Dosen Pengajar :
Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti. Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas
mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dengan judul “KASUS KORUPSI BANSOS
COVID-19 DAN KASUS SUAP SELEKSI JABATAN DI LINGKUNGAN
KEMENTRIAN AGAMA”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Dosen Pendidikan Anti Korupsi Bapak Zulkarnain. SH. MH yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.
Penyusun
3|Page
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan Makalah ................................................................................................ 5
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................... …6
2.1 Perbedaan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan Kasus Suap Seleksi
Jabatan dilingkungan Kementrian Agama........................................................... 6
2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan
Kasus Suap Seleksi Jabatan dilingkungan Kementrian Agama ........................ 11
2.3 Upaya Penanggulangan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dqan kasus suap
Seleksi Jabatan Dilingkungan Kementrian Agma ............................................. 12
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14
3.2 Saran ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
4|Page
BAB 1
PENDAHULUAN
Konsentrasi bangsa saat ini masih terfokus pada penyakit kronis yang
bernama korupsi. Hampir setiap hari kita senantiasa dijejali pemberitaan
mengenai kasus korupsi. Korupsi betul-betul membuktikan dirinya sebagai virus
yang menyengsarakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di negeri ini. Daya
rusaknya begitu masif dan melibatkan seluruh komponen, elemen, institusi, dan
sendi-sendi kehidupan dalam negara ini. Teramat sulit dicerna bila seorang
pemuka agama, guru besar, hakim agung atau penegak hukum lainnya, hingga
mantan aktivis mahasiswa yang getol menyoroti kasus korupsi, kini malah
terjerat kasus korupsi. Sistem yang kropos, budaya masyarakat yang permisif,
dan penegakan hukum yang lemah menjadi salah satu indikator penyebab
mewabahnya kasus korupsi. Sehingga ada benarnya pepatah dari negeri Tiongkok
yang menyatakan bahwa, “bila berpakaian serba putih, jangan sekali-kali masuk
ke dalam gudang arang, karena walaupun tidak bersentuhan dengan arang, tapi
butiran debunya yang tertiup angin tentu akan mengotori pakaian”. Munculnya
perilaku koruptif yang makin meningkat di tengah semangat reformasi dan
transparansi seakan menjadi ironis yang menyesakkan. Adanya kendala
memberantas korupsi ini karena para penikmat korupsi atau oknum koruptor-pun
berjuang habis-habisan mempertahankan eksistensinya dan bukannya takut atau
jera, namun malah semakin berani. Keberadaan lembaga pemberantasan korupsi
seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terus “digoyang” dan berupaya
dikriminalisasi, dikurangi kewenangannya, dan malah diwacanakan untuk
dibubarkan. Padahal KPK merupakan pilar terpenting dalam semangat reformasi
untuk memberantas KKN yang tumbuh subur di masa rezim Orde Baru.
Berdasarkan dari realita tersebut di atas menunjukkan bahwa upaya-upaya
pemberantasan yang digalakkan selama ini masih belum memberikan kontribusi
yang besar dan menyeluruh karena peringkat negara kita dalam indeks penilaian
korupsi tersebut masih cenderung lamban, belum memperlihatkan perubahan
yang nyata dan signifikan seperti yang diungkapkan dari rentetan hasil survei
terbaru Transparency International Indonesia (TII) bahwa Corruption Perception
5|Page
Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2013 masih berkisar
pada skor 32 atau sama seperti tahun 2012 lalu (Kompas, 4/12/2013). Kemudian
sedikit naik di tahun 2014 dengan skor 34 lalu tahun 2015 bertambah menjadi 36
dan terakhir 2016 menjadi 37 poin. Dengan mencermati realitas itu diperlukan
pemahaman dan analisa yang kompleks tentang akar permasalahan yang
membelit bangsa ini, sehingga perilaku koruptif ini tidak semakin merajalela di
negeri ini.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Perbedaan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 dan Kasus Suap Seleksi
Jabatan di Lingkungan Kementrian Agama
170/201 meter persegi yang juga berlokasi di Jakarta Selatan dengan taksiran
harga Rp 3,46 miliar. Baca juga: Punya Harta Rp 6,8 Miliar, Berapa Gaji Jaksa
Pinangki? Aset-aset tanah dan bangunan milik Juliari lainnya tersebar di kawasan
Bogor, Bandung, dan Simalungun, Sumatera Utara. Status kepemilikan tanah
tersebut berasal dari hasil sendiri dan hibah dalam bentuk warisan. Dalam laporan
LHKPN, Juliari melaporkan memiliki sebuah mobil Land Rover Jeep keluaran
2008 senilai Rp 618 juta. Kendaraan tersebut merupakan satu-satunya mobil
miliknya. Masih dalam laporannya, ia juga memiliki harta bergerak lainnya
senilai Rp 1,16 miliar, dan surat berharga Rp 4,65 miliar, lalu memiliki kas dan
setara kas sebanyak Rp 10,21 miliar. Jika ditotal, Juliari mempunyai harta Rp
64,7 miliar. Akan tetapi, ia diketahui juga memiliki utang senilai Rp 17,5 miliar.
Dengan demikian, jumlah total harta Juliari Batubara adalah Rp 47,18 miliar.
Anggaran bansos masuk pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di
dalamnya termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 36,71 triliun;
Bansos Sembako Jabodetabek sebesar Rp 7,10 triliun; Bansos Tunai Non
Jabodetabek sebesar Rp 32,14 triliun; Bansos Beras Penerima PKH sebesar Rp
5,26 triliun, dan Bansos Tunai Penerima Kartu Sembako Non PKH sebesar Rp.
4,5 triliun. Dalam kasus Kemensos dengan tersangka Mensos kemungkinan
korupsi terjadi pada Bansos Sembako Jabodetabek sebesar Rp 7,10 triliun.
Mari kita lihat apa isi paket yang dikorupsi tersebut. Berdasarkan
pemantauan saya langsung di lapangan, setiap paket ditetapkan oleh pemerintah
seharga Rp 300.000. Anggaran itu dibelanjakan untuk membeli beras merek
bebas (10 kg), minyak goreng merek Filma atau yang setara (2 liter), mie instan
merek Supermi atau yang setara (10 bungkus), sarden merek Gaga atau yang
setara @155 gr (9 kaleng), kecap/saos merek Indofood atau yang setara (1 botol).
Anggaran tersebut sudah termasuk biaya pengadaan packing, goody bag, dan
transportasi. Persoalan pertama muncul ketika goody bag di isi dengan anggaran
hanya Rp 238.000/paket, bukan Rp 300.000/paket (sumber: dokumen spesifikasi
Kemensos yang kami dapat dari calon vendor). Masih pada dokumen tersebut,
tercantum fee untuk "bohir" proyek (Kemensos) sebesar 10% dari anggaran asli
atau Rp 30.000/paket. Sehingga total anggaran yang harus dibelanjakan oleh
vendor hanya Rp 238.000/paket.
8|Page
Sisa anggaran per paket diperuntukkan untuk fee oknum Kemensos 10%
(Rp 30.000/paket) dan keuntungan vendor 11,92% (Rp 32.000/paket). Namun di
laporan pertanggungjawaban tetap Rp 300.000/paket. Artinya, dari total anggaran
Bansos Sembako untuk Jabodetabek yang Rp 7,10 triliun sudah disunat 10% atau
senilai Rp 710 miliar dan untuk keuntungan vendor kurang lebih sama. Besar
sekali. Sehingga secara total dana untuk belanja isi bansos dari Rp 7,10 triliun
hanya efektif sekitar Rp 7,10 triliun - Rp 1,5 triliun = Rp 5,6 triliun. Lalu karena
vendor merasa keuntungan belum maksimal setelah disunat sebesar 10% oleh
oknum Kemensos, maka vendor mengisi goody bag dengan barang berkualitas
rendah yang tentu harganya lebih murah. Akibatnya warga miskin akan
mendapatkan paket dengan kualitas barang buruk dan mungkin juga berbahaya
untuk kesehatan.
Selain waktu pengembalian dana turun paket untuk sekitar 320 paket
lambat, jumlahnya juga tidak sesuai. Seharusnya 320 paket x Rp 5.000 = Rp
1.600.000, tetapi yang diberikan hanya 320 x Rp 3.000 = Rp 960.000. Artinya,
kembali terjadi korupsi dana masyarakat sebesar Rp 640.000/bulan.
barang busuk. Angkat jempol untuk Bansos Pemprov yang dikelola oleh Dinas
Sosial Pemprov DKI Jakarta.
Maka dari itu kasus diatas dapat dikatakan kasus korupsi karena dengan
adanya pengertian bahwa Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin
corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi
yang sebaliknya. Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere,
yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang
dirusak, dipikat, atau disuap. Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk
kepentingan pribadi. Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi
untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan
hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal
yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah
penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk
keuntungan pribadi.
KPK merasa sangat miris dan menyesalkan terjadinya jual beli jabatan di
kementerian yang seharusnya memberikan contoh baik untuk instansi lain.
Apalagi seleksi jabatan secara terbuka diharapkan menutup ruang korupsi dan
menjadi ajang penjaringan ASN dengan kompetensi terbaik untuk jabatan yang
tepat.
Dua tersangka lain yakni HRS dan MFQ diduga memberi suap untuk
melancarkan proses mereka menduduki jabatan yang diinginkan. Seleksi jabatan
diduga diatur sedemikian rupa supaya HRS terpilih sebagai Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan MFQ terpilih sebagai
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.
Dari 2 contoh kasus yang saya ambil diatas, dapat di simpulkan perbedaan
antara korupsi dan perilaku koruptif yaitu :
Secara umum faktor adanya korupsi dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Faktor
Internal dan Faktor Eksternal.
Faktor Internal terdiri dari aspek sosial dan aspek perilaku individu yaitu:
1. Aspek Sosial Keluarga dapat menjadi pendorong seseorang untuk
berperilaku koruptif. Menurut kaum bahviouris, lingkungan keluarga
justru dapat menjadi pendorong seseorang bertindak korupsi,
mengalahkan sifat baik yang sebenarnya telah menjadi karakter
pribadinya. Lingkungan justru memberi dorongan bukan hukuman atas
tindakan koruptif seseorang.
2. Aspek Perilaku Individu
Aspek perilaku individu seperti digambarkan diatas yang meliputi:
Gaya hidup yang konsumtif.
Sifat tamak/rakus.
Moral yang lemah
3. Faktor Eksternal terdiri dari aspek sikap masyarakat terhadap korupsi,
aspek ekonomi, aspek politik, dan aspek organisasi, Aspek sikap
12 | P a g e
Upaya penganggulangan tentang kasus suap menyuap seperti saya ambil contoh
di Kementrian Agama yaitu :
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu
https://nasional.kontan.co.id/news/kpk-sudah-bikin-petunjuk-hindari-korupsi-
bansos-mensos-masih-saja-kejeblos
https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/792-kpk-tetapkan-tiga-tersangka-
dalam-kasus-suap-seleksi-jabatan-di-lingkungan-kementerian-agama
https://news.detik.com/kolom/d-5294104/menelusuri-korupsi-bansos-corona
Page |0