Anda di halaman 1dari 14

“MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

KASUS KORUPSI DI INDONESIA 2015-2020”

DISUSUN OLEH:

NAMA : Yuliana

NIM : 1861201026

KELAS : 5KUB2

MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUSLIM MAROS

2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
hidayah dan taufiqnya kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “KASUS KORUPSI DITAHUN 2015-2020 ”. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah “Pendidikan Anti Korupsi”, meskipun tidak sesempurna
pengharapan tapi saya dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyususnan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penyususnan makalah
ini. Dalam penyususnan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT, memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, amin yaa robbal’alamin.

Maros, 09 November 2020

Yuliana

DAFTAR ISI

2
Contents
BAB I.......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan Masalah..........................................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................................6
A. Kasus Korupsi Massal Anggota Dprd Kota Malang......................................................................6
B. Kasus Korupsi Di Bakamla...........................................................................................................7
C. 4 Anggota DPR Terjerat Kasus Korupsi Di KPK Selama 2018.......................................................9
D. Kasus Korupsi Jiwasraya............................................................................................................11
BAB III...................................................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................................................13
A. Kesimpulan...............................................................................................................................13
B. Saran.........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................14

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang

Pada saat ini kasus korupsi sudah seperti menjadi tradisi di Indonesia, hal ini dilihat
dari banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh para petinggi negeri ini. Seperti
kasus korupsi yang dilakukan oleh menteri, penegak hukum, anggota legislatif,
kepala daerah maupun para penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh bagi
masyarakat.

Definisi arti kata SUAP (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang
artinya adalah ’begging’ (mengemis) atau ’vagrancy’ (penggelandangan). Dalam
bahasa Latin disebut briba, yang artinya ’a piece of bread given to beggar’ (sepotong
roti yang diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya bribe bermakna
’sedekah’ (alms), ’blackmail’, atau ’extortion’ (pemerasan) dalam kaitannya dengan
’gifts received or given in order to influence corruptly’ (pemberian atau hadiah yang
diterima atau diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau korup).

Suap-menyuap yang dilakukan secara bersama-sama dengan penggelapan dana-dana


publik (embezzlement of public funds) sering disebut sebagai inti atau bentuk dasar
dari tindak pidana korupsi. Korupsi sendiri secara universal diartikan sebagai bejat
moral, perbuatan yang tidak wajar, atau noda (depravity, perversion, or taint); suatu
perusakan integritas, kebajikan, atau asas-asas moral (an impairment of integrity,
virtue, or moral principles).

Akibat adanya suap-menyuap menimbulkan ancaman terhadap stabilitas ekonomi;


dapat merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika, dan keadilan;
bersifat diskriminatif dan merongrong etika dan kompetisi bisnis yang jujur;
mencederai pembangunan berkelanjutan dan tegaknya hukum.

4
B. Rumusan Masalah

1. Bagaiamana kasus korupsi massal anggota DPRD kota malang

2. Bagimana kasus korupsi di bakamla


3. 4 anggota DPR terjerat kasus korupsi di kpk selama 2018

4. Bagimana kasus korupsi jiwasraya

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui kasus korupsi massal anggota dprd kota malang

2. Untuk mengetahui kasus korupsi di bakamla


3. Untuk mengetahui 4 anggota DPR terjerat kasus korupsi di kpk selama 2018

4. Untuk mengetahui kasus korupsi jiwasraya

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kasus Korupsi Massal Anggota Dprd Kota Malang

Sebanyak 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang, Jawa Timur, berstatus tersangka suap.
Mereka ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus
dugaan suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015. Menurut Wakil
Ketua KPK Basaria Panjaitan, uang suap dialirkan ke DPRD agar penetapan rancangan
peraturan daerah Kota Malang tentang APBD-P Tahun Anggaran 2015 disetujui. Sebanyak
22 orang yang ditetapkan tersangka diduga menerima fee Rp 12,5 juta hingga Rp 50 juta dari
Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton. “Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung
dengan alat bukti berupa surat, keterangan saksi, dan barang elektronik (terkait dugaan
tersebut),” ujar Basaria, Senin (3/9/2018).
Basaria menuturkan, kasus ini mengkhawatirkan dan menjadi cerminan kejahatan korupsi
dilakukan secara massal. Pasalnya, selain anggota DPRD sebagai pihak legislatif, kepala
daerah dan pejabat pemerintahan daerah selaku eksekutif ikut terlibat. “Pelaksanaan tugas di
satu fungsi legislatif, misalnya atau untuk mengamankan kepentingan eksekutif, justru
membuka peluang adanya persekongkolan para pihak mengambil manfaat untuk kepentingan
pribadi atau kelompok,” ujar Basaria. Menurut dia, situasi ini membuat peranan anggota
legislatif yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan, anggaran, dan regulasi tidak
berjalan maksimal. Peristiwa ini juga membuat khawatir Wali Kota Malang terpilih Sutiaji.
Sutiaji yang kini menjabat sebagai Plt Wali Kota Malang menyampaikan kegelisahannya itu
kepada penyidik KPK di sela pemeriksaan dirinya di Aula Bhayangkari Mapolres Kota
Malang, Jumat (31/8/2018) lalu. “Saya menyinggung gini di luar pemeriksaan, ini nanti
bagaimana kalau sudah enggak ada DPRD-nya. Ke depan ini dilantik, terus saya nyambut
gaene model koyok opo (saya kerjanya kayak apa). APBD-nya 2018, berarti banyak hal yang
perlu kami pikirkan,” kata Sutiaji usai pemeriksaan.
Menyikapi situasi itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan menggunakan diskresi
untuk menjamin keberlangsungan roda pemerintahan di Kota Malang. Menurut Tjahjo,
akibat banyak anggota DPRD Kota Malang yang ditahan, rapat-rapat paripurna di lembaga
perwakilan itu bersama pemerintah kota tak bisa terlaksana. Sebab, rapat paripurna tak

6
memenuhi kuorum. "Jadi, untuk mengatasi persoalan pemerintahan dan agar tidak terjadi
stagnasi pemerintahan, akan ada diskresi Mendagri," ujar Tjahjo dalam keterangan
tertulisnya, Senin (3/9/2018). Tjahjo menjelaskan, kewenangan Mendagri menggunakan
diskresi sudah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Tjahjo akan menugaskan jajarannya dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah untuk
bertolak ke Malang. Opsi lainnya adalah mengundang sekretaris DPRD dan sekretaris
daerah Kota Malang ke Jakarta. “Saya sudah perintahkan membuat payung hukum agar
pemda berjalan," kata dia.
Di sisi lain, Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas
Sjafrina menilai peristiwa ini menandakan praktik korupsi di daerah semakin menjadi
persoalan tersendiri. "Terlebih di kasus Malang, korupsi melibatkan kepala daerah dan
puluhan anggota DPRD," kata Almas dalam pesan singkat, Senin. Kasus ini menunjukkan
tingginya potensi korupsi massal di daerah. Ia juga melihat kasus ini cerminan kegagalan
fungsi DPRD dalam menjalankan perannya, khususnya pada konteks pembahasan APBD. Ia
berharap peristiwa semacam ini jadi catatan utama bagi seluruh pihak, khususnya pembuat
kebijakan untuk menutup celah-celah korupsi dalam pembahasan APBD antara eksekutif
dan legislatif di daerah. Sementara itu, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan melihat
praktik semacam ini seharusnya bisa dicegah jika kepala daerah konsisten menggunakan
sistem elektronik dalam perencanaan hingga penganggaran keuangan daerah. Selain itu,
kepala daerah juga harus proaktif melaporkan setiap proses penganggaran, khususnya jika
ada hambatan-hambatan dalam pengesahan RAPBD di DPRD. Pahala menyatakan, KPK
siap membantu memfasilitasi proses itu agar berjalan lancar. Sebab, kata dia, anggota
DPRD bisa menyalahgunakan wewenangnya dengan menggunakan instrumen biaya ketuk
palu yang dibebankan kepada kepala daerah apabila RAPBD itu ingin disahkan. "Jadi,
DPRD mengancam akan menahan APBD. Jika kepala daerah tidak kuat, keluar yang
namanya uang ketuk," ujar Pahala dilansir harian.

7
D. Kasus Korupsi Di Bakamla

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat tersangka dalam kasus
dugaan suap pengadaan backbone coastal surveillance system atau perangkat transportasi
informasi terintegrasi Bakamla RI tahun anggaran 2016.

Keempat tersangka itu Ketua Unit Layanan Pengadaan Bakamla RI, Leni Marlena; anggota
Unit Layanan Pengadaan Backbone Coastal Surveillance System, Juli Amar Ma'ruf; Direktur
Utama PT CMI Teknologi (CMIT), Rahardjo Pratjihno; serta Pejabat Pembuat Komitmen
Bakamla RI, Bambang Udoyo.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan perkara tersebut bermula saat Bakamla
RI mengusulkan anggaran untuk mengadakan perangkat Backbone Coastal Surveillance
System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS).
Untuk mengadakan perangkat tersebut diusulkan dana sebesar Rp400 miliar yang bersumber
dari APBN-P 2016.

Pada awalnya anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS itu belum
dapat digunakan walaupun ULP (unit layanan penyedia) Bakamla RI tetap memulai proses
lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kemenkeu,” kata Alex, saat konfrensi
pers, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).

Setelah itu, lanjut Alex, ULP Bakamla RI malah mengumumkan lelang pengadaan BCSS
yang terintegrasi dengan BIIS pada 16 Agustus 2016 dengan pagu sebesar Rp400 miliar.
Padahal, nilai total Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp399,8 miliar. 

Sebulan berselang, PT CMI Teknologi (CMIT) ditetapkan sebagai pemenang lelang dalam
pengadaan BCSS yang teritegrasi dengan BIIS itu. Kemudian, Kemenkeu memotong
anggaran proyek tersebut pada awal Oktober 2016. Meskipun anggaran tersebut nilainya
dibawah HPS, ULP Bakamla tidak melakukan pelelangan ulang.

“Akan tetapi ULP Bakamla justru melakukan negosiasi dalam bentuk Design Review
Meeting (DRM) dengan PT CMIT untuk membahas pemotongan anggaran pengadaan
tersebut,” kata dia. 

Selanjutnya, Bambang Udoyo selaku pejabat pembuat komitmen dan Direktur Utama PT
CMIT Rahardjo Pratjihno menandatangani kontrak kerja sama senilai Rp170,57 miliar pada
November 2016.

"Kerugian negara diperkirakan sebesar Rp54 miliar. Ini kalau dilihat dari besaran kerugian
negaranya, modusnya mungkin mark up, meninggikan harga," ujar Alex.

Atas perbuatannya, Leni dan Juli disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2001.

8
Sementara Rahardjo, KPK menyangkakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 31 tahun
1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 2001. Sedangkan untuk
Bambang, akan ditangani oleh POM AL lantaran saat kasus itu terjadi dia masih menjadi
anggota TNI AL aktif.

E. 4 Anggota DPR Terjerat Kasus Korupsi Di KPK Selama 2018

Sepanjang 2018 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat anggota DPR
sebagai tersangka korupsi. Dua di antaranya ditangkap dalam operasi tangkap tangan.
Sisanya ditangkap dari hasil pengembangan penyidikan. "Kami berharap ini tidak perlu
bertambah. Kami harap berhenti, jika memang ada komitmen yang sama untuk tidak
menerima suap dan melakukan korupsi," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah
menyinggung soal banyaknya anggota DPR yang telah diproses KPK, pada pertengahan
November 2018.

Jumlah anggota DPR yang menjadi tersangka korupsi tahun ini memang lebih sedikit
dibandingkan tahun lalu. Pada 2017, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka, salah
satunya Ketua DPR Setya Novanto. Namun angka ini jauh berkurang dibandingkan tahun
2010. Saat itu, 26 anggota DPR menjadi tersangka korupsi. Berikut deretan nama anggota
DPR yang menjadi tersangka KPK selama 2018.

1. Fayakhun Andriadi
KPK menetapkan anggota Komisi Pertahanan DPR Fayakhun Andriadi menjadi
tersangka kasus suap terkait proyek pengadaan drone dan satelit  monitoring di Badan
Keamanan Laut (Bakamla) pada 14 Februari 2018. KPK menyangka politikus Golkar itu
menerima suap senilai Rp 12 miliar untuk mengawal anggaran proyek tersebut di DPR.
Penetapan Fayakhun sebagai tersangka adalah hasil pengembangan operasi tangkap
tangan yang dilakukan KPK pada 2016. Saat itu KPK menangkap Direktur Utama PT
Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah dan dua anak buahnya, Muhammad
Adami Okta dan Hardy Stefanus. KPK juga menangkap Deputi Bidang Informasi Hukum
dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi
Bakamla Nofel Hasan.
Dalam persidangan Nofel Hasan, jejak peran Fayakhun dalam perkara ini mulai
terungkap. Fahmi Darmawansyah, Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia

9
Erwin S. Arif dan staf Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia Sigit
Susanto mengungkap peran dan aliran dana ke Fayakhun. Dari fakta persidangan dan
sejumlah bukti itulah KPK kemudian menetapkan Fayakhun menjadi tersangka keenam
kasus ini.
Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menyatakan
Fayakhun terbukti menerima suap sebanyak USD 911 ribu dari Fahmi Darmawansyah.
Hakim memvonis Ketua DPD Golkar DKI Jakarta itu 8 tahun penjara dan denda Rp 1
miliar subsider 4 bulan kurungan.
2. Amin Santono
KPK menangkap anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono pada Jumat malam, 4
Mei 2018, di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Amin dicokok di mobilnya
pukul 19.30 seusai menerima duit Rp 400 juta dari kontraktor bernama Ahmad Ghiast.
Uang tersebut dipindahkan dari mobil Ahmad ke mobil Amin di parkiran. KPK
kemudian menjerat Amin menjadi tersangka korupsi karena diduga menerima hadiah
atau janji terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan
Tahun Anggaran 2018. KPK mendakwa Amin dibantu orang kepercayaannya Eka
Kamaludin, mencari para kepala daerah yang ingin mengajukan tambahan anggaran
menggunakan usulan atau aspirasinya dengan kompensasi 7 persen dari dana yang
diterima daerah.
KPK mendakwa anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat itu menerima suap sebesar Rp
3,3 miliar dari Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman
dan Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast. Proses persidangannya kini masih
berjalan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
3. Eni Maulani Saragih
KPK menangkap Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih pada 13 Juli
2018. Dia ditangkap saat menghadiri acara ulang tahun di rumah Menteri Sosial Idrus
Marham. KPK menyangka politikus Partai Golkar itu menerima suap Rp 4,75 miliar dari
pemilih Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo. Menurut KPK,
Kotjo memberikan uang itu supaya Eni membantunya memfasilitasi pertemuan dengan
salah satunya, Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Pertemuan itu digelar dengan maksud

10
agar Kotjo bisa mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Belakangan, Idrus Marham juga
menjadi tersangka kasus ini.
Dalam persidangan terungkap, selain menerima duit dari Kotjo, Eni juga menerima
gratifikasi dari empat pengusaha dengan total, Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu. Duit itu
diberikan karena Eni telah membantu mempertemukan para pengusaha itu dengan
pejabat di sejumlah kementerian untuk mengurus masalah yang mereka hadapi.
4. Taufik Kurniawan
Kabar pencekalan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan oleh KPK diketahui lebih dulu
oleh publik pada akhir Oktober 2018. Beberapa hari kemudian Ketua Dewan Kehormatan
Partai Amanat Nasional Amien Rais mendatangi KPK menanyakan alasan pencekalan
tersebut. Namun, Amien gagal menemui pimpinan KPK, Agus Rahardjo. "Agus Raharjo,
Anda pernah mencekal Aguan, Tanuwidjaja, sama Richard Halim Kusuma. Aguan
dicekal pun makan malam di istana, kemudian dicabut. Wakil Ketua DPR Taufik
Kurniawan langsung dicekal," kata Amien Rais di lobi gedung Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Oktober 2018.
Belakangan alasan pencekalan Taufik itu diketahui. Dalam konferensi pers, KPK
menyatakan telah menetapkan Taufik menjadi tersangka suap terkait pengurusan Dana
Alokasi Khusus untuk Kabupaten Kebumen dalam APBN Perubahan 2016. Penetapan
tersangka ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan korupsi DAK Kebumen
dengan tersangka Bupati Kebumen Yahya Fuad. KPK menyangka Taufik membantu
Yahya dalam pengurusan DAK Kabupaten Kebumen itu. KPK menyatakan Taufik
menerima sekitar Rp 3,65 miliar atas jasanya tersebut. Kasusnya kini masih dalam tahap
penyidikan.

F. Kasus Korupsi Jiwasraya

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan masyarakat. Asuransi jiwa tertua di


Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif
Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar
Rp32,89 triliun untuk kembali sehat. Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung
es yang baru mencuat. Jika dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-
an. Berikut kronologi kasus Jiwasraya: 2006: Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun.  PT
Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan masyarakat. Asuransi jiwa tertua di

11
Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif
Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar
Rp32,89 triliun untuk kembali sehat. Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung
es yang baru mencuat. Jika dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000
-an. Berikut kronologi kasus Jiwasraya: 2006: Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun. Desember
2019: Penyidikan Kejagung terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya menyebut ada
pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan
mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana investasi pada aset-aset berisiko
Imbasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memantau perkembangan
penanganan perkara kasus dugaan korupsi di balik defisit anggaran Jiwasraya.
Selain itu, Kejagung meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan
HAM mencekal 10 nama yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya, yaitu: HH,
BT,AS,GLA,ERN,MZ,DW,HR,HP,dan DYA. Pada Rabu (8/1), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) mengumumkan pernyataan resmi terkait skandal Jiwasraya. Salah satunya, laba
perseroan sejak 2006 disebut semu karena melakukan rekayasa akuntansi (window dressing).
Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi Kejagung mengambil putusan terhadap
orang-orang yang bertanggung jawab atas kondisi Jiwasraya.N

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kasus korupsi massal yang dilakukan anggota DPRD Kota Malang merupakan hal yang
tidak dibenarkan baik ditinjau dari teori etika maupun teori hukum. Tindakan para anggota
DPRD ini merupakan tindakan yang tidak beretika, apalagi dalam kasus korupsi ini
dilakukan secara massal. Dari segi hukum tindakan yang mereka lakukan juga tidak dapat
dibenarkan, karena mereka tidak menaati hukum yang telah dibuat bahwa korupsi itu
merupakan suatu hal yang dilarang. Korupsi merupakan tindakan yang tidak baik, karena
korupsi bisa membawa dampak yang negatif bagi pembangunan suatu negara karena
terhambat, pertumbuahan ekonomi pun juga bisa terhambat. Hanya demi keuntungan
para pihak yang tidak bertanggungjawab, pada akhirnya korupsi akan membawa dampak.
Maka dari itu para pelaku korupsi harus diberi hukuman maupun denda sesuai dengan yang
telah dibuatnya.

G. Saran

Saya sebagai penulis sangat mengharap kritik dan saran dari para pembaca agar saya dapat
memperbaiki jika terdapat kekurangan dalam makalah ini . Sekian dan terimakasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwiNmev58fbsAhWEbSsKHYEmBGQQFjAIegQICR
AC&url=https%3A%2F%2Fosf.io%2F3962t%2Fdownload%2F%3Fformat
%3Dpdf&usg=AOvVaw1V6f6TgiB42sxuZQ9DlshT

https://www.alinea.id/nasional/kronologi-kasus-korupsi-di-bakamla-b1XjB9mcz

http://repository.upi.edu/35313/4/S_PKN_1507214_Chapter1.pdf

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108111414-78-463406/kronologi-kasus-jiwasraya-
gagal-bayar-hingga-dugaan-korupsi

14

Anda mungkin juga menyukai