Disusun Oleh :
website: http://www.stai-dt.ac.id
Puji dan syukur kepada Allah yang telah memberikan taufik dan hidayah
serta ridha-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tema “Al-Irtsi Bi quraabatu ar-Rahmi”. Makalah ini dibuat bertujuan untuk
mengetahui pentingnya Waris Untuk Kerabat, dalam hal pembagiannya juga
pembahasan QS. An-Nisa ayat 11-12, mengetahui tafsirnya hingga tidak salah
dalam memahami juga mempraktikkannya saat pembagian waris. Shalawat
beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada panutan alam, Rasullullah
SAW, sebagai figur pertama umat Islam dalam menjalankan Assunnah.
Kami sadar hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, untuk itu
kami memohon maaf atas kesalahan dan segala kekurangan dari makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menambah wawasan bagi pembacanya.
Untuk mencapai kesempurnaan dari makalah ini, kami mohon kritik dan saran
dari pembaca.
Penyusun
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil‟alamin. Alquran dan Assunnah Yang
dibawa oleh Rasulullah SAW, menjadi penerang bagi setiap umat manusia. Di
dalamnya terdapat berbagai macam ilmu. Di antaranya yaitu ilmu fiqih, ushul
fiqih, bahasa Arab, Ilmu Faraidh (waris) dan ilmu lainnya. Semakin intensif
manusia menggali Alquran dan Assunnah maka akan semakin banyak pula isyarat
keilmuan yang didapatkan, Sehinnga manusia dapat terlepas dari masa
kebodohan.
Ilmu Faraidh (Waris) adalah ilmu yang sangat penting dan hanya ada di
dalam Islam yang menjelaskan tentang ilmu mawaris ini. Karena yang kita
ketahui sekarang banyak sekali yang belum memahami ilmu mawaris ini sehingga
saat pembagian harta waris banyak orang-orang yang tidak setuju atau bahkan
terjadi perselisihan di antara keluarga. Maka dari itu ilmu mawaris ini disebut juga
Tirkah yang berarti Peninggalan atau harta yang ditinggal. Dan ini menjadi hal
penting bagi kita sebagai umat Islam agar mempelajari juga memahami ilmu
mawaris ini serta faham dengan pembagian kepada ahli waris ini sehingga tidak
ada fitnah antar persaudaraan Muslim.
Jadi pada makalah ini kita akan memaparkan penjelasan tentang Ilmu
Faraidh (Waris) serta pembagian waris kepada kerabat. Dan semoga Allah
fahamkan kita semua dalam mempelajari dan memahaminya.
C. Tujuan Masalah
1. Memaparkan pentingnya Ilmu Faraidh (Waris).
2. Memaparkan objek Ilmu Waris juga Sumber Hukum dalam Ilmu Waris.
3. Menganalisa dan mengimani pembagian waris kepada ahli waris, misal:
kerabat.
4. Menganalisa juga memahami tafsir dari QS. An-Nisa ayat 11-12.
D. Manfaat
1. Mengetahui Pentingnya Ilmu Faraidh (Waris).
2. Mengetahui ojek Ilmu Waris juga Sumber Hukum dalam Ilmu Waris.
3. Memahami dan mengimani pembagian waris kepada kerabat.
4. Mengetahui dan memahami tafsir QS. An-Nisa ayat 11-12.
5. Mampu menjelaskan kepada orang lain pentingnya Ilmu Faraidh (waris).
PEMBAHASAN
Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang
telah meninggal dunia kepada ahli warisnya 1. Dalam istilah lain, waris disebut
juga dengan Faraidh, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama
Islam kepada semua yang berhak menerimanya2.
.ٍصٍَّةَ ِل َى ِازث
ِ ك َحمًَّ ُ فَالَ َو َ إِ َّن هللاَ لَدْ أ َ ْع
ٍ ّ طى ُو َّل ذِي َح
“Allah telah memberikan kepada setiap orang yang berhak atas haknya.
Ketahuilah! Tidak ada wasiat kepada ahli waris.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Secara etimologi lafadz farāiḍ adalah bentuk jamak dari farīḍah (sesuatu
yang diwajibkan), diambil dari kata Al-farḍu (kewajiban) yang memiliki makna
Etimologi dan Terminologi. Secara etimologi kata al-farḍu memiliki beberapa
arti, di antaranya adalah: al-wājibu (wajib), al-muqaddaru (diperkirakan), al-ḥaẓzu
(pembatasan), al-taqdīru (ketentuan), al-qaṭ‟u (ketetapan/kepastian), al-inzālu
(menurunkan), at-tabyīnu (penjelasan), al-Naṣību Al-muqaddaru al-mafrūḍu
(bagian yang ditentukan). Dan dinamakan al-farḍu sebagai farḍan karena ada
Karakteristik dari ilmu tersebut yang langsung ditetapkan oleh Allah swt.3
1
Wirjono Prodjodikoro, 1991: 13
2
Moh. Rifa’i, Zuhri, dan Solomo, 1978:242
3
Ahmad bin Fāris al-Rāzī, Mu‟jam Maqāyīs al-lugah (Beirut: Dār al-Jīl, t.th), Jilid IV, h. 488-489.
Lihat Ibnu Manżūr alIfrīqī, Lisān al-„Arab (Beirut: Dār Iḥyā al-Turāṡ al-Islāmī, 1403), Jilid X, h. 230-
232.
2. Ilmu tentang aturan dan peraturan dari fiqih dan hisab (hitungan), yang
diketahui dengannya setiap bagian ahli waris.5
3. Disebut juga dengan fiqh al-Mawāriṡ dan, ilmu al-hisāb untuk mengetahui
dan menghitung setiap harta waris yang ditinggalkan.6
Objek ilmu farāiḍ adalah harta peninggalan Pewaris. Dari segi adanya
penjelasan terhadap bagian-bagian untuk ahli waris yang berhak menerimanya,
Tata cara penghitungan harta waris, sampai jumlah bagian harta yang diterima
oleh seluruh ahli waris, sesuai dengan Alquran, Sunnah, Ijma‟ dan ijtihad ulama.
4
Ali Bin Muhammad al-Jarjānī, al-Ta‟rīfāt, (Beirut: Dār alKitāb al-„Arabī, 1413), h. 213
5
Muhammad Amin, Raddu al-Muḥtār „ala al-Durrī alMukhtār, (Beirut: Dār al-Fikr, 1386), Jilid VI,
h. 757
6
Abdullah bin Muhammad asy-Syansyurī, Al-Fawāid alSyansyuriyah Fi Syarḥi al-Manżumah al-
Ruḥbiyyah (Mekah: Dār
„Ālim al-Fawāid, 1422), h. 25
7
Defenisi menurut Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Pasal
171 butir (a).
سا ٓ ًء فَ ْىقَ احْىَتٍَ ِْه فَلَ ُه َّه حُلُخَا َما ت ََسنَ ۚ َواِ ْن َ ِظ ْاَلُ ْوخ َ ٍٍَ ِْه ۚ فَ ِا ْن ُو َّه و ّ ِ ّٰللاُ فِ ْۤ ًْ ا َ ْو ََل ِد ُو ْم ِللرَّو َِس ِمخْ ُل َحص ٍْ ُى ُم هِ ٌ ُْى
ُس ِم َّما ت ََسنَ ا ِْن وَا نَ لًَٗ َولَد ۚ فَ ِا ْن لَّ ْم ٌَ ُى ْه ُ سد ُّ ف ۚ َو َِلَ بَ َى ٌْ ًِ ِل ُى ِّل َوا ِح ٍد ِ ّم ْى ُه َما ال ُ ص ْ َّت َوا ِحدَة ً فَلَ َها ال ِى ْ وَا و
ۚ ص ًْ بِ َه ْۤا اَ ْو دٌَ ٍْه ِ ُس ِم ْۢ ْه بَ ْع ِد َو
ِ صٍَّ ٍة ٌ ُّْى ُ سد ُّ ج ۚ فَ ِا ْن وَا نَ لًَْٗۤ ا ِْخ َىة فَ ِالُ ِ ّم ًِ ال ُ ُلًَّٗ َولَد َّو َو ِزحًَْٗۤ اَبَ ٰىيُ فَ ِالُ ِّم ًِ الخُّل
ّٰللاِ ۚ ا َِّن ه
ّٰللاَ وَا نَ َع ِل ٍْ ًما َح ِى ٍْ ًما ضةً ِ ّمهَ هَ ٌْ ٰابَا ٓ ُؤ ُو ْم َوا َ ْبىَا ٓ ؤُ ُو ْم ۚ ََل تَد ُْز ْونَ اٌَُّ ُه ْم ا َ ْل َسبُ َلـ ُى ْم وَ ْفعًا ۚ َف ِس
8
Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena Kewajiban laki-laki lebih berat dari
perempuan, seperti kewajiban Membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat surat An-Nisa‟
ayat 34).
9
Lebih dari dua maksudnya: dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi.
10
Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakantindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari
sepertiga harta pusaka berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang
dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
Pada ayat di atas Allah menjelaskan bagian warisan untuk suami-istri dan
saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan, keadaan-kedaan mereka dalam
kewarisan serta syarat untuk mendapatkan warisan.
Adapun madzhab ketiga menyatakan bahwa hak waris para dzawil arham
ditentukan dengan melihat derajat kekerabatan mereka kepada pewaris. Hal ini,
menurut mereka, dilakukan dengan meng qiyas-kannya pada hak para
„ashabah, berarti yang paling berhak di antara mereka (para „ashabah) adalah
yang paling dekat kepada pewaris dari segi dekat dan kuatnya kekerabatan.
a. Kakek yang bukan sahih, dan seterusnya seperti ayah dari ibu, ayah dari
ayahnya ibu (kakek dari ibu).
b. Nenek yang bukan sahih, dan seterusnya seperti ibu dari ayahnya ibu, ibu
dari ibu ayahnya ibu.
a. Keturunan saudara kandung perempuan, atau yang seayah, atau yang seibu,
baik keturunan laki-laki ataupun perempuan.
b. Keturunan perempuan dari saudara kandung laki-laki, atau seayah, seibu,
dan seterusnya.
c. Keturunan dari saudara laki-laki seibu dan seterusnya.
Yang bernisbat kepada kedua kakek atau nenek dari pihak ayah ataupun ibu
adalah:
a. Bibi (saudara perempuan ayah) pewaris, baik bibi kandung, seayah, atau
seibu. Kemudian, paman (saudara laki-laki ibu) pewaris, dan bibi (saudara
perempuan ibu), dan paman (saudara ayah) ibu.
b. Keturunan dari bibi (saudara perempuan ayah), keturunan dari pamannya
(saudara laki-laki ibu), keturunan bibinya (saudara perempuan ibu),
keturunan paman (saudara laki-laki ayah) yang seibu, dan seterusnya.
Bibi dari ayah pewaris, baik yang kandung, seayah, ataupun seibu. Juga
semua pamannya dan bibinya (paman dan bibi dari ayah). Juga pamannya
(saudara ayah) yang seibu (mencakup semua paman dan bibi dari ibu, baik yang
kandung maupun yang seayah).
1. Ahli waris Nasabiyah adalah ahli waris yang menerima warisan karena mereka
memiliki hubungan darah dengan si mati, yaitu hubungan nasab atau
keturunan, baik ke bawah, ke atas, maupun ke samping.
2. Waris Sababiyah Sesuai adalah para ahli waris yang kewarisannya di dapat
karena ada sebab-sebab tertentu yang sesuai dengan ketentuan syari‟at. Ahli
waris sababiyah ini tidak terlalu banyak, yaitu:
• Jika kedua kelompok ahli waris nasabiyah dan sababiyah digabung, maka akan
terperinci sebagai berikut. Ahli waris laki-laki tersebut adalah:
1) Perempuan (al-Bint)
2) Cucu perempuan keturunan laki-laki dan seterusnya ke bawah (bint al-Ibn
wa in nazal)
3) Ibu (al-umm)
4) garis ibu (al-jaddah min al-umm)
5) Nenek garis bapak (al-jaddah min al-Ab)
Jika ahli waris laki-laki berkumpul dan semua ada tanpa kehadiran ahli
waris perempuan, yang mendapat bagian hanyalah 3 orang saja, yaitu:
Jika ahli waris perempuan berkumpul dan Semuanya ada tanpa dicampuri
ahli waris laki-laki, Maka yang mendapatkan bagian harta hanyalah 5 ahli Waris
saja, yaitu:
1) Anak Perempuan
2) Cucu perempuan garis laki-laki
3) Ibu
4) Saudara Perempuan kandung
5) Istri
Jika ahli waris laki-laki dan perempuan berkumpul dan semuanya ada, maka
yang mendapatkan bagian hanyalah 5 orang ahli waris saja, mereka adalah:
1) Laki-laki
2) Perempuan
3) Bapak
4) Ibu
5) Suami Istri
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai hal yang menjadi bahasan
dalam makalah ini. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang kami peroleh. Dengan
makalah ini kami berharap para pembaca memberikan kritik yang membangun
kepada kami demi tercapainya kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita semua. Amin.