Anggota Kelompok:
CIVICS-UM163
Manajemen D - 2022
Fakultas Bisnis
TANGERANG
2022
i
Lembar Pengesahan
Hari :
Tanggal :
Disetujui oleh :
Ketua Kelompok
ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul……………………………………………………………….i
Lembar Pengesahan……………………………………………………………ii
Daftar Isi………………………………………………………………………iii
BAB 1: PENDAHULUAN………..……………………………………………1
iii
2.11 Korupsi Menurut Perspektif Kewarganegaraan………………………16
LAMPIRAN……………………………………………………………………27
iiii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebaliknya, dalam sudut pandang tindak korupsi dan pungutan liar tentu
bertentangan dengan nilai Caring, Credible, dan Competent. Tidak sesuai karena
dalam prinsip 5C, Caring berarti peduli dengan orang lain atau demi kepentingan
orang lain. Sedangkan, tindak korupsi dan pungutan liar merupakan tindakan
yang egois karena hanya mementingkan keuntungan diri sendiri dan merugikan
orang lain. Maka dari itu kami mengkaji penelitian ini dan melakukan
wawancara agar masyarakat lebih sadar dan waspada akan pungli. Sehingga,
korban pungutan liar yang tidak sadar bahwa dirinya telah menjadi korban dapat
mengetahuinya dan mengantisipasi agar tidak terkena praktik tercela ini lagi.
Lalu, tidak sesuai dengan prinsip Credible karena nilai tersebut berarti
dapat dipercaya dan diandalkan oleh masyarakat. Sedangkan, tindak korupsi
pungutan liar membuat resah masyarakat dan apabila lembaga pemerintah tidak
segera menindak lanjuti dengan baik dan benar, akan terjadi krisis kepercayaan
kepada lembaga pemerintah tersebut dan biasanya masyarakat tidak percaya lagi
kepada lembaga pemerintah karena pelaku tindakan pungli tidak dijatuhkan
hukuman yang sebanding dengan perbuatannya, sehingga masyarakat tidak lagi
percaya pada proses hukum yang berlaku. Maka dari itu, penelitian ini dikaji
agar dapat memberikan informasi kepada lembaga pemerintah mengenai kasus
pungutan liar. Sehingga, diharapkan para lembaga pemerintah dapat mengambil
langkah selanjutnya untuk mengatasi kasus pungutan liar yang masih kerap
meresahkan masyarakat. Serta tidak sesuai dengan Competent karena nilai
tersebut berarti melakukan pekerjaan dengan sikap bertanggung jawab dan
profesional. Namun perilaku korupsi berupa pungli berarti tidak melakukan
tugasnya dengan baik karena hanya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri
dengan merugikan masyarakat. Maka dari itu, penelitian ini dikaji agar dapat
menambahkan wawasan dan pengetahuan terkait pungutan liar agar masyarakat
menjadi pribadi yang profesional sehingga tidak melakukan praktik tersebut.
4
Nilai religius dapat dikatakan sebagai nilai mutlak dan tertinggi yang
bersumber langsung dari kepercayaan agama. Terkait hal ini, masing - masing
agama memiliki perspektif yang berbeda terhadap korupsi. Dalam agama Islam,
korupsi dikenal sebagai ghulul yang awalnya bermakna mengambil sesuatu dari
harta hasil perang sebelum dibagikan. Semenjak itu, kata ghulul selalu
disebutkan untuk setiap perbuatan curang dalam suatu urusan. Lalu, dalam
pandangan agama Kristen, menyebutkan sebesar apapun kekuasaan yang ada,
korupsi tetaplah tindakan penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi juga disebutkan
dalam firman Tuhan: "Jika iya, hendaklah kamu katakan iya. Jika tidak,
hendaklah kamu katakan tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat"
( Matius 5 : 37 ). Lalu, dalam agama Hindu disebutkan bahwa korupsi
merupakan hal yang mengumbar hawa nafsu misalnya mencuri, berzinah, madat,
berjudi dan sebagainya. Hal ini adalah salah satu aturan dalam PancaSila
Buddhis yang perlu dihindari oleh umatnya. Begitu pula dengan agama Buddha,
yang dimana perspektifnya terhadap korupsi memiliki makna yang tidak jauh
beda dari agama Hindu, yaitu melanggar aturan moralitas. Dari beberapa agama
yang disebutkan sebelumnya, tindakan korupsi tentu sangat bertentangan dengan
ajaran agama manapun juga. Semua agama sepakat bahwa mengambil hak yang
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(2022), beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab terjadinya pungutan liar
antara lain adalah penyalahgunaan wewenang, faktor mental, faktor ekonomi,
faktor kultural dan budaya organisasi, terbatasnya sumber daya manusia, dan
juga lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan, serta pelaku dituntut
untuk menyerahkan sebagian hasil pemungutannya kepada oknum tertentu.
Faktor penyalahgunaan wewenang dapat menjadi penyebab pungutan
liar, karena dengan adanya kekuasaan akan memudahkan mendapatkan atau
memperoleh sesuatu, sehingga seseorang yang memiliki jabatan atau wewenang
lebih berpotensi dalam melakukan aksi pungutan liar. Sedangkan, faktor mental
dapat menjadi penyebab pungutan liar, karena seseorang melakukan pungutan
liar atas karakter ataupun kelakuan dari pelaku dalam bertindak serta mengontrol
dirinya sendiri untuk tidak melakukan aksi pungutan liar. Lalu, faktor ekonomi
juga dapat menjadi penyebab pungutan liar, karena kebutuhan fisiologis pelaku
belum terpenuhi atau tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Lalu, adanya faktor
kultural dan budaya disebabkan oleh organisasi yang terbentuk dan berjalan
terus menerus di suatu lembaga sehingga pungutan liar menjadi suatu hal yang
biasa di masyarakat. Sedangkan, faktor terbatasnya sumber daya manusia bisa
menyebabkan aksi pungutan liar karena pelaku akan menyalahgunakan
keterbatasan tersebut untuk meminta sejumlah uang yang tidak lazim.
Sedangkan untuk faktor lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan
dapat menjadi penyebab aksi pungutan liar karena akan membuat pelaku merasa
lebih bebas dan berani dalam melakukan aksi pungutan liar.
yang buruk bagi bangsa ini, yakni budaya koruptif. Jika pungutan liar
telah menjadi budaya, tentu akan amat sulit untuk disembuhkan. Untuk
itu, agar tidak menjadi budaya, kasus pungli seharusnya segera ditumpas
dengan tegas. Jangan ada pembiaran, apalagi dalam waktu yang lama.
3. Merusak Demokrasi
Pungutan liar yang dilakukan dalam kegiatan pemilihan umum oleh
seorang kandidat, dengan memberikan imbalan berupa uang atau bentuk
apapun bagi siapa saja yang memilihnya agar ia menang dan menduduki
jabatan tertentu. Tentu akan mengakibatkan rusaknya nilai demokrasi
yang telah dibangun untuk kebebasan berbangsa dan bernegara.
4. Merusak Ekonomi dan Menambah Angka Kriminalitas
Pungutan liar yang dilakukan dapat mengakibatkan menurunnya tingkat
perekonomian dalam suatu negara. Hal ini dapat terjadi, karena
perbuatan ini akan membuat suatu perusahaan tidak dapat bertahan
secara efisien dan tidak berkembang, sehingga lapangan pekerjaan
semakin berkurang dan jumlah pengangguran menjadi semakin
bertambah. Maka, secara otomatis keamanan bagi suatu negara menjadi
tidak lagi kondusif, karena angka kriminalitas akan meningkat akibat dari
sulitnya mendapatkan kebutuhan fisiologis.
5. Terjadinya Krisis Kepercayaan
Pungutan liar yang dilakukan dapat mengakibatkan tidak adanya
kepercayaan terhadap lembaga pemerintah, karena masyarakat merasa
tidak puas atas tindakan hukum yang dijatuhkan atau perbuatan yang
dilakukan oleh para pelaku tidak sebanding dengan hukuman yang
diberikan oleh lembaga pemerintah. Sehingga, masyarakat tidak lagi
percaya pada proses hukum yang berlaku.
Selain itu, korupsi berupa pungutan liar juga melanggar hak asasi
manusia (HAM). Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang diterima setiap
manusia mulai dari lahir hingga ia meninggal. Menurut John Locke dalam
bukunya yang berjudul The Second Treatise of Civil Government and a Letter
Concerning Toleration (1964), Hak asasi manusia adalah hak yang dikaruniai
oleh alam yang melekat didalam diri individu berupa hak atas hidup, kebebasan
dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut
atau diganggu gugat oleh negara. Korupsi melanggar hak asasi manusia karena
telah merebut hak yang seharusnya diperoleh oleh orang lain namun malah
dijadikan keuntungan untuk dirinya sendiri. Misalnya saja pada kasus korupsi
dana bantuan sosial COVID-19 yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial
Juliari Batubara, yang menggelapkan dana bantuan sosial hingga $14,5 miliar.
Padahal harusnya rakyat memperoleh hak mereka untuk menerima dana tersebut
untuk memenuhi kebutuhan mereka di tengah krisis pandemi COVID-19 pada
tahun 2020. Adapun kasus lain yang terjadi pada tahun 2022 mengenai tindak
korupsi berupa pungutan liar atau biasa disingkat pungli. Aksi pungli yang
dilakukan oleh aparat kepolisian lalu lintas di Jalan Tol Cipularang KM 84
sangatlah meresahkan sopir karena meminta uang dengan nominal besar serta
diancam dengan Surat Tilang walaupun tidak ada kesalahan atau melanggar
peraturan lalu lintas. Tentu saja kasus ini berkaitan dengan penyelewengan
kekuasaan dan juga melanggar hak asasi manusia yang membuat masyarakat
sengsara. Menurut Lawalata (2013) tindak korupsi menimbulkan kesengsaraan
bagi masyarakat kecil di suatu negara.
Dengan tindak korupsi yang melanggar hak asasi manusia (HAM) maka
juga telah melanggar hukum yang ada. Korupsi dapat dipandang sebagai
perbuatan melawan hukum, karena setiap orang yang melakukan tindak korupsi
telah merugikan keuangan pemerintah atau perekonomian pemerintah, dengan
tujuan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, korporasi, dan/atau kelompok.
Dalam hukum, definisi korupsi telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU
No. 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk tindak pidana korupsi yang
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan apa saja yang termasuk
kedalam bisa tindak korupsi dan harus diberikan sanksi pidana. 30 bentuk tindak
pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 7 tindak
pidana korupsi yakni:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
19
7. Gratifikasi
Adapun bentuk tindak pidana korupsi yang juga telah dijelaskan pada
UU No.31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001 adalah:
a. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
b. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
c. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
d. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan
palsu
e. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan
atau memberikan keterangan palsu
f. Saksi yang membuka identitas pelapor
tanggung jawabnya. Sedangkan, hati nurani adalah kodrat manusia untuk terarah
kepada kebaikan yakni Tuhan. Menurut, Yong Ohoitimur, hati nurani adalah hati
yang di cahayai oleh Tuhan atau Allah, sehingga selalu terarah kepada hal yang
baik. Sedangkan, suara batin adalah hasil internalisasi atau hasil pembatinan dari
norma-norma yang diterima di masyarakat, atau keluarga, atau sekolah atau
agama dan biasanya muncul dalam bentuk perasaan bersalah. Dalam kasus
tindak korupsi, tentunya telah melanggar atau tidak sesuai dengan ketiga proses
internal dalam diri manusia. Dalam suara hati, pelaku korupsi membuat
keputusan dalam bertindak tidak disertai dengan akal budi, karena ia tidak dapat
berpikir dan mengembangkan hidupnya untuk orang lain, ia hanya
mementingkan dirinya sendiri. Dalam hati nurani, tindak korupsi tidaklah sesuai
dengan ajaran kebaikan Tuhan dan terarah kepada hal yang buruk, yang
merugikan banyak orang untuk memenuhi kebahagiaan dirinya sendiri.
Sedangkan dalam suara batin, pelaku korupsi harusnya mengalami perasaan
bersalah dalam batin, karena telah melakukan suatu pelanggaran padahal ia
dapat menilai bahwa pelanggaran aturan bukanlah hal yang baik. Walaupun,
tindakan korupsi disebabkan keadaan mendesak seperti keadaan ekonomi yang
tidak baik, namun tidak dapat dibenarkan perbuatan korupsi tersebut. Karena
uang yang diperoleh didapat dari pengambilan hak milik orang lain dan tentunya
tidak halal apalagi tindak korupsi tersebut sudah pasti menimbulkan
kesengsaraan. Misalnya pada pedagang kaki lima yang sering menjadi korban
kasus korupsi berupa pungutan liar. Yang seharusnya ia mendapatkan lebih
banyak keuntungan dari hasil penjualan malah menjadi menambahkan
pengeluarannya akibat dari pungutan liar tersebut yang kerap merugikan
pedagang.
24
BAB 3
METODE PENELITIAN
BAB 4
JADWAL KEGIATAN
BAB 5
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
2 NIM 00000071085
4 E-mail ferdinand.dwidiantra@student.umn.ac.
id
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata
ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Proposal PKM Penelitian.
2 NIM 00000071156
4 E-mail aurellia.shabrina@student.umn.ac.id
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata
ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Proposal PKM Penelitian.
2 NIM 00000070246
4 E-mail arvin.sahadi@student.umn.ac.id
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata
ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Proposal PKM Penelitian.
Arvin Sahadi
(NIM. 00000070246)
31
2 NIM 00000070847
4 E-mail dwi.putri@student.umn.ac.id
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata
ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Proposal Penelitian.
2 NIM 00000088706
4 E-mail jonathan.ridcho@student.umn.ac.id
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata
ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Proposal PKM Penelitian.
2 NIM 000000071355
4 E-mail muhammad.hanief@student.umn.ac.id
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata
ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Proposal Penelitian.
2 NIDN L00381
5 E-mail agustinus.sugeng@lecturer.umn.ac.id
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata
ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan Proposal PKM Penelitian.