Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

Korupsi Demi PILGUB


Mata Kuliah : Hukum dan Etika Bisnis
Dosen Pengasuh : Dr. Watu Yohanes Vianey, M.Hum.

Oleh :

1. HIRONIMUS PATI (8112182019MM)


2. IMAH (8112182020MM)
3. KORNELIS EKO PATTY (8112182022MM)
4. LIDWINA A.K LAMABLAWA (8112182024MM)

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
KUPANG
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah berjudul “ Korupsi Demi PILGUB” dengan
baik dan tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata


kuliah Hukum dan Etika Bisnis. Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi penyempurnaan tulisan ke depan.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga tugas makalah ini
bermanfaat bagi semua orang.

Kupang, 25 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................3

1.3 Tujuan...............................................................................................................3

1.4 Manfaat.............................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi KKN....................................................................................................5

2.2 Konsep KKN Menurut Para Ahli......................................................................6

2.3 Definisi PILKADA............................................................................................8

2.4 Konsep PILKADA Menurut Para Ahli.............................................................8

2.5 Definisi Jabatan.................................................................................................9

2.6 Konsep Jabatan Menurut Para Ahli..................................................................9

2.7 Hubungan KKN, PILKADA dan Jabatan.........................................................10

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Kasus Korupsi Mantan Bupati Ngada..............................14

3.2 Faktor Penyebab Tindakan Korupsi Mantan Bupati Ngada...........................15

3.3 Penilaian Etis Terhadap Tindakan Korupsi....................................................16

3.4 Refleksi Moral Terhadap Tindakan Korupsi .................................................17

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan......................................................................................................19

4.2 Saran................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korupsi sudah menjadi salah satu penyakit sosial yang diderita oleh masyarakat Indonesia

dan mendesak untuk diatasi. Korupsi marak terjadi di pemerintahan baik di tingkat pusat mau

pun daerah. Bahkan, saat ini muncul anggapan bahwa korupsi sudah menjadi sebuah budaya.

Tindakan korupsi tentunya tidak sesuai untuk menjadi budaya masyarakat. Justru menjadi

kekhawatiran bersama untuk dapat segera memberantas korupsi. Hal ini tidak lepas dari

berbagai dampak buruk yang disebabkan oleh praktik korupsi seperti meningkatnya

kemiskinan akibat penyalahgunaan anggaran, memperlambat laju pertumbuhan ekonomi

negara, dan menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Korupsi merupakan fenomena yang masih memerlukan perhatian lebih karena merupakan

kejahatan luar biasa yang dampaknya sangat merugikan masyarakat. Menurut Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi tidak hanya

merugikan keuangan negara, tetapi juga pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi

masyarakat secara luas. Upaya pemberantasan korupsi memerlukan keteladanan yang dimulai

dari kalangan atas. Dewasa ini kasus korupsi sudah terjadi diberbagai kalangan mulai dari

kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan swasta.

Menurut Arif (1997: 4) dalam Nurdjana (2005: 70), korupsi berkaitan erat dengan tingkat

kompleksitas masalah, diantaranya: masalah sikap moral, pola hidup dan budaya sosial,

kebutuhan dan sistem ekonomi, lingkungan sosial dan kesenjangan sosial-ekonomi, budaya

politik, peluang yang ada di dalam mekanisme pembangunan, kelemahan birokrasi atau

prosedur administrasi di bidang keuangan dan pelayanan umum

1|Page
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Ngada Marianus Sae dalam

sebuah operasi tangkap tangan, Minggu (11/2/2018). Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan

mengatakan, penindakan kasus ini berawal dari informasi masyarakat, yang kemudian

ditindaklanjuti dengan mengecek di lapangan. "KPK menerima informasi dari masyarakat

dan melakukan pengecekan di lapangan," kata Basaria, dalam jumpa pers di gedung KPK,

Kuningan, Jakarta, Senin (12/2/2018). Marianus ditangkap di sebuah hotel di Surabaya, Jawa

Timur, Minggu sekitar pukul 10.00 WIB.  Di Surabaya, KPK mengamankan Marianus

bersama Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT Ambrosia Tirta Santi. Keduanya

sempat diperiksa KPK di Polda Jawa Timur. Selain Surabaya, KPK juga bergerak ke Kupang

dan Bajawa, Kabupaten Ngada, di hari yang sama.

Minggu sekitar pukul 11.30 WITA, di Kupang, tepatnya di posko pemenangan, tim KPK

mengamankan ajudan Marianus, Dionesisu Kila, di posko pemenangan. Dia kemudian

diperiksa di Polda NTT. Tim KPK lainnya yang bergerak di Bajawa mengamankan Dirut PT

Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu Minggu sekitar pukul 11.30 WITA dan seorang

pegawai Bank BNI Cabang Bajawa, Petrus Pedulewari selang 15 menit kemudian. Keduanya

diperiksa di Polres Bajawa. Setelah itu, tim KPK membawa Marianus, Ambrosia, dan

Dionesisu pada Minggu malam untuk diperiksa lebih lanjut di gedung KPK. Sementara

Wilhelmus Senin siang ini rencananya akan tiba di KPK.

Dari gelar perkara yang dilakukan, KPK menetapkan Marianus dan Wilhelmus sebagai

tersangka. Wilhelmus diduga menyuap Marianus terkait sejumlah proyek di Kabupaten

Ngada, NTT Wilhelmus diketahui merupakan salah satu kontraktor di Kabupaten Ngada yang

kerap mendapatkan proyek di Kabupaten Ngada sejak 2011. Dalam kasus ini, Marianus

diduga menerima suap Rp 4,1 miliar dari Wilhelmus. Selain itu, suap ini juga diduga terkait

dengan sejumlah proyek di Pemkab Ngada untuk 2018.

2|Page
Marianus diduga menjanjikan proyek-proyek tersebut dapat digarap Wilhelmus. Proyek-

proyek itu yakni pembangunan jalan Poma Boras senilai Rp 5 miliar, jembatan Boawae Rp 3

miliar, jalan ruas Ranamoeteni Rp 20 miliar, ruas jalan Riominsimarunggela Rp 14 miliar,

ruas jalan Tadawaebella senilai Rp 5 miliar, ruas jalan Emerewaibella Rp 5 milair, dan ruas

jalan Warbetutarawaja Rp 2 miliar.

Nilai total proyek-proyek tersebut yakni Rp 54 miliar. Sementara itu, KPK belum

mengungkapkan status hukum terhadap tiga orang lain yang turut diamankan. KPK menduga,

Marianus akan menggunakan uang suap untuk ongkos politik di Pilkada NTT 2018. Meski

turut mengamankan Ambrosia selaku Ketua Tim Penguji Psikotes Cagub NTT, KPK belum

menemukan apakah Ambrosia diduga memperoleh sesuatu dari Marianus. "Apakah yang

bersangkutan (Ambrosia) menerima sesuatu, sampai sekarang ini kita belum bisa buktikan ke

arah situ. Tapi yang pasti kita tahu yang bersangkutan (Ambrosia) hadir di sana pada saat tim

kita menemukan MSA," ujar Basaria.

Dari kasus yang dialami mantan Bupati Kabupaten Ngada disinyalir sebagai

penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi dengan motif menjanjikan berbagai

proyek – proyek untuk digarap oleh kontraktor sebagai pemberi suap. Dalam kaitan dengan

teori yang dikemukakan oleh Aristoteles mengindikasi bahwa tersangka berniat untuk

melakukan tindakan korupsi dengan tujuan untuk membiayai kepentingan kampanye pada

PILKADA NTT Tahun 2018.

Berdasarkan uraian kasus di atas kelompok kami merasa tertarik untuk menelaah lebih

dalam terkait kasus korupsi untuk kepentingan politik dengan judul “ Korupsi Demi

PILGUB”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

3|Page
1. Apa motif dibalik tindakan korupsi tersebut?

2. Apa yang ingin diperoleh dari tindakan korupsi tersebut?

3. Bagaimana dampak dari tindakan korupsi tersebut?

4. Bagaimana keterkaitan penyalahgunaan jabatan terhadap tindakan korupsi tersebut?

1.3   Tujuan

1. Mengetahui motif dibalikan tindakan korupsi tersebut

2. Mengetahui apa yang diperoleh dari tindakan korupsi tersebut

3. Mengetahui dampak dari tindakan korupsi tersebut

4. Mengetahui penyalahgunaan jabatan terhadap tindakan korupsi tersebut

1.4 Manfaat

a. Manfaat Teoritis

1. Memberikan informasi kepada pembaca

2. Sebagai referensi ilmiah

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis

Dapat memperkaya informasi sebagai bahan referensi dalam penulisan makalah

ini.

2. Bagi Pembaca

Dapat memberikan sumbangsi informasi dan sumbangan pikiran dalam

menangani kasus korupsi sejenis.

4|Page
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)

Pengertian Korupsi

Pengertian korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan harta milik perusahaan atau

milik negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

Pengertian Kolusi
Definisi kolusi adalah permfakatan atau kerja sama secara melawan hukum

antarpenyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dengan pihak lain yang

mana kerja sama tersebut dapat merugikan orang lain, masyarakat ataupun negara.

Dalam KBBI kolusi adalah kerjasama secara diam-diam (rahasia) untuk maksud tidak

terpuji dan/atau persekongkolan.

Pengertian Nepotisme

Definisi nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan

hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau kroninnya di atas

kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Kemudian nepotisme juga dapat diartikan

dengan suatu tindakan yang melawan hukum dengan memilih kerabat sendiri, teman sendiri

untuk memegang jabatan tertentu atau kecenderungan untuk mengutamakan sanak saudara

dan teman dalam jabatan perusahaan atau pemerintahan.

Adanya KKN ini tentunya sangat merugikan negara, selain itu juga dapat menghambat

negara Indonesia dalam mencapai tujuan seperti masyarakat yang adil dan makmur. Dan

berikut adalah beberapa kerugian yang akan kita dapat akibat KKN

5|Page
Kerugian KKN

 Tindak pidana KKN sangat merugikan negara

 Tindak pidana KKN sangat merugikan perekonomian negara

 Tindak pidana KKN dapat menghambat pertumbuhan dan kelangsungan

pembangunan nasional yang menuntut efisien tinggi

 Tindak pidana KKN membuat kepercayaan masyarakat kepada wakil-wakil

rakyat (pejabat-pejabat negara) menjadi berkurang bahkan hilang.

 Tindak pidana KKN dapat menyebabkan kepercayaan dunia internasional

menurun

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah

dijelaskan mengenai pengertian KKN. Dikutip dari situs resmi Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) RI, berikut ini pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN): Korupsi

adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama

melawan hukum antar-penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain,

masyarakat dan atau negara. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara

melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas

kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

2.2. Konsep KKN Menurut Para Ahli

Syeh Hussein Alatas

Pengertian Korupsi Menurut Syeh Hussein Alatas adalah subordinasi kepentingan

umu dibawah kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan

kesejahteraan umum, yang diakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan

kemasabodohan dengan akibat yang diderita oleh rakyat.

6|Page
Mubyarto

Pengertian Korupsi Menurut Mubyarto adalah suatu masalah politik lebih dari pada

ekonomi yang menyentuh keabsahan atau legitimasi pemerintah di mata generasi muda,

kaum elite terdidik dan para pegawa pada umumnya. Akibat yang akan ditimbulkan dari

korupsi ini yakni berkurangnya dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di tingkat

provinsi dan kabupaten.

Gunnar Myrdal

Pengertian Korupsi Menurut Gunnar Myrdal dalah suatu masalah dalam pemerintahan

karena kebiasaan melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan membongkar

korupsi dan tindakan-tindakan penghukuman terhadap pelanggar. Tindakan dalam

pemberantasan korupsi umumnya dijadikan pembenar utama terhadap KUP Militer.

The Lexicon Webster Dictionary

Pengertian Korupsi Menurut The Lexicon Webster Dictionary adalah kebusukan, keburukan,

kebejatan, ketidakjujuran, bisa disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata

atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Robert Klitgaard

Pengertian Korupsi Menurut Robert Klitgaard adalah suatu tingkah laku yang menyimpang

dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, dimana untuk memperoleh keuntungan

status atau uang yang menyangkut diri pribadi atau perorangan, keluarga dekat, kelompok

sendiri, atau dengan melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi.

Dari defenisi KKN dan Konsep KKN menurut para ahli di atas dapat di simpulkan

bahwa KKN adalah sebuah tindakan kriminal yang pada hakekatnya menguntukan pribadi

atau golongan tertentu dengan mengesampingkan etika moral dan kepentingan masyarakat.

7|Page
2.3 Defenisi Pemilihan Kepala daerah (PILKADA)

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau biasa disebut dengan

Pilkada atau Pemilukada adalah Pemilihan Umum untuk memilih pasangan calon Kepala

Daerah yang diusulkan oleh Partai Politik (Parpol) atau gabungan parpol dan perseorangan.

Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) merupakan sebuah pemilihan yang dilakukan secara

langsung oleh para penduduk daerah administratif setempat yang telah memenuhi

persyaratan.

Selain itu, pilkada juga dapat diartikan sebagai Pemilihan Gubernur dan pemilihan

Bupati/Walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan

Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.4 Konsep PILKADA Menurut Para Ahli

Harris G. Warren dan Kawan-Kawannya

Harris G. Warren dan kawan-kawannya, berpendapat bahwa pilkada adalah

kesempatan rakyat memilih pempimpin mereka. Serta memutuskan, apa yang ingin

pemerintah lakukan untuk mereka. Keputusan rakyat ini juga menentukan hak yang mereka

miliki dan ingin mereka jaga.

Ali Moertopo

Ali Moertopo juga mencetuskan pengertian pilkada, menurutnya pilkada pada

hakekatnya adalah sarana yang disediakan bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya. Hal

ini sesuai dengan azas dalam Pembukaan UUD 1945.

Menurut Suryo Untoro

Pemilihan Umum (yang selanjutnya disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan yang

dilakukan oleh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih wakil-

8|Page
wakilnya yang duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD I dan DPRD II)”

Berdasarkan defenisi Pemilihan Kepala daerah (PILKADA) dan konsep PILKADA

menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Pemilihan Kepala Daerah atau PILKADA

adalah sebuah pesta demokrasi yang diselenggarakan untuk memilih perwakilan yang duduk

dengan jabatan tertentu dengan dipilih secara langsung oleh masyarakat suatu daerah dengan

tujuan sebagai penyambung aspirasi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan bersama.

2.5 Defenisi Jabatan

Secara etimologi, kata jabatan berasal dari kata dasar “jabat” yang ditambah imbuhan –

an, yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “pekerjaan (tugas)

dalam pemerintahan atau organisasi yang berkenaan dengan pangkat dan kedudukan”

"Jabatan merupakan kedudukan yang menunjukan tugas, fungsi, tanggung jawab,

wewenang, dan hak seorang pegawai ASN dalam suatu satuan organisasi. Sedangkan Jabatan

Administrasi itu sendiri adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan

dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan,"

2.6 Konsep Jabatan menurut Para Ahli

Arti kata pejabat dalam KBBI adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan

penting (unsur pimpinan).

Berdasarkan defenisi dan konsep jabatan menurut KBBI di atas dapat disimpulkan

bahwa pejabat adalah orang yang dipilih atau dipercayakan menduduki sebuah tempat

strategis (penting) untuk dapat dan mampu mengatur jalannya sebuah roda pemerintahan

dengan mengedepankan kepentingan umum.

9|Page
2.7 Hubungan KKN, PILKADA dan Jabatan

Proses politik dalam pelaksanaan PILKADA tidak akan steril dari praktik- praktik

kotor (korupsi), yaitu seperti kemungkinan adanya sumbangan politik secara ilegal

(Illegal Political Contribution) kepada calon kepala daerah (CAKADA) sudah

merupakan salah satu bentuk dari praktik korupsi. Terjadinya praktik demikian, tidak

dapat dilepaskan dari keinginan bahwa dalam menentukan pimpinan daerah (kepa

daerah) yang dipilih langsung oleh rakyat. Sebelumnya kepala daerah selama ini dipilih

oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang mengatasnamakan rakyat. Lahirnya

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada tanggal 15

Oktober 2004 telah menunjukkan adanya perkembangan wacana demokrasi. Dalam buku-

buku pelajaran tentang demokrasi dikatakan bahwa demokrasi terbagi dalam dua kategori

dasar: langsung dan perwakilan. Dalam demokrasi langsung, semua warga, tanpa melalui

pejabat yang dipilih atau diangkat dapat ikut dalam pembuatan keputusan politik. Akan

tetapi, sistem ini hanya cocok untuk relatif sejumlah kecil penduduk. Seringkali dicontohkan

untuk demokrasi seperti ini adalah pada zaman Yunani kuno, karena jumlah penduduk

relatif masih sedikit dibandingkan sekarang, sehingga untuk melaksanakan demokrasi secara

langsung tidak mungkin dilaksanakan. Kehendak untuk melaksanakan PILKADAL, ternyata

tidak seperti yang dibayangkan semula. Karena pelaksanaan PILKADAL membutuhkan

dana besar, yang tidak mungkin ditanggung sendiri oleh CAKADA, kecuali jika CAKADA

itu adalah seorang pengusaha besar. Dalam kondisi demikian, maka caranya mencari

sumber pembiayaan adalah dengan menghubungi orang-orang atau kelompok yang

mempunyai dana.

Hubungan antara penyumbang dana dan CAKADA tentunya dilakukan secara rahasia,

yang disertai dengan imbalan-imbalan tertentu yang telah disepakati. Tapi yang jelas

sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Clinard dan Yeager bahwa sumbangan

10 | P a g e
yang diberikan itu, pada umumnya untuk tujuan ekonomi, yaitu untuk menikmati jaminan

birokrasi dan mempengaruhi politik sehingga akan berpengaruh pada peningkatan

keuntungan yang lebih besar bagi si pemberi sumbangan. Di samping itu, Clinard dan

Yeager mencontohkan praktik di Amerika Serikat bahwa sumbangan- sumbangan untuk

kepentingan kampanye sudah berlangsung lama dan merupakan praktik kotor dan merusak

proses demokrasi.

Abuse of power adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang

pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau

korporasi. Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka

tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi.

Ada adagium yang mengatakan bahwa, kekuasaan itu dekat dengan korupsi. Kekuasaan

yang tidak terkontrol akan menjadi semakin besar, beralih menjadi sumber terjadinya

berbagai penyimpangan. Makin besar kekuasaan itu, makin besar pula kemungkinan untuk

melakukan korupsi.

Wewenang yang diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, dipandang sebagai

kekuasaan pribadi. Karena itu dapat dipakai untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, pejabat

yang menduduki posisi penting dalam sebuah lembaga negara merasa mempunyai hak untuk

menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas. Makin ting gi

jabatannya, makin besar kewenangannya.

Tindakan hukum terhadap orang-orang tersebut dipandang sebagai tindakan yang tidak

wajar. Kondisi demikian merupakan sebuah kesesatan publik yang dapat merugikan

organisasi secara menyeluruh. Dalam keadaan di mana masyarakat lemah karena miskin,

buta hukum, buta administrasi, korupsi berjalan seperti angin lewat.

11 | P a g e
Pemerintah pada suatu negara merupakan salah satu unsur atau komponen dalam

pembentukan negara yang baik.Terwujudnya pemerintahan yang baik adalah manakala

terdapat sebuah sinergi antara swasta, rakyat dan pemerintah sebagai fasilitator, yang

dilaksanakan secara transparan, partisipatif, akuntabel dan demokratis.

Pembentukan disiplin, etika dan moral ditingkat pejabat pengambil keputusan, sangat

diperlukan untuk menangkal kebijakan yang diambil penuh dengan nuansa kepentingan

pribadi dan golongan/kelompok. Kalau itu yang terjadi, tanpa disadari bahwa itu merupakan

penyalahgunaan wewenang jabatan, yang disebut abuse of power. Perwujudan tindakan 

penyalahgunaan wewenang jabatan tersebut sebagian besar berdampak pada terjadinya

Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).

Adakalanya tindakan  penyalahgunaan wewenang jabatan tersebut disebabkan karena

kebijakan publik yang hanya dipandang sebagai kesalahan prosedur dan administratif, akan

tetapi apabila dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

korporasi yang berakibat pada kerugian perekonomian dan keuangan negara, maka

sesungguhnya itu adalah tindak pidana.

Persolan korupsi yang terjadi dari penyalahgunaan jabatan, terkait dengan kompleksitas

masalah moral atau sikap mental, masalah pola hidup, kebutuhan serta kebudayaan dan

lingkungan sosial. Masalah kebutuhan atau tuntutan ekonomi dan kesejahteraan sosial

ekonomi, masalah struktur atau sistem ekonomi, masalah sistem atau budaya politik,

masalah mekanisme pembangunan dan lemahnya birokrasi atau prosedur administrasi

(termasuk sistem pengawasan) di bidang keuangan dan pelayanan publik.

Dengan demikian, kasus tindak pidana korupsi dengan modus penyalahgunaan

wewenang jabatan bersifat multidimensi dan kompleks. Sekalipun tindak pidana korupsi

bersifat multidimensi dan kompleks, akan tetapi ada satu hal yang merupakan penyebab

12 | P a g e
utama terjadinya tindak pidana korupsi khususnya dalam birokrasi, yaitu kesempatan dan

jabatan  atau kekuasaan. Seseorang akan cenderung menyalahgunakan jabatan atau

kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, apabila

mempunyai kesempatan.

13 | P a g e
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Kasus Korupsi Mantan Bupati Ngada

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Ngada Marianus Sae dalam

sebuah operasi tangkap tangan, Minggu (11/2/2018). Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan

mengatakan, penindakan kasus ini berawal dari informasi masyarakat, yang kemudian

ditindaklanjuti dengan mengecek di lapangan. "KPK menerima informasi dari masyarakat

dan melakukan pengecekan di lapangan," kata Basaria, dalam jumpa pers di gedung KPK,

Kuningan, Jakarta, Senin (12/2/2018). Marianus ditangkap di sebuah hotel di Surabaya, Jawa

Timur, Minggu sekitar pukul 10.00 WIB.  Di Surabaya, KPK mengamankan Marianus

bersama Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT Ambrosia Tirta Santi. Keduanya

sempat diperiksa KPK di Polda Jawa Timur. Selain Surabaya, KPK juga bergerak ke Kupang

dan Bajawa, Kabupaten Ngada, di hari yang sama.

Minggu sekitar pukul 11.30 WITA, di Kupang, tepatnya di posko pemenangan, tim KPK

mengamankan ajudan Marianus, Dionesisu Kila, di posko pemenangan. Dia kemudian

diperiksa di Polda NTT. Tim KPK lainnya yang bergerak di Bajawa mengamankan Dirut PT

Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu Minggu sekitar pukul 11.30 WITA dan seorang

pegawai Bank BNI Cabang Bajawa, Petrus Pedulewari selang 15 menit kemudian. Keduanya

diperiksa di Polres Bajawa. Setelah itu, tim KPK membawa Marianus, Ambrosia, dan

Dionesisu pada Minggu malam untuk diperiksa lebih lanjut di gedung KPK. Sementara

Wilhelmus Senin siang ini rencananya akan tiba di KPK.

14 | P a g e
3.2 Faktor Penyebab Tindakan Korupsi Mantan Bupati Ngada

Berdasarkan gambaran umum di atas terlihat bahwa penyebab terjadinya kasus korupsi

mantan bupati Ngada adalah :

1. Demi sesuatu hal, yakni tujuan atau teologi.

Terkait dengan kasus korupsi mantan bupati Ngada dapat diasusmikan bahwa tindakan

korupsi ini terjadi bertepatan dengan akan diselenggarakannya pesta demokrasi pemilihan

gubernur dan wakil gubernur provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sehingga diduga dana

hasil korupsi tersebut digunakan untuk membiayai kampanye hajatan PILGUB tersebut.

2. Dalam suatu hal, yakni asumsi, konsep atau konteks logis.

Tindakan korupsi ini bermula dari adanya program kerja mantan bupati Ngada terkait

proyek pembangunan jalan Poma Boras, jembatan Boawae, jalan ruas Ranamoeteni, ruas

jalan Riominsimarunggela, ruas jalan Tadawaebella, ruas jalan Emerewaibella, dan ruas jalan

Warbetutarawaja.

3. Melalui sesuatu, yakni teknik untuk mewujudkan sesuatu, metode.

Jenis proyek yang dijanjikan oleh mantan bupati Ngada kepada Dirut PT Sinar 99

Permai sebagai pihak pelaksana (kontraktor) dengan teknik politik balas jasa.

4. Sesuatu dari, yakni konteks material, sesuatu yang menyebabkan timbulnya suatu

efek.

Dengan dilakukan perjanjian politik balas jasa dengan pihak ketiga dalam hal ini

kontraktor sebagai imbalannya mantan bupati Ngada ini memperoleh upeti berupa sejumlah

uang yang kemudian diduga kuat untuk pendanaan kampanye PILGUB provinsi Nusa

Tenggara Timur (NTT) Tahun 2018.

15 | P a g e
3.3 Penilaian Etis terhadap Tindakan Korupsi Mantan Bupati Ngada

Penilaian etis pantas dilakukan berdasarkan teori-teori etika. Teori etika adalah kerangka

pemikiran yang sistematis tentang etika, yang dapat menjelaskan tentang perilaku manusia

yang pantas disebut baik atau etis tentu perbuatan baik secara moral. Dengan demikian teori

etika akan membantu kita untuk menilai sebuah keputusan yang etis atau sebuah keputusan

moral yang tahan uji. 

Berikut akan dibahas 4 teori etika yang cukup berpengaruh dalam wacana etika manusia

yang bertentangan dengan korupsi, yaitu: teori utilitarisme; teori deontologi, teori hak; dan

teori keutamaan.

Teori Etika Pertama adalah utilitarisme.

Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis’ yang berarti ‘bermanfaat”. Menurut teori ini

suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus menyangkut

bukan hanya untuk satu dua orang, melainkan bermanfaat untuk sekurang-kurangnya untuk

sebuah komunitas masyarakat sebagai sebuah totalitas atau keseluruhan.

Jika dikaitkan dengan kasus korupsi mantan Bupati Ngada sangat bertolak belakang

sebab bukannya memberikan manfaat bagi masyarakat justru memberikan keuntungan secara

pribadi dengan kata lain merugikan masyarakat sebab ketika tindakan korupsi ini terjadi dan

ditangani oleh aparat penegak hukum maka segala bentuk proyek yang sudah direncanakan

mangkrak.

Teori Etika kedua adalah deontologi.

Jika utilitarisme menekankan  bobot moralitas manusia pada perbuatan yang

bermanfaat atau pada konsekuensinya, maka deontologi melepaskan sama sekali moralitas

dari konsekuensinya.

Jika dikaitkan dengan tindakan korupsi mantan bupati Ngada tindakan itu sendiri

sebenarnya memiliki tujuan menyejahterakan masyarakat Ngada yang tertuang dalam

16 | P a g e
program kerja akan tetapi dibalik itu terdapat niat terselubung untuk meraup keuntungan

dengan memanfaatkan jabatannya melalui proyek yang dijanjikan kepada pihak ketiga

sebagai kontraktor.

Teori Etika Ketiga adalah hak.

Teori hak adalah pendekatan yang paling popular dalam penilaian moral. Nilai moral

dari PBB menekankan teori hak ini yang tertenun dalam deklarasi HAM-nya. Jika dicermati

secara akademis, teori hak ini merupakan varian dari teori deontologi, karena hak berkaitan

erat dengan kewajiban.

Jika dikaitkan dengan persoalan tindakan korupsi mantan bupati Ngada sudah

melanggar kode etik dan sumpah jabatan karena mementingkan diri dan mengabaikan hajat

hidup orang banyak.

Teori Etika Keempat adalah keutamaan.

Dalam tiga teori terdahulu, baik buruk perilaku manusia tergantung pada tindakan

yang berdasarkan suatu prinsip atau norma (rule based). Kalau sesuai dengan norma, suatu

perbuatan adalah baik. Kalau suatu perbuatan bertentangan dengan norma maka suatu

perbuatan adalah buruk. Dalam konteks utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik jika

membawa manfaat sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang.

Jika dikaitkan dengan kasus korupsi mantan bupati Ngada adalah perbuatan yang

melanggar norma agama, norma adat istiadat dan sumpah janji jabatan.

3.4 Refleksi Moral

Penilaian moral bergantung pada sumber norma moral yang digunakan dalam proses

penilaian moral.  Dalam konteks ini, sekurang-kurangnya ada dua sumber ajaran moral, yaitu

sumber ajaran moral internal yang terkandung dalam suara hati.  Dan sumber ajaran moral

eksternal, yang di antaranya berasal dari adat istiadat; agama; dan negara. 

17 | P a g e
Suara hati adalah sumber nilai moral internal yang inheren dalam jati diri insani.

Adat, Agama, dan negara adalah sumber nilai moral eksternal. Apa yang menjadi sumber

ajaran moral yang diyakini baik dalam dunia kehidupan manusia adalah apa yang dinyatakan

baik oleh suara hati, adat, agama, dan negara.

Dalam konteks penalaran dan keputusan moral, dianjurkan untuk mengimbanginya dengan

instansi suara hati, yang bersumber dari kedalaman jati diri manusia. Suara hati adalah suara

manusia dan suara Tuhan yang ada dalam hati atau roh manusia. Suara hati itu secara intuitif

dan inspiratif, mempengaruhi energi manusia untuk berani berbuat baik dan teguh menolak

yang jahat. Dalam dan melalui sumber nilai kekeristenan.

Menurut kami, tindakan korupsi yang dilakukan mantan bupati Ngada mencerminkan

karakter koruptor yang tidak memiliki keutamaan, baik keutamaan horizontal maupun

keutamaan vertikal, tidak bijaksana, tidak adil, dan tidak  memiliki disiplin birokrasi. Secara

vertikal, dia bukan tipe manusia kristiani, yang beriman, berharap, dan mengasihi Tritunggal

Maha Kudus, dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus (Mat 28:19). Ia tidak mengadalkan

kuasa kreatifitas dari Allah Bapa, ia tidak mengolah kuasa kecerdasasan dari Allah Putra, dan

mewujudkan kuasa pembaharuan dari Allah Roh Kudus (Mat 6:33).

Kehidupan manusia memang mendorong manusia untuk terus menerus memenuhi

kebutuhannya. Hal ini membuat manusia tidak pernah merasa puas karena ketika kebutuhan

yang satu terpenuhi akan muncul kebutuhan baru lainnya.

Dalam memenuhi kebutuhan ini tentu memerlukan uang, hanya saja perilaku

menimbun harta benda dapat berkembang menjadi keserakahan sehingga pemenuhan

kebutuhan tidak mengenal titik sarat. Hal ini menyebabkan batas antara kebutuhan dan

kerakusan menjadi kabur, dan setelah menjadi rakus seseorang cenderung menghalalkan

segala cara untuk memenuhi keinginannya, salah satunya melakukan korupsi.

18 | P a g e
Selain keserakahan, telah disebutkan sebelumnya bahwa kebiasaan berbohong dan

kemunafikan juga menjadi faktor pendorong terjadinya korupsi. Hal ini tak lepas dari

berbagai perilaku buruk yang disepelekan, seperti mencontek dan menipu yang kemudian

menjadi kebiasaan yang dibawa hingga dewasa. Tentunya kebiasaan ini juga menyebabkan

penurunan nilai-nilai moral di masyarakat.

Wujud penurunan nilai moral lainnya yang juga menjadi faktor eksternal korupsi

adalah politik uang. Politik uang masih terjadi di Indonesia terutama menjelang pemilu yang

diistilahkan dengan serangan fajar dan mahar politik. Dengan adanya politik uang ini, pejabat

tentu akan memanfaatkan jabatannya untuk mendapat keuntungan dari modal yang ia

keluarkan untuk memperoleh jabatan itu dengan menyelewengkan kewenangannya. Bentuk

korupsi lain di dalam konstelasi politik adalah pemerasan, suap, dan kongsi antara pengusaha

dengan pejabat pemerintahan.

Faktor eksternal lain yang menyebabkan terjadinya korupsi adalah faktor hukum dan

organisasi. Hukum yang memiliki banyak celah, tidak adil, dan multitafsir memberikan

peluang terjadinya korupsi. Begitu pula apabila tidak ada teladan di dalam organisasi dan

budaya kerja yang membiarkan terjadinya korupsi. Di sisi lain, meski hukum sudah baik,

tetapi tidak ditegakkan dengan benar akan membuat koruptor tidak merasa takut mau pun jera

akan perbuatannya.

Seluruh faktor yang telah dijelaskan di atas tak lain adalah godaan agar manusia jatuh

dalam dosa. Seperti halnya manusia, Yesus juga pernah menghadapi godaan yang serupa.

Kisahnya dapat ditemukan dalam injil Matius 4: 1-11. Dalam injil ini dikisahkan bahwa

Yesus menolak tiga godaan dari si Jahat, yaitu untuk mengubah batu menjadi roti,

menjatuhkan diri dari Bait Allah untuk memerintahkan malaikat menolong-Nya, dan

menyembah si Jahat untuk mendapatkan seluruh kekayaan dunia. Seluruh godaan itu pada

intinya menjebak Yesus untuk menggunakan kuasa yang diberikan Allah untuk kepentingan

19 | P a g e
pribadi dan mengambil keuntungan serta kenikmatan dengan cara yang menyimpang dari

kehendak Allah.

Sebagai seorang Katolik tentu harus dapat menolak godaan dengan taat kepada Allah

seperti yang Yesus ajarkan pada injil tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan kesediaan hati

dan dan pikiran untuk tidak dijangkiti egoisme melainkan keterbukaan untuk memahami

kebutuhan sesama dan kehendak Allah (Heuken,1982). Kehendak Allah yang dimaksudkan

dapat dilihat pada 1 Tim 6: 10-11 berikut.

“Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu

uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan

berbagai-bagai duka. Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu,

kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan.”

Pada injil lain, dikisahkan Yesus tidak mentoleransi kebohongan yang menjadi salah

satu faktor terjadinya korupsi, yaitu pada injil Matius 5: 34-37. Dalam injil ini Yesus

dikisahkan mengecam gaya hidup orang-orang Farisi yang penuh kemunafikan. Dalam injil

ini Yesus juga mengajak murid-murid-Nya untuk mengutamakan kejujuran dan kebenaran

serta saling percaya satu sama lain. Pada beberapa kutipan kitab suci di atas terdapat nilai-

nilai anti korupsi yang tentunya baik untuk diterapkan tidak hanya oleh umat Katolik, tapi

juga baik bagi semua orang. Mulai dari menolak godaan, berlaku adil dan jujur, serta

mengutamakan kepentingan bersama menjadi nilai-nilai dasar dari sikap anti korupsi. Tidak

lupa sikap sebagai pemimpin yang melayani anggotanya yang sering kali diajarkan kepada

umat Katolik juga dapat diterapkan untuk membentuk budaya anti korupsi, terlebih lagi

karena koruptor pada umumnya adalah para pemangku kekuasaan yang seharusnya menjadi

pemimpin yang dapat diteladani.

Banyak pula orang Katolik yang rajin beribadat, namun perilakunya bertolak

belakang dengan pola hidup Yesus yang ia imani itu. Banyak orang Katolik ketika dilantik

20 | P a g e
menjadi pejabat negara atau lembaga swasta, sosial, gerejani dengan bersumpah atas nama

Tuhan, sambil meletakan tangannya di atas Alkitab, seraya berjanji menjadi pelayan

masyarakat yang jujur, adil serta bijaksana, namun secepat kilat menyangkal janjinya dan

bernafsu menjadi koruptor, atau pencuri uang rakyat demi kepentingan pribadi, keluarga, atau

kelompoknya. Bagi para koruptor, khususnya yang beragama Katolik, Yesus itu bukanlah

siapa-siapa dalam hidupnya, karena yang terpenting dalam hidupnya adalah ideologi mamon;

materialisme, hedonisme yang memicu budaya korupsi.

21 | P a g e
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari kajian masalah korupsi di atas setidaknya memberi beberapa hal sebagai

saripatinya.

1. Korupsi adalah suatu kejahatan, karena tindakan semacam ini melukai kecintaan

manusia akan Tuhannya (dimensi vertikal) dan sekaligus mengoyak hubungan

antarsesama (dimensi horizontal). Tidak mungkin seseorang di saat yang sama

mengaku mencintai Tuhannya, tetapi serentak melakukan tindakan koruptif.

2. Dari sudut pandang kristianitas, sikap lepas bebas (detachment) merupakan salah

satu mutiara yang bisa ditemukan, hingga akhirnya diterapkan sebagai pondasi

secara rohani untuk menghadapi gempuran realitas koruptif.

3. Pemahaman akan keagungan sikap lepas bebas sebagai salah satu nilai perlu selalu

diperjuangkan. Mengapa? Karena spiritualitas semacam ini sebenarnya ada juga

dalam agama lain dengan nama dan pendasaran teologis yang mungkin berbeda.

Artinya, pendidikan agama setidaknya perlu memberikan ruang kepada penumbuh

kembangan sikap semacam ini daripada hanya sibuk dengan urusan formalistis

belaka. 

4. Kasus korupsi mantan bupati Ngada yang terjadi berdampak pada kerugian diri

sendiri yaitu mencederai harga diri dari perspektif norma agama dan adat istiadat

karena melanggar sumpah jabatan. Serta mengalami kerugian secara materi bagi

diri sendiri dan masyarakat yang merindukan kesejahteraan.

4.2 Saran

1. Sebagai seorang pejabat hendaknya konsisten dengan sumpah jabatan

22 | P a g e
2. Setiap individu baik untuk membantu membangun kesadaran akan bahaya korupsi

dan menjadi pelopor budaya anti korupsi mulai dari hal-hal sederhana, seperti

mengutamakan kejujuran dan hidup sederhana

3. Mempertimbangkan kearifan lokal dalam hal ini adat istiadat, budaya dan norma yang

berlaku.

4. Sebagai seorang pejabat yang dipilih dan dipercayakan oleh masyarakat hendaknya

memenuhi semua janji-janji politiknya.

23 | P a g e
24 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Heuken, A. 1982. Ajaran Sosial Gereja: Menghadapi Masalah-masalah Aktuil. Jakarta:

Yayasan Cipta Loka Caraka

http://bp4dntt.blogspot.com/2016/12/korupsi-degradasi-moral-dalam.html (diakses pada

tanggal 25 maret 2020)

https://nasional.kompas.com/read/2018/02/12/13394641/kronologi-ott-bupati-ngada-

marianus-sae?page=1 (diakses pada tanggal 25 maret 2020)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 2011.

Pendidikan Anti-Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Pendidikan dan Kebudayaan

RI Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Nurdjana, IGM. 2005. Korupsi Dalam Praktek Bisnis Pemberdayaan Penegakan Hukum,

Program Aksi dan Strategi Penanggulangan Masalah Korupsi. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai