”FARAIDH”
Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan Pembelajaran pada Mata Kuliah Ibadah Dan
Muamalah
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Ibadah dan Muamalah sesuai dengan
waktu yang telah diberikan, dalam penyusunan makalah ini, ada kemungkinan masih jauh
dari kesempurnaan. Namun demikian, penyusun telah berusaha semaksimal mungkin agar
hasil dari tulisan ini tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada.
Atas dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penyusun bisa menyelesaikan makalah
ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen
yang mengajar mata kuliah Bahasa Indonesia yang memberikan pengajaran dan arahan
dalam penyusunan makalah ini, dan tidak lupa kepada teman-teman semua yang telah ikut
berpartisipasi dalam membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena tak ada
gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Sehingga, hal ini dapat mendatangkan manfaat untuk kita
semua.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
A. Latar belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan masalah..................................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................................6
A. Pengertian Faraidh.................................................................................................................6
D. Pengertian wasiat.................................................................................................................14
E. Syarat wasiat........................................................................................................................14
F. Rukun wasiat........................................................................................................................16
3
G. Hukum melaksanakan dan meninggalkan wasiat.................................................................17
BAB III............................................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................................19
A. KESIMPULAN........................................................................................................................19
B. SARAN..................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................20
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
5
4. Apa Pengertian wasiat?
5. Apa Syarat wasiat?
6. Bagaimana Rukun wasiat?
7. Apa Hukum melaksanakan dan meninggalkan wasiat.?
8. Apa Nilai-nilai Filosofi dalam kewarisan?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui bagaimana
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam ilmu mewaris, yaitu pengertian faraidh, rukun
waris dan sebab-sebab memperoleh warisan, syarat-syarat pewarisan, penghalang
mendapat warisan, dan juga permasalahan ahli waris beserta klasifikasinya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Faraidh
Ilmu Faraid adalah ilmu yang diketahui dengannya siapa yang berhak mendapat
waris, siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.
Menurut Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, definisi ilmu al-faraidh yang paling
tepat adalah apa yang disebutkan Ad-Dardir dalam Asy-Syarhul Kabir (juz 4, hal. 406),
bahwa ilmu al-faraidh adalah: “Ilmu yang dengannya dapat diketahui siapa yang berhak
mewarisi dengan (rincian) jatah warisnya masing-masing dan diketahui pula siapa yang
tidak berhak mewarisi.” Pokok bahasan ilmu al-faraidh adalah pembagian harta waris
yang ditinggalkan si mayit kepada ahli warisnya, sesuai bimbingan Allah dan Rasul-
Nya.
Demikian pula mendudukkan siapa yang berhak mendapatkan harta waris dan siapa
yang tidak berhak mendapatkannya dari keluarga si mayit, serta memproses
penghitungannya agar dapat diketahui jatah/bagian dari masing-masing ahli waris
tersebut.
Ashabah adalah bentuk jamak dari kata ”ashib” yang berarti mengikat dan
menguatkan hubungan. Secara istilah, ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak
ditetapkan, tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta, setelah harta tersebut
dibagi kepada ahli waris dzawil furudh.
Ada tiga kemungkinan seseorang menjadi ahli waris ashabah, yaitu sebagai berikut:
Pertama, mendapat seluruh harta waris saat ahli waris dzawil furudh tidak ada.
Kedua, mendapat sisa harta waris bersama ahli waris dzawil furudh saat ahli waris
dzawil tersebut ada.
7
Ketiga, tidak mendapatkan sisa harta warisan karena telah habis dibagikan kepada ahli
waris dzawil furud
Mengutip buku Fiqih Keluarga: Antara Konsep dan Realitas oleh Abdul Wasik, ada
tiga macam ahli waris ashabah yang dikenal dalam Islam, yaitu ashabah binafsihi,
ashabah bilghair, dan ashabah ma'alghair. Berikut penjelasan lengkapnya:
1. Ashabah Binafsihi
Ashabah binafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa harta warisan dengan
sendirinya, tanpa disebabkan orang lain. Ahli waris yang masuk dalam kategori ini
yaitu:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki
3. Ayah
4. Kakek
5. Saudara kandung laki-laki
6. Saudara seayah laki-laki
7. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
8. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
9. Paman kandung
10. Paman seayah
11. Anak laki-laki paman kandung
12. Anak laki-laki paman seayah
13. Laki-laki yang memerdekakan budak
Apabila semua ashabah ada, maka tidak semuanya mendapat bagian. Akan tetapi,
harus didahulukan orang-orang yang lebih dekat pertaliannya dengan pewaris. Jadi,
penentuannya diatur berdasarkan nomor urut di atas.
Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan,
maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya ialah,
untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat dari bagian anak perempuan.
2. Ashabah Bilghair
Mengutip buku Fikih untuk MA Kelas XI Kurikulum 2013, ashabah bilghair yaitu
anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah
8
jika bersama saudara laki-laki mereka. Berikut keterangan lebih lanjut tentang beberapa
perempuan yang menjadi ashabah bilghair:
3. Ashabah Ma’alghair
Ashabah ini disebut juga ashabah bersama orang lain, yaitu ahli waris perempuan yang
menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah :
diambil dari harta peninggalan, dengan letentuan tidak berlebih - lebihan dan dalam
batas yang dibenarkan dalam agama islam. Hal - hal yang tidak dituntunkan dalam
ajaran agama Islam tidak usah dilakukan, apabila dilakukan juga karena desakan tradisi
misalnya, tidak dibiayai dengan harta peninggalan. Misalnya makan minum yang
9
disajikan sebelum atau sesudah pemakaman tidak diajarkan Islam. Oleh karenanya
menyelennggarakan hal itu kecuali tidak diajarkan, andai kata diselenggarakan juga,
biaya tidak dapat dibebankan kepadan harta peninngggalan.
Demikian pula mengadaan upacara- upacara selamatan tiga har1, tujuh hari, dan
empat puluh hari setelah kematian tidak diajarkan Islam. Oleh karenanya apabila hal -
hal semacam ini diadakan juga karena desakan adat istiadat, biayanya tidak dapat
diambil dari harta peninggalan.
Kewajiban zakat haruslah ditunaikan kalau memang harta - harta tersebut sudah
memenuhi syarat - syarat untuk dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan - ketentuan
zakat. Sehingga andalkata harta itu sudah memenuhi nishab tetapi pada saat itu a
meninggal belum mencapai haul (1 tahun, untuk harta dagangan, emas dan sebagainya),
maka tentu saja zakat untuk harta – harta tersebut tidak wajib dikeluarkan.
Pembagian waris
10
B. Ahli Waris Dan Bagiannya
Adapun ahli waris dari seorang pewaris yang telah meninggal dunia adalah sebagai
berikut:
1. Pihak laki-laki:+
• Anak laki-laki.
• Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) dari pihak anak laki-laki, dan terus
kebawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki.
• Bapak.
• Kakek dari pihak bapak, dan terus katas pertalian yang belum putus dari pihak
bapak.
• Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.
• Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak
• Suami
Jika ke-15 orang diatas itu mash ada, maka yang mendapat harta waris
11
dari mereka itu ada 3 orang saja, yaitu: Bapak, anak laki-laki, dan suami.
2. Pihak perempuan:"
Anak perempuan.
• Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah, asal pertaliannya
dengan yang meninggal itu mash terus laki-laki.
• Ibu dari ibu terus keatas pihak ibu sebelum anak laki-laki. Saudara perempuan
yang serbu sebap
• Istri
Jika ke-10 orang yang diatas itu masih ada, maka yang dapat mewarisi dari mereka
itu hanya 5 orang saja, yaitu: istri, anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki,
ibu, saudara perempuan yang seibu sebapak Sekiranya 25 orang tersebut diatas, baik
dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan itu masih ada, maka yang pasti
mendapat harta waris hanya salah seorang dari dua suami istri, ibu dan bapak, anak
laki-laki dan anak Jumlah Bagian Ahli Waris (Furudu>/ Muqadarah)
b. Anak perempuan dari anak laki-laki, a apabila tidak ada perempuan. Saudara
perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila saudara perempuan seibu
sebapak tidak ada dan ia hanya sendiri saja.
d. Suami, apabila istrinya yang meninggal dunia tidak meninggalkan anak dan tidak
adapula anak dari anak laki-laki, baik laki maupun perempuan
12
2. Yang mendapat bagian seperempat
a. Suami, apabila istrinya meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak
laki-laki maupun perempuan, atau meninggalkan anakdari anak lakilaki atau
perempuan.
b. Istri, baik hanya satu orang atau berbilang, jika suami tidak meninggalkan
anak (baik anak laki-laki maupun perempuan) dan tidak pula anak dari anak
laki-laki (baik laki-laki maupun perempuan). Maka apabila istri itu
berbilang, seperti empat itu dibagi rata antara mereka.
Y aitu istri, baik satu atau berbilang. Mendapat pusaka dari suaminya seperdelapan
dari harta apabila suaminya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak. baik anak
laki-laki maupun perempuan, atau anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun
perempuan.
a. Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak
laki-laki. Berarti apabila anak perempuan berbilang, sedangkan anak laki-
laki tidak ada, maka mereka mendapatkan dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan ole bapak mereka.
b. Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila anak
c. perempuan tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang
d. berbilang itu, maka mereka mendapat pusaka dari kakek mereka sebanyak
dua pertiga dari harta dari harta.
e. Saudara perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang (dua ataulebih).
f. Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih.
a. Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anakdari
anak laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baiklaki-
laki maupun perempuan, baik seibu sebapak ataupun sebapak saja,arau seiu
sa
b. Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki
maupun perempuan.
13
• Yang mendapatkan bagian seperenam
a. Ibu, apabila ia beserta anak, beserta anak dari anak laki-laki, atau beserta
dua saudara atau lebih, baik saudara laki-laki atau saudara perempuan,seibu
sebapak, sebapak saja atau seibu saja.
b. Bapak si mayat, apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari
anak laki-laki.
c. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), kalau ibu tidak ada.
d. Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anaklaki-
laki). Mereka mendapat seperenam dari harta, baik sendiri ataupun
berbilang, apabila bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi
apabilaanak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tadi tidak
mendapat pusaka.
e. Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak lakilaki,
sedangkan bapak tidak ada.
f. Untuk scorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
g. Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang,
Apabila beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun apabila saudara
seibu sebapak berbilang (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat pusaka
(dengan alasan berdasarkan ijma' ulama). Pembagian Harta waris menurut Islam
Menganut asas keadilan proporsional tau keadilan berimbang. Mempertimbangkan
keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara yang diperoleh dan
keperluan kegunaan.
Dari ketiga ayat tersebut diatas, Al-Qur an menentukan bagian bagian tertentu
kepada ahli waris, yaitu:
Setengah(1/2)
Sepertiga (1/3)
Seperempat (1/4)
Seperenam(1/6)
14
Seperdelapan (1/8) dan
Selain dzawil furud dan hijab dikenal pula adanya Asabah, asabah yaitu ahli waris
yang tidak ditentukan berapa bear bagiannya, namun berhak menghabiskan semua harta
jika mewarisi seorang diri, atau semua sisa harta jika mewarisi bersama ahli waris
dzawil furudh.
D. Pengertian wasiat
Wasiat adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Sedangkan surat wasiat adalah
sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi
setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.
E. Syarat wasiat
15
tidak mendapat bagian dari harta warisannya akibat dari halangan tertentu. Ada
beberapa krateria bagi pemberi
wasiat. Antaranya ialah :
1) Berakal, Wasiat tidak sah jika dilakukan oleh orang gila atau
terencat akal, orang yang pengsan dan orang yang mabuk.
Kesemua mereka dianggap orang-orang yang kehilangan akal
yang meerupakan asas kepada taklif, dengan ini orang-orang ini
tidaka layak memberi wasiat
2) Baligh, Syarat ini juga asas kepada taklif. Dengan ini, adalah tidak
sah wasiat daripada seorang kanak-kanak walaupun telah
mumaiyiz kerana ia tidak layak berwasiat.
4) Kemauan sendiri, wasiat tidak sah jika dilakukan oleh orang yang
dipaksa. Ini kerana wasiat bermakna menyerahkan hak milik maka
ia perlu melalui keredaan dan pilihan pemiliknya.
b. Penerima wasiat
Penerima wasiat adalah orang atau badan yang mendapat harta
warisan dari pemberi wasiat. Penerima wasiat haruslah mempunyai
krateria untuk menerima wasiat. Antaranya ialah :
16
c. Barang yang diwasiatkan
Adapun syarat-syarat bagi barang atau benda yang diwasiatkan
adalah: 44
1) Barang itu dikira sebagai harta dan ia boleh diwarisi.
2) Barang tersebut dari harta yang boleh dinilai atau mempunyai
nilai kewangan sama ada melibatkan benda atau manfaat dari
susut syarak.
3) Barang tersebut boleh dipindahmilik sekalipun tiada pada
waktu berwasiat.
4) Barang itu dimiliki oleh pemberi wasiat ketika berwasiat jika
zatnya ditentukan.
5) Barang itu bukanlah sesuatu yang maksiat seperti mewasiatkan
rumah untuk dijadikan gereja, pusat judi dan sebagainya.
6) Harta atau barang tersebut hendaklah tidak melebihi kadar 1/3
harta pewasiat
17
3) Hendaklah persetujuan tersebut diambil setelah kematian pewasiat.
Tanpa harus memperhatikan apakah penerima wasiat setuju atau menolak wasiat
sebelum pewasiat meninggal
F. Rukun wasiat
18
Seperti telah disebutkan diawal bahwa ketentuan Kewarisan telah diatur
sedemikian rupa dalam Al-Qur’an. Dibandingkan dengan ayat-ayat hukum
lainnya, ayat-ayat hukum inilah yang paling tegas dan rinci isi kandungannya. Ini
tentu ada hikmah yang ingin di capai oleh Al-Qur’an tentang ketegasan hukum
dalam hal Kewarisan.
Berikut ini ada beberapa hikmah adanya pembagian waris menurut hukum
islam[3]:
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
20
Adapun saran penulis kepada pembaca semoga makalah ini bisa memberi
pengetahuan yang mendalam kepada semua yang telah membaca makalah ini,
khususnya pengetahuan Ibadah dan Muamalah pada materi tentang Faraidh.
Semoga makalah ini bisa dimanfaatkan dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
http://etheses.uin-malang.ac.id/1679/5/06210029_Bab_2.pdf
https://id.scribd.com/document/478387044/pembagian-waris-1
http://andhikhariz.blogspot.com/2012/06/filosofi-hukum-islam-tentang-
waris.html?m=1
https://www.scribd.com/document/369639292/Makalah-Wasiat-AIK-5
21
22