Anda di halaman 1dari 16

1|Page

KASUS KORUPSI BANSOS COVID-19 DAN KASUS SUAP SELEKSI


JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTRIAN AGAMA

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


Pendidikan Anti Korupsi

Dosen Pengajar :

Zulkarnain. SH. MH.

Disusun Oleh :

Sekar Arum Arifa (191622019152228)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULAR B


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG
2020-2021
2|Page

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti. Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas
mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dengan judul “KASUS KORUPSI BANSOS
COVID-19 DAN KASUS SUAP SELEKSI JABATAN DI LINGKUNGAN
KEMENTRIAN AGAMA”.

Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Dosen Pendidikan Anti Korupsi Bapak Zulkarnain. SH. MH yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 23 Januari 2021

Penyusun
3|Page

DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan Makalah ................................................................................................ 5
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................... …6
2.1 Perbedaan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan Kasus Suap Seleksi
Jabatan dilingkungan Kementrian Agama........................................................... 6
2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan
Kasus Suap Seleksi Jabatan dilingkungan Kementrian Agama ........................ 11
2.3 Upaya Penanggulangan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dqan kasus suap
Seleksi Jabatan Dilingkungan Kementrian Agma ............................................. 12
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14
3.2 Saran ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
4|Page

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsentrasi bangsa saat ini masih terfokus pada penyakit kronis yang
bernama korupsi. Hampir setiap hari kita senantiasa dijejali pemberitaan
mengenai kasus korupsi. Korupsi betul-betul membuktikan dirinya sebagai virus
yang menyengsarakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di negeri ini. Daya
rusaknya begitu masif dan melibatkan seluruh komponen, elemen, institusi, dan
sendi-sendi kehidupan dalam negara ini. Teramat sulit dicerna bila seorang
pemuka agama, guru besar, hakim agung atau penegak hukum lainnya, hingga
mantan aktivis mahasiswa yang getol menyoroti kasus korupsi, kini malah
terjerat kasus korupsi. Sistem yang kropos, budaya masyarakat yang permisif,
dan penegakan hukum yang lemah menjadi salah satu indikator penyebab
mewabahnya kasus korupsi. Sehingga ada benarnya pepatah dari negeri Tiongkok
yang menyatakan bahwa, “bila berpakaian serba putih, jangan sekali-kali masuk
ke dalam gudang arang, karena walaupun tidak bersentuhan dengan arang, tapi
butiran debunya yang tertiup angin tentu akan mengotori pakaian”. Munculnya
perilaku koruptif yang makin meningkat di tengah semangat reformasi dan
transparansi seakan menjadi ironis yang menyesakkan. Adanya kendala
memberantas korupsi ini karena para penikmat korupsi atau oknum koruptor-pun
berjuang habis-habisan mempertahankan eksistensinya dan bukannya takut atau
jera, namun malah semakin berani. Keberadaan lembaga pemberantasan korupsi
seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terus “digoyang” dan berupaya
dikriminalisasi, dikurangi kewenangannya, dan malah diwacanakan untuk
dibubarkan. Padahal KPK merupakan pilar terpenting dalam semangat reformasi
untuk memberantas KKN yang tumbuh subur di masa rezim Orde Baru.
Berdasarkan dari realita tersebut di atas menunjukkan bahwa upaya-upaya
pemberantasan yang digalakkan selama ini masih belum memberikan kontribusi
yang besar dan menyeluruh karena peringkat negara kita dalam indeks penilaian
korupsi tersebut masih cenderung lamban, belum memperlihatkan perubahan
yang nyata dan signifikan seperti yang diungkapkan dari rentetan hasil survei
terbaru Transparency International Indonesia (TII) bahwa Corruption Perception
5|Page

Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2013 masih berkisar
pada skor 32 atau sama seperti tahun 2012 lalu (Kompas, 4/12/2013). Kemudian
sedikit naik di tahun 2014 dengan skor 34 lalu tahun 2015 bertambah menjadi 36
dan terakhir 2016 menjadi 37 poin. Dengan mencermati realitas itu diperlukan
pemahaman dan analisa yang kompleks tentang akar permasalahan yang
membelit bangsa ini, sehingga perilaku koruptif ini tidak semakin merajalela di
negeri ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Perbedaan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan Kasus Suap Seleksi


Jabatan di Lingkungan Kementrian Agama
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kasus Korupsi Bansos Covid-19
dan Kasus Suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementrian Agama
3. Upaya Penanggulangan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan Kasus
Suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementrian Agama

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Perbedaan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan


Kasus Suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementrian Agama
2. Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kasus Korupsi
Bansos Covid-19 dan Kasus Suap Seleksi Jabatan di Lingkungan
Kementrian Agama
3. Untuk Mengetahui Upaya Penanggulangan Kasus Korupsi Bansos
Covid-19 dan Kasus Suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementrian
Agama
6|Page

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan Kasus Suap Seleksi
Jabatan di Lingkungan Kementrian Agama

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) telah menangkap dan menetapkan


tersangka terhadap Menteri Sosial ( Mensos) Juliari Batubara terkait kasus
korupsi pengadaan bantuan sosial ( bansos) penanganan Covid-19 di
Kementerian Sosial tahun 2020. Kasus suap ini diawali adanya pengadaan bansos
penanganan Covid-19 berupa paket sembako untuk warga miskin dengan nilai
sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua
periode. Perusahaan rekanan yang jadi vendor pengadaan bansos diduga menyuap
pejabat Kementerian Sosial lewat skema fee Rp 10.000 dari setiap paket sembako
yang nilainya Rp 300.000 Penangkapan Juliari Batubara sangat mengejutkan
publik, mengingat politisi partai banteng tersebut merupakan pejabat negara
tertinggi di Kementerian Sosial yang dipilih Presiden Joko Widodo dari unsur
partai pengusungnya Di Indonesia, selain faktor ketamakan, praktik korupsi
sering kali dikaitkan dengan penghasilan. Lalu, berapakah gaji yang diterima
Menteri Sosial Juliari Batubara setiap bulannya dari negara? Merujuk pada
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2000 tentang Hak
Keuangan/Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara Serta
Janda/Dudanya, gaji menteri ditetapkan sebesar Rp 5.040.000 per bulan. PP itu
hingga saat ini belum mengalami revisi. Dengan kata lain, gaji pejabat setingkat
menteri tersebut belum pernah mengalami kenaikan sejak era Presiden
Abdurrahman Wahid atau Gusdur.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)


yang dilaporkan 30 April 2020, Juliari Batubara memiliki harta kekayaan sebesar
Rp 47,188 miliar. Sebagian besar harta yang dimiliki Juliari berbentuk properti
yang meliputi aset tanah dan bangunan yang taksiran nilainya mencapai mencapai
Rp 48 miliar. Ia melaporkan memiliki dua aset properti di lokasi strategis di Ibu
Kota, pertama yakni tanah dan bangunan seluas 468/421 meter persegi di Jakarta
Selatan dengan nilai Rp 9,3 miliar. Berikutnya adalah tanah dan bangunan seluas
7|Page

170/201 meter persegi yang juga berlokasi di Jakarta Selatan dengan taksiran
harga Rp 3,46 miliar. Baca juga: Punya Harta Rp 6,8 Miliar, Berapa Gaji Jaksa
Pinangki? Aset-aset tanah dan bangunan milik Juliari lainnya tersebar di kawasan
Bogor, Bandung, dan Simalungun, Sumatera Utara. Status kepemilikan tanah
tersebut berasal dari hasil sendiri dan hibah dalam bentuk warisan. Dalam laporan
LHKPN, Juliari melaporkan memiliki sebuah mobil Land Rover Jeep keluaran
2008 senilai Rp 618 juta. Kendaraan tersebut merupakan satu-satunya mobil
miliknya. Masih dalam laporannya, ia juga memiliki harta bergerak lainnya
senilai Rp 1,16 miliar, dan surat berharga Rp 4,65 miliar, lalu memiliki kas dan
setara kas sebanyak Rp 10,21 miliar. Jika ditotal, Juliari mempunyai harta Rp
64,7 miliar. Akan tetapi, ia diketahui juga memiliki utang senilai Rp 17,5 miliar.
Dengan demikian, jumlah total harta Juliari Batubara adalah Rp 47,18 miliar.
Anggaran bansos masuk pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di
dalamnya termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 36,71 triliun;
Bansos Sembako Jabodetabek sebesar Rp 7,10 triliun; Bansos Tunai Non
Jabodetabek sebesar Rp 32,14 triliun; Bansos Beras Penerima PKH sebesar Rp
5,26 triliun, dan Bansos Tunai Penerima Kartu Sembako Non PKH sebesar Rp.
4,5 triliun. Dalam kasus Kemensos dengan tersangka Mensos kemungkinan
korupsi terjadi pada Bansos Sembako Jabodetabek sebesar Rp 7,10 triliun.

Mari kita lihat apa isi paket yang dikorupsi tersebut. Berdasarkan
pemantauan saya langsung di lapangan, setiap paket ditetapkan oleh pemerintah
seharga Rp 300.000. Anggaran itu dibelanjakan untuk membeli beras merek
bebas (10 kg), minyak goreng merek Filma atau yang setara (2 liter), mie instan
merek Supermi atau yang setara (10 bungkus), sarden merek Gaga atau yang
setara @155 gr (9 kaleng), kecap/saos merek Indofood atau yang setara (1 botol).
Anggaran tersebut sudah termasuk biaya pengadaan packing, goody bag, dan
transportasi. Persoalan pertama muncul ketika goody bag di isi dengan anggaran
hanya Rp 238.000/paket, bukan Rp 300.000/paket (sumber: dokumen spesifikasi
Kemensos yang kami dapat dari calon vendor). Masih pada dokumen tersebut,
tercantum fee untuk "bohir" proyek (Kemensos) sebesar 10% dari anggaran asli
atau Rp 30.000/paket. Sehingga total anggaran yang harus dibelanjakan oleh
vendor hanya Rp 238.000/paket.
8|Page

Sisa anggaran per paket diperuntukkan untuk fee oknum Kemensos 10%
(Rp 30.000/paket) dan keuntungan vendor 11,92% (Rp 32.000/paket). Namun di
laporan pertanggungjawaban tetap Rp 300.000/paket. Artinya, dari total anggaran
Bansos Sembako untuk Jabodetabek yang Rp 7,10 triliun sudah disunat 10% atau
senilai Rp 710 miliar dan untuk keuntungan vendor kurang lebih sama. Besar
sekali. Sehingga secara total dana untuk belanja isi bansos dari Rp 7,10 triliun
hanya efektif sekitar Rp 7,10 triliun - Rp 1,5 triliun = Rp 5,6 triliun. Lalu karena
vendor merasa keuntungan belum maksimal setelah disunat sebesar 10% oleh
oknum Kemensos, maka vendor mengisi goody bag dengan barang berkualitas
rendah yang tentu harganya lebih murah. Akibatnya warga miskin akan
mendapatkan paket dengan kualitas barang buruk dan mungkin juga berbahaya
untuk kesehatan.

Setelah paket dikorupsi oleh oknum Kemensos dan vendor, warga RW


saya kembali diperas terkait dengan biaya penurunan barang dari truk ke lokasi
penyimpanan RW. Dari anggaran yang ada, ditetapkan bahwa biaya menurunkan
per paket adalah Rp 5.000 yang harus dibayar dulu menggunakan uang kas RW.
Meski aneh, tetap kita turuti.

Selain waktu pengembalian dana turun paket untuk sekitar 320 paket
lambat, jumlahnya juga tidak sesuai. Seharusnya 320 paket x Rp 5.000 = Rp
1.600.000, tetapi yang diberikan hanya 320 x Rp 3.000 = Rp 960.000. Artinya,
kembali terjadi korupsi dana masyarakat sebesar Rp 640.000/bulan.

Yang lebih konyol lagi, Ketua RW kami diminta menandatangani kuitansi


kosong oleh kurir pembawa uang pengganti menurunkan paket tersebut. Bisa
dibayangkan berapa angka yang akan mereka tulis di kuitansi? Kalau Ketua RW
tidak mau tanda tangan bisa-bisa paket tidak diantar atau RW kami dapat
masalah. Jadi Ketua RW terpaksa menandatangani.

Kekonyolan berikut ketika dana tersebut tidak ditransfer melalui bank,


tetapi diantar oleh kurir. Kalau bansos dari Pemprov DKI Jakarta, biaya turun
paket utuh Rp 5000 dan ditransfer ke kas RW melalui transfer Bank dengan
jumlah sesuai spesifikasi yang dianggarkan, isi paket pun tidak diganti dengan
9|Page

barang busuk. Angkat jempol untuk Bansos Pemprov yang dikelola oleh Dinas
Sosial Pemprov DKI Jakarta.

Maka dari itu kasus diatas dapat dikatakan kasus korupsi karena dengan
adanya pengertian bahwa Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin
corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi
yang sebaliknya. Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere,
yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang
dirusak, dipikat, atau disuap. Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk
kepentingan pribadi. Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi
untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan
hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal
yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah
penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk
keuntungan pribadi.

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga orang tersangka dalam


kasus dugaan suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementerian Agama Tahun
2018/2019. Penetapan tersangka ini adalah hasil dari peristiwa tangkap tangan
yang dilakukan KPK pada Jumat, 15 Maret 2019.

KPK merasa sangat miris dan menyesalkan terjadinya jual beli jabatan di
kementerian yang seharusnya memberikan contoh baik untuk instansi lain.
Apalagi seleksi jabatan secara terbuka diharapkan menutup ruang korupsi dan
menjadi ajang penjaringan ASN dengan kompetensi terbaik untuk jabatan yang
tepat.

Setelah melakukan pemeriksaan selama 1x24 jam, KPK menemukan bukti


permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka dalam dugaan suap ini.
Tiga tersangka tersebut adalah RMY (Anggota DPR Periode 2014-2019), HRS
(Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur), dan MFQ (Kepala
Kantor Kemenag Kabupaten Gresik).
10 | P a g e

RMY bersama-sama dengan pihak Kementerian Agama diduga menerima


suap untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi, yaitu: Kepala
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik, dan Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.

Dua tersangka lain yakni HRS dan MFQ diduga memberi suap untuk
melancarkan proses mereka menduduki jabatan yang diinginkan. Seleksi jabatan
diduga diatur sedemikian rupa supaya HRS terpilih sebagai Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan MFQ terpilih sebagai
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.

Sebagai pihak yang diduga penerima, RMY dkk disangkakan melanggar


Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.

MFQ yang diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat


(1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.

Untuk HRS yang diduga sebagai pemberi, disangkakan melanggar pasal 5


ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dari contoh kasus tersebut dapat di simpulkan bahwa kasus tersebut


termasuk perilaku koruptif sedangkan pengertiannya sendiri, koruptif adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap, tindakan, dan pengetahuan seseorang
yang menjebakkan dirinya pada kegiatan korupsi. Sering
perilaku koruptif dianggap sebagai hal yang wajar untuk dilakukan dan telah
membudaya dalam masyarakat.
11 | P a g e

Dari 2 contoh kasus yang saya ambil diatas, dapat di simpulkan perbedaan
antara korupsi dan perilaku koruptif yaitu :

 korupsi adalah tindakan pejabat publik baik politisi maupun


pegawai negeri serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidak legal yang menyalahgunakan
kepercayaan publik yang telah dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.
 perilaku koruptif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
tindakan, sikap dan pengetahuan seseorang yang menjebakkan
dirinya pada kegiatan korupsi. contoh : mencontek, plagiarisme,
berbohong, memberi uang sogokan dalam pembuatan SIM dan
KTP

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan


Kasus Suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementrian Agama

Secara umum faktor adanya korupsi dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Faktor
Internal dan Faktor Eksternal.
 Faktor Internal terdiri dari aspek sosial dan aspek perilaku individu yaitu:
1. Aspek Sosial Keluarga dapat menjadi pendorong seseorang untuk
berperilaku koruptif. Menurut kaum bahviouris, lingkungan keluarga
justru dapat menjadi pendorong seseorang bertindak korupsi,
mengalahkan sifat baik yang sebenarnya telah menjadi karakter
pribadinya. Lingkungan justru memberi dorongan bukan hukuman atas
tindakan koruptif seseorang.
2. Aspek Perilaku Individu
Aspek perilaku individu seperti digambarkan diatas yang meliputi:
 Gaya hidup yang konsumtif.
 Sifat tamak/rakus.
 Moral yang lemah
3. Faktor Eksternal terdiri dari aspek sikap masyarakat terhadap korupsi,
aspek ekonomi, aspek politik, dan aspek organisasi, Aspek sikap
12 | P a g e

masyarakat, pada umumnya selalu menutupi tindak korupsi yang


dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Aspek ekonomi, yaitu
pendapatan tidak mencukupi kebutuhan, dimana dalam rentang
kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak
dalam hal ekonomi, adanya keterdesakan itu membuka ruang bagi
seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan
korupsi. Aspek politis, yaitu politik uang (money politics) pada
pemilihan umum adalah contoh tindak korupsi, dimana seseorang atau
golongan yang membeli suatu atau menyuap para pemilih/anggota partai
agar dapat memenangkan pemilu. Aspek organisasi, yaitu merupakan
sistem yang dapat digunakan sebagai sumber atau cara untuk melakukan
korupsi termasuk gratifikasi.

2.3 Upaya Penanggulangan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan Kasus


Suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementrian Agama

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut telah


membuat petunjuk dalam pengadaan selama pandemi virus corona (Covid-19).
Petunjuk tersebut dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran nomor 8 tahun 2020.
Firli menyebut telah ada delapan poin yang disampaikan untuk mencegah
terjadinya tindak pidana korupsi. "Satu di antaranya jangan pernah
menerima kickback," ujar Firli dalam konferensi pers, Minggu (6/12).

Kickback yang dimaksud dalam surat tersebut berkaitan dengan


pembayaran balik dari penyedia. Pembayaran balik tersebut merupakan bagian
dari jumlah kontrak yang diterima penyedia. Ketentuan tersebut yang diduga
dilakukan Menteri Sosial Juliari Batubara dalam dugaan suap bantuan sosial
(Bansos) di Jabodetabek. Pada kasus tersebut, Juliari menerima fee sebesar Rp
10.000 dari tiap paket bansos.

Firli bilang sebelumnya KPK dengan Kementerian Sosial telah melakukan


sejumlah upaya pencegahan. Termasuk Mensos yang datang ke KPK untuk
pencegahan korupsi. "Upaya pencegahan sudah kita lakukan, Mensos beberapa
kali datang ke KPK dalam rangka pencegahan," terang Firli.
13 | P a g e

Selain mencegah tindak pidana korupsi pada proses pengadaan,


pencegahan juga dilakukan pada proses penyaluran. KPL mengeluarkan Surat
Edaran nomor 11 tahun 2020. "Disebutkan bagaimana tentang distribusi bansos
berbasis pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)," jelas Firli. Hal itu
ditujukan agar bansos tepat sasaran, tepat guna, dan tidak ada penyalahgunaan.
Sebelumnya pemerintah memang menambah program perlindungan sosial selama
pandemi virus corona (Covid-19).

Upaya penganggulangan tentang kasus suap menyuap seperti saya ambil contoh
di Kementrian Agama yaitu :

 Penjagaan seleksi secara ketat


 Tidak adanya kegiatan diluar acara seleksi
 Memberi sanksi atau hukuman kepada oknum yang nakal
 Memberi dispent dengan dikeluarkan dari perkantoran atau jabatannya di
cabut kepada oknum agar tidak terlibat lagi didalam pekerjaan terima
menerima
14 | P a g e

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil penyusun peroleh dari makalah adalah


bahwa sebagai Warga Negara Indonesia janganlah berbuat suap menyuap
ataupun perilaku korupsi dengan memakan uang yang bukan haknya.

3.2 Saran

Adapun saran penulis sehubungan dengan pembahasan makalah ini,


kepada rekan-rekan mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji
lebih dalam tentang pemahaman korupsi dan perilaku koruptif
15 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu

https://nasional.kontan.co.id/news/kpk-sudah-bikin-petunjuk-hindari-korupsi-
bansos-mensos-masih-saja-kejeblos

https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/792-kpk-tetapkan-tiga-tersangka-
dalam-kasus-suap-seleksi-jabatan-di-lingkungan-kementerian-agama

https://news.detik.com/kolom/d-5294104/menelusuri-korupsi-bansos-corona
Page |0

Anda mungkin juga menyukai