier PNS yang bersangkutan.
Sejalan dengan hal tersebut

di atas, Inspektorat Jenderal Kemente


rian Agama pada masa kepemimpinan
Moch. Jasin telah melaksanakan proses
lelang jabatan dilingkungan Inspek
torat Jenderal Kementerian Agama
sesuai dengan Surat Edaran Nomor :
SE. No. IJ/KP.07.6/0016/2014 tanggal
6 Januari 2014 tentang Pelaksanaan
promosi Jabatan Calon Eselon III dan
Eselon IV secara terbuka di lingkungan
Inspektorat Jenderal Kementerian Aga
ma RI, kegiatan lelang jabatan ini telah
menghasilkan pejabat-pejabat baru
untuk Eselon IV sebanyak 6 (enam)
orang dan 1 (satu) orang pejabat
Eselon III. Selain itu ada juga rencana
lelang jabatan untuk Eselon II sesuai
dengan Surat Edaran Nomor: SE.No. IJ/
KP.07.6/000093A/2014 tgl. 28 Januari
2014 tentang Pelaksanaan promosi
Jabatan calon Eselon II secara terbuka
dilingkungan Inspektorat Jenderal
Kementerian Agama RI. (hasilnya me
nunggu waktu pelaksanaan tes).

Sebagai penutup perlu kita
sadari bahwa sebuah sistem yanga da
pada sebuah organisasi atau Instansi
berjalan sesuai dengan kehendak
penyelenggaranya, maka bukan tidak
mungkin jika para pemegang kekua
saan terus mendorong perubahan
instansi kearah yang lebih baik, juga
setiap aparatur negara terus berbenah
diri dan meningkatkan kinerja maka
akan terjadi sebuah perubahan besar
ke arah positif yang akan terjadi di
Kementerian Agama. Semoga dengan
hadirnya Inspektorat Jenderal dan
adanya kesadaran pribadi di setiap
Individu Pegawai Kementerian Agama
disetiap level bisa mendorong peruba
han itu semakin cepat.
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

27

F KUS UTAMA

Melacak

KORUPSI

dalam Birokrasi
Oleh: Rio Antonio

28

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

enurut Klitgaard, Abaroa


dan Parris (2002: 2) dalam
arti luas, korupsi berarti
menggunakan jabatan untuk keuntu
ngan pribadi. Jabatan adalah kedudu
kan kepercayaan. Seseorang diberi we
wenang atau kekuasaan untuk bertin
dak atas nama lembaga. Lembaga itu
bisa lembaga swasta, lembaga peme
rintah atau lembaga nirlaba. Korupsi
berarti memungut uang bagi layanan
yang sudah seharusnya diberikan
atau menggunakan wewenang untuk
mencapai tujuan yang tidak sah. Ko
rupsi adalah tidak melaksanakan tugas
karena lalai atau sengaja. Korupsi bisa
mencakup kegiatan yang sah dan tidak
sah. Korupsi dapat terjadi di dalam tu

F KUS UTAMA
buh organisasi (misalnya penggelapan
uang) atau di luar organisasi (misalnya
pemerasan).

Tindak korupsi berbeda luas
sebaran dan jenisnya. Korupsi ada yang
dilakukan secara freelance artinya
pejabat secara sendiri-sendiri atau
dalam kelompok kecil menggunakan
wewenang yang dimilikinya untuk
meminta suap. Namun korupsi bisa
mewabah, menjadi sitematis. Klitgaard
(2002: 3) membagi korupsi menjadi
dua sebagai berikut: Pertama, korupsi
dalam arti seperti bermain curang
dalam pertandingan olahraga. Kedua,
korupsi dalam arti aturan main yang
menentukan mana permainan curan
gdan menjatuhkan sanksi bila terjadi
pelanggaran sama sekali tidak di
patuhi.
Menurut Alatas (dalam Der
matoto, 2007: 91) dari segi tipologi,
konsep korupsi dapat dibagi ke dalam
tujuh jenis yang berlainan, antara lain:
Pertama, Korupsi transaktif menunjuk
kepada adanya kesempatan timbal
balik antara pihak pemberi dan pene
rima demi keuntungan kedua belah pi
hak dan dengan aktif diusahakan terca
painya keuntungan ini oleh keduanya.
Korupsi jenis ini biasanya melibatkan
dunia usaha dan pemerintah atau
masyarakat dan pemerintah. Kedua,
Jenis yang memeras adalah jenis ko
rupsi di mana pihak pemberi dipaksa
untuk menyuap guna mencegah
kerugian yang sedang mengancam
dirinya,kepentingannya atau orangorang dan hal-hal yang dihargainya.
Ketiga, Korupsi defensif adalah perilaku
korban korupsi dengan pemerasan.
Korupsinyaadalah dalam rangka mem
pertahankan diri.
Keempat, Korupsi inven
sif adalah pemberian barang atau
jasa tanpa ada pertalian langsung
dengan keuntungan tertentu, se
lain keuntungan yang dibayangkan
akan diperoleh di mana yang akan
datang. Kelima, Korupsi perkerabatan
atau nepotisme adalah penunjukkan
yang tidak sah terhadap teman atau
saudara untuk memegang jabatan
dalam pemerintahan, atau tindakan
yang memberikan perlakuan yang

mengutamakan, dalam bentuk uang


dan lain-lain kepada mereka, secara
bertentangan dengan norma dan
peraturanyang berlaku. Dan keenam,
Korupsi otogenik merupakan bentuk
korupsi yang tidak melibatkan orang
laindan pelakunya hanya seorang
saja dan korupsi dukungan, di mana
korupsi padajenis ini tidak secara lang
sung menyangkut uang atau imbalan
langsung dalam bentuk lain.
Korupsi Lekat dengan Birokrasi?
Beberapa pengamat, seperti
Karl D. Jackson menilai bahwa birokrasi
di Indonesia adalah model bureaucratic
polity dimana terjadi akumulasi kekua
saan pada negara dan menyingkirkan
peran masyarakat dari ruang politik
dan pemerintahan. Sementara Richard
Robinson dan King menyebut birokrasi
di Indonesia sebagai bureaucratic capi
talism. Sedangkan Hans Dieter Evers
melihat bahwa proses birokrasi di In
donesia berkembang model birokrasi
ala Parkinson dan Orwel. Birokrasi ala
Parkinson adalah pola dimana terjadi
proses pertumbuhan jumlah personil
dan pemekaran struktural dalam bi
rokrasi secara tidak terkendali. Sedang
birokrasi ala Orwel adalah pola birokra
si sebagai proses perluasan kekua
saaan pemerintah dengan maksud
mengontrol kegiatan ekonomi, politik
dan sosial dengan peraturan, regulasi
dan bila perlu melalui paksaaan (Romli,
2007: 132).
Mengacu pendapat dari
para pengamat tersebut, birokrasi di
Indonesia tidak berkembang menjadi
lebih efisien, tetapi justru sebaliknya
menjadi inefisiensi, berbelit-belit dan
banyak aturan formal yang tidak dita
ati. Birokrasi di Indonesia ditandai pula
dengan tingginya pertumbuhan pega
wai dan pemekaran struktur organisasi.
Birokrasi semakin besar dan membesar.
Birokrasi juga semakin mengendalikan
dan mengontrol masyarakat dalam bi
dang politik, ekonomi dan sosial.
Untuk menjelaskan fenomena
birokrasi yang detrimental terhadap
proses pembangunan, hasil studi
Alavi (1972) di beberapa negara Asia
Selatan sangat relevan untuk digu

Karl D. Jackson menilai


bahwa birokrasi di
Indonesia adalah
model bureaucratic
polity dimana terjadi
akumulasi kekuasaan
pada negara dan
menyingkirkan peran
masyarakat dari
ruang politik dan
pemerintahan.

nakan. Menurut hasil studi tersebut,


manuver birokrasi yang bebas dari
kendali masyarakatnya merupakan
penyebab munculnya birokrasi yang
bekerja untuk dirinya (otonom), bukan
untuk melayani masyarakat. Ada dua
penjelasan mengenai hal tersebut.
Pertama, Birokrasi di negara-negara
berkembang menjadi overdeveloped
setelah masa penjajahan berakhir
sehingga tidak lagi memiliki atasan
yang bisa menundukkannya. Kedua,
Ketiadaan kelas sosial penyeimbang
yang terorganisir untuk menundukkan
kekuatan birokrasi. Akibatnya birokrasi
menjadi bebas dari kontrol masyarakat
(Masoed , 2008: 77).
Menurut Scott (dalam
Masoed , 2008: 170) dalam setiap ma
syarakat terdapat desakan untuk tim
bulnya korupsi disebabkan karena fak
tor kultural dan struktural. Dalam ma
syarakat seperti Indonesia atau Thai
land, faktor kultural yang umumnya
mendorong timbulnya korupsi, misal
nya adalah adanya nilai atau kebiasaan
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

29

F KUS UTAMA
birokrasi di Indonesia
tidak berkembang
menjadi lebih efisien,
tetapi justru sebaliknya
menjadi inefisiensi,
berbelit-belit dan banyak
aturan formal yang
tidak ditaati. Birokrasi
di Indonesia ditandai
pula dengan tingginya
pertumbuhan pegawai
dan pemekaran struktur
organisasi. Birokrasi
semakin besar dan
membesar.

sebagai berikut: Pertama, adanya tradi


si pemberian hadiah, oleh-oleh atau
semacam itu kepada pejabat pemerin
tah. Tindakan seperti itu di Eropa atau
Amerika Utara bisa dianggap korupsi
sebagai bentuk pemenuhan kewajiban
oleh kawula kepada gustinya. Kedua,
Sangat pentingnya ikatan keluarga dan
kesetiaan parokial lainnya. Dalam ma
syarakat seperti Indonesia, kewajiban
seseorang pertama-pertama adalah
memperhatikan saudara terdekatnya,
kemudian trah atau sesama etniknya.
Sehingga seorang saudara yang men
datangi seorang pejabat untuk minta
perlakuan khusus sulit untuk ditolak.
Penolakan bisa diartikan sebagai peng
ingkaran terhadap kewajiban tradisio
nal. Tetapi menuruti permintaan berarti
mengingkari norma-norma hukum for
mal yang berlaku, yaitu hukum barat.
Sehingga selalu terjadi konflik nilai,
yaitu antara pertimbangan kepentin
gan keluarga atau negara.
Sementara itu ada dua fak
tor struktural yang berperan dalam
mendorong terjadinya korupsi,
yaitu:Pertama, posisi dominan birokrasi

30

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

pemerintah sebagai sumber utama


barang, jasa dan lapangan kerja dan
sebagai pengatur kegiatan ekonomi.
Kedua, Dominasi negara yang me
ngerdilkan kekuatan lain dalam ma
syarakat.
Di sebagian besar negara,
birokrasi cenderung lebih kuat dari
pada lembaga-lembaga lain, sehingga
seringkali ia lepas dari kontrol ma
syarakat. Ini bisa terjadi karena sumber
kekuasaan penting, terutama pengua
saan informasi dan pemilikan keahlian
teknis untuk mengelola pemerintah.
Informasi adalah sumber kekuasaan
yang efektif. Birokrat bisa mengeluar
kan atau menyembunyikan informasi
untuk keperluan mempengaruhi opini
publik demi kepentingannnya sendiri.
Keahlian teknis juga jelas merupakan
aset penting yang membuat birokrasi
sangat berpengaruh. Dengan semakin
kompleksnya teknologi dan semakin
tergantungnya kehidupan masyarakat
terhadapnya, banyak birokrat yang
nyaris memonopoli keahlian di bidangbidang tertentu. Di Indonesia, politisi
jarang memiliki keahlian seperti itu.

Karenanya posisi birokrasi pemerintah


menjadi sangat sentral.
Lebih dari itu, posisi birokrasi
dalam negara yang sedang mem
bangun juga sangat sentral karena di
dalam proses itu ia bukan bertang
gungjawab merencanakan pembangu
nan, tetapi juga dalam mencari dana
investasi, menetapkan arah investasi,
bahkan ia sendiri menjadi investor atau
entrepreneur dengan mendirikan pe
rusahaan negara. Ketika hasil produksi
tidak menemukan pasar, pemerintah
sendiri seringmenjadi konsumen terbe
sar. Dalam kaitan ini, pemerintah juga
merupakan sumber pekerjaan bagi
banyak perusahaan yang menggan
tungkan pada kontrak pemerintahan,
selain juga sebagai pemberi lapangan
kerja bagi mereka yang ingin menjadi
pegawai negeri.
Implikasi dari peran domi
nan birokrasi pemerintah telah men
ciptakan keadaan di mana aparat
pemerintah betul-betul tidak bisa
dikendalikan oleh masyarakat. Tidak
ada lembaga ekstra-birokrasi yang bisa
memaksa birokrasi untuk setia pada

F KUS UTAMA
prinsip abdi masyarakat. Dalam kaitan
ini perlu diperhatikan kenyataan bah
wa birokrat umumnya berpendidikan
lebih tinggi daripada rakyat maupun
wakil-wakil rakyat dalam DPR. Oleh
karena itu tidak heran kalau sering
ditemui petani yang sangat bersyukur
memperoleh kredit pemerintah dan
menganggap kredit itu sebagai cermi
nan dari kebaikan hati bapak pejabat
dan tidak menganggapnya sebagai
haknya yang lumrah dan sah.
Ketimpangan antara birokrat
dan rakyat dalam hal status, pendi
dikan dan pemilikan informasi me
nimbulkan dua konsekuensi. Pertama,
pejabat itu bisa membuat keputusan
secara sewenang-wenang tanpa bisa
diukur dan bisa minta uang semir atau
sogokan lain dari warga masyarakat.
Kedua, warga yang lemah itu akan
lebih sering menawarkan sogo
kan dengan harapan bisa merubah
perilaku birokrat yang menjaga jarak
agar lebih mendekat padanya dan
menjadipatron nya, sehingga warga
itu bisa memperoleh keuntungan
diistimewakan dalam urusan dengan
pemerintah.
Faktor-faktor kultural dan
struktural itu berperan besar dalam
mendorong terjadinya korupsi di ba
nyak masyarakat dunia ketiga. Bahkan,
mungkin juga di wilayah lain. Namun,
yang menjadi pertanyaan, mengapa
ada negara yang mampu menahan de
sakan itu dan ada yang tidak mampu?
Mengapa negara-negara yang lebih
bersih daripada yang lain? Untuk men
jawab pertanyaan ini harus diperhati
kan variabel penengah yang berwujud
sifat kelembagaan politik. Hubungan
antara desakan untuk korupsi (variabel
penyebab) dengan terjadinya korupsi
(variabel akibat) sebenarnya tidak lang
sung, tetapi ditengahi oleh sifat kelem
bagaan politik. Dalam masyarakat yang
menjalankan satu jenis pelembagaan
politik desakan kultural dan struktural
ke arah korupsi mungkin betul-betul
menimbulkan tindak korupsi, tetapi
di dalam masyarakat dengan jenis
pelembagaan politik lain mungkin de
sakan itu tidak menimbulkan tindakan
korupsi.

Penelitian Scott di atas


menunjukkan bahwa dalam masyara
kat dengan ciri pelembagaan politik
seperti berikut: (1) kompetisi politik
dibatasi pada lapisan tipis elit dan (2)
perbedaan antar elit lebih didasarkan
pada klik pribadi dan bukan pada isu
kebijaksanaan, umumnya desakan
kultural dan stuktural untuk korupsi itu
betul-betul terwujud dalam tindakan
korupsi para pejabat. Klitgaard, Abaroa
dan Parris (2002: 29) telah menyusun
suatu formula mengenai korupsi yakni
C = M+D-A, di mana C (Corruption/ko
rupsi), sama dengan monopoly power
(M/kekuasaan monopoli) + discretion
by officials(D/wewenang pejabat) - ac
countability (A/akuntabilitas). Artinya,
jika seseorang memegang monopoli
atas barang/jasa dan memiliki we
wenang yang tidak terbatas untuk
memutuskan siapa yang berhak
mendapatkan barang/jasa itu dan
berapa banyak tanpa akuntabilitas,
maka kemungkinan akan kita temukan
korupsi di situ. Ini berlaku bagi sek
tor pemerintah, swasta, bagi negara
miskin dan negara kaya.

Jika seseorang memegang


monopoli atas barang/
jasa dan memiliki
wewenang yang
tidak terbatas untuk
memutuskan siapa yang
berhak mendapatkan
barang/jasa itu dan
berapa banyak tanpa
akuntabilitas, maka
kemungkinan akan kita
temukan korupsi di situ.

Langkah-Langkah Pencegahan
Menurut Tanzi (1998: 565)
penyebab korupsi dapat dibedakan
menjadi penyebab langsung dan tidak
langsung. Penyebab langsung antara
lain disebabkan oleh: (1) Pengaturan
dan otorisasi; (2) Perpajakan; (3) Kebi

LAYANAN PUBLIK: Banner pelayanan Publik


di salah satu instansi, yang menegaskan
kemudahan pelayanan publik
FOTO: ceritabee.wordpress.com

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

31

F KUS UTAMA

penyebab tidak langsung


dari korupsi setidaknya
terdiri dari enam faktor
yakni: (1) Kualitas
birokrasi; (2) Besaran
gaji di sektor publik; (3)
Sistem hukuman; (4)
Pengawasan institusi;
(5) Transparansi aturan
hukum dan proses serta
teladan dari pemimpin.

32

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

jakan pengeluaran atau anggaran; (4)


Penyediaan barang dan jasa di bawah
harga pasar; (5) Kebijakan diskresi lain
nya serta; (6) Pembiayaan parpol.
Pengaturan dan otorisasi
dapat menyebabkan korupsi ketika
seorang pejabat memiliki kewenan
gan monopoli untuk melakukan pe
ngaturan dan otorisasi tanpa diimban
gi ketersediaan transparansi, kejelasan
prosedur dan upaya administratif.
Perpajakan menyebabkan korupsi
ketika tidak didasarkan atas aturan
yang jelas dan masih memungkinkan
kontak langsung antara petugas pa
jak dan pembayar pajak. Kebijakan
pengeluaran/anggaran dapat menye
babkan korupsi ketika terjadi ketiadaan
transparansi dan pengawasan institusi
yang efektif dalam pembuatan ke
bijakan mengenai proyek investasi,
pengeluaran untuk pengadaan serta
penetapan anggaran tambahan
(extrabudgetary accounts). Penyediaan
barang dan jasa di bawah harga pasar
akan dapat menyebabkan korupsi ke
tika permintaan akan barang dan jasa
tersebut lebih besar dari penawaran
yang ada. Kebijakan diskresi lainnya
dapat menyebabkan korupsi ketika
tidak diimbangi adanya transparansi
dan pengawasan institusi. Pembiayaan
partai politik dapat menyebabkan ko
rupsi ketika tidak ada pengaturan yang
jelas mengenai pembiayaan mengenai
partai politik oleh pemerintah.
Sementara itu, penyebab
tidak langsung dari korupsi setidaknya
terdiri dari enam faktor yakni: (1) Kuali
tas birokrasi; (2) Besaran gaji di sektor
publik; (3) Sistem hukuman; (4) Penga
wasan institusi; (5) Transparansi aturan
hukum dan proses serta teladan dari
pemimpin.
Kualitas birokrasi dapat
menyebabkan korupsi ketika sistem
perekrutan pegawai lebih didasarkan
atas pertimbangan politik, patron, dan
nepotisme daripada merit serta keti
adaan aturan yang memadai mengenai
promosi dan perekrutan pegawai.
Besaran gaji di sektor publik dapat me
nyebabkan korupsi ketika gaji pegawai
negeri tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup secara layak. Sistem

hukuman dapat menyebabkan korupsi


ketika tidak terjadi ketegasan dalam
menghukum orang yang melanggar
aturan. Pengawasan institusi dapat
menyebabkan korupsi ketika tidak
terdapat sistem pengawasan internal
yang memadai, efektif, transparan, dan
jelas. Transparansi aturan, hukum dan
proses dapat menyebabkan korupsi
ketika di sebuah negara tidak memiliki
pengaturan mengenai transparansi
dalam aturan, hukum, dan proses pe
nyelenggaraan pemerintahan. Teladan
dari pemimpin dapat menyebabkan
korupsi ketika pemimpin pemerin
tahan melakukan tindakan korupsi dan
menjadi contoh bagi bawahannya.
Proses penyelenggaraan
pelayanan birokrasi publik akan dapat
berlangsung dengan baik dan profe
sional jika didukung oleh birokrat yang
berasal dari lulusan-lulusan terbaik
universitas. Penerapan seleksi birokrat
menurut pendekatan pasar seperti
kompetensi dan kinerja menjadi re
levan untuk mendapatkan calon-calon
birokrat yang handal. Krisis pelayanan
birokrasi publik, salah satunya dise
babkan karena rendahnya komitmen
pemerintah untuk mendapatkan
lulusan-lulusan universitas terbaik
untuk menjadi birokrat. Akibatnya,
lembaga administrasi publik diisi oleh
lulusan-lulusan kelas dua yang kapasi
tasnya juga terbatas.
Selama ini rekrutmen yang
terjadi dalam lingkungan birokrasi
hanya umum saja dan pada umumnya
standar yang ditentukan dari tahun
ke tahun tidak mengalami peruba
han dan peningkatan tuntutan mutu.
Dengan demikian proses rekrutmen
yang kurang ditopang oleh kualifikasi
yang standard menjadi bersifat dis
fungsional, sehingga tidak memenuhi
kualifikasi pekerjaan yang semestinya.
Kondisi demikian ini menyebabkan
permasalahan pada peningkatan pega
wai di lingkungan birokrasi yaitu the
wrong man in the right place. Apa yang
menjadi tuntutan birokrasi akan kebu
tuhan pegawai sesungguhnya adalah
the right man in the right place supaya
terjadi efisiensi dan efektivitas.
Untuk memenuhi tuntutan

F KUS UTAMA
FOTO: Antara

Suasana sejumlah aktivis melakukan aksi damai mengenakan poster yang


terpasang di badan bertuliskan BIrokrasi di Bundaran Hotel Indonesia Jakata,
Suasana sejumlah aktivis melakukan aksi damai mengenakan poster. (ATAS)

Seorang aktivis memimpin aksi dengan menggunakan gitar saat menggelar


aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia Jakata, Senin (20/5). Aksi tersebut
menuntut pemerintah dalam bidang pelayanan untuk bersih dalam melayani
masyarakat. (KANAN)
FOTO: Merdeka.com

tepat orang tepat tempat tersebut


diperlukan sebuah proses rekrutmen
yang memperhatikan kebutuhan bi
rokrasi akan tenaga kerja yang sesuai.
Dengan pertimbangan ini maka rekrut
men harus memperhatikan job analysis
dan job description yang seharusnya
telah ada dan dapat dijadikan pedo
man perekrutan pegawai. Hanya sa
yangnya tidak semua birokrasi pemer
intah memiliki uraian dan analisis
pekerjaan terhadap semua jenis peker
jaan yang dikembangkan di kantornya.
Padahal bersumber pada uraian dan
analisis pekerjaan inilah akan diketahui
peta kebutuhan keahlian dan kecaka
pan calon pegawai yang akan direkrut.
Dari uraian dan analisis pekerjaan ini
selanjutnya dapat disusun kompetensi
pegawai yang dibutuhkan.
Strategi penanganan ko
rupsi harus berfokus pada sistem yang
korup, bukan hanya pada manusiamanusia yang korup. Dengan kata lain,
hendaknya kita jangan berpikir me
ngenai korupsi dari sisi manusia tidak
bermoral yang melanggar hukum dan
mengkhianati kepercayaan yang di
berikan kepadanya. Kita harus berpikir
mengenai sistem yang mudah dihing
gapi berbagai macam kegiatan yang
melanggar hukum.
Korupsi pada birokrasi dapat
berkurang bila ada pemisahan kekua
saan, ada kontrol dan perimbangan,
keterbukaan, sistem peradilan yang
baik dan definisi yang jelas mengenai

peranan, tanggung jawab, aturan


dan batas-batas. Korupsi cenderung
tidak dapat berkembang dalam bu
daya demokrasi, persaingan dan bila
ada sistem kontrol yang baik dan
di tempat-tempat orang (pegawai,
pelanggan, pengawas) memiliki hak
untuk mendapat informasi dan hak un
tuk mengajukan pengaduan. Korupsi
mudah berkembang bila banyak pe
raturan yang tumpang tindih dan ru
mit dan bila wewenang pejabat besar
dan tidak dapat dikontrol.
Strategi antikorupsi juga
jangan dimulai dan diakhiri dengan
himbauan-himbauan mengenai etika
atau mengenai perlunya mengem
bangkan suatu sikap baru. Strategi anti
korupsi hendaknya menggali cara-cara
untuk mengurangi kekuasaan mo
nopoli, menjelaskan dan membatasi
wewenang dan meningkatkan ke
terbukaan, sambil memperhitungkan
kerugian langsung dan tidak langsung
dari cara-cara itu.
Ada hal penting lagi yang
perlu diperhatikan ketika merumuskan
strategi anti orupsi. Korupsi adalah
kejahatan kalkulasi, bukan kejahatan
karena dorongan nafsu. Orang cende
rung melakukan korupsi bila resikonya
rendah, sanksi, ringan dan hasilnya
besar. Kesimpulan ini sama dengan
rumus Klitgaard, Abaroa, dan Parris
karena hasil yang diperoleh akan lebih
besar lagi bila kekuasaan monopoli
bertambah besar. Tetapi, ada tam

Korupsi cenderung tidak


dapat berkembang
dalam budaya demokrasi,
persaingan dan bila
ada sistem kontrol yang
baik dan di tempattempat orang (pegawai,
pelanggan, pengawas)
memiliki hak untuk
mendapat informasi dan
hak untuk mengajukan
pengaduan.
bahan ide dari kesimpulan ini, yaitu
insentif marginallah yang menentukan
kalkulasi yang dilakukan oleh pejabat
korup, pejabat yang berpotensi korup
dan warga masyarakat. Ubahlah infor
masi dan insentif, maka korupsi juga
akan berubah.
World Bank merekomenda
sikan tiga komponen penting dalam
strategi pemberantasan korupsi, dian
taranya adalah : Pertama, membangun
birokrasi yang berdasarkan ketentuan
hukum dengan struktur penggajian
yang menghargai para pegawai ne
geri atas kejujurannya. Rekrutmen
berdasarkan prestasi dan sistem pro
mosi haruslah diberdayakan sehingga
dapat mencegah intervensi politik.
Kontrol keuangan yang kredibel juga
harus diberdayakan untuk mencegah
terjadinya penggunaan dana publik
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

33

F KUS UTAMA
secara arbitrasi. Kedua, menutup ke
mungkinan bagi para pegawai untuk
melakukan tindakan-tindakan koruptif
dengan mengurangi otoritas penuh
mereka, baik dalam perumusan ke
bijakan maupun dalam pengelolaan
keuangan. Ketiga, menegakkan akun
tabilitas para pegawai pemerintah
dengan memperkuat monitoring
dan mekanisme hukuman, lembaga-
lembaga publik hendaknya juga
memberdayakan fungsi kontrol dan
pengawasan publik (Ilyas dan Umar,
2004:98). Menurut Ilyas dan Umar
(2004: 98), pemberdayaan fungsi kon
trol dan pengawasan juga memerlukan
strategi, sehingga pemberantasan ko
rupsi dapat berlangsung secara kom
prehensif dan berkelanjutan. Terdapat
tiga strategi dalam pemberdayaan
fungsi kontrol dan pengawasan ini,
diantaranya adalah: Pertama, mem
perkuat kelembagaan mekanisme
kontrol resmi untuk memonitor
pegawai, pejabat dan politisi. Kedua,
meningkatkan tekanan publik agar
lembaga-lembaga mekanisme kontrol
tersebut bisa berfungsi dengan baik
dan ini memerlukan reformasi struktur
politik kenegaraan dan partai politik
dan lingkungan sosial yang memung
kinkan publik untuk dapat melakukan
tekanan.Ketiga, mendidik publik untuk
melakukan tekanan moral dan politik
untuk pemberantasan korupsi.
Selanjutnya Kartono (2005:
135) memberikan saran untuk mem
berantas korupsi diperlukan adanya
partisipasi segenap lapisan masyara
kat, antara lain: (1) Adanya kesadaran
rakyat ikut memikul tanggung jawab
guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial dan tidak bersikap acuh
tak acuh. Kontrol sosial baru bisa efektif
apabila bisa dilaksanakan oleh dewandewan perwakilan yang benar-benar
representatif dan otonom, pada taraf
desa sampai taraf pusat dan nasional.
(2) Memanfaatkan aspirasi nasional
yang positif yaitu mengutamakan
kepentingan nasional, kejujuran serta
pengabdian pada bangsa dan negara,
melalui sistem pendidikan formal, non
formal dan pendidikan agama. (3) Para
pemimpin dan pejabat memberikan

34

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

teladan, baik dengan mematuhi pola


hidup sederhana dan memiliki rasa
tanggung jawab susila. (4) Adanya
sanksi dan kekuatan untuk menindak,
memberantas dan menghukum tin
dak pidana korupsi, tanpa kekayaan
riil dan berani bertindak tegas, semua
undang-undang, tim, komisi dan
operasi menjadi mubazir, menjadi
penakut burung belaka. Selanjutnya,
(5) Reorganisasi dan rasionalisasi dari
organisasi pemerintahan melalui pe
nyederhanaan jumlah departemen

Strategi anti korupsi


hendaknya menggali caracara untuk mengurangi
kekuasaan monopoli,
menjelaskan dan
membatasi wewenang
dan meningkatkan
keterbukaan, sambil
memperhitungkan
kerugian langsung dan
tidak langsung dari caracara itu.

FOTO: politikuang.net

beserta jawatan-jawatan sebawahnya.


Adanya koordinasi antar departemen
yang lebih baik disertai sistem kontrol
yang teratur terhadap administrasi
pemerintah, baik dipusat maupun
daerah. (6) Adanya sistem penerimaan
pegawai berdasarkan prinsip achieve
ment atau keterampilan teknis dan
bukan berdasarkan norma ascription,
sehingga memberikan keleluasaan
bagi berkembangnya nepotisme. Hen
daknya dilakukan pemecatan terhadap
pegawai-pegawai yang jelas melaku
kan korupsi dan bukan hanya memin

dahkan atau mempromosikan mereka


ke tempat lain. (7) Adanya kebutuhan
pada pegawai-pegawai negeri yang
non politik, demi kelancaran admin
istrasi pemerintah. Ditunjang oleh
gaji yang memadai bagi para pegwai
dan ada jaminan masa tua sehingga
berkurang kecenderungan melakukan
korupsi. (8) Menciptakan aparatur
pemerinthan yang jujur. Kompleksitas
hierarkhi administrasi harus disertai
disiplin keras yang tinggi, sedang ja
batan dan kekuasaan didstribusikan
melalui norma-norma teknis. (9) Sistem
budget dikelola oleh pejabat-pejabat
yang mempunyai tanggung jawab etis
tinggi dibarengi sistem kontrol yang
efisien. Menyelenggarakan sistem pe
mungutan pajak dan bea cukai yang
efektif dan supervisi yang ketat, baik di
pusat maupun di daerah. (10) Hereg
istrasi (pencatatan ulang) terhadap
kekayaan perorangan yang menyolok
dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Kekayaan yang statusnya tidak jelas
dan diduga menjadi hasil korupsi,
disita oleh negara.
Ibarat mengobati penyakit
kanker, proses terapi tak kunjung
memberikan harapan kesembuhan.
Bertahan dari kematian saja sudah luar
biasa. Barangkali analogi semacam ini
lah yang sedang dialami oleh bangsa
ini dalam hal pemberantasan korupsi,
perlu pengobatan komprehensif yang
mencakup seluruh level, level moral
psikologis dan level fisik biologis.
Berdasarkan pengalaman di beberapa
negara seperti Hongkong, Singapura,
Malaysia, Thailand, dan Australia (New
South Wales) dalam memberantas ko
rupsi perlu diperhatikan, bahwa bukan
ancaman pidana yang luar biasa be
ratnya yang diutamakan, tetapi sistem
manajemen negara yang rawan korup
si harus ditanggulangi terlebih dahulu
sebelum mengambil tindakan represif.
Umumnya hukum pidana materiil yang
diterapkan di negara-negara itu adalah
delik-delik korupsi yang tersedia dalam
KUHP tanpa mengubah ancaman
pidananya menjadi lebih berat se
bagaimana dilakukan di Indonesia.

F KUS UTAMA

ZERO
GRATIFIKASI

Oleh: Umi Kulsum

TANTANGAN
PROFESIONALISME
APARATUR SIPIL
NEGARA

elamat Lahir Kembali!! Sela


mat Menyongsong Semangat
Baru!! Selamat Menyongsong
Paradigma Baru!! Kalimatkalimat seperti itulah yang seharusnya
dipekikkan oleh para aparatur peme
rintah di tahun 2014 ini, dan bahkan
oleh seluruh masyarakat Indonesia se
laku stakeholder. Tahun 2014 ini yang
notabene merupakan tahun politik di
awali dengan sesuatu yang insya Allah
baik yaitu terbitnya kebijakan terobo
san yang perlu disambut baik. Adalah
Undang Undang Aparatur Sipil Negara
(UU ASN) dalam sidang paripurna DPR
telah disahkan pada 19 Desember
2013 dimana jika dalam waktu 30 hari
sejak disahkan tidak ada keberatan dari
pemerintah, UU-ASN otomatis berlaku,
diberi nomor dan masuk lembaran
negara.
Lantas apa kaitannya an
tara disahkannya UU ASN dengan
semangat baru aparatur dalam
penyelenggaraan pemerintahan?
Pertama, dengan kehadiran
UU ini menjadi sangat strategis
untuk memutus persoalan
carut-marut birokrasi yang
selama ini menjadi penyebab
birokrasi pemerintah kurang
profesional dan kurang fokus
pada peningkatan mutu pela
yanan publik. Namun jika sistem
rekrutmen dan tata-kerja aparat
pemerintah dapat dibentengi
dengan peraturan tegas tentang
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

35

F KUS UTAMA
http://www.solopos.com/2013/06/04/banner-larangan-terima-gratifikasi-412589
Pegawai membawa banner larangan penerimaan gratifikasi di halaman
Balaikota, Solo. Sebanyak 51 lurah di Kota Solo menerima banner tersebut saat
upacara peringatan Hari Lansia Nasional di Balaikota.

Profesionalisme lebih
ditujukan kepada
kemampuan aparatur
dalam memberikan
pelayanan yang baik,
adil, dan inklusif serta
tidak hanya sekedar
kecocokan keahlian
dengan tempat
penugasan.
misi birokrasi sebagai pelayan pub
lik seperti tertuang dalam UU-ASN,
diharapkan pengaruh negatif dari
carut-marut terhadap birokrasi akan
dapat dikikis.Kedua, kita akui bersama
bahwa reformasi birokrasi yang men
jadi kebijakan prioritas dalam rencana
jangka menengah pemerintah telah
gagal. Kegagalan itu terutama karena
reformasi birokrasi hanya ditafsirkan
sebagai perbaikan remunerasi bagi
para PNS. UU-ASN diharapkan mampu
mengubah paradigma reformasi bi
rokrasi yang hanya berorientasi remu
nerasi menjadi kinerja yang profesio
nal, komitmen pada kepentingan
rakyat, dan akuntabilitas sesuai tun
tutan masyarakat modern. Kenaikan
remunerasi penting untuk memastikan
setiap PNS memiliki tingkat kesejahte
raan yang layak, tetapi yang jauh lebih
penting adalah mengaitkan remunera
si dengan kinerja pelayanan mereka.
Kinerja aparatur pemerintah
secara umum selalu menjadi sorotan
dari masyarkat. Harus diakui memang
bahwa selama ini aparatur pemerintah
dalam tugasnya, belum secara opti
mal memperlihatkan citra dan kinerja
yang diharapkan berdasarkan prinsip
penyelenggaraan negara dan peme
rintahan yang baik dan bertanggung
jawab. Masyarakat selaku stakeholder
merupakan pihak yang paling dapat
merasakan baik tidaknya pelayanan

36

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

yang berikan aparatur pemerintah.


Masalah yang sering dirasakan oleh
masyarakat yaitu dilihat dari pelayanan
yang lamban maupun penyelesaian
pembangunan yang tidak tepat waktu.
Sehingga penilaian dari masyarakat
terhadap kinerja aparatur pemerintah
pun dinilai sangat rendah.
Upaya dalam mewujudkan
penyelenggaraan Pemerintahan secara
benar (good governance) dan bersih
(clean-government) termasuk di dalam
nya penyelenggaraan pelayanan publik
memerlukan unsur-unsur mendasar
antara lain adalah unsur profesiona
lisme dari pelaku dan penyelenggara
pemerintahan dan pelayanan pu
blik.Terabaikannya unsur profesiona
lisme dalam menjalankan tugas dan
fungsi organisasi pemerintahan akan
berdampak kepada menurunnya kuali
tas penyelenggaraan pemerintahan
dan pelayanan publik. Profesionalisme
disini lebih ditujukan kepada kemam
puan aparatur dalam memberikan
pelayanan yang baik, adil, dan inklusif
dan tidak hanya sekedar kecocokan ke
ahlian dengan tempat penugasan.
Profesionalisme Aparatur
Pemerintah
Tuntutan terhadap pening
katan integritas dan profesionalisme
aparatur pemerintah sudah menjadi
keharusan karena merupakan bagian

dari proses untuk mewujudkan peme


rintahan yang efisien, demokratis dan
mempercepat terwujudnya kesejahte
raan rakyat yang didasarkan pada
nilai-nilai dasar sebagaimana tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945. Tentu
nya dengan harapan semua pihak baik
pemerintah maupun masyarakat bah
wa terciptanya birokrasi yang dapat
memberikan pelayanan publik yang
berkualitas. Oleh karena itu kesuksesan
reformasi birokrasi ditentukan oleh
kualitas pelayanan publik yang dilak
sanakan oleh birokrasi pemerintah.
Birokrasi yang baik didasarkan pada
perwujudan perilaku aparatur birokrasi
yang berintegritas dan profesional.
Oemar Hamalik (2000)
menjelaskan bahwa mengenai inte
gritas dan profesionalisme aparatur
birokrasi, aparatur birokrasi pada haki
katnya harus mengandung aspek :
1. Aspek potensial, bahwa setiap
aparatur birokrasi memiliki poten
si-potensi herediter yang bersifat
dinamis yang terus berkembang
dan dapat dikembangkan. Po
tensi-potensi itu antara lain: daya
mengingat, daya berpikir, bakat
dan minat, motivasi, dan potensipotensi lainnya.
2. Aspek profesionalisme atau voka
sional, bahwa setiap aparatur bi
rokrasi memiliki kemampuan dan
keterampilan kerja atau kejujuran

F KUS UTAMA
berdasarkan penilaian
terhadap Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP), pada
tahun 2009 jumlah instansi
pemerintah yang dinilai
akuntabel baru mencapai 24%.

3.

4.

5.

6.

dalam bidang tertentu dengan


kemampuan dan keterampilan itu
dia dapat mengabdikan dirinya
dalam lapangan kerja tertentu
dan menciptakan hasil yang baik
secara optimal.
Aspek fungsional, bahwa setiap
aparatur birokrasi melaksanakan
pekerjaannya secara tepat guna,
artinya dia bekerja sesuai dengan
tugas dan fungsinya dalam bi
dang yang sesuai pula. Misalnya
aparatur birokrasi yang memiliki
keterampilan dalam bidang elek
tronik seharusnya bekerja dalam
bidang pekerjaan elektronik bu
kan bekerja sebagai tukang kayu
untuk bangunan.
Aspek operasional, bahwa setiap
aparatur birokrasi dapat men
dayagunakan kemampuan dan ke
terampilannya dalam proses dan
prosedur pelaksanaan kegiatan
kerja yang sedang ditekuninya.
Aspek Personal, bahwa setiap
aparatur birokrasi harus memi
liki sifat-sifat kepribadian yang
menunjang pekerjaannya, misal
nya sikap mandiri dan tangguh,
bertanggung jawab, tekun dan
rajin, mencintai pekerjaannya,
berdisiplin dan berdedikasi yang
tinggi.
Aspek produktifitas, bahwa setiap
aparatur birokrasi harus memiliki
motif berprestasi, berupaya agar

berhasil, dan memberikan hasil


dari pekerjaanya baik kuantitas
maupun kualitas.
Sudah menjadi harapan
semua pihak baik pemerintah mau
pun masyarakat akan birokrasi yang
dapat memberikan pelayanan publik
yang berkualitas. Kesuksesan refor
masi birokrasi ditentukan oleh kualitas
pelayanan publik yang dilaksanakan
oleh birokrasi pemerintah. Sedangkan
birokrasi yang baik didasarkan pada
perwujudan perilaku aparatur birokrasi
yang berintegritas dan profesional. Hal
inilah yang menjadi tuntutan terhadap
peningkatan integritas dan profe
sionalisme aparatur negara, karena
didorong sebagai bagian dari proses
untuk mewujudkan pemerintahn yang
efisien, demokratis, dan mempercepat
terwujudnya kesejahteraan rakyat
yang didasarkan pada nilai-nilai dasar
sebagaimana tertuang dalam Pembu
kaan UUD 1945.
Integritas dan profesiona
lisme belumlah menyeluruh secara
organisasi di tubuh aparatur negara,
inilah yang menjadi permasalahan. Ma
salah yang paling kronis adalah banyak
aparatur negara salah memaknai,
yang seharusnya dapat menjadi alat
Negara malah terkesan menjadi alat
kekuasaan sehingga hanya berorintasi
pada kekuasaan dan materi. Paradigma
lama memandang kekuasaan sebagai

kekuasaan belaka dan maraknya in


tervensi politik disebabkan oleh nilai
strategis dan pengaruhnya dalam
politik menjadi penyebab utama de
moralisasi aparatur negara. Inilah yang
menyebabkan kurang berhasilnya
reformasi birokrasi di lingkup peme
rintah.
Chakim (2012) menjelaskan
beberapa aspek yang dapat gagalnya
reformasi birokrasi baik di tingkat nasi
onal maupun di tingkat lokal. Pertama,
Dalam hal perwujudan pemerintahan
yang bersih dan bebas KKN, masih ba
nyak hal yang harus diselesaikan dalam
kaitan pemberantasan korupsi. Hal ini
antara lain ditunjukkan dari dataTrans
parency Internationalpada tahun 2009,
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia
masih rendah (2,8 dari 10) jika diban
dingkan dengan negara-negara di Asia
Tenggara lainnya. Akuntabilitas pe
ngelolaan keuangan negara, kualitas
nya masih perlu banyak pembenahan
termasuk dalam penyajian laporan
keuangan yang sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP). Opini
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas
laporan keuangan kementrian atau
lembaga dan Pemda masih banyak
yang perlu ditingkatkan menuju ke
opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Kedua, dalam hal pelayanan
publik, pemerintah belum dapat
menyediakan pelayanan publik yang
berkualitas sesuai dengan tantangan
yang dihadapi, yaitu perkembangan
kebutuhan masyarakat yang semakin
maju dan persaingan global yang se
makin ketat. Hal ini dapat dilihat dari
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

37

F KUS UTAMA

Sumber : Berita Resmi Statistik, Badan Pusat Statistik


No. 07/01/Th. XVII, 2 Januari 2014

INDEKS PERILAKU
ANTI KORUPSI
(IPAK) 2013

INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI (IPAK) INDONESIA 2013


SEBESAR 3,63 DARI SKALA 0 SAMPAI 5, ANGKA INI NAIK 0,08
POIN DIBANDINGKAN DENGAN IPAK 2012 (3,55)
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia 2013 sebesar 3,63 dari skala 0
sampai 5. Angka ini naik 0,08 poin dibandingkan IPAK tahun 2012 (3,55). Meski
demikian kenaikan ini belum merubah kategori indeks, karena masih dalam
kategori yang sama yakni anti korupsi.

(Catatan: nilai indeks 01,25 sangat permisif terhadap


korupsi, 1,262,50 permisif, 2,513,75 anti korupsi, 3,76
5,00 sangat anti korupsi).
IPAK 2013 untuk masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan sedikit lebih
tinggi (3,71) dibanding di wilayah perdesaan (3,55).
IPAK 2013 lebih tinggi pada penduduk usia kurang dari 60 tahun dibanding
penduduk usia 60 tahun ke atas. IPAK penduduk usia kurang dari 40 tahun
sebesar 3,63, usia 40 sampai 59 tahun sebesar 3,65, dan usia 60 tahun ke atas
sebesar 3,55.
Pendidikan berpengaruh cukup kuat pada semangat anti korupsi. Semakin
tinggi pendidikan maka semakin tinggi IPAK. IPAK 2013 untuk responden
berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,55, SLTA sebesar 3,82 dan di atas
SLTA sebesar 3,94.
Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK), menugaskan BPS
untuk melaksanakan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2013. Survei ini dilakukan antara 1-15 November 2013 di 33 Provinsi, 170
kabupaten/kota (49 kota dan 121 kabupaten) dengan sampel 10.000 rumah tangga (response rates: 90,3 %). survei ini mengukur
tingkat permisivitas masyarakat terhadap perilaku anti korupsi. hasilnya berupa IPAK. survei ini merupakan kelanjutan dari survei
baseline yang telah dilaksanakan tahun 2012.

hasil survei integritas yang dilakukan


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
pada tahun 2009 yang menunjuk
kan bahwa, kualitas pelayanan publik
Indonesia baru mencapai skor 6,64
dari skala 10 untuk instansi pusat.
Sedangkan pada tahun 2008, skor
untuk unit pelayanan publik di daerah
sebesar 6,69. Skor integritas menun
jukkan karakteristik kualitas dalam
pelayanan publik, seperti ada tidaknya
suap, ada tidaknya Standard Operating

38

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Procedures(SOP), kesesuaian proses


pelayanan dengan SOP yang ada, ket
erbukaan informasi, keadilan dan ke
cepatan dalam pemberian pelayanan,
dan kemudahan masyarakat melaku
kan pengaduan.
Ketiga, dalam hal kemudahan
berusaha (doing business), menunjuk
kan bahwa Indonesia belum dapat
memberikan pelayanan yang baik bagi
para investor yang berbisnis atau akan

berbisnis di Indonesia. Hal ini antara


lain tercermin dari dataInternational
Finance Corporationpada tahun 2009.
Berdasarkan data tersebut, Indonesia
menempati peringkatdoingbusi
nesske-122 dari 181 negara atau be
rada pada peringkat ke-6 dari 9 negara
ASEAN. Padahal Indonesia merupakan
salah satu pasar utama bagi investor
global.
Keempat, dalam kaitan
dengan kapasitas dan akuntabilitas
kinerja birokrasi, kondisinya masih
banyak dikeluhkan masyarakat. Ber
dasarkan penilaiangovernment effec
tivenessyang dilakukan Bank Dunia,
Indonesia memperoleh skor -0,43 pada
tahun 2004, -0,37 pada tahun 2006,
dan -0,29 pada tahun 2008, dari skala
-2.5 menunjukkan skor terburuk dan
2,5 menunjukkan skor terbaik. Meski
pun pada tahun 2008 mengalami pen
ingkatan menjadi -0,29, skor tersebut
masih menunjukkan kapasitas kelem
bagaan/efektivitas pemerintahan di
Indonesia tertinggal jika dibandingkan
dengan kemajuan yang dicapai oleh
negara-negara tetangga. Kondisi ini
mencerminkan masih adanya per
masalahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, seperti kualitas birokra
si, pelayanan publik, dan kompetensi
aparat pemerintah. Selanjutnya, ber
dasarkan penilaian terhadap Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Peme
rintah (LAKIP), pada tahun 2009 jumlah
instansi pemerintah yang dinilai akun
tabel baru mencapai 24%. Gambaran
di atas mencerminkan kondisi birokrasi
kita saat ini.
Chakim juga menginventarisir
beberapa permasalahan aparatur bi

F KUS UTAMA
rokrasi pemerintah sebagai berikut:
1. Terjadinya maladministrasi yang
sering dilakukan oleh birokrasi
publik dan meluasnya praktik KKN,
2. Rendahnya profesionalisme
aparat, kurang inovasi, tidak dina
mis, kualitas yang masih harus
ditingkatkan,
3. Lemahnya sistem kontrol dalam
birokrasi sehingga mendorong
terjadinya in-efisiensi,
4. Budaya (culture) yang cenderung
masihpaternalistik, patron-client,
hedonistik, patrimonialistik, feoda
listik,
5. Masih gemuknya lembaga-
lembaga birokrasi tanpa adanya
kejelasan dalam rincian tugas,
6. Rendahnya standar moral dan
perilaku aparat dalam menjalan
kan fungsi-fungsi pelayanan, dan
7. Sistem insentif yang dianggap
kurang berkeadilan, dan lain-lain.
Atas penjelasan tersebut
maka prinsip integritas dan profesio
nalisme hadir sebagai suatu kebutu
han terhadap tantangan tugas yang
dihadapi aparatur negara, sebab tanpa
prinsip tersebut tidaklah mungkin ter
capai tingkat efektifitas dan produkti
vitas yang tinggi dalam melaksanakan
proses reformasi birokrasi. Dan guna
menetapkan strategi yang tepat dalam
melaksanakan reformasi birokrasi di
lingkup pemerintah.

dalam memaknai sebuah profesina


lisme, sehingga upaya pencapaian
profesionalisme aparatur menjadi
beragam dan cara mengukur sebuah
profesinalisme pun menjadi sulit.
Ancok (2000) menjelaskan
tentang pengukuran profesionalisme
sebagai berikut; Kemampuan beradap
tasi, Kemampuan dalam menyesuaikan
diri dengan fenomena global dan
fenomena nasional; Mengacu kepada
misi dan nilai (mission & values-driven
professionalism), Birokrasi memposisi
kan diri sebagai pemberi pelayanan
kepada publik dan dalam mewujudkan
tujuan organisasi yang berorientasi
kepada hasil yang ingin dicapai orga
nisasi.
Korten et.al (1981) profesio
nalisme diukur melalui keahlian yang
dimiliki oleh seseorang yang sesuai
dengan kebutuhan tugas yang dibe
bankan organisasi kepada seseorang.
Alasan pentingnya kecocokan antara
disiplin ilmu atau keahlian yang dimi
liki oleh seseorang karena jika keahlian
yang dimiliki seseorang tidak sesuai
dengan tugas yang dibebankan ke
padanya akan berdampak kepada in
efektifitas organisasi.

Tjokrowinoto (1996) birokrasi


dapat dikatakan profesional atau tidak,
diukur melalui kompetensi sebagai
berikut;
a) Profesionalisme yang Wirausaha
(Entrepreneurial-Profesionalism).
b) Profesionalisme yang Mengacu
Kepada Misi Organisasi (Missiondriven Profesionalism).
c) Profesionalisme Pemberdayaan
(Empowering-Profesionalism).
Siagian (2000) mengukur
profesionalisme dari segi kecepatan
nya dalam menjalankan fungsi dan
mengacu kepada prosedur yang telah
disederhanakan. Menurut pendapat
tersebut, konsep profesionalisme
dalam diri aparat dilihat dari segi;
a) Kreatifitas (creativity)
Yaitu kemampuan aparatur untuk
menghadapi hambatan dalam
memberikan pelayanan kepada
publik dengan melakukan inovasi.
Hal ini perlu diambil untuk men
gakhiri penilaian miring masyara
kat kepada birokrasi publik yang
dianggap kaku dalam bekerja.
Terbentuknya aparatur yang kre
atif hanya dapat terjadi apabila;

MOTTO: Kepastian Ijin Dengan Mempermudah dan Tidak Mempersulit, tertera di lobby pelayanan publik salah satu instansi
pelayanan publik, di Tangsel. Ini merupakan tantangan bagi birokrasi yang memerlukan unsur-unsur mendasar antara lain adalah
unsur profesionalisme dari pelaku dan penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik.

Parameter Profesionalisme
Pencarian jati diri akan
paradigma baru dalam meningkatkan
profesionalisme aparatur yang berkai
tan dengan pencapaian tujuan orga
nisasi yang baik dan bersih bukanlah
pekerjaan mudah. Salah satu jawaban
bagi permasalahan tersebut adalah
dengan melihat kemampuan aparatur
untuk beradaptasi dengan fenomena
yang terjadi. Menjadi penting bahwa
kemampuan aparatur dalam beradap
tasi terhadap perubahan lingkungan
eksternal dan internal organisasi
dijadikan tolak-ukur dalam melihat
profesionalisme birokrasi. Perbedaan
kemampuan aparatur mempengaruhi
Sumber : http://bp2t.tangerangselatankota.go.id/uploads/album/1/25.JPG
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

39

F KUS UTAMA
tuntutan baru, dan pengetahuan
baru, birokrasi harus merespons
secara cepat agar tidak tertinggal
dalam menjalankan tugas dan
fungsinya.
Gratifikasi dan Profesionalisme
Aparatur

Prinsip integritas
dan profesionalisme
hadir sebagai suatu
kebutuhan terhadap
tantangan tugas
yang dihadapi
aparatur negara,
sebab tanpa prinsip
tersebut tidaklah
mungkin tercapai
tingkat efektifitas
dan produktivitas
yang tinggi dalam
melaksanakan proses
reformasi birokrasi.

Seperti telah dipaparkan


sebelumnya bahwa integritas dan pro
fesionalisme menjadi pondasi utama
bangsa ini untuk berbenah. Krisis
multidimensi di Indonesia dengan ber
bagai permasalahan kemasyarakatan
yang kompleks terjadi sejak pertenga
han tahun 1997 telah menimbulkan
perombakan fundamental di bidang
penyelenggaraan pemerintahan dalam
bentuk reformasi di bidang ekonomi,
politik, hukum, sosial, dan budaya.
Salah satu penyebab krisis tersebut
adalah adanya berbagai penyalahgu
naan wewenang dan kekuasaan yang
dilakukan oleh aparat penyelenggara
negara dalam bentuk praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) dan di
tambah lagi dengan penegakan hu
kum yang lemah.

terdapat iklim yang kondusif


yang mampu mendorong apara
tur pemerintah untuk mencari
ide baru dan konsep baru serta
menerapkannya secara inovatif;
adanya kesediaan pemimpin un
tuk memberdayakan bawahan an
tara lain melalui partisipasi dalam
pengambilan keputusan yang
menyangkut pekerjaan, mutu hasil
pekerjaan, karier dan penyelesaian
permasalahan tugas.
b) Inovasi (innovation)
Yaitu perwujudannya berupa
hasrat dan tekad untuk mencari,
menemukan dan menggunakan
cara baru, metode kerja baru,
dalam pelaksanaan tugasnya.
Hambatan yang paling mendasar
dari perilaku inovatif adalah rasa
cepat puas terhadap hasil peker
jaan yang telah dicapai.
c) Responsifitas (responsivity)
Yaitu kemampuan aparatur dalam
mengantisipasi dan menghadapi
aspirasi baru, perkembangan baru,

Ditambah lagi profesiona


lisme aparatur sering kali dibentur
kan dengan tidak adanya iklim yang
kondusif dalam dunia birokrasi untuk
menanggapi aspirasi masyarakat dan
tidak adanya kesediaaan pemimpin
untuk memberdayakan bawahan.
Pendapat tersebut meyakini bahwa
sistem kerja birokrasi publik yang ber
dasarkan juklak dan juknis membuat
aparat menjadi tidak responsif serta
juga karena tidak berperannya pe
mimpin sebagai pengarah (katalisator)
dan pemberdaya bagi bawahan.

40

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Masih maraknya praktik


korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
membuat iklim dunia birokrasi men
jadi tidak efektif. Hal ini disebabkan
semakin besarnya praktik KKN akan
memperbesar subjektifitas para apara
tur itu sendiri terutama dalam mem
berikan pelayanan kepada publik. Para
aparatur yang seharusnya bisa bekerja
secara professional dan objektif malah
menjadi aparatur yang oportunis.

Semakin besar manfaat yang bias dia


dapat maka akan semakin prima pela
yanan yang diberikan.
Belakangan ini kata gratifi
kasi semakin popular di telinga kita
karena hampir setiap saat kita men
dengar kata tersebut diperbincangkan.
Meskipun dari sisi apa yang dilakukan
sebenarnya sudah biasa kita dengar
atau bahkan kita lakukan secara sadar
maupun tidak sadar. Salam tempel,
itulah istilah yang sering kita dengar
dan mungkin kita lakukan sebelum
kita mengenal istilah gratifikasi. Se
pertinya hampir tidak ada celah, semua
kegiatan birokrasi yang ada tidak
terbebas dari salam tempel. Mengu
rus ini butuh berapa? Mengurus itu
habis berapa? Bila ingin cepat nambah
berapa?
Disinilah objektifitas para
aparatur dipertaruhkan, secara logika
pun objektifitas aparatur akan mudah
terpengaruh dengan besaran isi salam
tempel yang akan diterima. Ketika
objektifitas sudah terkikis atau bahkan
sudah hilang, lantas bagaimana lagi
dengan profesionalisme para apara
tur negara? Sedangkan syarat untuk
menciptakan pemerintahan yang baik
(good governance) adalah aparatur
yang profesional untuk menjalankan
sistem organisasi dan sumber daya
yang ada. Ketika good governance
sudah tercipta maka celah terjadinya
fraud yang tentunya akan terbentuk
clean governance. Jika dikaitkan maka
clean governance harus memiliki modal
dasar yang kuat yaitu aparatur yang
professional. Semakin profesional
seorang aparatur akan semakin me
nentukan kadar seberapa bersih suatu
pemerintahan. Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa semakin ke
cil praktik gratifikasi di negara kita akan
semakin meningkatkan tingkat profe
sionalisme para aparatur tersebut. Jadi
profesionalisme aparatur Negara akan
baik sekali apabila gratifikasi semakin
kecil atau bahkan nol (zero gratifikasi).
Wallahualam bishawab.

REFLEKSI

KORUPTOR ITU
KUFUR NIKMAT
Oleh: Ida Farida
FOTO : urbancult.net

Salah Satu Seni Jalanan


(Street art)yang dibuat oleh
komunitas Insomiart, dengan
konten kritis terhadap
koruptor

udul di atas terinspirasi dari sebuah buku hasil kajian para ahli
agama dari kalangan Nahdlatul
Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Selama ini wacana yang berkembang
dikalangan publik tentang korupsi selalu merujuk pada pandangan sekuler
dan moralitas barat yang menyebut
korupsi itu bertentangan dengan etika
dan moralitas publik.
Korupsi juga dinilai mengingkari prinsip-prinsip good governance
seperti prinsip akuntabilitas, transpa
ransi, dan rasionalitas birokrasi
pemerintahan modern. Agar gema
terhadap praktek ketidakadilan yang
diakibatkan oleh perilaku korupsi makin meluas dan punya resonansi yang
kuat, pandangan mengenai praktek
korupsi dari sudut pandang agama
perlu disosialisasikan dan disuarakan
lebih keras lagi.
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang menjadi representasi kelompok Islam paling besar
tentu dapat memberi kontribusi pen
ting dalam mendorong gerakan anti
korupsi. Selain mewakili jumlah umat
Islam yang sangat besar,kedua organisasi sosial keagamaan itu juga dapat
menyuarakan pandangan moralitas

Power tends
to corrupt,
and absolute
power to
corrupt
absolutely
-Lord Actonagama bahwa korupsi itu bertenta
ngan dengan ajaran agama apa pun.
Dalam Al-Quran misalnya,
Tuhan berfirman: Dan janganlah
kamu memakan harta sebagian
yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil dan janganlah kamu
membawa (urusan) harta itu kepada
hakim supaya kamu dapat memakan
sebagian harta benda orang lain
itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui(QS;AlBaqarah:188).
Para koruptor itu tak pernah
merenungkan khotbah moral Nabi
utusan Tuhan Muhammad SAW dalam
sebuah hadits yang sangat populer,
Setiap tulang dan daging yang tum
buh di badan berasal dari makanan
yang tidak halal, seluruh amal dan

ibadah orang tersebut tidak akan


diterima Allah SWT. Bayangkan, jika
para koruptor itu menafkahi keluarganya dan menghidupi anak-anak
mereka dengan uang haram, membuat hidup mereka tak akan pernah
diberkahi Allah SWT dan hanya dalam
kesia-siaan belaka di mata Tuhan.
Maka, dapat dimaklumi bila
para pemuka agama berpandangan
bahwa koruptor itu perbuatan kufur,
yang merujuk pada sabda Nabi: Ti
daklah seseorang mencuri bilamana
ia beriman kepada Tuhan( lihat
Telaah Fikih Korupsi MuhammadiyahNU: Koruptor Itu Kafir, Mizan 2010).
Pada masa khulafaur Rasyidin (sahabat Nabi Abu Bakar,Umar, Ustman dan
Ali bin Abi Thalib) yang paling tegas
dalam hal pengawasan harta keka
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

41

REFLEKSI
FOTO : urbancult.net
Salah Satu Seni Jalanan
(Street art)yang dibuat oleh
komunitas omahasu, dengan
tema dan materi yang
provokatif untuk membasmi
korupsi. Tikus merupakan
personifikasi dari koruptor
yang menggerogoti negeri ini

yaan pejabat negara adalah Umar bin


Khattab. Setiap kali Umar mengangkat wali (pejabat) di suatu wilayah, dia
mewajibkan sang calon pejabat yang
bersangkutan untuk menghitung
kekayaannya sebelum serah terima jabatan, dan menghitung ulang setelah
selesai melaksanakan tugasnya .
Apabila kekayaanya bertambah (lebih
dari pendapatan atau gajinya), Umar
akan memerintahkanya untuk memasukannya ke dalam kas negara (khazat
al-dawlah).
Apa yang dilakukan oleh sahabat Rasul SAW Umar bin K
hattab
itu, dilakukan juga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
bentuk formulir isian Laporan Harta
Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN)
yang fungsinya untuk mengontrol
penambahan aset pejabat sebelum
dan sesudah menduduki jabatannya.
Marilah kita semua meneladani para founding fathers yang
telah berjuang dengan jiwa dan raga
nya untuk mendirikan Negara-bangsa
Indonesia yang kita cinta ini. Mohammad Hatta misalnya, sang proklamator
dan wakil presiden RI pertama tetap

42

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

hidup bersahaja dan menjadi sumber


rujukan moralitas publik, sampaisampai dijuliki The Man of Integrity.
Sutan Syahrir, satu dari tiga serangkai
perintis proklamasi kemerdekaan dan
pernah menjadi perdana menteri,
yang harus melego mesin jahitnya untuk menyambung hidup. Mohammad
Natsir, penggagas mosi integrasi yang
menjadi menteri penerangan dan perdana menteri, dengan tidak ada malu
atau minder sedikitpun memakai jas
tambalan ketika mengemban tugas
negara. Bandingkan dengan para
politisi dan pejabat zaman sekarang!?
Mereka semua memberi teladan yang
amat berharga. Para pemimpin kita
terdahulu menghayati betul nilainilai civic virtues sepert;i kejujuran,
kebajikan,keutamaan moral (moral
excellence), yang menjadi landasan
utama dalam mengabdikan diri kepada republik tercinta ini.
Para ahli sosiologi menyebut
civic virtue sebagai elemen pokok
dalam upaya membangun masyarakat
utama, karena itu mereka disebut the
moral underpinning of how a citizen
be haves and is involved in society.

Penghayatan pada nilai-nilai civic


virtue inilah yang sekarang hilang dikalangan politisi, pejabat publik, dan
para penyelenggara Negara sehingga
praktek korupsi terus merajalela dan
bahkan sudah berurat dan berakar
dalam setiap lapisana masyarakat dari
mulai borokrasi, politisi, pengusaha
bahkan yang lebih mengenaskan para
penegak hukum kita.
Seperti Pepatah lama yang
sangat populer, honores mutant mo
res, saat manusia mulai berkuasa,
berubahlah pula tingkah lakunya. Dan
sejarawan Lord Acton dalam suratnya
kepada Mandell Creighton, tertanggal April 1887, menulis,Power tends
to corrupt, and absolute power to
corrupt absolutely. Orang yang memiliki kekuasaan cenderung jahat, dan
apabila kekuasaan itu demikian banyak, maka kecenderungan akan jahat
itu semakin menjadi- jadi. Itu menjadi
realita seperti yang kita saksikan di
rumah kita sendiri ( Kementerian Agama) pada hari ini. Astagfirullah.
Puisi Taufik Ismail ketika menyindir para koruptor yang dihukum
di negara tercinta Indonesia diandaikan sebagai berikut; Para koruptor di
negeri Cina dipenggal lehernya, di
negara Saudi Arabia para koruptor
dipotong tangannya, di Indonesia
koruptor dipotong masa tahanannya.
Ada yang salah dengan penegakan
hukum di negeri ini. Mengutip sebuah
puisi yang dibacakan oleh pujangga
besar almarhum WS Rendra: Aku
mendengar suara jeritan hewan
yang terluka. Ada orang memanah
rembulan. Ada anak burung terjatuh
dari sangkarnya. Orang-orang harus
dibangunkan. Kesaksian harus diberikan. Agar kehidupan bisa terjaga.
Maka bangunlah para cerdik cendkia
yang masih punya pikiran bening dan
kesadaran profetik untuk bersaksi
bahwa korupsi adalah perbuatan
nista, perilaku tercela yang bertentangan dengan prinsip ajaran agama
manapun.

PERAN WHISTLE
BLOWER

DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI


Oleh: Yati Nurhayati

asalah korupsi merupakan


permasalahan yang kompleks. Upaya pemberantasan korupsi berjalan tertatih-tatih di
belakang laju pertumbuhan taktik dan
strategi para pelaku korupsi. Di tengah
upaya pemberantasan korupsi, dikenal
istilah whistleblower.
Istilah whistleblower dalam
bahasa Inggris diartikan sebagai peniup peluit, disebut demikian karena
sebagaimana halnya wasit dalam pertandingan sepak bola atau olahraga
lainnya yang meniupkan peluit sebagai
pengungkapan fakta terjadinya pelanggaran. Dalam tulisan ini, istilah peniup peluit diartikan sebagai orang
yang mengungkap fakta kepada publik
mengenai sebuah skandal, bahaya,
malpraktik atau korupsi.
Adapun pengertian whistle
blower menurut PP Nomor 71 Tahun
2000 adalah orang yang memberi
suatu informasi kepada penegak
hukum atau komisi mengenai
terjadinya suatu tindak pidana
korupsi dan bukan pelapor.
Adapun istilah pengungkap fakta
(whistleblower) dalam UU Nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban tidak memberikan
pengertian tentang pengungkap
fakta, dan berkaitan dengan itu hanya
memberikan pengertian tentang saksi.
Adapun yang disebut dengan saksi
menurut UU Nomor 13 Tahun 2006
adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan pen
yelidikan, penyidikan, penuntutan,

dan pemeriksaan di sidang pengadilan


tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/
atau ia alami sendiri.
Sejarah dan Keberadaan
Whistleblower
Menurut sejarahnya, whistle
blower sangat erat kaitanya dengan
organisasi kejahatan ala mafia sebagai
organisasi kejahatan tertua dan terbesar di Italia yang berasal dari Palermo,
Sicilia, sehingga sering disebut Sicilian
Mafia atau Cosa Nostra.
Kejahatan terorganisasi yang

dilakukan oleh para Mafioso (sebutan


terhadap anggota mafia) bergerak
dibidang perdagangan heroin dan
berkembang di berbagai belahan dunia. Selain itu kita mengenal organisasi
sejenis di berbagai negara seperti
Mafia di Rusia, cartel di Colombia,
triad di Cina, dan Yakuza di Jepang.
Begitu kuatnya jaringan organisasi kejahatan tersebut sehingga orang-orang
mereka bisa menguasai berbagai sektor kekuasaan, apakah itu eksekutif,
legislatif maupun yudikatif termasuk
aparat penegak hukum. Tidak jarang
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

43

Code of Canada. Whistleblower


dilindungi dari pemberi pekerjaan
yang memberikan hukuman di
siplin, menurunkan pangkat, me
mecat atau melakukan tindakan
apapun yang merugikan dari segi
pekerjaan dengan tujuan untuk
mencegah pekerja memberikan
informasi kepada pemerintah atau
badan pelaksanaan hukum atau
untuk membalas pekerja yang
memberikan informasi.

suatu sindikat bisa terbongkar karena


salah seorang dari mereka ada yang
berkhianat. Artinya, salah seorang dari
mereka melakukan tindakan sendiri
sebagai peniup peluit (whistleblower)
untuk mengungkap kejahatan. Sebagai
imbalannya whistleblower tersebut dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Whistleblower berkembang
di berbagai egara dengan seperangkat
aturan masing-masing, diantaranya
ialah :

Amerikat Serikat, whistleblower


diatur dalam Whistleblower Act
1989, Whistleblower di Amerika
Serikat dilindungi dari pemecatan,
penurunan pangkat, pemberhentian sementara, ancaman, gang-

guan dan tindak diskriminasi.


Afrika Selatan, Whistleblower diatur dalam Pasal 3 Protected Dsdo


sures Act Nomor 26 Tahun 2000,
Whistleblower diberi perlindungan dari accupational detriment
atau kerugian yang berhubungan
dengan jabatan atau pekerjaan.
Canada, Whistleblower diatur
dalam Section 425.1 Criminal

Ilustrasi : Jeremie Lederman

44

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Australia, Whistleblower diatur


dalam Pasal 20 dan Pasal 21
Protected Dsdosures Act 1994.
Whistleblower identitasnya dirahasiakan, tidak ada pertanggungjawaban secara pidana atau perdata, perlindungan dari pencemaran nama baik perlindungan dari
pihak pembalasan dan perlindungan kondisional apabila namanya
dipublikasikan ke media.
Inggris, Whistleblower diatur
dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Public
Interest Disclouse Act 1998. Whis
tleblower tidak boleh dipecah dan
dilindungi dari perlakuan yang
merugikan.
Edward Snowden mantan pekerja
Badan Keamanan Nasional AS (NSA),
salahsatu whistleblower paling
fenomenal. Ia membocorkan rahasia
intelijen AS, terkait pelanggaran
privasi terhadap warganegaranya.

Peran Whistleblower
Di Indonesia.
Menurut Prof. Dr. Komariah
E. Sapardjaja, peran whistleblower
sangat penting dan diperlukan dalam
rangka proses pemberantasan korupsi.
Namun demikian, asal bukan semacam suatu gosip bagi pengungkapan
kasus korupsi maupun mafia peradilan. Yang dikatakan Whistleblower
itu benar-benar didukung oleh fakta
konkret, bukan semacam surat kaleng
atau rumor saja. Penyidikan atau
penuntut umum kalau ada laporan
seorang Whistleblower harus hati-hati
menerimannya, tidak sembarangan
apa yang dilaporkan itu langsung
diterima dan harus diuji dahulu.
Whistleblower berperan
untuk memudahkan pengungkapan
tindak pidana korupsi, karena Whistle
blower itu sendiri tidak lain adalah
orang dalam didalam institusi di mana
ditengarai telah terjadi praktik korupsi. Sebagai orang dalam, seorang
Whistleblower merupakan orang yang
memberikan informasi telah terjadi
pidana korupsi dimana ia bekerja.
Seorang Whistleblower ini bisa merupakan orang yang sama tidak terlibat

Dalam konteks hukum


positif kita, kehadiran
Whistleblower
perlu mendapatkan
perlindungan. Sebab
secara yuridis normatif,
berdasar UU Nomor 13
Tahun 2006, Pasal 10
Ayat (2) keberadaan
Whistleblower tidak
ada tempat untuk
mendapatkan
perlindungan secara
hukum.

Seorang saksi,
korban dan
pelapor tidak
dapat dituntut
secara hukum
baik pidana
maupun perdata
atas laporan
kesaksian yang
akan, sedang,
atau telah
diberikan .

dalam perbuatan korupsi yang terjadi


dalam bagian korupsi yang terjadi.
Perlindungan Whistleblower
Dalam konteks hukum positif
kita, kehadiran Whistleblower perlu
mendapatkan perlindungan. Sebab
secara yuridis normatif, berdasar UU
Nomor 13 Tahun 2006, Pasal 10 ayat
(2) keberadaan Whistleblower tidak
ada tempat untuk mendapatkan perlindungan secara hukum. Bahkan,
seorang saksi yang juga tersangka
dalam kasus yang sama tidak dapat
dibebaskan dari tuntutan pidana
apabila ia ternyata terbukti secara
sah dan bersalah, tetapi kesaksiannya
dapat dijadikan pertimbangan hakim
dalam meringankan pidana yang akan
dijatuhkan. Lemahnya mengenai perlindungan hukum ini, membuat pe
ngungkap fakta telah menempuh suatu
resiko yang tinggi, bahkan mempertaruhkan nyawa.

Ilustrasi : Adam Zyglis, The Buffalonews, caglecartoon.com

Pengaturan mengenai perlindungan Whistleblower (pengungkap fakta/pelapor) secara eksplisit


diatur dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
saksi dan korban, Pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa Seorang saksi, kor
ban dan pelapor tidak dapat dituntut
secara hukum baik pidana maupun
perdata atas laporan kesaksian yang
akan, sedang, atau telah diberikan .
Aturan yang dimuat dalam Pasal 10
ayat (1) UU Nomor 13 tahun 2006 ini
menjadi ambigu dan bersifat kontradiktif terdapat pasal yang sama dalam
ayat (2), yakni : Seorang saksi yang
juga tersangka dalam kasus yang
sama tidak dapat dibebaskan dari
tuntutan pidana apabila ia ternyata
terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah, tetapi kesaksiannya dapat
dijadikan pertimbangan hakim dalam
meringankan pidana yang akan di
jatuhkan.
Isi Pasal 10 ayat (2) UU
Nomor 13 Tahun 2006, terdapat

kata-kata saksi yang juga tersangka


merupakan rumusan yang kurang bisa
dipahami secara konsisten terhadap
saksi yang juga berstatus sebagai saksi
pelapor kemudian tiba-tiba berubah
menjadi tersangka. Hal ini dapat menimbulkan multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Kemudian
apabila kita tengok di berbagai negara
tentang Whistleblower yang mengungkap apa yang dilakukan oleh kelompok
mafia, mendapat imbalan dibebaskan
dari tuntutan pidana.
Menurut pakar hukum
pidana UGM, Eddy O.S. Hiariej, bahwa Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2006 adalah bertentangan dengan
semangat Whistleblower, mengapa?
Karena pasal ini tidak memenuhi prinsip perlindungan terhadap seorang
Whistleblower, dimana yang bersangkutan tetap akan dijatuhi hukuman
pidana bilamana terlibat dalam kejahatan tersebut. Lebih lanjut Eddy O.S.
Hiariej memberikan penilaian bahwa
Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU NoNOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

45

Adapun kriteria
seorang untuk mejadi
Whistleblower tidak
perlu ada, karena siapa
saja yang benar-benar
mengetahui adanya
suatu permufakatan
jahat, kemudian bila
dia sungguh-sungguh
memberikan laporan
atau kesaksian kepada
penegak hukum,
maka orang itu wajib
hukumnya untuk
dilindungi.

46

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

mor 13 Tahun 2006 terdapat 3 (tiga)


kerancuan.
Pertama, saksi yang juga
tersangka dalam kasus yang sama
akan menghilangkan hak excusatie
terdakwa. Hal ini merupakan salah
satu unsur objektifitas peradilan.
Ketika Whistleblower sebagai saksi
dipengadilan maka keterangannya
sah sebagai alat bukti jika diucapkan
dibawah sumpah. Apabila Whistle
blower berstatus sebagai terdakwa
yang diberikan tidak dibawah sumpah.
Kedua, disitulah letak adanya ambigu,
siapa yang akan disidangkan terlebih
dahulu atau disidangkan secara bersamaan. Ketiga, ketentuan Pasal 10
Ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2006
bersifat kontra legem dengan Ayat (1)
dalam pasal dan Undang-Undang yang
sama, pada hakikatnya menyebutkan
bahwa saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik
pidana maupun perdata atas laporan
kesaksian yang akan, sedang atau telah
diberikan.

Pasal 10 Ayat (2) UU Nomor


13 Tahun 2006 membuat pemahaman
terhadap saksi yang juga tersangka
semakin tidak jelas, karena disana
dijelaskan seorang saksi yang juga
tersangka tidak dapat dibebaskan dari
tuntutan hukum baik pidana maupun
perdata. Hal ini, berarti bisa saja pada
waktu bersamaan seorang saksi menjadi tersangka. Meskipun menurut
Pasal 10 ayat (2) ini, memungkinkan
akan memberikan keringanan hukuman bagi Whistleblower, namun kemungkinan tersebut tetap tidak dapat
membuat seorang yang menjadi Whis
tleblower akan bernafas lega atau bahkan sama sekali membuat seseorang
tertarik untuk menjadi Whistleblower.
Seorang yang telah menjadi
Whistleblower, apabila mengacu Pasal
10 ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2006,
harapan untuk lepas dari tuntutan hukum sangat sulit, karena pasal ini telah
menegaskan bahwa seorang saksi yang
juga tersangka dalam kasus yang sama
tidak dapat dibebaskan dari tuntutan
pidana apabila ia terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah.


Untuk bisa lepas dari tuntutan hukum adalah menjadi harapan
bagi Whistleblower yang sekaligus
juga sebagai pelaku tindak pidana,
karena untuk dapat bebas dari tuntutan hukum, hampir tidak mungkin.
Selain ketentuan Pasal 10 ayat (2)
UU Nomor 13 Tahun 2006, Pasal 191
ayat (1) KUHAP menentukan bahwa
jika pengadilan berpendapat bahwa
dari hasil pemerikasaan disidangkan pengadilan, kesalahan terdakwa
atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, maka terdakwa diputus
bebas. Sementara Whistleblower yang
juga sebagai pelaku tindak pidana diduga kuat telah melakukan kesalahan.
dan karenanya sangat mudah untuk
membuktikannya secara sah dan
meyakinkan di pengadilan. Hal yang
memungkinkan baginya adalah lepas
dari tuntutan hukum sebagimana terdapat dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP
yang menyebutkan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan
yang didakwakan kepadanya terbukti,
tetapi perbuatan itu tidak merupakan
suatu tindak pidana, maka terdakwa
diputus lepas dari segala tuntutan
hukum. Hanya saja untuk lepas dari
tuntutan hukum juga sulit, karena
Whistleblower terlibat sebagai pelaku
tindak pidana yang diduga kuat telah
melakukan kesalahan, tindakannya
tidak termasuk dalam kerangka dasar
penghapusan pidana.
Dalam Pasal 33 United Na
tions Convention Againts Corruption
(UNCAC). Konvensi ini telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor
7 Tahun 2006. KPK sendiri berdasar
Pasal 15 butir (a) UU Nomor 30 Tahun
2002 berkewajiban untuk memberikan
perlindungan terhadap saksi pelapor.
Meskipun saat ini telah ada
Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) yang menjalankan
tugas memberikan perlindungan bagi
saksi dan korban. Namun lingkup
LPSK sayangnya belum menjangkau

Whistleblower, UU Nomor 13 tahun


2006 tidak mencantumkan bahwa
Whistleblower adalah pihak yang
diberikan perlindungan. Hanya saksi
dan korban yang diatur dalam UU ini.
Untuk itu rumusan Pasal 33 UNCAC
seharusnya dimasukkan dalam UU
Nomor13 Tahun 2006.
Saldi Isra, berpendapat
sebagai berikut: semua norma dalam
UU LPSK seharusnya dimasukkan
untuk memberikan perlindungan terhadap Whistleblower, namun justru
mengancam Whistleblower. Hal ini
dapat diperhatikan dalam Pasal 10
ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2006,
Seorang saksi yang juga terdakwa
dalam kasus sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana jika ternyata
terbukti secara sah dan meyakinkan.
Tetapi kesaksiannya bisa dijadikan
pertimbangan hakim dalam meri
ngankan pidana yang dijatuhkan.
Menurut Ahmad yani. Di Indonesia belum ada pengaturan secara
jelas mengenai Whistleblower. Dalam
UU Nomor 13 Tahun 2006 hanya
mengatur tentang perlindungan terhadap saksi dan korban, bukan terhadap
pelapor. Lebih lanjut menurut Yani,
Whistleblower itu tidak dapat dituntut
secara pidana maupun perdata atas
perkara-perkara yang dikemukakan
kepada penegak hukum. Kasus-kasus
besar seperti mafia perpajakan itu
biasanya dibongkar oleh orang dalam
sendiri, oleh karena itu perlu ada
pengaturan perlindungan terhadap
Whistleblower.

diatur secara tegas dalam Pasal 33


United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC). Konvensi ini
telah diratifikasi Indonesia melalui UU
Nomor 7 Tahun 2006. Berdasarkan
Pasal 15 butir (a) UU Nomor 30 tahun
2002, KPK berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadapt saksi
atau pelapor.
Meskipun saat ini telah ada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) yang mejalankan tugas memberi perlindungan bagi saksi dan korban, namun lingkup LPSK sayangnya
belum menjangkau Whistleblower. UU
Nomor 13 Tahun 2006 tidak menetapkan Whistleblower sebagai pihak yang
diberikan perlindungan. Hanya saksi
dan korban yang diatur dalam UU
ini. Untuk itu, perlu dipertimbangkan
rumusan Pasal 33 UNCAC dimasukkan dalam Peraturan Perundang-
undangan melalui revisi UU Nomor 13
Tahun 2006.

Lembaga
Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK)
yang menjalankan
tugas memberikan
perlindungan bagi
saksi dan korban.
Namun lingkup
LPSK sayangnya
belum menjangkau
Whistleblower.

Adapun kriteria seorang


untuk mejadi Whistleblower tidak
perlu ada, karena siapa saja yang
benar-benar mengetahui adanya suatu
permufakatan jahat, kemudian bila dia
sungguh-sungguh memberikan laporan atau kesaksian kepada penegak
hukum, maka orang itu wajib hukumnya untuk dilindungi.
Seorang Whistleblower
seharusnya secara yuridis normatif
mendapat perlindungan. Hal ini, telah
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

47

Oleh: Sri Hindriyanti

erbicara tentang pendidikan


di Indonesia memang sangat
menyedihkan. Keterpurukan
dalam bidang pendidikan di negeri tercinta dalam beberapa dekade ini sea
kan belum terlihat ke arah yang akan
lebih baik. Kemerosotan yang terjadi
baik pada sistem, kurikulum, pendidik
hingga peserta didik itu sendiri.
Padahal pendidikan sebenarnya
menjadi pondasi awal dalam pemba
ngunan suatu bangsa untuk lebih maju
dan bermartabat di masa yang akan
datang. Guru selalu menjadi fokus
utama dari kritik-kritik atas ketidakbe
resan sistem pendidikan. Permasalahan guru di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung berkaitan
dengan masalah mutu profesionalisme
guru yang masih belum memadai dan
jelas hal ini ikut menentukan mutu
pendidikan nasional. Mutu pendidikan
nasional kita yang rendah, menurut
beberapa pakar pendidikan, salah satu

48

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Di dalam UndangUndang Republik


Indonesia Tahun
2005, Pasal 2 ayat 2
menjelaskan bahwa
pengakuan kedudukan
guru sebagai tenaga
profesional dibuktikan
dengan sertifikat
pendidik.
faktor penyebabnya adalah rendahnya
mutu guru itu sendiri di samping
faktor-faktor yang lain.
Maka, sebenarnya permasalahan guru di Indonesia harus diselesaikan secara komprehensif, yaitu
menyangkut semua aspek yang terkait
berupa kesejahteraan, kualifikasi,
pembinaan, perlindungan profesi, dan
administrasinya (Purwanto, 2004).
Rendahnya kualitas tenaga kependidi-

kan, merupakan masalah pokok yang


dihadapi pendidikan di Indonesia.
Katakan saja sebagai contoh, motivasi
menjadi tenaga pendidik/guru di kebanyakan sekolah selama ini dikarenakan dan hanya dilandasi oleh faktor
pengabdian dan keikhlasan, sedangkan dari sisi kemampuan, kecakapan
dan disiplin ilmu dikatakan masih rendah (Hujair, 2003: 226).
Dilema Sertifikasi
Guru yangdigugu ditirumemang bukan segalanya. Profesio
nalitas mereka hingga kini selalu saja
dipertanyakan. Kebijakan pemerintah
seakan-akan juga mengamini asumsi
tersebut. Sehingga memunculkan
program-program guna peningkatan
profesionalitas guru, seperti program
sertifikasi guru.
Apabila guru sudah mendapatkan sertifikasi ini maka guru akan
dianggap profesional dan gajinya akan

FOTO : Antara / Noveradika

Tunjangan sertifikasi
guru tidak hanya
sekadar tambahan
penghasilan yang
diberikan pemerintah,
namun juga
merupakan salah
satu bentuk reward
(penghargaan) dari
pemerintah terhadap
para guru yang telah
memenuhi kriteria
lolos sertifikasi.

ditambah dengan satu kali gaji pokok.


Tentu saja hal ini sangat menyenangkan dan bahkan banyak orang-orang
berlomba-lomba untuk menjadi guru
agar ekonominya mapan. Akan tetapi
mereka tidak memperhatikan bahwa
profesi guru adalah suatu panggilan
jiwa, banyak dari mereka yang ingin
menjadi guru hanya karena supaya
mendapat tunjangan sertifikasi tersebut.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2005, Pasal 2
ayat 2 menjelaskan bahwa Pengakuan
kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat
pendidik. Hak ini diperkuat dengan
Permendiknas RI Nomor 10 Tahun
2009 tentang sertifikasi guru dalam jabatan. Meski Permendiknas dikeluarkan pada tahun 2009, sertifikasi guru
telah dilaksanakan sejak tahun 2006.
Dengan ketentuan dan persyaratan
yang telah ditetapkan, maka sejak
tahun 2006 sebagian guru Indonesia
telah disertifikasi sebagai tenaga profesional.
Perhatian pemerintah terhadap
tenaga pendidik khususnya Guru baik
guru PNS maupun non PNS, sekarang
ini semakin besar. Hal ini ditunjukkan
dengan pemberian beberapa tunjangan bagi guru untuk memberikan ke

sejahteraan yang lebih baik. Salah satu


tunjangan yg diberikan kepada guru
PNS dan non PNS yang dibebankan
pada APBN adalah tunjangan profesi
Guru. Pemberian tunjangan tersebut
diatur petunjuk pelaksanaannya dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
164/PMK.05/2010 tentang Tata Cara
Pembayaran Tunjangan Profesi Guru
dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru
dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor.
Tunjangan sertifikasi guru ini
nominalnya sebesar 1 kali gaji pokok
yang selama ini diterima setiap bulannya. Tunjangan sertifikasi guru ini
diterima secara periodik oleh para
guru yang telah lolos sertifikasi. Di
beberapa daerah, tunjangan sertifikasi
guru diterima setiap 2 bulan sekali walaupun idealnya tunjangan sertifikasi
guru ini diterima setiap bulan seperti
layaknya gaji bulanan para guru.
Dengan adanya peningkatan
kesejahteraan guru ini, pemerintah
mengharapkan terjadi pula peningkatan mutu tenaga pendidik. Pernah
muncul wacana bahwa pemerintah
harus melakukan penelusuran tentang
fungsi dan penggunaan tunjangan
sertifikasi ini. Apakah digunakan
untuk mendanai segala hal yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu

dan kualitas para guru atau digunakan


untuk menunjang keperluan yang lain.
Namun hingga saat ini wacana tersebut belum juga terealisir.
Tunjangan sertifikasi guru
tidak hanya sekedar tambahan penghasilan yang diberikan pemerintah,
namun juga merupakan salah satu
bentuk reward (penghargaan) dari
pemerintah terhadap para guru yang
telah memenuhi kriteria lolos sertifikasi. Dengan adanya peningkatan
kesejahteraan dalam bentuk tunjangan
sertifikasi guru, diharapkan para guru
sebagai tenaga profesional bisa lebih
profesional dalam bekerja dan juga
lebih bisa meningkatkan kemampuan
didik sehingga bisa lebih berperan
dalam meningkatkan kualitas anak
didik di era yang serba kompetitif saat
ini.
Setahun terakhir ini banyak
usulan dari masyarakat dan juga dari
DPR bahwa pemerintah diharapkan
untuk mengadakan pengujian ulang
secara berkala terhadap para guru
yang telah lolos sertifikasi. Ini bertujuan agar para guru tidak pernah
berhenti belajar serta tetap membekali
diri dengan segala hal yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan
dalam mendidik siswa. Dengan dilakukannya pengujian ulang secara
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

49

http://bimg.antaranews.com/kalbar/2013/08/ori/20130814sutarmidji-sertifikasi-guru.jpg

berkala, para guru tidak hanya terlena


dengan besarnya tunjangan sertifikasi
guru yang diterima namun juga memiliki tanggung jawab untuk tetap bisa
melampaui syarat serta ujian kompetensi supaya bisa tetap menerima tunjangan sertifikasi guru.
Tunjangan profesi dan tunjangan khusus bagi guru PNS daerah dan
non PNS kecuali untuk guru pendidikan agama dialokasikan dalam anggaran (DIPA) Kementerian Pendidikan
Nasional dan/atau anggaran Peme
rintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tunjangan Profesi dan Tunjangan
Khusus Guru PNS dan Non PNS pendidikan agama dialokasikan dalam
anggaran (DIPA) Kementerian Agama
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembayaran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus
tidak boleh melampaui pagu anggaran
yang tersedia dalam DIPA. Besarnya

Di satu sisi dengan


sertifikasi diharapkan
dapat meningkatkan
kesejahteraan dan
kompetensi guru,
tetapi di sisi lain juga
meruntuhkan moralitas
para guru, yang
seharusnya dijunjung
tinggi oleh para
pendidik.

50

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

tunjangan profesi dan tunjangan khusus guru PNS dan non PNS berdasarkan Bab V Pasal 8 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 164/PMK.05/2010.
Pelaksanaan Pembayaran TPG
PNS dan Non PNS
Tunjangan Profesi Guru
diberikan terhitung mulai bulan
Januari tahun berikutnya setelah
yang bersangkutan mendapat Nomor
Registrasi Guru dari Kementerian
Pendidikan Nasional setelah terlebih
dahulu mendapat sertifikat pendidik
sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan. Di samping itu, tunjangan
khusus diberikan setelah yang bersangkutan memenuhi persyaratan se
suai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan. Tunjangan
Profesi dan Tunjangan Khusus Guru
dibayarkan sesuai Surat Keputusan
tentang penetapan penerima tunjangan.
Dalam hal terdapat tunggakan atau kekurangan bayar/rapel
atas Tunjangan Profesi dan Tunjangan
Khusus Guru dari tahun lalu dan atau
berdasarkan perubahan Surat Keputusan tentang penetapan penerima Tunjangan sebagai akibat terbitnya Surat
Keputusan Kenaikan Pangkat, Kenaikan Gaji Berkala dan Surat Keputusan
Impassing, dapat diajukan tagihan
dan dilakukan pembayaran sepanjang

pagu DIPA tahun berjalan tersedia.


Tunjangan Profesi dan Tunjangan
Khusus Guru dikenakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 bersifat final.
Permintaan pembayaran Tunjangan
Profesi dan Tunjangan Khusus Guru
diajukan terpisah dari gaji induk dan
dihentikan bila tidak lagi memenuhi
syarat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dinyatakan
dalam surat keputusan dari pejabat
yang berwenang.
Program sertifikasi guru
yang dilaksanakan oleh Pemerintah
bak buah simalakama. Di satu sisi
dengan sertifikasi diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi guru, tetapi di sisi lain juga
meruntuhkan moralitas para guru,
yang seharusnya dijunjung tinggi oleh
para pendidik. Hal ini disebabkan,
tunjangan profesi yang sangat didambakan para guru ternyata tidak begitu
saja bisa diperoleh dengan cara yang
mudah. Untuk memperoleh tunjangan
sertifikasi, para guru harus mengumpulkan portofolio sebagai bukti yang
menggambarkan kompetensi mereka
dalam menjalankan profesinya sebagai
pendidik. Keharusan untuk mengumpulkan portofolio itulah yang menjadi
biang runtuhnya moralitas para guru.
Mereka sering kali mengambil jalan
pintas dengan menghalalkan segala
cara untuk memenuhi nilai batas mini-

http://kalteng.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=94372

mal agar bisa lolos sertifikasi.


Di sisi lain, guru juga harus
meningkatkan kompetensinya. Hasil pemetaan kompetensi guru yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan beberapa tahun
lalu (sekitar tahun 2003) menunjukkan bahwa kompetensi guru sangat
rendah. Bahkan berdasarkan standarisasi guru yang layak (memenuhi
kompetensi) hanya sekitar 47%. Dari
segi kualifiaksi akademik, baru sekitar
seperttiga guru di Indonesia yang berpendidikan sarjana (Kompas, 10 Maret
2008). Kenyataan ini yang juga dianggap menjadi penyebab kualiats lulusan
rendah. Oleh karena itu, tuntutan
peningkatan mutu tenaga pendidikan

yang harus dihadapi para guru untuk


memperoleh tunjangan sertifikasi,
diantaranya adalah masalah anggaran
pemerintah. Keterbatasan dana dari
pemerintah menjadi sebab belum
semua guru bisa disertifikasi tahun
ini, sehingga diberlakukan prioritasprioritas, yang masing-masing daerah
bisa berbeda-beda pertimbangannya.
Ada daerah yang membuat prioritas
diantaranya adalah masa kerja. Misal,
mereka yang sudah mempunyai masa
kerja di atas 20 atau 25 tahun yang
diprioritaskan untuk diikutkan sertifikasi. Tetapi untuk daerah lain, mungkin berbeda dalam menetapkan prioritas, semua tergantung dari kebijakan
diknas. Kendala lain adalah masalah
portofolio itu sendiri. Bagi guru-guru

juga harus ditingkatkan.


Meskipun demikian, program
sertifikasi guru yang dilakukan tahun
ini, belum bisa memenuhi harapan
semua guru. Masih banyak kendala

yang ada di daerah terpencil, mungkin


akan mengalami kesulitan untuk menyusun portofolio, sebab mereka tidak
pernah mengikuti seminar, pelatihan
yang menjadi salah satu komponen

UJI KOMPETENSI : Salah satu proses uji kompetensi guru


yang diadakan Kanwil Kementerian agama provinsi Kalteng,
Bidang Mapenda. Sedikitnya ada 605 guru yang mengikuti Uji
Kompetensi Awal (UKA) tersebut.

portofolio. Bahkan berbagai kegiatan


yang mereka lakukan mungkin juga
tidak ter-SK-kan sebagai bukti. Kemudian tuntutan kompetensi bagi guruguru yang sudah hampir pensiun, juga
hampir tidak mungkin, karena mereka
sudah tua, dan akan pensiun.
Namun demikian, masih ada
permasalahan lain dari sertifikasi guru
ini antara lain :
1. Ketentuan wajib mengajar 24 jam
pelajaran yang masih menjadi
masalah serius yang dihadapi oleh
para guru. Pasalnya jumlah guru
yang disertifikasi makin banyak
sementara rombongan belajar terbatas. Untuk mengatasi masalah
ini, pemerintah dalam hal ini dinas
pendidikan dan BKD harus me
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

51

Foto: Tribunnews.com

Proses Penerimaan sertifikasi guru.

nganalisis secara transparan jumlah guru yang ada di tiap sekolah


untuk dilakukan pemerataan. Selain itu pemerintah harus meninjau
kembali kebijakan jam mengajar
24 jam.
2. Masing-masing provinsi tidak
seragam menerjemahkan isi Permendiknas No.39 Tahun 2009
tentang Pemenuhan Beban Kerja
Guru. Oleh karena itu harus diadakan sosialisasi dan penjelasan
yang mendetail yang menyangkut
Permendiknas No. 39 ini. Misalnya, provinsi yang satu, walikelas
dihitung sebagai jam mengajar
sedangkan di provinsi lain tidak
diakui. Padahal tugas sebagai wali
kelas sangat membutuhkan tenaga
profesional.
3. Belum ada formula yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengukur keterlaksanaan tugas guru
sertifikasi sehingga mereka benarbenar menjalankan profesinya dari
merencanakan, melaksanakan,
hingga mengevaluasi pembelajaran
dan tugas-tugas tambahan lainnya
dalam rangka pemenuhan kewajiban profesional.
Untuk poin 3 di atas, peme
rintah sudah mulai mempersiapkan
Tim Penilai Kinerja Guru dengan
melaksanakan diklat bagi pengawas,
Kepala Sekolah, dan guru senior yang
dianggap cakap untuk melalukan penilaian kinerja. Namun yang menjadi
kekhawatiran kita adalah kompetensi

52

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

orang-orang yang akan menilai ki


nerja. Padahal, kenyataannya selama
ini banyak kepala sekolah yang tidak
melaksanakan tugas profesinya se
bagai pengajar (tidak lagi mengajar)
bahkan jumlah jam mengajar mereka
kebanyakan rekayasa. Dalam pembagian tugas dan jadwal pelajaran
(roster) nama mereka tetap muncul
padahal kenyataannya mereka tidak
pernah masuk kelas. Ada pula yang
mengambil posisi sebagai guru Bim
bingan Konseling (BK) fiktif. Ini
pernah ditemukan oleh Tim BPKP.
Banyak kepala sekolah yang tidak
mengajar dan tidak memiliki program
pembelajaran. Mereka merekayasa
berkas data yang dikumpulkan dengan
cara antara lain roster yang mereka
buat diganti sehingga berbeda dengan
roster yang sebenarnya, juga para guru
tersebut menambah dengan kegiatan
ekstrakurikuler yang berlebihan (contoh : BTQ menjadi 8, menjadi Kepala
Perpustakaan padahal perpustakaannya tidak ada di sekolah tersebut) kemudian ditambah lagi tidak berfungsi
pengawas sehingga terjadi rekayasa
data dan tidak dilakukan verifikasi
dari tim. Timbul pertanyaan, mengapa
guru sampai berbuat merekayasa
berkas data sertifikasi? Ternyata uang
tunjangan profesi guru tidak lagi dijadikan sebagai hal untuk meningkatkan
profesionalismenya namun uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumtif/kebutuhan sehari-hari mereka.
Di sisi lain, tim penilai ki

nerja ini harus benar-benar orang yang


memiliki kredibiliatas tinggi. Sebab,
nanti bisa saja terjadi penekanan yang
berujung pada pemerasan terhadap
guru. Kasus pemotongan tunjangan
sertifikasi yang terjadi di beberapa kementerian yang belum tuntas sampai
sekarang, patut menjadi pertimba
ngan bersama. Penilaian kinerja guru
harus dilaksanakan dengan tujuan
meningkatkan kinerja guru sehingga
bermuara pada peningkatan mutu
pendidikan, tetapi jangan sampai
kesempatan itu dimanfaatkan untuk
mendzolimi guru. Selain itu masih ada
beberapa penyebab sehingga seorang
guru sertifikat masuk kategori tidak
layak mendapatkan SK pencairan TPG.
Di antaranya adalah, guru yang bisa
mengajar sesuai beban mengajar, tapi
mata pelajaran yang diampu tidak sesuai dengan sertifikatnya. Alasan lainnya ada guru yang cuti, pensiun, dimutasi jadi pejabat politik dan sebagainya. Guru sudah tidak jujur bagaimana
dengan anak didiknya? Tapi ada juga
persoalan lain adalah guru agama
yang mengajar di daerah minoritas,
guru tersebut tidak dapat memenuhi
beban mengajar minimal 24 jam tatap
muka dalam sepekan karena jumlah
muridnya belum sesuai standar, untuk
penambahan ekstra kurikulernya juga
tidak bisa. Padahal guru tersebut sudah bersertifikasi.

Mimpi Indah
Menuju
WBK/WBBKM
Oleh: M. Ali Irfan

alam perjalanan karier


sebagai pegawai negeri
sipil, Ahmad Bakri seringkali
curhat kepada kawan satu profesinya
di kantor, dimana kawannya yang
bernama Darwas sama-sama memiliki idealisme sebagaimana seorang
PNS, yang selama ini menjalankan
profesi sebagai auditor di kementerian
vertikal, Ahmad Bakri dan Darwas
seringkali menjalankan tugas audit ke
berbagai daerah di berbagai propinsi,
sehingga Ahmad Bakri dan Darwas
mengetahui betul segala permasalahan
yang berupa penyimpangan prosedur
dan penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan banyak pejabat di tingkat

pusat maupun daerah, membuat


Ahmad Bakri dan Darwas miris dan
sangat prihatin, rasa keprihatinan semakin meningkat dengan adanya pengangkatan para pejabat berasal dari
para pejabat yang banyak melakukan
penyimpangan dimana para pejabat
tersebut pernah diproses kepegawaiannya berkaitan dengan tindakan
indisipliner. Permasalahan di dunia
birokrasi tersebut berjalan setiap tahunnya dan tidak ada upaya perbaikan
sama sekali, dengan adanya indikator
meningkatnya berita di berbagai media
tentang banyaknya pimpinan daerah
yang terkena permasalahan hukum
yang ditangani oleh aparat hukum,

baik dari pihak Kepolisian, Kejaksaan


dan pihak KPK. Kesimpulannya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme mewabah
disetiap lini kegiatan dunia Birokrasi.
Beberapa hari kemudian ketika Ahmad Bakri dan Darwas sedang
tidak menjalankan tugas audit ke daerah, pihak sekretariat kantornya memberikan undangan untuk mengikuti
kegiatan sosialisasi dengan Narasumber berasal dari kantor MENPAN dengan tema Reformasi Birokrasi
Menuju Wilayah Bebas Korupsi
(WBK) Dan Wilayah Birokrasi
Bersih Kompeten Melayani
(WBBKM) , Dengan tema tersebut
membuat hati Ahmad Bakri tergelitik
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

53

untuk mengetahui isi dari materi yang


disampaikan oleh narasumber yang
berasal dari kantor MENPAN dan
narasumber tersebut memiliki titel
pendidikan profesor, doktor dan Ph.D,
serta magister manajemen, magister
Science. Tentunya narasumber sudah
memiliki konsep menarik bagaimana
mewujudkan reformasi di dalam dunia
birokrasi, walaupun dalam hati kecilnya yang paling dalam Ahmad Bakri
pesimis atas perubahan di dunia birokrasi berdasarkan atas pengalaman
puluhan tahun sebagai auditor abadi.
Di dalam forum sosialisasi
yang dihadiri banyak sekali peserta
khususnya para auditor serta seluruh
pejabat eselon serta para pelaksana,
narasumber menyampaikan mate

mendefinisikan Zona Integritas (ZI)


dan Wilayah Bebas Korupsi (WBK)
adalah sebagai berikut :
1). Zona Integritas (ZI) adalah sebutan
atau predikat yang diberikan
kepada suatu K/L/Pemda yang
pimpinannya mempunyai niat
(komitmen) mencegah terjadinya
korupsi dan mempunyai program
kegiatan pencegahan korupsi,
peningkatan kualitas pelayanan
publik, dan reformasi birokrasi
di lingkungan kerja yang menjadi
tanggungjawabnya, yang diawali
dengan penandatanganan Pakta
Integritas oleh seluruh pegawainya.
2). Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)
adalah sebutan atau predikat

penyimpangan terus berlangsung. Lalu


bagaimana dengan penandatanganan
pakta integritas untuk seluruh pegawainya. Sselama ini oleh pihak pegawai dianggap sebagai corat coret di
kertas putih yang tak ada maknanya,
sehingga pelanggaran terus terjadi,
ini merupakan diskusi Ahmad Bakri
dan Darwin yang telah pengalaman
mengetahui karakteristik dan prilaku
para pejabat-pejabat birokrasi yang
memiliki agama setelah mereka pensiun.
Setelah rehat selesai, sesi
berikutnya narasumber membahas
program utama WBK dan WBBKM.
Prasyarat Keberhasilan Pelaksanaan
Konsep Pembangunan ZI :
1).Komitmen pimpinan (dituangkan

rinya dengan sangat menarik, karena


narasumber tersebut juga sebagai guru
besar universitas negeri di propinsi
Jawa Barat berdasarkan curiculum
vitae yang dibacakan oleh moderator. Isi materi yang disampaikan oleh
narasumber tersebut yang berkaitan
dengan Zona Integritas, WBK dan
WBBKM, berdasarkan catatan pribadi
Ahmad Bakri disimpulkan berupa;
Berbagai kegiatan sebagai upaya untuk mencegah korupsi telah banyak
dilakukan oleh KPK, maupun instansi
lain (Kepolisian, Kejaksaan) dan upaya
lainnya antara lain LHKPN, PPG,
KWS, Kampanye, PIAK, SI, sosialisasi,
pendidikan/pelatihan, Integrity Fair,
dan sebagainya.Ternyata keberhasilan dalam upaya pencegahan korupsi
tersebut dirasakan kurang optimal,
salah satu sebabnya diduga karena
upaya tersebut tidak dilakukan secara
terpadu dan direncanakan dengan
baik.
Dengan adanya program
pembangunan Unit Kerja Zona Integritas (ZI) diharapkan dapat menjadi model pencegahan korupsi yang
lebih efektif, karena pada Unit Kerja
ZI inilah dilakukan berbagai upaya
pencegahan korupsi secara terpadu,
sebagaimana yang dicanangkan pula
oleh pihak KPK.
Dari pihak narasumber

yang diberikan kepada unit kerja


pada ZI yang mempunyai indeks
integritas tertentu dari hasil survei integritas dan telah mampu
memenuhi indikator lain yang
ditetapkan;
Dari definisi ZI dan WBK,
ketika acara rehat Ahmad Bakri dan
Darwas mendiskusikannya di ruang
makan bahwa sangat sulit mewujudkan Zona Integritas. ZI akan dapat terwujud apabila seluruh jajaran pimpinan suatu Kementerian/Lembaga/
Pemda mempunyai niat (komitmen)
mencegah terjadinya korupsi dan
mempunyai program kegiatan pencegahan korupsi, peningkatan kualitas
pelayanan publik. Tradisi yang terjadi
dalam dunia birokrasi, pelaksanaan
penentuan karier seorang pejabat yang
terpilih dalam formasi jabatan umumnya dalam rapat Baperjakat tentunya
pejabat yang dipilih sesuai dengan selera pejabat yang memilihnya dan yang
dapat mengamankan kebijakannya
untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Bisa dikatakan pejabat yang
terpilih adalah pejabat yang dapat
dan pintar memfasilitasi kepentingannya. Jadi di dalam dunia birokrasi
tidak diperlukan pejabat yang cerdas
dan memiliki integritas moral yang
tinggi, sehingga wajar penyelesaian
masalah semakin berlarut-larut, dan

dalam MoU); berdasarkan ketera


ngan narasumber komitmen pim
pinan dalam menandatangani MoU
dalam redaksi nota MoU-nya harus
disertai dengan konsekwensi untuk
siap diganti atau mengundurkan
diri sebagai pimpinan apabila capaian kinerjanya tidak memenuhi
penilaian di atas standar mutu penilaian kinerja, sehingga nampak
akan jelas adanya kepemimpinan
yang memiliki objektifitas capabi
lity dan smart serta bersifat kompetitif sehingga jabatan tidak bersifat abadi. Sehingga kedepan pimpinan yang terpilih adalah pimpinan
yang tidak dipilih atas dasar selera
pimpinan dan dapat melayani kebutuhan pribadinya pimpinan akan
tetapi pimpinan yang berkualitas
dan memiliki integritas moral yang
baik
2).Pemberdayaan (empowering) APIP
; dalam mewujudkan program
WBK dan WBBKM tentunya diperlukan penguatan dan pemberda
yaan APIP, bentuk penguatan dan
pemberdayaannya berupa;
- Penyempurnaan tugas dan fungsi; dalam membuat agenda penyempurnaan tugas dan fungsi
APIP diperlukan adanya analisis struktur satker dan beban
kerja serta analisis potensi eror

54

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

atas daerah yang diproyeksikan


menjadi program WBK dan
WBBKM, sehingga penyempurnaan tugas dan fungsi masingmasing auditor dalam APIP
akan lebih sesuai dengan tugas
kerja masing-masing satker
yang ada dalam wilayah WBK
atau WBBKM, sehingga capaian
audit akan lebih optimal, dan
APIP dalam tugasnya sebagai
aparat pengawasan juga seiring
dengan tugasnya sebagai konsultan dan katalisator.
Penataan tatalaksana; APIP
dalam menyongsong agenda
reformasi birokrasi serta menghadapi tuntut masyarakat luas
untuk dapat mewujudkan pro-

gram WBK dan WBBKM maka


dibutuhkan terlebih dahulu penataan tatalaksana APIP, dalam
arti mempersiapkan perangkat
organisasinya yang kuat, seperti
adanya keseimbangan tenaga
pengawasan dengan jumlah
audity yang ditanganinya,
struktur sekretariatan yang memadai, piranti lunak (software)
dan piranti keras (Hardware)
yang memadai dan cukup serta
berkualitas untuk menunjang
tugas pengawasan.
- Pembinaan SDM; untuk dapat
mendukung suksesnya program WBK dan WBBKM, maka
APIP perlu mempersiapkan
aparat pengawasannya dengan
kwalitas SDM yang memadai,
dalam hal kemampuan memahami peraturan, skill audit,
metodelogi audit, psikologi
audit dan kemampuan menggali informasi melalui Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) serta
kemampuan menggunakan
alat audit. Untuk memperoleh
hal tersebut diperlukan adanya workshop atau diklat
untuk tenaga-tenaga APIP,
diklat-diklat tersebut sangat
dibutuhkan karena pelakupelaku penyimpangan memiliki

kecerdasan dan skill yang tinggi


untuk melakukan pelanggaran
peraturan yang disengaja dengan sulit diketahui oleh pihakpihak lain kecuali oleh para
tenaga APIP yang memiliki
kemampuan yang mumpuni,
dengan teknik audit forensik.
Perbaikan sistem anggaran;
dalam melaksanakan tugas
para tenaga pengawasan APIP,
agar secara berkala dan rutin
serta melaksanakan monito
ring atau pemantauan atas hasil
audit/pengawasan diperlukan
adanya dana yang mencukupi
untuk menunjang pelaksanaan
tugas pengawasan, dengan dukungan anggaran yang mencu-

tugas koordinatif dengan KPK, tujuannya adalah untuk pembelajaran dan


warning agar para satker dalam bekerja tidak mudah membuat pelanggaran
yang disengaja yang berakibat negara
dirugikan, dengan demikian penca
paian target prosentase terwujudnya
WBK dan WBBKM lebih optimal,
demikian penjelasan dari narasumber
yang menjelaskan secara menggebugebu walaupun sudah yang bersangkutan telah berusia lanjut. Narasumber
terus menerangkan bahwa pembe
rantasan korupsi harus dilakukan
melalui pencegahan dan penindakan
yang menggunakan pola yang sinergi.
Sedangkan kondisi realnya bahwa program pemberantasan korupsi selama
ini kurang optimal Salah satu dianta-

kupi atas pertimbangan dengan


banyaknya provinsi atau satker
yang diprogramkan menjadi
WBK dan WBBKM serta jumlah tenaga pengawas/auditor
dan jumlah hari pengawas/
audit, sangatlah membutuhkan
dana yang besar untuk suksesnya WBK dan WBBKM, dan
hal itu harus menjadi perhatian
utama pimpinan tertinggi Kementerian, yang paling utama
dapat mewujudkan reformasi
birokrasi skala nasional. Akan
tetapi kondisi sekarang di seluruh Kementerian dan Lembaga
serta Pemda penyediaan dana
untuk bidang pengawasan sa
ngat minim, sehingga sangatlah
sulit untuk mewujudkan good
goverment.
Menurut narasumber
komitmen pimpinan tidaklah cukup
tanpa adanya upaya pemberdayaan
APIP (Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah), sebagaimana yang
dijelaskan diatas dan menurut narasumber tentunya APIP dalam membuat program diperlukan keterpaduan
Program Pencegahan Korupsi KPK;
sebab apabila tenaga-tenaga APIP
dalam melaksanakan tugas pengawasan menemukan adanya indikasi
kerugian negara yang besar diperlukan

ranya adalah Program Wilayah Bebas


dari Korupsi (WBK) sebagai bagian
dari Inpres Nomor 5 Tahun 2004 yang
minim sekali implementasinya, karena
keengganan pimpinan untuk melaksanakan program WBK dan WBBKM.
Kalau sudah demikian untuk dapat
mewujudkan WBK dan WBBKM di
seluruh kementerian negara sangatlah sulit, sehingga menurut Ahmad
Bakri mengakhiri diskusinya dengan
Darwas program WBK dan WBBKM
hanya mimpi indah yang sangat sulit
diwujudkan, selama pimpinan yang
dipilih tidak memiliki integritas, kejujuran dan memiliki visi development
progress.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

55

Menanti Peran Strategis

Unit Pengendali
Gratifikasi (UPG)
Kementerian Agama
Oleh: Sri Hindriyanti

Foto: Dok. Kemenag.go.id

Foto: Itjen Kemenag

Dengan diluncurkannya WBS, UPG, UP-LHKPN, paling tidak dari 20 indikator


yang tertuang dalam Zona Integritas yang telah ditandatangani Kemenag dan
KPK tersebut sudah hampir 50 persen dilakukan oleh Itjen. Target KPK selanjutnya
adalah kerjasama erat dengan Kemenag, salah satunya dalam bidang pendidikan,
melalui kurikulum anti korupsi yang diajarkan di madrasah, PTAN, dan lembaga
pendidikan di bawah kemenag.

elasa tanggal 11 Maret 2014


merupakan hari bersejarah
bagi Kementerian Agama RI,
karena pada hari tersebut di luncurkannya sebuah upaya untuk mencegah
tindak penyalahgunaan wewenang
khususnya mencegah gratifikasi. Acara
tersebut diadakan di Gedung Inspektorat Jenderal dengan dihadiri pejabat
teras Kementerian Agama, diantaranya
adalah Wakil Menteri Agama Prof. Dr.
Nasaruddin Umar, Sekretaris Jenderal
Kementrian Agama Bahrul Hayat,
P.Hd, dan jajaran eselon I lainnya.

Jika dilihat dari definisi kata
cegah sebagai bentuk kata dasar
dari Pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
menahan agar sesuatu tidak terjadi,
sedangkan kata tolak/menolak bermakna mendorong; menyorongkan,

56

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

mendesak kedepan (ke samping). Dari


definisi tersebut kata tolak menunjukan bahwa peristiwa itu sudah terjadi
walaupun baru sebatas permulaan
kejadian, tetapi tidak ada keinginan
untuk menerimanya.
Pengendalian gratifikasi
Salah satu kebiasaan yang berlaku
umum di masyarakat Indonesia yang
menganut kultur atau adat ketimuran adalah pemberian tanda terima
kasih atas jasa yang telah diberikan
oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal ini dapat
menjadi suatu kebiasaan yang bersifat
negatif dan dapat mengarah menjadi
potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang
berusaha dicegah oleh peraturan UU.
Secara definisi gratifikasi terdapat

pada Penjelasan Pasal 12B ayat (1)


UU No.31 Tahun 1999 juncto UU
No.20 Tahun 2001 tentang Pembe
rantasan Korupsi. Dari penjelasan
Pasal 12B ayat (1) juga dapat dilihat
bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak
terdapat makna tercela atau negatif.
Apabila penjelasan ini dihubungkan
dengan rumusan pada Pasal 12B dapat
dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum,
melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria pada unsur Pasal 12B
saja. Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu
dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) UU
No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20
Tahun 2001.

Sejatinya, setiap satuan kerja
di setiap instansi Kementerian/Lembaga Negara (K/L) dan juga BUMN/
BUMD telah dianjurkan oleh KPK untuk membentuk Unit Pengendali Gra
tifikasi (UPG), tujuannya agar setiap

pegawai negeri dan atau penyelenggara negara dapat dengan mudah melaporkan gratifikasi yang diterimanya
kepada KPK. Dengan keberadaan
UPG tersebut, pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang akan me
laporkan gratifikasi tidak harus berhadapan langsung dengan KPK.

Untuk mengoptimalkan hasil
yang ada, tentu kehadiran unit pe
ngendali gratifikasi (UPG) di Kementerian Agama ini, diharapkan tidak
hanya ada di Inspektorat Jenderal
saja, tetapi juga di satuan-kerja lain
yang ada di lingkungan Kementerian
Agama mulai dari level eselon I Pusat
sampai di tingkat perguruan tinggi

negeri (Universitas, Institut, Sekolah


Tinggi), Kantor Wilayah (Kanwil),
Kantor Kemenag Kab./Kota, Kantor
Urusan Agama (KUA), dan di level
madrasah-madrasah. Dalam menjalankan tugasnya, petugas UPG telah
diatur sesuai dengan pasal 12C ayat 1
s.d 4 Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Korupsi,
yaitu petugas UPG akan memberikan
form isian laporan gratifikasi kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang akan melaporkan gratifikasi,
kemudian petugas UPG yang nantinya
akan melaporkan ke KPK sebelum
batas waktu 30 hari kerja. Dengan
demikian akan memudahkan semua

pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam melaporkan segala bentuk


gratifikasi yang diterimanya.

Dengan telah dibentuknya
UPG di Kementerian Agama ini, para
pegawai negeri atau penyelanggara negara Kementerian Agama diharapkan
bisa melaporkan setiap pemerimaan
yang berhubungan dengan jabatan, di
luar gaji kepada KPK melalui UPG,
disamping itu selain bisa menjadi alat
kontrol/pengendalian juga akan menjadi kredit poin yang bisa menjadi nilai
tambah dan alat katrol untuk mengerek peningkatan nilai pelaksanaan
reformasi birokrasi di Kementerian
Agama. wallahu alam.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

57

Korupsi Para
Wakil Tuhan

alam sebuah tulisan de


ngan mengambil latar
historis di India dikisahkan
bahwa Sultan Ghiyasuddin Balban,
penguasa Delhi, India, tahun 12661287, punya tiga hakim (qazi
atau kadi). Mereka adalah Qazii-Lashkar, Qazi Fakhr Naqila, dan
Qazi Minhaj. Saya punya tiga ha
kim. Satu orang tidak takut kepada
saya, tetapi takut kepada Tuhan.
Seorang lagi tidak takut kepada
Tuhan, tetapi takut kepada saya.
Hakim ketiga tidak takut kepada
saya dan tidak takut kepada Tu
han, kata Sultan. Dan, Sang Sultan
sangat hormat kepada hakim per
tama. Nasihat-nasihat hakim yang
tidak takut kepada Sultan tetapi
takut kepada Tuhan itulah yang
selalu ditaati Sultan (Kompas.com.
Sabtu, 16 November 2013)
Pesan moral dan men
talitas dari sebuah kisah di atas
seyogyanya dapat menjadi ruju

58

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

kan introspeksi diri (muhaasabah)


bagi kita semua, terutama bagi
para pemegang amanah (jabatan)
di negeri ini, tidak hanya khusus
bagi para hakim/penegak hukum
lainnya. Kita pun diberi amanah
atas tugas dan posisi kita masingmasing. Sekecil apa pun sebuah
pekerjaan pasti akan dimintai
pertanggung jawaban. Karena se
jatinya jabatan/pekerjaan adalah
amanah yang harus dipegang oleh
orang-orang yang kompeten dan
bertanggung jawab dan bukan
atas modus transaksional (hasil
menyogok). Rasanya, mayoritas
manusia menganggap bahwa tam
puk kekuasaan adalah segalanya
dan harus dipertahankan, tidak
peduli dari mana mendapatkan
nya bahkan dengan cara transak
sional sekali pun

Oleh: Asep Komarudin

Negeri dengan
mayoritas umat yang
beragama Islam,
namun hanya sedikit
pemimpin/pejabat yang
mempunyai integritas
dan bersifat jujur
terutama dalam lingkup
birokrasi pemerintah.

Dalam pandangan Islam,


tindak penyalahgunaan
wewenang/jabatan bisa
didefinisikan sebagai
perbuatan khianat.
Karena jabatan yang
telah disandang oleh
seseorang adalah
sebuah kepercayaan
(amanah) dari rakyat
yang telah terlanjur
menaruh harapan
padanya.

Menurut Dr HM Harry
Mulya Zein yang dimuat dalam
republika.co.id (Jumat, 26 April
2013) mengatakan bahwa Jabatan
merupakan amanah dan pengab
dian bukan untuk mencari kete
naran serta menumpuk kekayaan.
Karena dalam sebuah kisah Rasu
lullah shallallahu alaihi wa sallam
pernah menasihati Abdurrahman
bin Samurah:

Wahai Abdurrahman bin


Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika
engkau diberi tanpa memintanya,
niscaya engkau akan ditolong (oleh
Allah dengan diberi taufik kepada
kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan
kepadamu (tidak akan ditolong).
Dalam kitab Fathul Bari
(13/135) buah karya Ibnu Hajar Al
Asqalani Rahimahullah dijelaskan
bahwa Ambisi untuk memperoleh
jabatan kepemimpinan meru
pakan faktor yang mendorong
manusia untuk saling membunuh.
Hingga tertumpahlah darah, di
rampasnya harta, dihalalkannya
kemaluan-kemaluan wanita (yang
mana itu semuanya sebenarnya
diharamkan oleh Allah) dan kare
nanya terjadi kerusakan yang be
sar di permukaan bumi.

Apa yang dijelaskan oleh


Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya
mengingatkan kita atas berbagai
fakta dan realitas yang menja
dikan hati kita miris, karena
berbagai fakta tersebut telah
mendera negeri kita. Banyaknya
oknum hakim, jaksa, kepolisian,
pejabat tinggi negara baik level
eksekutif/legislatif akhir-akhir
ini dicokok KPK (Komisi Pembe
rantasan Korupsi) dan ditahan di
dalam jeruji besi/rumah tahanan
KPK sejak dibentuknya KPK yaitu
16 Desember 2003.
Kenapa para Wakil Tuhan Korupsi?
Sejatinya seorang pe
mimpin atau khalifah (wakil
Tuhan di Bumi) yang seharusnya
memakmurkan bumi adalah mere
ka yang benar-benar memiliki pe
ngetahuan yang cukup, komitmen
menegakkan amar maruf dan
nahi munkar dan amanah atas
tanggung jawab yang diemban
nya. Untuk memilih pemimpin/
pejabat yang ideal, maka muncul
lah gagasan uji kelayakan (Fit and
proper test) dan merunut rekam
jejak seseorang, sehingga nantinya
terpilih orang-orang yang kompe
ten, bertanggung jawab, jujur dan
mempunyai moralitas yang baik.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

59

Foto: okezone.com
BARANG BUKTI KORUPSI: Sejumlah penyidik
KPK memperlihatkan barang bukti uang pecahan
Dollar AS dugaan suap terhadap Kepala Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak
dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini di
Gedung KPK Jakarta.
Foto: Portalkbr.com

Dari aspek sosiologis,


masyarakat dan keluarga
turut memberi andil
merajalelanya korupsi
di Indonesia. Ini terjadi
karena adanya budaya
masyarakat sangat
mengagumi orang kaya.
Tidak peduli menjadi
kaya dari hasil korupsi.
Cara-cara transaksional seperti
kedekatan seseorang atas peja
bat tertentu atau karena kolusi/
nepotisme sungguh merupakan
budaya kaum barbar yang harus
ditanggalkan.

Sungguh ironi memang,


negeri dengan mayoritas umat
yang beragama Islam, namun
hanya sedikit pemimpin/pejabat
yang mempunyai integritas dan
bersifat jujur terutama dalam ling
kup birokrasi pemerintah. Padahal
secara akademik mereka meru
pakan golongan terdidik dan tidak
sedikit yang bergelar profesor/
doktor atau agamawan sekalipun.
Walhasil, negeri dengan sejuta
agamawan ini pun langka terha

60

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

dap orang-orang yang jujur.

Kita semua tahu, jujur


adalah sikap terpuji tidak hanya
secara syari namun juga secara
sosial. Tidaklah kejujuran akan
membawa seseorang kecuali ke
jalan surga. Sesuai sabda Rasul:

Berpegangteguhlah pada
kejujuran karena kejujuran membawa kebaikan dan kebaikan itu
membawa kepada surga. Dan se
sungguhnya seseorang senantiasa
berbuat jujur dan memilih kejujuran hingga ia dicatat di sisi Allah
sebagai orang yang jujur. Dan hatihatilah kamu terhadap kedustaan
karena kedustaan membawa kejahatan dan kejahatan itu membawa
kepada neraka. Dan sesungguhnya
seseorang senantiasa berdusta dan
memilih kedustaan hingga dicatat
di sisi Allah sebagai seorang pendusta [HR. Bukhari no. 6094
dan Muslim no. 2607].
Motif atau hasrat se
seorang melakukan korupsi menu
rut Sosiolog Musni Umar (dilansir
dalam rilis JAK TV, 4/10/2013)
bahwa setidaknya terdapat 4
(empat) penyebab pejabat tinggi
negara melakukan korupsi dengan
menerima suap dan atau grati

fikasi. Pertama, aspek sosiologis


Kedua, aspek budaya Ketiga, aspek
sistem Keempat, aspek manusia.
Dari aspek sosiologis, masyarakat
dan keluarga turut memberi andil
merajalelanya korupsi di Indo
nesia. Ini terjadi karena adanya
budaya masyarakat sangat men
gagumi orang kaya. Tidak peduli
menjadi kaya dari hasil korupsi.
Dari aspek budaya, meng
gambarkan bahwa betapa sistem
upeti/setoran/gratifikasi yang
telah berlangsung selama be
rabad-abad itu tetap menjadi pola
transfer kekuasaan antara rakyat
dan penguasa atau pejabat rendah
kepada pejabat tinggi lainnya un
tuk mempertahankan jabatannya.
Dari aspek sistem, seperti politik.
Ekonomi, sosial, hukum dan seb
againya, justeru semakin mendo
rong dan mempersubur budaya
korupsi, karena untuk meraih
jabatan publik memerlukan dana
(uang) yang sangat besar dengan
menggunakan broker politik dan
ekonomi, sedari mencari peluang
akan bekerja sama dengan para
pemegang kekuasaan jika terpilih
nantinya. Adapun dari aspek ma
nusia, korupsi disebabkan lemah
iman, tamak (serakah) yang dise

Foto: okezone.com
TANGKAP TANGAN PEJABAT
KORUP (kiri). Dua penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
menunjukan barang bukti berupa
uang saat gelar barang bukti hasil
operasi tangkap tangan di Gedung
KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta
Selatan. Uang tersebut didapat
dalam Operasi Tangkap Tangan
Ketua Mahkamah Konstitusi Akil
Mochtar, dan Akil Mochtar telah
ditetapkan sebagai tersangka
dalam kasus dugaan suap perkara
kasus pilkada Lebak, Banten dan
Gunug Mas Kalimantan Tengah,
dan uang yang diamankan dalam
operasi tersebut sekira Rp 3miliar.

hukum yang harus ditegakkan


bukan penyelewengan hukum atas
nama kepentingan dan harta. Di
sinilah para Wakil Tuhan diuji atas
sikap, perilaku dan keadilannya
(amanahnya).
but sebagai corruption by greed
(korupsi karena serakah), dan
corruption by political interest (ko
rupsi karena kepentingan politik).

Sementara menurut
Lukman Hakim (Auditor Badan
Pemeriksa Keuangan BPK RI )
mengatakan, ada empat faktor
yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindak pidana korupsi
yang merugikan keuangan negara
yang antara lain adalah faktor
kebutuhan, tekanan, kesempatan
dan rasionalisasi. Seseorang ter
dorong untuk melakukan tindak
pidana korupsi karena ingin me
miliki sesuatu namun pendapatan
nya tidak memungkinkan untuk
mendapatkan yang diinginkan
tersebut atau karena permin
taan dari seseorang kerabat atau
atasan yang tidak bisa dihindari.
Adapun menurut Direktur Penga
wasan Kepatuhan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), Subintoro, bahwa se
seorang terdorong melakukan
tindak pidana korupsi karena
ingin memenuhi kebutuhan
yang bergaya hidup mewah atau
berlebih-lebihan (republika.co.id.
21/11/2011). Gaya hidup me
wah dan gelamour saat ini sering

dipertotonkan oleh para pejabat


atau keluarga pejabat sehingga
efeknya jurang kesenjangan so
sial semakin nyata dan terlihat
umum.

Delik tindak pidana ko


rupsi juga termasuk perbuatan
penyalahgunaan wewenang (ja
batan) baik untuk memperkaya
diri sendiri maupun orang lain hal
itu dijerat dengan Pasal 2 ayat (1)
UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No.
20 Tahun 2001. Dalam pandangan
Islam, tindak penyalahgunaan
wewenang/jabatan bisa didefinisi
kan sebagai perbuatan khianat.
Jabatan yang telah disandang oleh
seseorang adalah sebuah keper
cayaan (amanah) dari rakyat yang
telah terlanjur menaruh harapan
padanya. Atau jabatan yang lang
sung dibebankan atas nama nega
ra yang tentunya bertujuan untuk
menjalankan berbagai program
untuk kepentingan kesejahteraan
rakyat dan untuk membangun
sistem pemerintahan yang baik.
Terlebih jika jabatan itu diberikan
oleh para penegak hukum seperti
kepolisian, kejaksaan, kehakiman,
sebagai benteng terakhir dalam
membangun keadilan hukum un
tuk semua pihak, maka keadilan

Sebagai kalimat penutup,


penulis mengutip sebuah Hadits
riwayat al-Baihaqi, dalam kitab AsSunan (6/128) yang menjelaskan
bahwa orang yang sudah diliputi
oleh rasa malas dan cinta dunia,
dia akan mengira bahwa sudah
tidak ada lagi batasan antara yang
halal dengan yang haram, sehing
ga dia mengikuti setiap keinginan
dari hawa nafsunya meskipun
melanggar syariah, dan itu adalah
suatu kebodohan. Padahal Rosu
lullah sudah bersabda, Yang halal
sudah sejelas dan yang haram su
dah jelas, dan diantara keduanya
ada hal-hal yag mutasyabihat (sa
mar atau meragukan).
Firman Allah dalam Q.S.
al-Hadid ayat 7 : Berimanlah
kamu kepada Allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian
dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu menguasainya.
Maka orang-orang yang beriman
di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya mem
peroleh pahala yang besar. Yang
ditafsirkan oleh Zamakhsyari
bahwa harta kekayaan yang be
rada alam kekuasaan manusia,
sesungguhnya milik Allah seutuh
nya yang telah menciptakan dan
menghadirkannya untuk manusia.
Wallahu alam bi al shawab.
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

61

How To Be An
Effective Leader
Oleh: Farida Nugrahini

emimpin sebuah orga


nisasi, tim, atau perusa
haan bisa dibilang mu
dah juga bisa dibilang sulit karena
dituntut sebuah tanggung jawab
demi orang banyak. Berkembang
nya sebuah organisasi, tim juga
bergantung pada seorang pe
mimpin. Tak ada bedanya dengan
seorang nahkoda sebuah kapal,
dimana dituntut efektifitasnya
dalam mengarungi lautan.
Menjadi seorang pe
mimpin, selain harus bisa me
ngayomi anak buahnya juga harus
fokus dan meminimalisir ke
lalaian-kelalaian yang bisa meru
gikan diri sendiri dan tim. Hal
tersebut bisa terhindar dengan
banyak belajar dari pengalaman
orang lain dalam memimpin.

Pemimpin merupakan
figur dalam sebuah sistem yang
selalu dipertanyakan setiap kali
sebuah sistem organisasi goyah,
mengalami kekacauan, dan tidak
berhasil mencapai tujuan. Keber
hasilan sebuah sistem, kelompok
atau organisasi, memang diten
tukan oleh peran pemimpinnya.
Beberapa ahli berpendapat ten
tang pemimpin. Menurut Malayu
S.P. Hasibuan, pemimpin adalah
seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan
bawahannya untuk mengerjakan
sebagian dari pekerjaannya dalam
mencapai tujuan. Robert Tanem
baum, menyatakan pemimpin

62

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

adalah mereka yang menggunakan


wewenang formal untuk mengor
ganisasikan, mengarahkan, men
gontrol para bawahan yang ber
tanggung jawab, supaya semua ba
gian pekerjaan dikoordinasi demi
mencapai tujuan perusahaan.

Menurut Maccoby, pemim


pin pertama-tama harus seorang
yang mampu menumbuhkan dan
mengembangkan segala yang ter
baik dalam diri para bawahannya.
Pemimpin yang baik untuk masa
kini adalah orang yang religius,
dalam artian menerima keperca
yaan etnis dan moral dari berbagai
agama secara kumulatif, kendati
pun ia sendiri mungkin menolak
ketentuan gaib dan ide ketuhanan
yang berlainan. Menurut Lao
Tzu, Pemimpin yang baik adalah

Pemimpin yang
baik adalah seorang
yang membantu
mengembangkan
orang lain, sehingga
akhirnya mereka tidak
lagi memerlukan
pemimpinnya itu.
- Lao Tzu -

Kepemimpinan
adalah seni untuk
mempengaruhi
dan menggerakkan
orang-orang
sedemikian rupa
untuk memperoleh
kepatuhan,
kepercayaan, respek,
dan kerjasama
secara royal untuk
menyelesaikan tugas
mengurus atau mengatur orang
lain.

seorang yang membantu me


ngembangkan orang lain, sehingga
akhirnya mereka tidak lagi me
merlukan pemimpinnya itu. Davis
and Filley menyatakan pemimpin
adalah seseorang yang mendudu
ki suatu posisi manajemen atau
seseorang yang melakukan suatu
pekerjaan memimpin.

Sedangkan menurut Pan


casila, pemimpin harus bersikap
sebagai pengasuh yang mendo
rong, menuntun, dan membimbing
asuhannya. Dengan kata lain,
beberapa asas utama dari kepe
mimpinan Pancasila adalah: Ing
Ngarsa Sung Tuladha: Pemimpin
harus mampu dengan sifat dan
perbuatannya menjadikan dirinya
pola anutan dan ikutan bagi orang
orang yang dipimpinnya. Ing

Madya Mangun Karsa: Pemimpin


harus mampu membangkitkan
semangat berswakarsa dan berk
reasi pada orang-orang yang di
bimbingnya. Tut Wuri Handayani:
Pemimpin harus mampu mendo
rong orang orang yang diasuh
nya berani berjalan di depan dan
sanggup bertanggung jawab.

Seorang pemimpin boleh


berprestasi tinggi untuk dirinya
sendiri, tetapi itu tidak memadai
apabila ia tidak berhasil menum
buhkan dan mengembangkan se
gala yang terbaik dalam diri para
bawahannya. Dari begitu banyak
definisi mengenai pemimpin,
dapat penulis simpulkan bahwa :
Pemimpin adalah orang yang men
dapat amanah serta memiliki sifat,
sikap, dan gaya yang baik untuk

Kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang mempe
ngaruhi dan memotivasi orang
lain untuk melakukan sesuatu
sesuai tujuan bersama. Kepemim
pinan meliputi proses mempe
ngaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memper
baiki kelompok dan budayanya.
Sedangkan kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempenga
ruhi orang lain untuk mau mela
kukan apa yang diinginkan pihak
lainnya.The art of influencing
and directing meaninsuch away
to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal
cooperation in order to accomplish
the mission. Kepemimpinan ada
lah seni untuk mempengaruhi dan
menggerakkan orang-orang sede
mikian rupa untuk memperoleh
kepatuhan, kepercayaan, respek,
dan kerjasama secara royal untuk
menyelesaikan tugas Field Ma
nual 22-100.
Kekuasaan adalah ke
mampuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk mau melakukan
apa yang diinginkan pihak lainnya.
Ketiga kata yaitu pemimpin, kepe
mimpinan serta kekuasaan yang
dijelaskan sebelumnya tersebut
memiliki keterikatan yang tak
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

63

dapat dipisahkan. Untuk menjadi


pemimpin bukan hanya berdasar
kan suka satu sama lainnya, tetapi
banyak faktor. Pemimpin yang ber
hasil hendaknya memiliki bebera
pa kriteria yang tergantung pada
sudut pandang atau pendekatan
yang digunakan, apakah itu kepri
badiannya, keterampilan, bakat, si
fat-sifatnya, atau kewenangannya
yang dimiliki yang mana nantinya
sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan
yang akan diterapkan.
Memimpin sebuah orga
nisasi atau kelompok dibutuhkan
efektifitas agar visi dan misi dapat
tercapai sesuai tujuan. Berikut
adalah beberapa hal yang harus
dilakukan para pemimpin saat ini
untuk menjadi pemimpin :

1. Berpikir lebih besar. Para pe


mimpin tidak memiliki waktu
terlalu lama untuk bergembira
dengan hasil positif yang di
raihnya. Banyak hal berubah
begitu cepat dan untuk
mengimbanginya Anda harus
selalu berpikir bagaimana cara
untuk melampaui hasil yang
diraih hari ini.
2. Libatkan orang lain. Libatkan
orang-orang dalam menger
jakan sesuatu agar lebih efek
tif dan mencapai hasil yang
maksimal.
3. Tetaplah yakin dan berpikir

JENDELA

Sumber : Kemenag.go.id

Reformasi Pengadaan,
Kunci Reformasi Birokrasi

64

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

positif. Dalam memimpin


harus melibatkan emosi tim
secara menyeluruh. Pemimpin
yang sukses adalah mereka
yang yakin dan selalu berpikir
positif dalam mencapai target/
tujuan.
Evaluasi dan Apresiasi. Lihat
perkembangan yang telah di
capai tim tiap hari,tiap minggu.
Evaluasi, apa saja yang sudah
mereka kerjakan, bagian mana
yang kurang dan bagian mana
yang sudah diselesaikan de
ngan baik. Jangan lupa untuk
selalu memberi penghargaan
untuk anggota tim yang bekerja
dengan baik.
Pastikan Pemikiran Stra
tegis. Dimana dalam mencapai
sebuah tujuan, dibutuhkan
sebuah strategi yang inovatif
untuk sebuah pencapaian yang
maksimal
Komunikasikan secara
efektif. Pastikan komunikasi
berjalan dua arah. Kita tidak
hanya harus bisa berbicara
dengan baik kepada tim, tapi
juga harus bisa mendengarkan
opini dan pendapat anggota
tim. Sesekali bertanya tentang
perkembangan mereka dan
apakah ada yang bisa kita
bantu juga merupakan bentuk
komunikasi yang efektif.
Bangun Tujuan dan
berkomitmen. Sebagai

pemimpin harus dapat me


nentukan tujuan yang ingin
dicapai dan langkah apa saja
yang diinginkan untuk bisa
mencapainya. Pemimpin ha
rus memiliki kemampuan
untuk menjelaskan ide kepada
tim, tapi bukan berarti harus
mengerjakan sendiri. Biarkan
mereka memberi masukan
yang sekiranya berguna untuk
pencapaian tujuan.
Berikut sikap kepemimpi
nan yang harus dihindari agar visi
dan misi bisa tercapai :

Jakarta- Dalam konteks reformasi


birokrasi, pengadaan barang dan jasa
melalui Layanan Pengadaan Barang dan
Jasa Secara Elektronik (LPSE) menjadi
unsur yang tidak bisa diabaikan. Bahkan,
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
reformasi pengadaan merupakan salah
satu kunci utama reformasi birokrasi.
Pengadaan barang dan jasa dan
LPSE menjadi unsur yang tidak bisa
diabaikan dalam konteks reformasi
birokrasi, demikian penegasan Kepala
Pusat Informasi dan Humas Zubaidi
dalam pembukaan Rakorneas LPSE
Kementerian Agama Tahun 2014, Jakarta,
Selasa (22/07).


Mengambil tema 100 %
e-procurement untuk Kementerian
Agama Bersih dan Sejahtera, Rakernas
LPSE ini dihadiri 129 peserta yang terdiri
dari Kabag TU Kanwil, Kabag TU PTAIN
(UIN dan Institut), Kasubag Inmas Kanwil,
dan Sys Admin LPSE Kanwil seluruh
Indonesia.

Menurutnya, berbagai
penyimpangan yang terjadi dan sering
muncul di media, salah satunya terkait
dengan persoalan pengadaan barang
dan jasa. Ini wajar, mengingat barang
dan jasa masuk kategori belanja modal
dan merupakan komponen yang sangat
besar.

4.

5.

6.

7.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Pasif
Diktator
Krisis
Tidak konsisten
Penakut
Pesimis
Sombong
Akademis


Berikut kelalaian yang ha
rus dihindari seorang pemimpin :
1. Memperbaiki suatu masalah
tanpa sebuah sistem. Tanpa
adanya sebuah sistem, malah
akan membuang-buang waktu
secara percuma dan ini akan
memperlambat kinerja tim se
cara keseluruhan.
2. Menempatkan pekerjaan sebelum orang lain. Pemimpin
yang baik adalah pemimpin
yang mencari keseimbangan
sempurna antara menger

jakan tugas hingga selesai dan


merangkul komponen rela
sional dalam menjalankan
hidup sebagai sebuah tim.
3. Mendelegasikan tugas tanpa
tanggung jawab. Antara tu
gas dan tanggung jawab harus
berjalan secara seimbang dan
beriringan agar sebuah or
ganisasi dapat berjalan sesuai
harapan dan terus berkem
bang.
4. Ragu-ragu dalam mengambil langkah. Penting adanya
untuk membuat perencanaan
dan mengambil langkah untuk
menghindari terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan.
5. Hanya berorientasi pada hasil akhir. Sebagai pemimpin
harus memberikan dorongan
kepada tim untuk menyampai
kan masalah dan tidak hanya
berbicara ketika hasil yang di
inginkan tidak terpenuhi.

Pemimpin yang sukses
harus dapat membimbing sebuah
tim menuju kepada visi yang jelas
dan mudah dipahami. Beberapa
cara yang dapat dilakukan, agar
pemimpin disukai bawahan:

Kenali diri sendiri dan terbuka dengan perkembangan

Menurut John C. Maxwell


dalam bukunya yang berjudul
The 21 Indispensable Qualities of a
Leader: Becoming the Person Oth
Anggaran Kementerian bisa
dikategorikan menjadi empat: belanja
pegawai, belanja modal, belanja bansos,
dan belanja barang lainnya. Pengadaan
barang dan jasa masuk kategori belanja
modal dan merupakan komponen yang
sangat besar, terang Zubaidi.

Mereka yang terkena kasus
hukum, umumnya yang berusuaan
dengan pengadaan barang dan jasa, di
samping ada juga yang terkait dengan
belanja sosial dan perjalanan dinas,
tambahnya.

Zubaidi menegaskan bahwa
dari waktu ke waktu, Sekretariat Jenderal
Kementerian Agama terus mengajak

ers Will Want to Follow, seorang


pemimpin wajib mengetahui dan
kenal dirinya sendiri. Apa saja
kelebihan dan kekurangannya un
tuk mengembangkan karier dalam
tim dan perusahaan. Bukan hanya
itu, pemimpin juga harus terbuka
dengan metode dan sistem yang
tim ajukan. Ide-ide baru di tim wa
jib untuk didengarkan dan men
jadi bahan pertimbangan lho.

Tujuan dan berkomitmen.


Ajaklah tim untuk memahami
bersama untuk tujuan yang
akan dicapai. Dengan meng
utarakan tujuan, pemimpin
jelas mengayomi tim untuk
membentuk komitmen yang
sama demi mencapai tujuan.
Kemukakan ide tujuan dan
tetap berpikir terbuka atas
proses yang bisa mendapat
banyak masukkan dari ang
gota tim.

Jalin komunikasi dengan


baik. Pastikan komunikasi
antara atasan dan bawahan
berlangsung dua arah. Wa
laupun ini hanya prinsip
sederhana, tapi banyak dari
pemimpin yang melupakan
proses ini. Ciptakan suasana
persahabatan dalam tim untuk
meningkatkan rasa nyaman
dalam bekerja. Jadikan tim
adalah sahabat lo. Berilah mo
tivasi tidak hanya melalui tu

semua pihak untuk melakukan hal


terbaik serta menjauhi penyimpangan
dalam pengadaan barang dan jasa.

Tujuan reformasi birokrasi
adalah pelayanan yang baik. Namun
itu tidak akan berhasil manakala kita
meninggalkan komponen penting
dalam pengadaan barang dan jasa, ujar
Zubaidi.

Rakernas LPSE ini
menghadirkan beberap narasumber
dari lembaga yang kompeten pada
bidangnya, seperti dari Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP). Menurut Zubaidi,
LKPP menjadi lembaga otoritatif sebagai
acuan regulasi yang wajib diikuti seluruh

lisan. Sesekali datang dan ter


junlah langsung ke dalam tim
untuk menanyakan kesulitan
yang dihadapi. Di beberapa
orang, cara seperti ini sukses
memberikan motivasi untuk
lebih giat dan rasa respect ke
pada pemimpin.
Kenali masing-masing
anggota tim. Terakhir dan
tidak kalah penting. Selain
pekerjaan, pemimpin juga
wajib mengenal karakter
masing-masing anggota tim.
Hal ini berguna untuk cara
menghadapi anggota dalam
bekerja untuk sama-sama
menciptakan lingkungan
bekerja yang efektif dan tetap
menyenangkan. Salah satu
tanggung jawab pemimpin
yang sering dilupakan adalah
menciptakan lingkungan pe
kerjaan yang enerjik, komit
men, dan bermanfaat bagi
masing-masing individu.


Dapat disimpulkan bahwa
untuk menjadi untuk menjadi
pemimpin yang efektif tidaklah
mudah dan membutuhkan suatu
proses, yang terpenting bahwa
kita harus bekerja secara tim dan
dapat menciptakan lingkungan
pekerjaan yang energik, berkomit
men dan bermanfaat bagi orga
nisasi.

pihak yang terlibat dalam pengadaan


barang dan jasa.

Selain itu, hadir juga
narasumber dari Inspektorat Jenderal
Kementerian Agama yang akan
memastikan bahwa prosedur, SOP, dan
regulasi terkait pengadaan barang
dan jasa di Kementerian Agama sudah
dilkukan dengan baik. Yang berhak
menjudgement hal itu adalah Itjen
Kementerian Agama, terang Zubaidi.

Hadir juga Kepala Biro Umum
yang bertanggung jawab terhadap
Unit Layanan Pengadaan (ULP) di
Kementerian Agama. Pengadaan barjas
tidak hanya melibatkan LPSE, tetapi juga
ULP, pungkasnya.

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

65

Jebakan
Gratifikasi
Oleh: Darori

etika memahami bahwa


gratifikasi merupakan
pemberian dalam arti luas,
maka akan jadi pertanyaan bagi
kita begitu banyak hal kejadian
terkait pemberian. Pemberian
dapat saja terjadi antar perora
ngan, antar instansi, antar orang
terhadap instansi, dari instansi ke
perorangan. Adapula dari atasan
langsung ke bawahan, dari sesama
staf (horisontal) atau dari bawa
han ke atasan (vertikal). Dari pem
berian-pemberian itulah tentunya
dapat dikategorikan kedalam
gratifikasi atau bukan gratifikasi.
Mengambil pengertian gratifikasi
dalam pada Penjelasan Pasal 12B
ayat (1) Undang-Undang Nomor

66

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Penerimaan gratifikasi
merupakan hal yang
sangat serius sebagai
salah satu bentuk tindak
pidana korupsi, dengan
sanksi pidana yang
persis sama dengan
tindak pidana suap
lainnya dalam UndangUndang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

31 Tahun 1999 juncto UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001,


bahwa:

Yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut
baik yang diterima di dalam negeri
ataupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
Jelaslah bahwa gratifikasi meru

pakan pemberian yang biasa


terjadi dan bisa terjadi di waktu
kapanpun atau tempat manapun
bahkan pelakunya oleh siapapun.
Maka bagaimana sekarang yang
terpenting adalah bagaimana
memperlakukan pemberian (grati
fikasi) itu.
Mengutip dari
Managing Gift & Benefit Toolkit,
ICAC, New South Wales jenisjenis`Gratifikasi`terdiri`dari Gift
of Influence , Gift Of Gratitude,
Ceremonial Gift, dan Token Gift.
Gift Of Influence merupakan grati
fikasi yang bertujuan mengambil
hati pejabat publik, sehingga di
harapkan memperoleh perlakuan
khusus dikemudian hari. Sebagai
contoh pemberian penyedia ba
rang terhadap Pejabat Pembuat
Komitmen. Orang tua murid ke
pada kepala sekolah/guru.

Gift Of Gratitude adalah


apresiasi atau ungkapan terima
kasih atas layanan yang diberikan
pejabat publik. Contoh pemberian
uang setelah pencairan Serti
fikasi, pemberian uang rokok
setelah pendaftaran. Ceremonial
gift adalah hadiah sebagai wujud
penghormatan dari instansi satu
kepada instansi yang lain. Contoh
Cindera mata atas kunjungan ke
instansi yang dikunjungi.

bat, uang rokok dalam pemberian


layanan. Kesemuanya itu wajib di
tolak. Dan atas penolakan grati
fikasi tersebut juga dilaporkan
ke KPK. Jikalau tidak tahu proses
pemberian dan identitas pemberi
maka dapat diterima dan tetap ha
rus dilaporkan ke UPG KPK.

Bentuk yang kedua adalah


gratifikasi kedinasan yakni pe
nerimaan oleh wakil instsansi
dalam kedinasan. Sebagai contoh
adalah penerimaan fasilitas dan
transportasi dan akomodasi dalam
kedinasan. Dalam menyikapi atas
gratifikasi bentuk ini perlu diper
hatikan: Derajat COI(Conflict of Interest) pemberi, relevansi dengan
tupoksi, substansi kegiatan dan
fasilitas yang diterima. Artinya
dilihat jika mempunyai derajat COI
yang makin tinggi maka langkah
terbaik adalah ditolak atas pem
berian ini. Sebagai contoh adalah
penerimaan plakat, vandal, sou
venir goody bag/gimmick dari pa
nitia seminar dan lain-lain dalam

kedinasan. Penerimaan hadiah,


kontes, kompetisi terbuka dalam
kedinasan.perlakuannya dalam hal
ini dapat diterima dan dilaporkan
ke Unit Pengendali Gratifikasi.

Bentuk ketiga adalah pe


nerimaan yang bukan gratifikasi
adalah penerimaan yang berlaku
umum/berdasar kontrak yang
sah atau karena dilakukannya
prestasi. Sebagai contoh: gaji dan
pendapatan sah lainnya dari in
stansi; kompensasi atas profesi
diluar kedinasan; diskon/ suku
bunga komersial yang berlaku
umum; keuntungan /manfaat yang
berlaku umum atas penempatan
dana/ saham pribadi; penghar
gaan atas prestasi akademik/
non akademik di luar kedinasan;
keuntungan undian, kontes, kom
petisi terbuka diluar kedinasan;
makanan minuman siap saji yang
berlaku umum dalam kedinasan.
Penerimaan ini tidak wajib lapor.
Setelah mengetahui jenis,

Token gift adalah hadiah


sebagai representasi institusi, bi
asanya diproduksi secara massal
dan diberikan dalam kegiatan bis
nis/promosi. Contoh pemberian
Payung setiap pembelian sejumlah
barang di minimarket.

Ditinjau dari bentuk,


gratifikasi adalah sebagai berikut:
Bentuk yang pertama adalah grati
fikasi yang dianggap suap yakni
gratifikasi yang berhubungan den
gan jabatan dan berlawanan tugas
dan kewajiban sebagai contoh:
uang terima kasih dari rekanan
setelah proses lelang, mobil tanda
perkenalan jabatan baru, fasilitas
wisata dari rekanan ke istri peja

UANG ROKOK DAPAT MENYEBABKAN PERSOALAN YANG MENGANCAM MASA


DEPAN SESEORANG, INDUSTRI, DAN PEREKONOMIAN NEGARA DAN GANGGUAN
TERHADAP KEMAJUAN BANGSA, MAKA: LAWAN PUNGLI SEKARANG JUGA
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

67

bentuk dan bagaimana upaya


kita agar tidak terjerat maka kita
perlu ketahui konsekuensi hu
kum dari persoalan gratifikasi.
Perlu diketahui ada konsekuensi
hukum dari tidak melaporkan
Gratifikasi yang Diterima adalah
Sanksi pidana yang ditetapkan
pada tindak pidana ini cukup be
rat, yaitu pidana penjara minimum
empat tahun, dan maksimum 20
tahun atau pidana penjara seumur
hidup, dan pidana denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah), maksimum
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Dari rumusan ini jelas
sekali bahwa penerimaan gratifi
kasi merupakan hal yang sangat
serius sebagai salah satu bentuk
tindak pidana korupsi, dengan
sanksi pidana yang persis sama
dengan tindak pidana suap lainnya
dalam Undang-Undang Pemberan
tasan Tindak Pidana Korupsi.
Agar lebih mudah men
gidentifikasi gratifikasi yang
dilarang, KPK memberikan cara
bagaimana mengidentifikasi
Gratifikasi yang dilarang (Ilegal).
Untuk memudahkan pembaca me
mahami apakah gratifikasi yang
diterima termasuk suatu pembe
rian hadiah yang ilegal atau legal,
maka ilustrasi berikut dapat mem
Foto: viva.co.id

68

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

bantu memperjelas. Jika seorang


Ibu penjual makanan di sebuah
warung memberi makanan kepada
anaknya yang datang ke warung,
maka itu merupakan pemberian
keibuan. Pembayaran dari si anak
bukan suatu yang diharapkan oleh
si Ibu. Balasan yang diharapkan
lebih berupa cinta kasih anak,
dan berbagai macam balasan lain
yang mungkin diberikan. Kemu
dian datang seorang pelanggan,
si Ibu memberi makanan kepada
pelanggan tersebut lalu menerima
pembayaran sebagai balasannya.
Keduanya tidak termasuk gratifi
kasi ilegal. Pada saat lain, datang
seorang Inspektur Kesehatan
dan si Ibu memberi makanan ke
pada si Inspektur serta menolak
menerima pembayaran. Tindakan
si Ibu menolak menerima pem
bayaran dan si Inspektur meneri
ma makanan ini adalah gratifikasi
ilegal karena pemberian makanan
tersebut memiliki harapan bahwa
Inspektur itu akan menggunakan
jabatannya untuk melindungi
kepentingannya. Andaikan Ins
pektur Kesehatan tersebut tidak
memiliki kewenangan dan jabatan
lagi, akankah si ibu penjual mem
berikan makanan tersebut secara
cuma-cuma? Dengan adanya
pemahaman ini, maka seyogyanya

masyarakat tidak perlu tersing


gung seandainya pegawai negeri/
penyelenggara negara menolak
suatu pemberian, hal ini dilakukan
dikarenakan kesadaran terhadap
apa yang mungkin tersembunyi
di balik gratifikasi tersebut dan
kepatuhannya terhadap peraturan
perundangan.
Pertanyaan reflektif un
tuk mengidentifikasi dan menilai
apakah suatu pemberian men
garah pada gratifikasi ilegal atau
legal sebagai berikut:
Apakah motif dari pemberian
hadiah yang diberikan oleh pihak pemberi kepada Anda?

Jika motifnya menurut dugaan


Anda adalah ditujukan untuk
mempengaruhi keputusan Anda
sebagai pejabat publik, maka pemberian tersebut dapat dikatakan
cenderung ke arah gratifikasi
ilegal dan sebaiknya Anda tolak.
Seandainya karena terpaksa oleh
keadaan gratifikasi diterima, sebaiknya segera laporkan ke KPK
atau jika ternyata Instansi tempat
Anda bekerja telah memiliki kerjasama dengan KPK dalam bentuk
Program Pengendalian Gratifikasi
(PPG) maka Anda dapat menyampaikannya melalui instansi Anda
untuk kemudian dilaporkan ke
KPK.

Apakah pemberian
tersebut diberikan oleh pemberi yang memiliki hubungan
kekuasaan/ posisi setara de
ngan Anda atau tidak?
Misalnya pemberian tersebut diberikan oleh bawahan, atasan atau
pihak lain yang tidak setara secara
kedudukan/posisi baik dalam
lingkup hubungan kerja atau konteks sosial yang terkait kerja. Jika
jawabannya adalah ya (memiliki
posisi setara), maka bisa jadi kemungkinan pemberian tersebut
diberikan atas dasar pertemanan
atau kekerabatan (sosial), meski
demikian untuk berjaga-jaga ada
baiknya Anda mencoba menjawab
pertanyaan berikutnya. Jika jawabannya tidak (memiliki posisi tidak
setara) maka Anda perlu mulai
meningkatkan kewaspadaan Anda
mengenai motif pemberian dan
menanyakan pertanyaan berikutnya untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut.
Apakah terdapat hubu
ngan relasi kuasa yang bersifat
strategis?
Artinya terdapat kaitan berkenaan
dengan/ menyangkut akses ke
aset-aset dan kontrol atas aset-aset
sumberdaya strategis ekonomi,
politik, sosial, dan budaya yang
Anda miliki akibat posisi Anda saat
Foto: viva.co.id

ini seperti misalnya sebagai panitia pengadaaan barang dan jasa


atau lainnya. Jika jawabannya ya,
maka pemberian tersebut patut
Anda duga dan waspadai sebagai
pemberian yang cenderung ke arah
gratifikasi ilegal.
Apakah pemberian
tersebut memiliki potensi
menimbulkan konflik kepen
tingan saat ini maupun di masa
mendatang?
Jika jawabannya ya, maka sebaiknya pemberian tersebut Anda
tolak dengan cara yang baik dan
sedapat mungkin tidak menyinggung. Jika pemberian tersebut
tidak dapat ditolak karena keadaan tertentu maka pemberian
tersebut sebaiknya dilaporkan
dan dikonsultasikan ke KPK untuk
menghindari fitnah atau memberikan kepastian jawaban mengenai
status pemberian tersebut.
Bagaimana metode pem
berian dilakukan? Terbuka atau
rahasia?
Anda patut mewaspadai gratifikasi
yang diberikan secara tidak langsung, apalagi dengan cara yang
bersifat sembunyi-sembunyi (rahasia). Adanya metode pemberian
ini mengindikasikan bahwa pemberian tersebut cenderung ke arah
Penyaluran sumbangan dana dari masyarakat guna
mendukung pembangunan gedung baru KPK yang
pendanaannya dipermasalahkan DPR. Sumbangan
berupa uang dari berbagai pihak di Indonesia untuk
pembangunan gedung KPK pernah menuai pro kontra.
Tidak sedikit juga yang menyangka hal itu merupakan
bentuk dari sebuah gratifikasi dan bermuatan korupsi.

gratifikasi ilegal.
Bagaimana kepantasan/ke
wajaran nilai dan frekuensi
pemberian yang diterima (secara sosial)?
Jika pemberian tersebut di atas nilai kewajaran yang berlaku di masyarakat ataupun frekuensi pemberian yang terlalu sering sehingga
membuat orang yang berakal sehat
menduga ada sesuatu di balik pemberian tersebut, maka pemberian
tersebut sebaiknya Anda laporkan
ke KPK atau sedapat mungkin
Anda tolak.
Akhirnya setiap pemberian yang
diberikan kepada pegawai negeri
perlu disikapi dengan hati-hati,
bisa saja itu menjadi penjebak
Pegawai Negeri tersebut yang
nantinya akan menjadi kasus hukum karena dikategorikan gratifikasi illegal.
MENJADI POLEMIK: Suvenir iPod yang sebagai yang dibagikan
kepada tamu undangan di resepsi pernikahan putri Sekretaris
MA Nurhadi di kembalikan oleh tamunya yang telah di tetapkan
sebagai gratifikasi ke KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta
Selatan, Senin. iPod Shuffle 2GB itu menjadi suvenir pernikahan
putri Nurhadi yang digelar 15 Maret 2014 lalu. Harga iPod
tersebut ditaksir bernilai Rp 700 ribu. Dengan 2500 undangan, sedikitnya pihak mempelai merogoh kocek sedikitnya Rp 1,5 miliar
hanya untuk suvenir saja.

Foto: tribunnews.com

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

69

Korupsi dalam
Pandangan Islam
Oleh: Agus Susanto

sumber tulisan: almanhaj.or.id

Hai orang-orang yang


beriman, janganlah kamu
saling memakan harta
sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka samasuka di antara kamu.
QS An-Nisa 4:29

Foto: merdeka.com

i negeri kita, banyak orang yang


melakukan perbuatan amat
tercela ini. Hampir kita dapati
dalam semua lapisan masyarakat,
dari masyarakat yang paling bawah,
menengah sampai kalangan atas.
Kami mencoba mengulasnya dengan
mengambil salah satu hadits Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam berikut
ini. Dari Adiy bin Amirah Al Kindi
Radhiyallahu anhu berkata : Aku
pernah mendengar Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda
Barang siapa di antara kalian yang
kami tugaskan untuk suatu pekerjaan
(urusan), lalu dia menyembunyikan
dari kami sebatang jarum atau lebih
dari itu, maka itu adalah ghulul
(belenggu, harta korupsi) yang akan
dia bawa pada hari kiamat. (Adiy)
berkata : Maka ada seorang lelaki
hitam dari Anshar berdiri menghadap
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
seolah-olah aku melihatnya, lalu dia
berkata,Wahai Rasulullah, copotlah
jabatanku yang engkau tugaskan.

70

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam


bertanya,Ada apa gerangan? Dia
menjawab,Aku mendengar engkau
berkata demikian dan demikian
(maksudnya perkataan di atas, Pen.).
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam
pun berkata,Aku katakan sekarang,
(bahwa) barangsiapa di antara kalian
yang kami tugaskan untuk suatu
pekerjaan (urusan), maka hendaklah
dia membawa (seluruh hasilnya),
sedikit maupun banyak. Kemudian,
apa yang diberikan kepadanya, maka
dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan
apa yang dilarang, maka tidak boleh.

MAKNA HADITS

Nabi Shallallahu alaihi wa


sallam menyampaikan peringatan
atau ancaman kepada orang yang
ditugaskan untuk menangani suatu
pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil
sesuatu dari hasil pekerjaannya
tersebut secara diam-diam tanpa
seizin pimpinan atau orang yang
menugaskannya, di luar hak yang telah

ditetapkan untuknya, meskipun hanya


sebatang jarum. Maka, apa yang
dia ambil dengan cara tidak benar
tersebut akan menjadi belenggu, yang
akan dia pikul pada hari Kiamat. Ini
merupakan khianat (korupsi) terhadap
amanah yang diembannya. Dia akan
dimintai pertanggungjawaban nanti
pada hari kiamat. Ketika kata-kata
ancaman tersebut didengar oleh salah
seorang dari kaum Anshar, yang orang
ini merupakan satu di antara para
petugas yang ditunjuk oleh Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, serta
merta dia merasa takut. Dia meminta
kepada
Rasulullah
Shallallahu
alaihi wa sallam untuk melepaskan
jabatannya. Maka Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam menjelaskan,
agar setiap orang yang diberi tugas
dengan suatu pekerjaan, hendaknya
membawa hasil dari pekerjaannya
secara keseluruhan, sedikit maupun
banyak kepada beliau Shallallahu
alaihi wa sallam. Kemudian mengenai
pembagiannya, akan dilakukan sendiri

oleh beliau Shallallahu alaihi wa


sallam. Apa yang diberikan, berarti
boleh mereka ambil. Sedangkan yang
ditahan oleh beliau Shallallahu alaihi
wa sallam, maka mereka tidak boleh
mengambilnya.

SYARAH HADITS

Hadits di atas intinya berisi larangan


berbuat ghulul (korupsi), yaitu
mengambil harta di luar hak yang telah
ditetapkan, tanpa seizin pimpinan
atau orang yang menugaskannya.
Ditegaskan dalam hadits yang
diriwayatkan Buraidah Radhiyallahu
anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda :
Barang siapa yang kami tugaskan
dengan suatu pekerjaan, lalu kami
tetapkan imbalan (gaji) untuknya,
maka apa yang dia ambil di luar itu
adalah harta ghulul (korupsi).

Asy Syaukani menjelaskan,
dalam hadits ini terdapat dalil
tidak halalnya (haram) bagi pekerja
(petugas) mengambil tambahan di luar
imbalan (upah) yang telah ditetapkan
oleh orang yang menugaskannya, dan
apa yang diambilnya di luar itu adalah
ghulul (korupsi).

Dalam
hadits
tersebut
maupun di atas, Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam menyampaikan
secara global bentuk pekerjaan atau
tugas yang dimaksud.

HUKUM SYARIAT
TENTANG KORUPSI

Sangat jelas, perbuatan korupsi


dilarang oleh syariat, baik dalam
Kitabullah (al Qur`an) maupun haditshadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya
adalah firman Allah Subhanahu wa
Taala :
Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat (dalam urusan harta
rampasan perang). Barang siapa yang
berkhianat (dalam urusan rampasan
perang itu), maka pada hari kiamat
ia akan datang membawa apa yang
dikhianatkannya itu [Ali Imran:
161].

Dalam ayat tersebut Allah
Subhanahu wa Taala mengeluarkan
pernyataan bahwa, semua nabi
Allah terbebas dari sifat khianat, di
antaranya dalam urusan rampasan

perang.

Menurut penjelasan Ibnu
Abbas Radhiyallahu anhuma, ayat
ini diturunkan pada saat (setelah)
Perang Badar, orang-orang kehilangan
sepotong kain tebal hasil rampasan
perang. Lalu sebagian mereka, yakni
kaum munafik mengatakan, bahwa
mungkin Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam telah mengambilnya.
Maka Allah Subhanahu wa Taala
menurunkan
ayat
ini
untuk
menunjukkan
jika
Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam terbebas
dari tuduhan tersebut.

Ibnu Katsir menambahkan,
pernyataan dalam ayat tersebut
merupakan pensucian diri Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam dari segala
bentuk khianat dalam penunaian
amanah,
pembagian
rampasan
perang, maupun dalam urusan lainnya.
Hal itu, karena berkhianat dalam
urusan apapun merupakan perbuatan
dosa besar. Semua nabi Allah mashum
(terjaga) dari perbuatan seperti itu.

Mengenai besarnya dosa
perbuatan ini, dapat kita pahami dari
ancaman yang terdapat dalam ayat
di atas. Ibnu Katsir mengatakan,Di
dalamnya terdapat ancaman yang
amat keras.

Selain itu, perbuatan korupsi
(ghulul) ini termasuk dalam kategori
memakan harta manusia dengan
cara batil yang diharamkan Allah
Subhanahu wa Taala, sebagaimana
dalam firmanNya :
Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang
batil, dan janganlah kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan
sebagian dari harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui [al
Baqarah/2:188]

Juga firmanNya :
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang
batil [an Nisaa`/4 : 29].
Adapun larangan berbuat ghulul
(korupsi) yang datang dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam, maka
hadits-hadits yang menunjukkan
larangan ini sangat banyak, di
antaranya hadits dari Adiy bin

Amirah Radhiyallahu anhu dan hadits


Buraidah Radhiyallahu anhu di atas.

PINTU-PINTU KORUPSI

Peluang melakukan korupsi ada di


setiap tempat, pekerjaan ataupun
tugas. Dengan mengetahui pintupintu ini, semoga kita selalu waspada
dan tidak tergoda, sehingga nantinya
mampu menjaga amanah.
Berikut adalah di antara pintu-pintu
korupsi.
1. Saat pengumpulan harta rampasan
perang, sebelum harta tersebut
dibagikan.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
menceritakan :
Ada seorang nabi berperang, lalu
ia berkata kepada kaumnya : Tidak
boleh
mengikutiku
(berperang)
seorang yang telah menikahi wanita,
sementara ia ingin menggaulinya,
dan ia belum melakukannya; tidak
pula seseorang yang yang telah
membangun rumah, sementara ia
belum memasang atapnya; tidak
pula seseorang yang telah membeli
kambing atau unta betina yang sedang
bunting, sementara ia menunggu
(mengharapkan) peranakannya.

Lalu nabi itu pun berperang
dan ketika sudah dekat negeri (yang
akan diperangi) tiba atau hampir
tiba shalat Ashar, ia berkata kepada
matahari : Sesungguhnya kamu
diperintah, dan aku pun diperintah.
Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk
kami, maka tertahanlah matahari
itu hingga Allah membukakan
kemenangan
baginya.
Lalu
ia
mengumpulkan
harta
rampasan
perang. Kemudian datang api untuk
melahapnya, tetapi api tersebut
tidak dapat melahapnya. Dia (nabi
itu) pun berseru (kepada kaumnya):
Sesungguhnya di antara kalian ada
(yang berbuat) ghulul (mengambil
harta rampasan perang secara diamdiam). Maka, hendaklah ada satu
orang dari setiap kabilah bersumpah
(berbaiat) kepadaku, kemudian
ada tangan seseorang menempel ke
tangannya (berbaiat kepada nabi itu),
lalu ia (nabi itu) berkata,Di antara
kalian ada (yang berbuat) ghulul, maka
hendaknya kabilahmu bersumpah
(berbaiat) kepadaku, kemudian
ada tangan dari dua atau tiga orang
menempel ke tangannya (berbaiat
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

71

kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu)


berkata,Di antara kalian ada (yang
berbuat) ghulul, maka mereka datang
membawa emas sebesar kepala sapi,
kemudian mereka meletakkannya,
lalu datanglah api dan melahapnya.
Kemudian Allah menghalalkan harta
rampasan perang bagi kita (karena)
Allah melihat kelemahan kita.
2. Ketika pengumpulan zakat maal
(harta).
Seseorang
yang
diberi
tugas
mengumpulkan zakat maal oleh
seorang pemimpin negeri, jika tidak
jujur, sangat mungkin ia mengambil
sesuatu dari hasil (zakat maal) yang
telah dikumpulkannya, dan tidak
menyerahkannya kepada pemimpin
yang menugaskannya. Atau dia
mengaku yang dia ambil adalah
sesuatu yang dihadiahkan kepadanya.
Peristiwa semacam ini pernah terjadi
pada masa Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam, dan beliau
memperingatkan dengan keras kepada
petugas yang mendapat amanah
mengumpulkan zakat maal tersebut
dengan mengatakan :
Tidakkah kamu duduk saja di rumah
bapak-ibumu, lalu lihatlah, apakah
kamu akan diberi hadiah (oleh orang
lain) atau tidak?
Kemudian pada malam harinya
selepas shalat Isya Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam berceramah (untuk
memperingatkan perbuatan ghulul
kepada khalayak). Di antara isi
penjelasan beliau Shallallahu alaihi
wa sallam mengatakan :
(Maka) Demi (Allah), yang jiwa
Muhammad berada di tanganNya.
Tidaklah seseorang dari kalian
mengambil (mengkorupsi) sesuatu
daripadanya (harta zakat), melainkan
dia akan datang pada hari Kiamat
membawanya di lehernya. Jika (yang
dia ambil) seekor unta, maka (unta itu)
bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor
sapi, maka (sapi itu pun) bersuara.
Atau jika (yang dia ambil) seekor
kambing, maka (kambing itu pun)
bersuara
3. Hadiah untuk petugas, dengan
tanpa sepengetahuan dan izin
pemimpin atau yang menugaskannya.
Dalam hal ini, Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam pernah bersabda :
Hadiah untuk para petugas adalah
ghulul.

72

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

4. Setiap tugas apapun, terutama


yang berurusan dengan harta, seperti
seorang yang mendapat amanah
memegang perbendaharaan negara,
penjaga baitul maal atau yang lainnya,
terdapat peluang bagi seseorang
yang berniat buruk untuk melakukan
ghulul (korupsi), padahal dia sudah
memperoleh upah yang telah
ditetapkan untuknya. Telah disebutkan
dalam hadits yang telah lalu, yaitu
sabda Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam, yang artinya : Barang
siapa yang kami tugaskan dengan
suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan
imbalan (gaji) untuknya, maka apa
yang dia ambil di luar itu adalah harta
ghulul(korupsi).

BAHAYA PERBUATAN
GHULUL (KORUPSI)

Tidaklah Allah melarang sesuatu,


melainkan di balik itu terkandung
keburukan dan mudharat (bahaya)
bagi pelakunya. Begitu pula dengan
perbuatan korupsi (ghulul), tidak
luput dari keburukan dan mudharat
tersebut. Diantaranya :
1. Pelaku ghulul (korupsi) akan
dibelenggu, atau ia akan membawa
hasil korupsinya pada hari Kiamat,
sebagaimana ditunjukkan dalam ayat
ke-161 surat Ali Imran dan hadits
Adiy bin Amirah Radhiyallahu anhu
di atas. Dalam hadits Abu Humaid as
Saidi Radhiyallahu anhu, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda
:
Demi (Allah), yang jiwaku berada
di tanganNya. Tidaklah seseorang
mengambil sesuatu daripadanya
(harta
zakat),
melainkan
dia
akan datang pada hari Kiamat
membawanya di lehernya. Jjika (yang
dia ambil) seekor unta, maka (unta itu)
bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor
sapi, maka (sapi itu pun) bersuara.
Atau jika (yang dia ambil) seekor
kambing, maka (kambing itu pun)
bersuara
2. Perbuatan korupsi menjadi
penyebab kehinaan dan siksa api
neraka pada hari Kiamat.
Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit
Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda
:
(karena) sesungguhnya ghulul
(korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan

api neraka bagi pelakunya.


3. Orang yang mati dalam keadaan
membawa harta ghulul (korupsi),
ia tidak mendapat jaminan atau
terhalang masuk surga. Hal itu dapat
dipahami dari sabda Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam :
Barang siapa berpisah ruh dari
jasadnya (mati) dalam keadaan
terbebas dari tiga perkara, maka
ia (dijamin) masuk surga. Yaitu
kesombongan, ghulul (korupsi) dan
hutang.
4. Allah tidak menerima shadaqah
seseorang dari harta ghulul (korupsi),
sebagaimana dalam sabda Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam :
Shalat tidak akan diterima tanpa
bersuci, dan shadaqah tidak diterima
dari harta ghulul (korupsi).
5. Harta hasil korupsi adalah haram,
sehingga ia menjadi salah satu
penyebab yang dapat menghalangi
terkabulnya
doa,
sebagaimana
dipahami dari sabda Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam :
Wahai manusia, sesungguhnya
Allah itu baik, tidak menerima kecuali
yang baik. Dan sesungguhnya Allah
memerintahkan orang-orang yang
beriman dengan apa yang Allah
perintahkan kepada para rasul.
Allah berfirman,Wahai para rasul,
makanlah dari yang baik-baik dan
kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya
Aku Maha Mengetahui apa yang kalian
kerjakan. Dia (Allah) juga berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman,
makanlah yang baik-baik dari yang
Kami rizkikan kepada kamu, kemudian
beliau (Rasulullah) Shallallahu alaihi
wa sallam menceritakan seseorang
yang lama bersafar, berpakaian kusut
dan berdebu. Dia menengadahkan
tangannya ke langit (seraya berdoa):
Ya Rabb, ya Rabb, tetapi
makanannya haram, minumannya
haram, pakaiannya haram dan dirinya
dipenuhi dengan sesuatu yang haram.
Maka, bagaimana doanya akan
dikabulkan?.
Allah menyelamatkan kita dari
segala keburukan yang lahir maupun
tersembunyi. Dan semoga uraian
singkat ini bermanfaat.

FIQH
GRATIFIKASI
Oleh: Ali Yuddin

ratifikasi menjadi unsur


penting dalam sistem dan
mekanisme pertukaran
hadiah. Oleh karenanya, kondisi ini
memunculkan banyak pertanyaan
pada penyelenggara negara,
pegawai negeri dan masyarakat. Apa
yang dimaksud dengan gratifikasi
? Apakah gratifikasi sama dengan
pemberian hadiah yang umum
dilakukan dalam masyarakat
ataukah setiap gratifikasi yang
diterima oleh penyelenggara negara
atau pegawai negeri merupakan
perbuatan yang berlawanan dengan
hukum ? lalu bagaimana saja
bentuk gratifikasi yang dilarang
maupun yang diperbolehkan ? Hal
tersebut dapat dipahami karena ada
kerancuan makna dalam memahami
rumusan pasal gratifikasi dan suap,
bahkan dikatakan oleh sebagian
pakar, gratifikasi sama dengan
suap pasif, sebagaimana dijelaskan
dalam rumusan UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang perubahan
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Anjuran saling memberi
hadiah di dalam Islam bertujuan
mempererat hubungan kasih
sayang dan mengikis segala bentuk
jurang pemisah antara pemberi
dan penerima hadiah. Namun
penting untuk dipahami bahwa ada
batas-batas anjuran dan larangan
dari dua sisi, yaitu undang-undang
berkenaan dengan gratifikasi itu

sendiri dan juga batas-batas yang


digariskan oleh syariat Islam.
Pada zaman dahulu, praktik
gratifikasi (suap) juga pernah
dilakukan oleh Ratu Balqis (ratu
negeri Saba) kepada Nabi Sulaiman,
hal ini dapat ditemui dalam alQuran surat An-Naml ayat 35 yang
berbunyi : dan sesungguhnya aku
akan mengirim utusan kepada
mereka dengan (membawa) hadiah,
dan (aku akan) menunggu apa
yang akan dibawa kembali oleh
utusan-utusan itu. Ayat di atas
sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu
Katsir dan dikutip oleh Abu Abdul
Halim, menampilkan salah satu
upaya negosiasi yang dilakukan oleh
Ratu Saba kepada Nabi Sulaiman.
Hadiah itu digambarkan berupa
bejana-bejana indah dari emas.
Ini merupakan salah satu potret
nyata dari kasus gratifikasi yang
terindikasi kuat dalam kategori
suap yang pernah ditempuh oleh
Ratu Saba (yang diwakili oleh
aparatnya) kepada Nabi Sulaiman
dengan asumsi, Nabi Sulaiman
bisa dipengaruhi dan dibeli serta
membiarkan Ratu Saba dalam
kemusyrikan dan kesesatan hidup,
namun Nabi Sulaiman menolaknya
dengan tegas.
Faktor kultural dalam
masyarakat Indonesia pada
umumnya cenderung kondusif
untuk mendorong terjadinya
korupsi seperti adanya nilai atau

tradisi pemberian hadiah kepada


pejabat pemerintah, disamping itu
juga disebabkan oleh kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap
arti dan juga batasan secara literal
dan juga larangan secara normatif
dari al-Quran dan hadits.

Status Hukum Hadiah


Hadiahmenyitir
pendapat Rawwas Qalahjie dalam
Mujam Lughat al-Fuqaha (1996)
adalah pemberian yang diberikan
secara cuma-cuma tanpa imbalan.
Hukum asal memberikan hadiah
adalah sunah, berdasarkan hadis
Nabi, Sebaik-baik sesuatu adalah
hadiah. Jika ia masuk pintu (rumah
seseorang), maka yang dia masuki
pun pasti tertawa. Nabi bersabda
pula, Saling memberi hadiahlah
kalian, niscaya kalian akan saling
mencintai. (HR Ath-Thabarani dan
Al-Baihaqi).
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia terbitan Balai Pustaka,
disebutkan gratifikasi adalah uang
hadiah kepada pegawai di luar
gaji yang telah ditentukan. Meski
berjudul hadiah, namun hadiah
yang ini bukanlah hadiah yang
dimaksud oleh Rasulullah SAW.
Hadiah yang dianjurkan adalah
hadiah yang diberikan atas dasar
cinta dan penghargaan serta ikhlas
karena Allah semata. Gratifikasi
bukanlah hadiah yang dianjurkan,
apalagi dihalalkan. Bahkan,
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

73

gratifikasi haram hukumnya. Islam


melarang kita menerima hadiah
semacam itu.
Rasulullah SAW menugaskan
seorang lelaki dari suku Asad
yang bernama Ibnu Lutbiah
Amru serta Ibnu Abu Umar untuk
memungut zakat. Ketika telah
tiba kembali, ia berkata: Inilah
pungutan zakat itu aku serahkan
kepadamu, sedangkan ini untukku
yang dihadiahkan kepadaku. Lalu
berdirilah Rasulullah SAW di atas
mimbar kemudian memanjatkan
pujian kepada Allah, selanjutnya
beliau bersabda: Apakah yang
terjadi dengan seorang petugas
yang aku utus kemudian dia
kembali dengan mengatakan: Ini
aku serahkan kepadamu dan ini
dihadiahkan kepadaku. Apakah dia
tidak duduk saja di rumah bapak
atau ibunya sehingga dia bisa
melihat apakah dia akan diberikan
hadiah atau tidak. Demi Tuhan
Yang jiwa Muhammad berada
dalam tangan-Nya. Tidak seorang
pun dari kamu yang mengambil
sebagian dari hadiah itu, kecuali
pada hari kiamat dia akan datang
membawanya dengan seekor unta
yang melenguh dilehernya yang
akan mengangkutnya atau seekor
sapi yang juga melenguh atau
seekor kambing yang mengembek.
Kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya sehingga kami dapat

74

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

melihat warna putih ketiaknya.


Kemudian beliau bersabda: Ya Allah,
bukankah telah aku sampaikan.
Beliau mengulangi dua kali. (Shahih
Muslim No. 3413).
Imam An-Nawawi
berkata, Dalam hadis ini terdapat
penjelasan bahwasanya hadiah
untuk para pekerja adalah haram
hukumnya dan termasuk tindakan
korupsi (ghulul). Sebab, ia telah
mengkhianati wewenang dan
amanatnya. Selanjutnya, Imam
An-Nawawi juga menjelaskan
sebab diharamkannya hadiah
semacam ini adalah karena itu
berkaitan dengan pekerjaannya.
Adapun hadiah yang tidak ada
kaitannya dengan pekerjaan
seseorang, maka yang seperti ini
adalah mustahabbah (disukai). AlHafizh Ibnu Hajar Al Asqlani juga
mengisahkan dalam Fathul Bari-nya,
bahwa Khalifah Umar bin Abdil
Aziz pernah mengembalikan buah
apel yang diberikan kepadanya,
padahal waktu itu beliau sedang
menginginkannya. Ketika dikatakan
kepada beliau bahwa Nabi SAW,
Abu Bakar, dan Umar tidak menolak
hadiah, beliau berkata, Hadiah
pada zaman mereka adalah hadiah.
Adapun hadiah pada hari ini adalah
suap.
Namun, kesunahan
menerima hadiah tersebut, menurut
Syamsuddin al-Sarakhsi dalam

kitabnya, Al-Mabsuth (1993),


berlaku jika terkait dengan hak
yang tak ada kaitannya dengan
salah satu pekerjaan untuk
mengurus masyarakat. Jika orang
itu diangkat untuk menjalankan
urusan negara, seperti para hakim
dan kepala daerah, dia harus
menolak hadiah, khususnya dari
orang yang sebelumnya tak pernah
memberikan hadiah kepadanya.
Sebab, cara itu bisa memengaruhi
keputusan. Dalam kasus ini, status
hukum hadiah itu adalah bentuk
suap (risywah) dan harta haram
(suht).
Pasalnya, hadiah yang
diberikan kepada pejabat publik itu
merupakan harta yang diberikan
pihak yang berkepentingan
(shahib al-mashlahah), bukan
sebagai imbalan karena urusannya
terselesaikan, tetapi karena pejabat
publik itulah orang yang secara
langsung menyelesaikan urusannya,
atau dengan bantuannya urusan
tersebut terselesaikan. Apakah
hadiah diberikan karena keinginan
untuk menyelesaikan urusan
tertentu, setelah urusan selesai, atau
pada saatnya ketika dibutuhkan,
pada konteks ini hadiah kepada
pejabat publik tersebut statusnya
sama dengan suap (risywah).
Dengan kata lain, jika hadiah datang
karena jabatan, hukumnya haram.
Namun, jika hadiah datang bukan
karena jabatan, hukumnya halal.
Inilah yang dinyatakan baik oleh alSarakhsi maupun mayoritas ulama.
Lalu, bagaimana dengan gratifikasi
yang diperoleh pejabat publik
yang merupakan hadiah dan suap?
Sebagaimana definisi yang ada,
gratifikasi adalah pemberian dalam
arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, komisi pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma,
atau fasilitas lain. Gratifikasi
dimaksud bisa saja diterima di
dalam negeri ataupun di luar negeri,
dilakukan dengan menggunakan
sarana elektronik atau tanpa sarana

elektronik.
Contoh kasus yang bisa
digolongkan gratifikasi adalah
pembiayaan kunjungan kerja
lembaga legislatif oleh eksekutif
karena ini dapat memengaruhi
legislasi dan implementasinya,
penyediaan biaya tambahan (fee)
dari nilai proyek, hadiah pernikahan
untuk keluarga pejabat dari
pengusaha, dan pengurusan KTP/
SIM/paspor yang dipercepat dengan
uang tambahan.
Memang, status gratifikasi
perlu dibedakan. Jika gratifikasi
diberikan oleh pemberinya
karena terkait dengan jabatan
penerimanya, baik untuk
menyelesaikan urusan pada saat
itu maupun pada masa yang akan
datang, status gratifikasi itu haram.
Statusnya sama dengan suap.
Namun, jika gratifikasi diberikan
oleh pemberinya sama sekali tidak
terkait dengan jabatan penerimanya
tetapi karena hubungan
kekerabatan atau pertemanan
yang lazim saling memberi hadiah,
gratifikasi seperti ini hukumnya
halal.
Dalam fikih ada penegasan,
apabila status gratifikasi haram,
dilaporkan atau tidak kepada
negara, statusnya tetap haram.
Ketentuan fikih ini agaknya berbeda
dengan yang dinyatakan dalam
UU No 20 Tahun 2001. Menurut
UU ini, setiap gratifikasi yang
diperoleh pegawai negeri atau
penyelenggara negara adalah suap,
tetapi ketentuan yang sama tak
berlaku jika penerima melaporkan
gratifikasi itu ke KPK paling lambat
30 hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi diterima. Ketentuan
UU ini tampaknya kalah tegas
dibanding pemikiran fikih sehingga
dikhawatirkan justru terkesan
melegalkan praktik suap dan hadiah
yang diharamkan.
Dalam fikih terdapat
metode yang dinamakan sadd
al-dzariah, yaitu upaya preventif
agar tak terjadi sesuatu yang
menimbulkan dampak negatif.

Hukum Islam tidak hanya mengatur


perilaku manusia yang sudah
dilakukan, tetapi juga yang belum
dilakukan. Hal ini selajur dengan
salah satu tujuan hukum Islam,
yakni mewujudkan kemaslahatan
dan menghindari kerusakan
(mafsadah). Penekanannya pada
akibat dari perbuatan tanpa harus
melihat motif dan niat si pelaku. Jika
akibat atau dampak yang terjadi
dari suatu perbuatan adalah sesuatu
yang dilarang atau mafsadah,
perbuatan itu jelas harus dicegah.
Artinya, jika suatu perbuatan yang
belum dilakukan diduga keras
akan menimbulkan kerusakan
(mafsadah), dilaranglah hal-hal yang
mengarahkan pada perbuatan itu.
Barangkali akan muncul
pertanyaan Fiqh, apakah dengan
demikian seseorang yang tengah
memangku jabatan tidak boleh
menerima hadiah apa pun dengan
dalih apapun? Para ulama punya
jawaban: Seseorang yang tengah
memangku jabatan publik bolehboleh saja menerima hadiah, dengan
catatan hadiah diberikan oleh
orang yang pernah memberikan hal
yang sama sebelum menjabat dan
hadiah diberikan dalam jumlah atau
harga yang tidak melebihi jumlah
atau harga dari hadiah-hadiah
yang pernah diberikan sebelum
menjabat. Walhasil, hadiah tidak
diberikan kepada si pejabat sebagai
pejabat, melainkan semata sebagai
individu. Oleh sebab itu, di negaranegara lain yang sudah lebih tertata,
ada undang-undang tersendiri yang
mengatur perihal hadiah untuk
para pejabat ini. Antara lain di sana
ditetapkan jumlah (nilai) hadiah
yang boleh diterima oleh seseorang
pejabat. Jika hadiah itu mengandung
nilai jual yang melebihi ketetapan
undang-undang, maka hadiah
tersebut harus diserahkan kepada
negara sebagai kekayaan publik.
Mohon maaf penulis tidak
sependapat dengan aturan tindak
gratifikasi yang diatur dalam UU
Nomor 31 Tahun 1999 dan UU
Nomor 20Tahun 2001, setiap

gratifikasi yang diperoleh pegawai


negeri atau penyelenggara negara
dianggap suap, namun ketentuan
yang sama tidak berlaku apabila
penerima melaporkan gratifikasi
yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), dan
wajib dilaporkan paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal gratifikasi tersebut
diterima).
Hal ini dikarenakan dahulu
Ibnu Lutbiah Amru serta Ibnu Abu
Umar pun telah melaporkan kepada
Nabi tentang hadiah yang ia terima
dari penduduk yang menyerahkan
zakatnya dan saat itu oleh Nabi
menanggapi seraya bersabda
(Kenapa kamu tidak duduk saja di
rumah orang tuamu, lalu kamu lihat
apakah ada orang yang memberikan
hadiah kepadamu atau tidak? Demi
Tuhan Yang jiwa Muhammad berada
dalam tangan-Nya! Tidak seorang
pun dari kamu yang mengambil
sebagian dari hadiah itu, kecuali
pada hari kiamat dia akan datang
membawanya dengan seekor unta
yang melenguh di lehernya yang
akan mengangkutnya atau seekor
sapi yang juga melenguh atau
seekor kambing yang mengembek.
Kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya sehingga kami dapat
melihat warna putih ketiaknya.
Kemudian beliau bersabda: Ya Allah,
bukankah telah aku sampaikan.
Beliau mengulangi dua kali)
(Shahih Muslim No. 3413).
Kita sebagai umat Islam tentunya
harus lebih peka terhadap apa
yang boleh dan apa yang tidak
boleh, terutama dalam hal-hal
yang menyangkut kepentingan
publik, menyangkut jabatan publik.
Mengingat bahwa dalam Islam
jabatan dan kepentingan publik
bukan hanya bermakna kepentingan
rakyat, melainkan sekaligus adalah
amanat Allah untuk rakyat. Berbeda
dengan rakyat yang pengawasannya
terbatas, pengawasan Allah kepada
kita tidaklah terbatas, baik ketika
kita sendirian maupun dalam
keramaian.
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

75

Sekitar Kita

Kantor Sehat Tanpa

ASAP ROKOK
Oleh: Miftahul Huda

Merokok Membunuhmu
begitu bunyi tagline baru iklan rokok
yang beredar pada akhir tahun 2013
pada ruang-ruang publik seperti
televisi, reklame, radio dan lainnya.
Peringatan bahaya rokok ini dari sisi
materinya terlihat lebih tegas dan jelas
dibandingkan dengan sebelumnya.
Walaupun pada satu sisi tampilan iklan
ini justru kontradiksi dengan gambar
iklan orang merokok ditampilkan terlihat gagah dan mantab mengeluarkan
asap hisapan rokoknya. Dan iklan peringatan bahaya merokok tersebut masih saja terlihat kecil kalah jauh dengan
iklan rokoknya. Dengan kondisi demikian, apakah iklan ini akan mengurangi
jumlah perokok di Indonesia? Tentu
hal ini tidak akan menjadi bahasan
kita saat ini. Biar nanti Kementerian/
Lembaga terkait itu akan mengkaji
masalah kesehatan juga masalah efek
ekonominya.

Pada saat ini memang belum
ada data yang pasti berapa jumlah
perokok aktif di Indonesia. Karena jumlah perokok selalu bertambah setiap
hari tanpa ada yang mengontrol. Mulai
dari orang dewasa dan remaja bahkan
usia anak-anak sudah tidak malu-malu
dan canggung lagi mulai mengisapnya.
Hal yang sangat memprihatinkan.
Dan tentunya kita pasti tidak susah
untuk mencari orang-orang yang

76

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Sekitar Kita
sedang merokok di sekitar kita, tiap
jam, menit bahkan detik kita saksikan
kepulan asap rokok ada di sekitar kita.
Kemudian memprihatinkan lagi adalah
justru tempat-tempat umum seperti;
perkantoran, sekolah, tempat ibadah,
rumah sakit, angkutan umum dan lain
sebagainya menjadi berkumpulnya
semua merk asap rokok. Karena seakan
tidak ada halangan bagi para penikmat
tembakau tersebut untuk mengepulkan asap rokoknya. Mereka tanpa
merasa bersalah serta memikirkan
efek samping asapnya kepada orang
sekelilingnya.

Kita sebenarnya tidak mela
rang orang untuk merokok. Toh, merokok dan tidak merokok merupakan pilihan masing-masing orang. Mau sehat
atau sakit adalah kemauannya dan hak
pribadi pada individunya. Tetapi yang
perlu dipikirkan adalah bagaimana
hak-hak orang yang tidak merokok.
Dan bagaimana orang yang merokok
itu tidak pada sembarang tempat yang
justru mengganggu hak orang lain
tersebut. Memang kita harus menghormati pilihan orang yang merokok
tetapi orang yang merokok juga seharusnya menghormati orang yang tidak
merokok yang terganggu dengan asap
rokok.

Sudah banyak peraturanperaturan daerah yang diterbitkan
mengenai pengendalian asap rokok.
Sebagai contoh Provinsi DKI Jakarta
misalnya sudah menerbitkan Peraturan
Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2005
tentang Pengendalian Pencemaran
Udara. Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2010
tentang Perubahan Atas Peraturan
Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Dilarang Merokok, juga
telah diterbitkan Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 50 Tahun
2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Kawasan dilarang
Merokok.

Sekarang ini sudah banyak
daerah-daerah lain yang telah membuat peraturan-peraturan terkait
dengan pengendalian asap rokok.
Diantaranya Provinsi DI Yogyakarta
dengan Peraturan Gubernur DI Yogyakarta Nomor 42 tentang Kawasan
Dilarang Merokok (KDM), lalu Kota Bo-

SIDAK ROKOK :
Sekitar 15 orang dari tim
gabungan sidak rokok
berkeliling lingkungan
Pemerintah Kota (
Pemkot ) Jakut untuk
menyidak para perokok
di dalam kawasan
pemprov DKI. Tim sidak
ini memulai sidaknya
sekitar pukul 13.50 WIB.
Mereka memulai sidak di
lantai 13 kantor walikota
menuju ke semua ruang

gor dengan Peraturan Walikota Nomor


17 Tahun 2010 tentang Kota Tanpa
Rokok (KTR), Kota Pontianak dengan
Peraturan Wali Kota Nomor 39 Tahun
2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok,
dan Kabupaten Gianyar, Bali, lewat Surat Edaran Nomor 658.2/2036.a/Diskes
tanggal 6 Oktober 2010.
Munculnya kebijakan pengendalian asap rokok tersebut pada
masing-masing daerah merupakan
langkah positif yang patut di apresiasi.
Dan yang terpenting dari diterbitkannya peraturan tersebut adalah implementasi dari peraturan itu sendiri.
Seringkali yang terjadi di Indonesia
adalah latah dan musiman, ketika khalayak dan masyarakat umum sedang
menyorot dan memperbincangkan
persoalan tersebut maka berbondongbondonglah aturan ramai diterbitkan.
Tetapi pada sisi lain dalam implementasi dan penegakkan hukum kondisinya
masih jauh panggang dari api.
Dalam Perda Nomor 2 Tahun
2005 tersebut disebutkan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat
kerja, dan tempat yang secara spesifik
sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan
sebagai kawasan dilarang merokok.
Dan bagi Pimpinan atau penanggungjawab tempat umum dan tempat kerja
harus menyediakan tempat khusus
untuk merokok serta menyediakan alat
penghisap udara sehingga tidak mengganggu kesehatan bagi yang tidak
merokok.
Dalam konteks implementasi
kebijakan kawasan dilarang merokok
sebenarnya untuk semua kalangan

baik itu pihak swasta maupun instansi


pemerintah. Pada kantor-kantor milik
swasta maupun instansi pemerintah
seharusnya mematuhi aturan yang
ada tanpa pengecualian. Tetapi ironisnya, belum lama ini Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan survei tingkat kepatuhan kantor
pemerintah DKI Jakarta dan Pusat
terkait implementasi Kawasan Dilarang Merokok (KDM) pada bulan April
2014, hasilnya cukup memprihatinkan.
Bahwa pelaku pelanggaran merokok
di kantor pemerintah adalah 42 persen
PNS dan 58 persen non PNS.
Pada hasil survei disebutkan
sebenarnya hampir seluruh kantor
pemerintahan atau sekitar 86 persen
sebetulnya memiliki petugas pengawas. Namun mereka belum secara
khusus ditugaskan sebagai petugas
pengawasan KDM. Dan sebenarnya 95
persen masyarakat juga mengetahui
bahwa kantor pemerintah merupakan
KDM. Dan sekitar 86 persen kantor
pemerintah bahkan telah memiliki
penanda sebagai area KDM. Kendati
demikian, 12 persennya masih tercium
bau asap rokok di lobby kantor peme
rintah. Bahkan 7 persen kantor juga
masih menyediakan asbak. Ini sejalan
dengan ditemukannya puntung rokok
8 persen di kantor pemerintah.
Menurut Ketua YLKI kondisi
masih banyaknya pelaku pelanggaran
merokok di area kawasan dilarang
merokok disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat termasuk PNS
tentang KDM di kantor pemerintah.
Hal ini juga disebabkan masih minimnya aparat pengawasan khusus serta
sanksi yang tidak maksimal bagi para
pelanggar. Sehingga pada kondisi ini,
NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

77

Sekitar Kita

Saatnya berhenti Merokok

Disadur dari infografis Lindungi Anak dari Rokok Majalah Tempo. Edisi 8 Juni 2008

orang masih tergantung pada pengawasan dari luar dan belum ada ke
sadaran dalam dirinya untuk mematuhi
aturan yang telah ditetapkan.
Harus dimulai dari diri sendiri,
begitulah semboyan untuk memulai
sebuah perubahan. Pemerintah se
bagai pembuat peraturan seharusnya
memberikan contoh kepada masyarakat dalam mematuhi peraturan. Ja
ngan sampai ada kesan membuat peraturan itu mudah tetapi susah dalam
mengimplementasikannya. Dan jangan
sampai ada stigma yang membuat
aturan justru yang melanggar duluan.
Hal yang seharusnya dihindari oleh
pengambil kebijakan dan aparaturnya.
Melihat hasil survei YLKI tersebut
kondisi ini harus disikapi oleh pimpinan
dengan menegakkan larangan merokok pada KDM.
Paling tidak ada dua hal yang
dapat diambil kebijakan oleh pimpinan
atau penanggungjawab perkantoran
terkait dengan implementasi aturan
KDM. Pertama, Buatlah peraturan
terkait dengan KDM dan tegakkan
aturan tersebut. Bagi yang melanggar
memberikan teguran bahkan sanksi
yang tegas tanpa pandang bulu. Jika
pimpinan tegas menegakkan aturan
maka bawahan pun akan takut untuk
melanggar. Kedua, membuat kebijakan

78

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

terkait dengan penataan ruangan. Yaitu menyiapkan ruangan khusus smoking area yang terpisah dengan gedung
dan tidak berdekatan dengan pintu keluar masuk gedung. Hal ini tentu akan
memberikan kenyamanan bagi yang
tidak merokok sehingga terbebas dari
polusi asap.
Terkait dengan implementasi
peraturan KDM ini seperti yang dilansir
oleh TCSC Indonesia, bahwa keberhasilan pelaksanaan kebijakan KDM adalah
adanya ketegasan dari pimpinan.
Sebagai contoh di Kantor Suku Dinas
Sosial Jakarta Barat, yang berani secara tegas dan konsisten menjatuhkan
sanksi denda kepada staf dan tamu
yang merokok di ruang kerja. Sudah
ada beberapa staf dan belasan tamu
yang terpaksa membayar denda karena tertangkap merokok di ruang kerja.
Hasilnya adalah tidak ada yang cobacoba lagi melanggar KDM, dan suasana
kantor bersih serta udaranya sehat
tanpa polusi asap rokok. Memang
butuh perjuangan dan pengorbanan
untuk menegakkan sebuah aturan, di
samping sosialisasi yang berkelanjutan.
Siapa yang tidak menginginkan kantor yang bersih dan sehat?
Tentu semua orang menginginkannya.
Tetapi ketika kondisi lingkungan yang
sudah tidak ramah lagi, polusi udara

akibat asap motor, mobil, pabrik dan


lainnya ada di mana-mana maka jangan
sampai lingkungan terdekat kita, yaitu
kantor yang menjadi rumah ke dua
seharusnya aman, nyaman, dan sehat
menjadi kotor, menjadi tidak nyaman,
dan terpolusi. Apalagi ruangan kantor
saat ini rata-rata berpendingin (AC),
tentu tidak dianjurkan untuk merokok
karena udaranya bakal tidak sehat.
Peraturan terkait dengan KDM sudah
dibuat, sosialisasi sudah dilakukan,
fasilitas smoking area sudah diberikan
tetapi apabila masih saja melanggar
KDM tentu bukan salah peraturannya.
Memang harus dikembalikan kepada
pribadi masing-masing, mungkin ada
yang salah mulai cara berpikir, bertindak dan berperilaku perlu kita benahi
bersama. Sebenarnya kantor yang sehat dan bersih adalah harapan semua
orang baik baik bagi perokok maupun
yang tidak merokok. Dengan kondisi
kerusakan dan pencemaran lingkungan
udara yang semakin parah, mari kita
selamatkan lingkungan yang terdekat
dengan kita sehari-hari yaitu kantor.
Sudah saatnya kita menuntut hak
untuk hidup sehat, ayo tegur orangorang di sekeliling kita untuk mematikan rokoknya. Akhirnya, kita berharap
semoga kantor sehat tanpa asap rokok
dapat terwujud.

Hikmah

Mencetak Generasi

Antikorupsi
Oleh: Safaat Setiawan

barat membentuk sebuah pohon hias maka


waktu yang tepat untuk membentuknya agar
menjadi indah seperti yang diinginkan adalah
ketika pohon tersebut masih muda atau bahkan
baru tumbuh. Begitu pula dalam membentuk suatu
generasi maka waktu yang paling tepat adalah
semenjak dini. Yang menjadi pertanyaan memang
kemudian kapankah momen dini tersebut. Pendapat pertama mengatakan bahwa menanamkan nilainilai moral dalam artian memulai pendidikan adalah
ketika masih anak-anak. Pendapat kedua mengatakan bahwa sebelum lahir atau ketika bayi di dalam
kandungan adalah waktu yang tepat untuk memulai
pendidikan. Tidak heran maka banyak orang yang
mulai membacakan atau memperdengarkan bacaan

al-Quran, mengajak berbicara dan lain sebagainya pada bayi


yang masih dalam kandungan. Sedangkan pendapat ketiga
mengatakan bahwa menanamkan nilai-nilai moral dan mendidik dimulai bahkan sebelum bayi ada di dalam kandungan,
yaitu dimulai dari ketika seorang pria menentukan calon istri
yang baik sebagai ibu yang baik bagi
anak-anaknya kelak. Dalam tulisan
ini pendapat ketiga inilah yang
akan menjadi bahasan.
Dalam filosofi Jawa
terdapat anjuran bahwa seseorang yang akan memilih
pasangan harus mempertimbangkan bibit, bebet dan
bobot. Bibit artinya harus

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

79

Hikmah

Ilmu (yang
didapat) pada
masa kecil (akan
membekas)
bagaikan ukiran
pada batu.
(HR. Al-Baihaqi
dan Thabrani).

80

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

melihat bagaimana nasab keluarga si


calon tersebut apakah ia dari keluarga
baik-baik dan dengan nasab yang
jelas. Apakah keluarganya ada yang
jadi penjahat, perampok, residivis,
dan sebagainya semua tentu menjadi
pertimbangan. Sedangkan Bebet
adalah kemampuan seseorang untuk
menghidupi keluarga, dalam konteks
ini lebih ke ekonomi. Tentunya bagi
seorang perempuan aspek ini sangat
penting dalam menentukan calon
suami, apakah ia adalah seorang yang
telah mandiri secara ekonomi atau
masih meminta kepada orangtuanya.
Sedangkan Bobot adalah kualitas diri
seseorang secara luas, meliputi aspek
pendidikan, akhlak dan agamanya.
Inilah faktor terpenting yang kadang
saat ini direduksi hanya dengan melihat gelar yang mentereng di belakang
namanya, tanpa melihat kualitas
akhlak dan agamanya. Ketiga hal Bibit,
Bebet dan Bobot di atas harus dijadikan pertimbangan jauh sebelum sang
bayi lahir atau ada di dalam kandu
ngan. Artinya disini sudah mulai terjadi
proses Pendidikan yaitu ketika sang
calon ayah memilihkan ibu yang tepat
bagi calon anak-anaknya, atau sang
calon ibu yang memilihkan ayah yang
tepat bagi calon anak-anknya kelak. Ibu
dan ayah yang tepat diharapkan dapat
menjadi madrasah (pencetak moral)
yang baik bagi generasi selanjutnya.
Dalam sejarah Islam kita ke-

nal seorang tokoh yang sangat bersih


dari aroma korupsi, jujur, dan amanah.
Sehingga masa pemerintahannya
yang hanya berjalan 2 tahun 5 bulan
mampu mengantarkan umat Islam
pada masa keemasan di zaman daulah
Umayyah. Bahkan ada yang berpendapat bahwa keadaan yang diramalkan
Nabi dalam sabdanya: Tidak akan terjadi kiamat sampai ada seorang wanita
yang berjalan dari Hijjaz menuju Iraq
dalam keadaan aman,tak takut mepada sesuatu apa pun.. hadis riwayat
Ahmad. Keadaan adalah terjadi di
masa beliau. Beliaulah Umar bin Abdul
Aziz seorang khalifah yang mampu
membuat keadaan negeri Islam saat
itu dipenuhi kemakmuran dan keadilan. Begitu makmurnya sehingga tidak
ada lagi mustahik zakat, bahkan perbendaharaan zakat menumpuk hingga
diiklankan bagi siapa yang mau menggunakannya. Beliaulah yang memulai
karir jabatan khalifah (presiden) dengan menyerahkan seluruh emas yang
dimiliki keluarganya kepada baitul mal
dan ini kemudian diikuti oleh seluruh
jajarannya. Beliaulah yang tergores
dalam tinta emas sejarah sebagai khalifah yang ketika selesai dinobatkan justru memberikan kembali hak pemilihan
khalifah kepada seluruh rakyat, sebab
beliau dipilih secara turun- temurun,
dan beliau persilahkan rakyat untuk
memilih kembali pemimpin mereka.
Dan Beliau pulalah satu-satunya

Hikmah
Puluhan anak-anak SD di Solo menggelar aksi
memperingati hari anti korupsi Sedunia, 9 Desember .
Sekitar 50 anak-anak berseragam olahraga dari berbagai
SD di Solo meneriakkan yel-yel anti korupsi di ajang Car
Free Day atau hari Bebas Kendaraan di sepanjang Jalan
Slamet Riyadi Solo, Minggu pagi . Anak- anak Solo ini
pun membawa berbagai poster dan mendeklarasikan diri
sebagai generasi anti korupsi.

Tujuan pendidikan
itu untuk
mempertajam
kecerdasan,
memperkukuh
kemauan serta
memperhalus
perasaan
Tan Malaka
khalifah dari bani Umayyah yang oleh
sebagian sejarawan dimasukkan dalam
kategori Khulafaur rasyidin.
Salah satu fragmen kehidupan Beliau adalah ketika sang Khalifah
sedang menjalankan tugasnya di meja
kerjanya hingga malam hari, maka saat
itulah pintu ruang kerjanya terketuk
dari luar, Assalamuaikum begitu suara
sang pengetuk pintu terdengar yang
segera dikenalnya sebagai suara anak
beliau sendiri. Waalaikum salam, masuklah wahai anakku begitu jawab sang
khalifah, begitu anaknya masuk maka
sang khalifah bertanya. Wahai anakku
apakah yang akan engkau bicarakan
ini urusan negara ataukah urusan keluarga? wahai ayah ini adalah urusan
keluarga jawab si anak, dan setelah
itu sang khlalifah segera mematikan
lampu minyak yang dari tadi menyinari
ruangan tersebut. Sang anakpun terheran Karena ruangan menjadi gelap,
dan kemudian ia bertanya, wahai ayah
kenapakah engkau matikan lampu
ruangan ini?, sang khalifah menjawab
Ketahuilah nak bahwa minyak dari
lampu ini dibeli dengan uang negara
dan diperuntukkan untuk kepenti
ngan negara, maka ketika engkau akan
membicarakan kepentingan keluarga
maka aku matikan lampu ini. Menjadi
menarik jika kemudian kita bertanya
bagaimana bisa tercipta manusia yang
berkepribadian penuh dengan integritas tersebut? Apakah untuk mencetak

manusia kelas wahid seperti ini dapat


dilakukan dengan instan?.
Ternyata proses pembentukan pribadi beliau dimulai jauh bahkan
sebelum beliau lahir. Umar bin Abdul
Aziz adalah cicit dari Khalifah Umar
bin Khattab yang terkenal dengan
keadilan dan ketegasannya. Semuanya
dimulai saat suatu malam disaat orang
yang lain terlelap tidur Umar bin Khattab blusukan sebagaimana kebiasaan
beliau untuk melihat secara langsung
realitas kehidupan rakyatnya. Beliau
khawatir jika masih ada rakyatnya
yang kelaparan, musafir yang tidak
menemukan tempat menginap, orang
yang tidak dapat tidur karena banyak
nya masalah dan sebagainya. Karena
kelelahan Sang Khalifah beristirahat
sejenak sekedar melepaskan lelah sembari menunggu subuh yang sebenntar
lagi tiba. Tanpa disengaja terdengar
percakapan antara seorang anak gadis
dengan ibunya dari sebuah rumah
di dekat tempatnya beristirahat.
Campurkan saja susu itu dengan air!
perintah sang ibu yang juga ternyata
penjual susu pada anaknya. Wahai ibu
sesungguhnya Amirul mukminin Umar
bin Khattab telah melarang untuk
mencampur susu dengan air jawab si
anak gadis. sudahlah campurkan saja,
toh Umar bin Khattab juga tidak melihatnya sergah sang ibu yang tetap
pada pendiriannya. Ibu, memang
Umar bin Khattab tidak melihat kita

tetapi Tuhan Umar selalu melihat kita,


dan Tuhan melarang kita melakukan ini
bu, sungguh demi Allah saya tidak akan
melakukan ini wahai ibu. Mendengar
percakapan ini Umar terkagum-kagum
pada jawaban si gadis, yang jelas
menunjukkan kualitas seseorang yang
mempunyai tingkat keimanan dan ke
taqwaan yang tinggi pada Allah SWT.
Selesai mendengar hal itu Umar segera
menunaikan sholat subuh berjamaah,
kemudian pulang ke rumah sementara kata-kata jujur si gadis tadi terus
terngiang di telinganya. Umar lantas
memanggil Ashim anaknya yang telah
cukup umur untuk menikah, dan kemudian menceritakan apa yang ia dengar
dari pembicaraan sang ibu dan gadis
penjual susu. Umarpun berkata, Wahai anakku, pergilah kesana, dan nikahilah dia, saya melihatnya anak itu akan
memberikan keberkahan, Insyaallah.
Semoga ia dapat melahirkan anak yang
dapat memimpin Arab. Begitulah
akhirnya si gadis penjual susu yang
kemudia diketahui bernama Ummu
Ammarah binti Sufyan bin Abdullah
bin Rabiah Ast-Tsaqafi ini menjadi menantu Umar bin Khatab. Dan dari pernikahannya dengan Ashim lahirlah dua
orang putri yaitu Laila dan Hafshah.
Laila inilah yang kemudian dikenal
dengan nama Ummu Ashim yang juga
seoran tabiin yang rendah hati dan
sama sekali tidak suka menyombongkan diri dengan kemuliaan nasabnya.
Ummu Ashim kemudian diperistri oleh
Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz
bin Marwan merupakan merupakan
pemimpin dari keluarga Marwan yang
mewarisi kekuasan dinasti Umayyah,
yang di dalam memilih pasangan hidup
ia mengutamakan keshalihan, tidak
seperti kebiasaan keluarga raja saat itu
yang mengutamakan kedudukan dan
harta. Dari pasangan yang bernasab
pada orang-orang sholih inilah lahir
seorang putra yang bernama Umar bin
Abdul Aziz.
Mencermati kisah keluarga
Umar di atas menguatkan teori bahwa
mendidik (baca mencetak) generasi
anti korupsi bukanlah suatu proses
instan yang dapat dilakukan dalam
waktu singkat dan cepat. Pertimbangan bibit, bebet dan bobot dalam kisah
diatas dilaksanakan oleh Abdul Aziz
bin Marwan sebagai ayah dari Umar
bin Abdul Aziz yang telah menerapNOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

81

Hikmah
FOTO: RAKYAT MERDEKA/ Wahyu Dwi Nugroho

kan kriteria utama bagi calon istrinya


dengan menitik beratkan pada bobot
Ummu Ashim yang merupakan golo
ngan tabiin sholihah yang rendah hati.
Juga pada Bibit yang memang bersal
dari nasab unggul yaitu cucu dari Umar
bin Khatab. Namun terlepas dari peran
Abdul Aziz bin Marwan ternyata jika
ditarik jauh ke belakang semua justru
bermula dari usaha keras dari Umar
bin Khatab yang sangat selektif dalam
mencari menantu. Dan yang menjadi
kriteria utama bukanlah kecantikan
dan kekayaan, namun akhlak mulia
yang didasari pada keimanan dan ketaqwaan pada Allah SWT.
Bagaimana dengan konteks
kekinian pada jaman yang serba instan
dan hedonis ini apakah teori semacam
ini masih relevan untuk dipegang
teguh dan relevan untuk diterapkan.
Menurut kami justru inilah yang menjadi salah satu kelebihan generasi terdahulu yang tidak dimiliki oleh gene
rasi sekarang. Ajaran dan filosofi luhur
yang sebenarnya sangat bermanfaat
telah dimentahkan dengan dalih tidak
rasional, tidak sesuai dengan konteks
kekinian dan sebagainya. Tak heran
jika kemudian yang menjadi kriteria
awal pemilihan pasangan hidup bukan

82

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

lagi berdasar nasab, akhlak, keimanan,


pekerti yang baik. Tetapi kini semua
telah diganti dengan kecantikan, harta,
gelar yang tinggi, pangkat, jabatan,
kendaraan, yang semuanya sebenarnya
merupakan warisan materialisme yang
tidak sesuai dengan tujuan filosofi
hidup ketimuran terutama umat Islam. Tidak heran jika kemudian dari
pasangan materialis tersebut lahirlah
generasi-generasi yang berakhlak rendah, berpikiran pendek, dan bermental kerdil. Inilah yang akan merusak
generasi-generasi mendatang, sebab
dari tipikal generasi semacam ini terbentuklah karakter koruptor perusak
bangsa.

Relevansi teori di atas juga
didukung dengan ajaran Rasulullah
SAW. Rasulullah bersabda: Wanita itu
dinikahi karena 4 perkara. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,
dan karena agamanya. Pilihlah wanita
karena agamanya, niscaya engkau akan
bahagia. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari keempat kriteria yang diberikan
Rasulullah menganjurkan untuk mengutamakan agamanya. Dan ditutup
dengan kata yang indah bahwa jika
engkau ingin selamat, ingin bahagia
dunia akhirat, maka pilihlah agamanya.

Seorang peserta SPEAK (Suara Pemuda Anti Korupsi) Festival sedang


mengekspresikan diri pada coretan KILL CORUPTION di Lapangan Blok
S, Jakarta. Festival bertajuk Berani Jujur Berani Hebat ditujukan agar
generasi muda menyebarkan virus anti-korupsi dan mempraktekkan
kejujuran.

Sehingga walaupun anjuran memilih


pasangan dibolehkan karena kecantikannya, hartanya, nasabnya, tetapi
priorotas utama tetaplah agamanya.
Sebab pengamalan agama yang benar
akan terealisasi menjadi pribadi yang
unggul, yang kredibel, amanah, dan
berakhlak mulia. Dan dari pribadi yang
semacam inilah akan terlahir generasigenerasi yang berakhlak mulia yang
terjauh dari sifat-sifat tercela. Bukankah demikian hal yang seharusnya kita
lakukan sebagai salah satu jalan dalam
mengatasi krisis moral di negeri ini.
Yaitu dengan melakukan penenaman
moral semenjak dini, yaitu semenjak
menentukan siapa calon pasangan
anda.

FOTO: Beranijujur.net

Mia Rahmiawati

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

83

84

NOMOR 42 TRIWULAN II TAHUN 2014

Anda mungkin juga menyukai