Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

WARIS UNTUK KERABAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Ahkam

Dosen pengampu : Ustadz Suryawan, M. Pd.

Disusun Oleh :

Ai Khomisah Alawiyah 1120210003


Anisa Dewiyanti 1120210005
Anisa Oktaviani 1120210006
Ayu Fitriani 1120210007
Jasiah 1120210011
Malikah Ayu Komara 1120210015
Tiara Oktavia 1120210034

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DAARUT TAUHIID BANDUNG

Jl. Gegerkalong Girang No. 67 Bandung

Telp: 022 200 3238

website: http://www.stai-dt.ac.id

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 1


Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Allah yang telah memberikan taufik dan hidayah
serta ridha-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tema “Al-Irtsi Bi quraabatu ar-Rahmi”. Makalah ini dibuat bertujuan untuk
mengetahui pentingnya Waris Untuk Kerabat, dalam hal pembagiannya juga
pembahasan QS. An-Nisa ayat 11-12, mengetahui tafsirnya hingga tidak salah
dalam memahami juga mempraktikkannya saat pembagian waris. Shalawat
beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada panutan alam, Rasullullah
SAW, sebagai figur pertama umat Islam dalam menjalankan Assunnah.

Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Ustadz Suryawan, M.Pd.


selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ayat Ahkam yang telah membimbing
kami. Di dalam makalah ini dijelaskan mengenai Pentingnya mempelajari ilmu
waris, mengetahui dan memahami ilmu waris serta pembagian waris kepada
kerabat.

Kami sadar hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, untuk itu
kami memohon maaf atas kesalahan dan segala kekurangan dari makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menambah wawasan bagi pembacanya.
Untuk mencapai kesempurnaan dari makalah ini, kami mohon kritik dan saran
dari pembaca.

Bandung, 01 Januari 2022

Penyusun

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 2


DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 5
D. Manfaat ................................................................................................................... 5
BAB II................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
A. Ilmu Faraidh (Mawaris) .......................................................................................... 6
B. Objek Ilmu Farāiḍ ................................................................................................... 7
C. Sumber Hukum Ilmu Farāiḍ ................................................................................... 8
D. Cara Pembagian Waris Para Kerabat .................................................................... 10
E. Kelompok Ahli Waris Berdasarkan Hubungan Kekerabatan ............................... 13
BAB III ............................................................................................................................. 17
PENUTUP ........................................................................................................................ 17
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 17
B. Saran ..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 3


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil‟alamin. Alquran dan Assunnah Yang
dibawa oleh Rasulullah SAW, menjadi penerang bagi setiap umat manusia. Di
dalamnya terdapat berbagai macam ilmu. Di antaranya yaitu ilmu fiqih, ushul
fiqih, bahasa Arab, Ilmu Faraidh (waris) dan ilmu lainnya. Semakin intensif
manusia menggali Alquran dan Assunnah maka akan semakin banyak pula isyarat
keilmuan yang didapatkan, Sehinnga manusia dapat terlepas dari masa
kebodohan.

Ilmu Faraidh (Waris) adalah ilmu yang sangat penting dan hanya ada di
dalam Islam yang menjelaskan tentang ilmu mawaris ini. Karena yang kita
ketahui sekarang banyak sekali yang belum memahami ilmu mawaris ini sehingga
saat pembagian harta waris banyak orang-orang yang tidak setuju atau bahkan
terjadi perselisihan di antara keluarga. Maka dari itu ilmu mawaris ini disebut juga
Tirkah yang berarti Peninggalan atau harta yang ditinggal. Dan ini menjadi hal
penting bagi kita sebagai umat Islam agar mempelajari juga memahami ilmu
mawaris ini serta faham dengan pembagian kepada ahli waris ini sehingga tidak
ada fitnah antar persaudaraan Muslim.

Jadi pada makalah ini kita akan memaparkan penjelasan tentang Ilmu
Faraidh (Waris) serta pembagian waris kepada kerabat. Dan semoga Allah
fahamkan kita semua dalam mempelajari dan memahaminya.

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 4


B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari Ilmu Waris?
2. Apa saja objek Ilmu Waris?
3. Apa saja sumber hukum dalam Ilmu Waris?
4. Bagaimana Pembagian waris kepada kerabat?
5. Bagaimana Tafsir QS. An-Nisa ayat 11-12?

C. Tujuan Masalah
1. Memaparkan pentingnya Ilmu Faraidh (Waris).
2. Memaparkan objek Ilmu Waris juga Sumber Hukum dalam Ilmu Waris.
3. Menganalisa dan mengimani pembagian waris kepada ahli waris, misal:
kerabat.
4. Menganalisa juga memahami tafsir dari QS. An-Nisa ayat 11-12.

D. Manfaat
1. Mengetahui Pentingnya Ilmu Faraidh (Waris).
2. Mengetahui ojek Ilmu Waris juga Sumber Hukum dalam Ilmu Waris.
3. Memahami dan mengimani pembagian waris kepada kerabat.
4. Mengetahui dan memahami tafsir QS. An-Nisa ayat 11-12.
5. Mampu menjelaskan kepada orang lain pentingnya Ilmu Faraidh (waris).

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 5


BAB II

PEMBAHASAN

A. Ilmu Faraidh (Mawaris)

Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang
telah meninggal dunia kepada ahli warisnya 1. Dalam istilah lain, waris disebut
juga dengan Faraidh, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama
Islam kepada semua yang berhak menerimanya2.

Pengertian di atas sesuai dengan Hadits Nabi Shalallahu‟alahi wasallam, yaitu:

.ٍ‫صٍَّةَ ِل َى ِازث‬
ِ ‫ك َحمًَّ ُ فَالَ َو‬ َ ‫إِ َّن هللاَ لَدْ أ َ ْع‬
ٍ ّ ‫طى ُو َّل ذِي َح‬

“Allah telah memberikan kepada setiap orang yang berhak atas haknya.
Ketahuilah! Tidak ada wasiat kepada ahli waris.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Secara etimologi lafadz farāiḍ adalah bentuk jamak dari farīḍah (sesuatu
yang diwajibkan), diambil dari kata Al-farḍu (kewajiban) yang memiliki makna
Etimologi dan Terminologi. Secara etimologi kata al-farḍu memiliki beberapa
arti, di antaranya adalah: al-wājibu (wajib), al-muqaddaru (diperkirakan), al-ḥaẓzu
(pembatasan), al-taqdīru (ketentuan), al-qaṭ‟u (ketetapan/kepastian), al-inzālu
(menurunkan), at-tabyīnu (penjelasan), al-Naṣību Al-muqaddaru al-mafrūḍu
(bagian yang ditentukan). Dan dinamakan al-farḍu sebagai farḍan karena ada
Karakteristik dari ilmu tersebut yang langsung ditetapkan oleh Allah swt.3

Sementara secara terminologi, ilmu farāiḍ memiliki beberapa definisi, yaitu:

1
Wirjono Prodjodikoro, 1991: 13
2
Moh. Rifa’i, Zuhri, dan Solomo, 1978:242
3
Ahmad bin Fāris al-Rāzī, Mu‟jam Maqāyīs al-lugah (Beirut: Dār al-Jīl, t.th), Jilid IV, h. 488-489.
Lihat Ibnu Manżūr alIfrīqī, Lisān al-„Arab (Beirut: Dār Iḥyā al-Turāṡ al-Islāmī, 1403), Jilid X, h. 230-
232.

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 6


1. Ilmu yang mempelajari tentang tatacara pembagian warisan kepada yang
berhak menerimanya.4

2. Ilmu tentang aturan dan peraturan dari fiqih dan hisab (hitungan), yang
diketahui dengannya setiap bagian ahli waris.5

3. Disebut juga dengan fiqh al-Mawāriṡ dan, ilmu al-hisāb untuk mengetahui
dan menghitung setiap harta waris yang ditinggalkan.6

4. Hukum yang mengatur tentang perpindahan hak pemilikan harta peniggalan


(tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan
berapa bagiannya masing-masing.7

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud


dengan ilmu farāiḍ atau ilmu mawāriṡ, yaitu ilmu yang diambil dari al-Qur‟ān,
sunnah, Ijma‟ Ulama dan Ijtihad Ulama, untuk mengetahui ahli waris yang dapat
mewarisi dan yang tidak dapat mewarisi, dan mengetahui kadar bagian setiap ahli
waris serta tata Cara pembagiannya.

B. Objek Ilmu Farāiḍ

Objek ilmu farāiḍ adalah harta peninggalan Pewaris. Dari segi adanya
penjelasan terhadap bagian-bagian untuk ahli waris yang berhak menerimanya,
Tata cara penghitungan harta waris, sampai jumlah bagian harta yang diterima
oleh seluruh ahli waris, sesuai dengan Alquran, Sunnah, Ijma‟ dan ijtihad ulama.

4
Ali Bin Muhammad al-Jarjānī, al-Ta‟rīfāt, (Beirut: Dār alKitāb al-„Arabī, 1413), h. 213
5
Muhammad Amin, Raddu al-Muḥtār „ala al-Durrī alMukhtār, (Beirut: Dār al-Fikr, 1386), Jilid VI,
h. 757
6
Abdullah bin Muhammad asy-Syansyurī, Al-Fawāid alSyansyuriyah Fi Syarḥi al-Manżumah al-
Ruḥbiyyah (Mekah: Dār
„Ālim al-Fawāid, 1422), h. 25
7
Defenisi menurut Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Pasal
171 butir (a).

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 7


C. Sumber Hukum Ilmu Farāiḍ

Sumber-sumber hukum ilmu farāiḍ adalah Alquran, Assunnah, Ijma‟ para


sahabat dan Ijtihad para Sahabat pada sebagian kasus waris.

Hukum waris secara detail:

- Surah An-Nisa ayat 11

‫سا ٓ ًء فَ ْىقَ احْىَتٍَ ِْه فَلَ ُه َّه حُلُخَا َما ت ََسنَ ۚ َواِ ْن‬ َ ِ‫ظ ْاَلُ ْوخ َ ٍٍَ ِْه ۚ فَ ِا ْن ُو َّه و‬ ّ ِ ‫ّٰللاُ فِ ْۤ ًْ ا َ ْو ََل ِد ُو ْم ِللرَّو َِس ِمخْ ُل َح‬‫ص ٍْ ُى ُم ه‬ِ ‫ٌ ُْى‬
‫ُس ِم َّما ت ََسنَ ا ِْن وَا نَ لًَٗ َولَد ۚ فَ ِا ْن لَّ ْم ٌَ ُى ْه‬ ُ ‫سد‬ ُّ ‫ف ۚ َو َِلَ بَ َى ٌْ ًِ ِل ُى ِّل َوا ِح ٍد ِ ّم ْى ُه َما ال‬ ُ ‫ص‬ ْ ّ‫َت َوا ِحدَة ً فَلَ َها ال ِى‬ ْ ‫وَا و‬
ۚ ‫ص ًْ بِ َه ْۤا اَ ْو دٌَ ٍْه‬ ِ ‫ُس ِم ْۢ ْه بَ ْع ِد َو‬
ِ ‫صٍَّ ٍة ٌ ُّْى‬ ُ ‫سد‬ ُّ ‫ج ۚ فَ ِا ْن وَا نَ لًَْٗۤ ا ِْخ َىة فَ ِالُ ِ ّم ًِ ال‬ ُ ُ‫لًَّٗ َولَد َّو َو ِزحًَْٗۤ اَبَ ٰىيُ فَ ِالُ ِّم ًِ الخُّل‬
‫ّٰللاِ ۚ ا َِّن ه‬
‫ّٰللاَ وَا نَ َع ِل ٍْ ًما َح ِى ٍْ ًما‬ ‫ضةً ِ ّمهَ ه‬َ ٌْ ‫ٰابَا ٓ ُؤ ُو ْم َوا َ ْبىَا ٓ ؤُ ُو ْم ۚ ََل تَد ُْز ْونَ اٌَُّ ُه ْم ا َ ْل َسبُ َلـ ُى ْم وَ ْفعًا ۚ َف ِس‬

“Allah mensyari‟atkan bagimu tentang (pembagian Pusaka untuk) anak-


anakmu. Yaitu : bahagian Seorang anak lelaki sama dengan bagaian dua
orang anak perempuan8; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua 9 , Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika
anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan
untuk dua orang ibubapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-
Nisa‟ : 11)

8
Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena Kewajiban laki-laki lebih berat dari
perempuan, seperti kewajiban Membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat surat An-Nisa‟
ayat 34).
9
Lebih dari dua maksudnya: dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi.

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 8


Ayat di atas menjelaskan tentang warisan bagi (Furū dan Uṣūl), yaitu anak
laki-laki dan perempuan dan Seterusnya ke bawah, serta warisan ayah dan ibu dan
seterusnya ke atas, keadaan-keadaan mereka dalam warisan dan syarat-syarat
mendapatkan warisan.

- Surah an-Nisa‟ ayat 12

‫السبُ ُع ِم َّما ت ََس ْوهَ ِم ْۢ ْه‬


ُّ ‫ف َما ت ََسنَ اَ ْش َوا ُج ُى ْم ا ِْن لَّ ْم ٌَ ُى ْه لَّ ُه َّه َولَد ۚ فَ ِا ْن وَا نَ لَ ُه َّه َولَد فَلَـ ُى ُم‬ ُ ‫ص‬ ْ ‫َولَـ ُى ْم ِو‬
ُّ ‫صٍْهَ بِ َه ْۤا ا َ ْو دَ ٌ ٍْه ۚ َولَ ُه َّه‬
‫السبُ ُع ِم َّما ت ََس ْوت ُ ْم ا ِْن لَّ ْم ٌَ ُى ْه لَّ ُى ْم َولَد ۚ فَ ِا ْن وَا نَ لَـ ُى ْم َولَد‬ ِ ‫صٍَّ ٍة ٌ ُّْى‬ِ ‫بَ ْع ِد َو‬
‫ث و َٰللَةً ا َ ِو ْام َسا َ ة‬
ُ ‫ص ْىنَ بِ َه ْۤا ا َ ْو دَ ٌ ٍْه ۚ َواِ ْن وَا نَ َز ُجل ٌ ُّْى َز‬ ِ ‫فَلَ ُه َّه الخ ُّ ُمهُ ِم َّما ت ََس ْوت ُ ْم ِ ّم ْۢ ْه َب ْع ِد َو‬
ُ ‫صٍَّ ٍة ت ُ ْى‬
‫ج ِم ْۢ ْه بَ ْع ِد‬ ُ ‫ُس ۚ فَ ِا ْن وَا وُ ْۤ ْىا ا َ ْوخ َ َس ِم ْه ٰذلِهَ فَ ُه ْم‬
ِ ُ‫ش َس َوا ٓ ُء فِى الخُّل‬ ُ ‫سد‬ ُّ ‫َّولًَْٗۤ اَخ اَ ْو ا ُ ْخت فَ ِل ُى ِّل َوا ِح ٍد ِّم ْى ُه َما ال‬
‫صٍَّةً ِ ّمهَ ه‬
‫ّٰللاِ ۚ َوا هّٰللُ َع ِلٍْم َح ِلٍْم‬ َ ‫صٍَّ ٍة ٌ ُّْىصٰ ى ِب َه ْۤا ا َ ْو دَ ٌ ٍْه ۚ َغٍ َْس ُم‬
ِ ‫ضا ٓ ٍ ّز ۚ َو‬ ِ ‫َو‬

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh


istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
seduah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka Para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)10. (Allah

10
Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakantindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari
sepertiga harta pusaka berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang
dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 9


menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. (QS. An-Nisa‟:
12)

Pada ayat di atas Allah menjelaskan bagian warisan untuk suami-istri dan
saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan, keadaan-kedaan mereka dalam
kewarisan serta syarat untuk mendapatkan warisan.

D. Cara Pembagian Waris Para Kerabat

Di antara fuqaha terjadi perbedaan pendapat mengenai tata cara memberikan


hak waris kepada para kerabat, yang terbagi menjadi tiga kelompok pendapat.

1. Menurut Ahl Ar-Rahm

Mengenai cara pembagian hak waris para kerabat, Ahlur-Rahmi


menyatakan bahwa semua kerabat berhak mendapat waris secara rata, tanpa
membedakan jauh-dekatnya kekerabatan dan tanpa membeda-bedakan antara
laki-laki dan perempuan. Misalnya, seseorang wafat meninggalkan seorang
cucu perempuan keturunan anak perempuan, seorang keponakan perempuan
dari saudara perempuan, bibi (saudara perempuan ayah), bibi (saudara
perempuan ibu), dan keponakan laki-laki keturunan saudara laki-laki seibu.
Dalam hal ini, mereka mendapatkan bagian waris secara rata, tanpa melebihkan
atau mengurangi salah seorang dari ahli waris yang ada.

Madzhab ini dikenal dengan sebutan ahlur-rahmi sebab orang yang


menganut pendapat ini tidak mau membedakan antara satu ahli waris dengan
ahli waris yang lain dalam hal pembagian. Mereka juga tidak menganggap kuat
dan lemahnya kekerabatan seseorang. Landasan mereka adalah bahwa seluruh
ahli waris menyatu haknya karena adanya ikatan kekerabatan. Hal ini tidak
masyhur, bahkan dhaif dan tertolak.

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 10


2. Menurut Ahl At-Tanzil

Golongan ini disebut ahl at-tanzil karena mereka mendudukkan


keturunan ahli waris pada kedudukan pokok (induk) ahli waris asalnya. Mereka
tidak memperhitungkan ahli waris yang ada (yang masih hidup), tetapi melihat
pada yang lebih dekat dari ashhabul furudh dan para „ashabah-nya. Dengan
demikian, mereka membagikan hak ahli waris yang ada sesuai dengan bagian
ahli waris yang lebih dekat, yakni pokoknya. Inilah pendapat madzhab Imam
Ahmad bin Hambal, juga merupakan pendapat para ulama mutakhir dari
kalangan Maliki dan Syafi‟i. Untuk memperjelas pemahaman tentang madzhab
ini, berikut adalah contoh-contoh yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni:

a. Jika seseorang wafat dan meninggalkan cucu perempuan keturunan anak


perempuan, keponakan laki-laki keturunan saudara kandung perempuan,
dan keponakan perempuan keturunan saudara laki-laki seayah. Keadaan ini
dapat dikategorikan sama dengan meninggalkan anak perempuan, saudara
kandung perempuan, dan saudara laki-laki seayah. Oleh karena itu,
pembagiannya adalah anak perempuan mendapat setengah bagian, saudara
kandung perempuan mendapat setengah bagian, sedangkan saudara laki-laki
seayah tidak mendapat bagian (mahjub) sebab saudara kandung perempuan
berkedudukan sebagai „ashâbah sehingga ia mendapatkan sisanya.

Begitulah cara pembagiannya, yakni dengan melihat pada yang lebih


dekat derajat kekerabatannya kepada pewaris. Adapun yang dijadikan dalil
oleh madzhab ahl at-tanzil ini adalah riwayat yang marfu‟ (sampai sanadnya)
kepada Rasulullah SAW. Ketika beliau memberi hak waris kepada seorang bibi
(saudara perempuan ayah) dan bibi (saudara perempuan ibu) -kebetulan saat itu
tidak ada ahli waris lainnya- beliau memberi bibi (dari pihak ayah) dengan dua
per tiga bagian, dan sepertiga lagi diberikannya kepada bibi (dari pihak ibu).

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 11


3. Menurut Ahl Al-Qarabah

Adapun madzhab ketiga menyatakan bahwa hak waris para dzawil arham
ditentukan dengan melihat derajat kekerabatan mereka kepada pewaris. Hal ini,
menurut mereka, dilakukan dengan meng qiyas-kannya pada hak para
„ashabah, berarti yang paling berhak di antara mereka (para „ashabah) adalah
yang paling dekat kepada pewaris dari segi dekat dan kuatnya kekerabatan.

pelaksanaannya tetap mengikuti kaidah umum pembagian waris, yaitu


bagian laki-laki dua kali bagian wanita. Madzhab ini mengikuti pendapat Ali
bin Abi Thalib r.a. dan diikuti oleh para ulama madzhab Hanafi.

Di samping itu, madzhab ketiga ini telah mengelompokkan dan membagi


dzawil arham menjadi empat golongan, Keempat golongan tersebut adalah:

a. Orang-orang (ahli waris) yang bernisbat kepada pewaris.


b. Orang-orang yang dinisbati kekerabatan oleh pewaris.
c. Orang-orang yang bernisbat kepada kedua orang tua pewaris.
d. Orang-orang yang bernisbat kepada kedua kakek pewaris atau kedua nenek
pewaris.

Yang bernisbat kepada pewaris lalah:

a. Cucu laki-laki keturunan anak perempuan, dan seterusnya, baik laki-laki


ataupun perempuan.
b. Buyut laki-laki dari keturunan cucu perempuan dan keturunan anak laki-
laki, dan seterusnya, baik laki-laki ataupun perempuan.

Yang dinisbati oleh pewaris:

a. Kakek yang bukan sahih, dan seterusnya seperti ayah dari ibu, ayah dari
ayahnya ibu (kakek dari ibu).
b. Nenek yang bukan sahih, dan seterusnya seperti ibu dari ayahnya ibu, ibu
dari ibu ayahnya ibu.

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 12


Yang bernisbat kepada kedua orang tua pewaris adalah:

a. Keturunan saudara kandung perempuan, atau yang seayah, atau yang seibu,
baik keturunan laki-laki ataupun perempuan.
b. Keturunan perempuan dari saudara kandung laki-laki, atau seayah, seibu,
dan seterusnya.
c. Keturunan dari saudara laki-laki seibu dan seterusnya.

Yang bernisbat kepada kedua kakek atau nenek dari pihak ayah ataupun ibu
adalah:

a. Bibi (saudara perempuan ayah) pewaris, baik bibi kandung, seayah, atau
seibu. Kemudian, paman (saudara laki-laki ibu) pewaris, dan bibi (saudara
perempuan ibu), dan paman (saudara ayah) ibu.
b. Keturunan dari bibi (saudara perempuan ayah), keturunan dari pamannya
(saudara laki-laki ibu), keturunan bibinya (saudara perempuan ibu),
keturunan paman (saudara laki-laki ayah) yang seibu, dan seterusnya.

Bibi dari ayah pewaris, baik yang kandung, seayah, ataupun seibu. Juga
semua pamannya dan bibinya (paman dan bibi dari ayah). Juga pamannya
(saudara ayah) yang seibu (mencakup semua paman dan bibi dari ibu, baik yang
kandung maupun yang seayah).

E. Kelompok Ahli Waris Berdasarkan Hubungan Kekerabatan

1. Ahli waris Nasabiyah adalah ahli waris yang menerima warisan karena mereka
memiliki hubungan darah dengan si mati, yaitu hubungan nasab atau
keturunan, baik ke bawah, ke atas, maupun ke samping.

• waris nasabiyah semuanya secara berurutan dapat disebutkan secara terperinci


sebagai berikut:

1) Anak laki-laki (al-Ibn)


2) Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki (Ibn al-Ibn)

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 13


3) Bapak (al-Abb)
4) Kakek dari garis bapak dan seterusnya ke atas (al-Jadd)
5) Saudara laki-laki sekandung (al-akh al-shaqiq)
6) laki-laki sebapak (al-Akh li Abb)
7) Saudara laki-laki seibu (al-Akh li Umm)
8) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung (ibn al-Akh al-Shaqiq)
9) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak (ibn al-Akh li Abb)
10) Paman sekandung (al-„Amm al-Shaqiq)
11) Paman sebapak (al-„Amm li Ab)
12) Anak laki-laki paman sekandung (ibn al-„Amm al-Shaqiq)
13) Anak laki-laki paman sebapak (Ibn al-„Amm li Abb)

• Ahli waris kelompok perempuan dari Golongan nasabiyah jika diperinci,


Mereka adalah:

1) Anak Perempuan (al-Bint)


2) Cucu perempuan keturunan laki-laki dan seterusnya ke bawah (bint al-Ibn
wa in nazal)
3) Ibu (al-umm)
4) Nenek garis ibu (al-jaddah min al-umm)
5) Nenek garis bapak (al-jaddah min al-Ab)
6) Saudara Perempuan sekandung (al-Ukht al-Shaqiqah)
7) Saudara Perempuan Sebapak (al-Ukht li Ab)
8) Saudara Perempuan seibu (al-Ukht li umm)

Ahli waris Nasabiyah di atas menandakan jauh dekatnya hubungan


kekerabatan ahli waris terhadap si mayat. Dan dalam sistem hijab-mahjub
biasanya yang dekat akan menutupi ahli waris yang lebih jauh.

2. Waris Sababiyah Sesuai adalah para ahli waris yang kewarisannya di dapat
karena ada sebab-sebab tertentu yang sesuai dengan ketentuan syari‟at. Ahli
waris sababiyah ini tidak terlalu banyak, yaitu:

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 14


a. Ahli waris sebab perkawinan, terdiri dari suami atau istri saja
b. Ahli waris sebab memerdekakan hamba sahaya, yaitu tuan (laki-laki atau
perempuan) yang memerdekakan hamba sahaya

• Jika kedua kelompok ahli waris nasabiyah dan sababiyah digabung, maka akan
terperinci sebagai berikut. Ahli waris laki-laki tersebut adalah:

1) Anak laki-laki (al-Ibn)


2) Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki (Ibn al-Ibn)
3) Bapak (al-Abb)
4) Kakek dari garis bapak dan seterusnya ke atas (al-Jadd)
5) Saudara laki-laki sekandung (al-akh al-shaqiq)
6) Saudara laki-laki sebapak (al-Akh li Abb)
7) Saudara laki-laki seibu (al-Akh li Umm)
8) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung (ibn al-Akh al-Shaqiq)
9) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak (ibn al-Akh li Abb)
10) Paman sekandung (al-„Amm al-Shaqiq)
11) Paman sebapak (al-„Amm li Ab)
12) Anak laki-laki paman sekandung (ibn al-„Amm al-Shaqiq)
13) Anak laki-laki paman sebapak (Ibn al-„Amm li Abb)
14) Suami (al-Zauj)
15) laki-laki yang memerdekakan hamba.

Sedangkan Ahli waris perempuan nasabiyah dan Sababiyah jika diperinci,


mereka Adalah:

1) Perempuan (al-Bint)
2) Cucu perempuan keturunan laki-laki dan seterusnya ke bawah (bint al-Ibn
wa in nazal)
3) Ibu (al-umm)
4) garis ibu (al-jaddah min al-umm)
5) Nenek garis bapak (al-jaddah min al-Ab)

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 15


6) Saudara Perempuan sekandung(al-Ukht al-Shaqiqah)
7) Saudara Perempuan Sebapak (al-Ukht li Ab)
8) Saudara Perempuan seibu (al-Ukht li umm)
9) Istri (al-Zaujah)

Jika ahli waris laki-laki berkumpul dan semua ada tanpa kehadiran ahli
waris perempuan, yang mendapat bagian hanyalah 3 orang saja, yaitu:

Bapak, Anak laki-laki, dan Suami.

Jika ahli waris perempuan berkumpul dan Semuanya ada tanpa dicampuri
ahli waris laki-laki, Maka yang mendapatkan bagian harta hanyalah 5 ahli Waris
saja, yaitu:

1) Anak Perempuan
2) Cucu perempuan garis laki-laki
3) Ibu
4) Saudara Perempuan kandung
5) Istri

Jika ahli waris laki-laki dan perempuan berkumpul dan semuanya ada, maka
yang mendapatkan bagian hanyalah 5 orang ahli waris saja, mereka adalah:

1) Laki-laki
2) Perempuan
3) Bapak
4) Ibu
5) Suami Istri

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 16


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mengembalikan kepada pokoknya, karena lebih mendekatkan posisinya


kepada pewaris, jauh lebih utama dan bahkan lebih berhak. Sebab, rincian
besarnya bagian ashhabulfurudh dan para „ashâbah telah dijelaskan. Ditegaskan
bahwa tidak ada jalan lain untuk mengenali dan menuntaskan masalah ini, kecuali
dengan mengembalikan atau menisbatkannya kepada pokok ahli waris yang lebih
dekat kekerabatannya kepada pewaris. Dalam praktiknya, sama seperti membagi
hak waris para ashabah, yaitu melihat siapa yang paling dekat hubungan
kekerabatannya dengan pewaris, kemudian yang lebih kuat di antara kerabat yang
ada. Hukum Islam memberlakukan sistem tertutup dan menutupi (hijab mahjub),
dimana ahli waris yang lebih dekat akan menutupi ahli waris yang lebih jauh.

B. Saran

Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai hal yang menjadi bahasan
dalam makalah ini. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang kami peroleh. Dengan
makalah ini kami berharap para pembaca memberikan kritik yang membangun
kepada kami demi tercapainya kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita semua. Amin.

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 17


DAFTAR PUSTAKA

Saebani, Beni Ahmad. 2009. Fiqh Mawaris. Bandung: Pustaka Setia

Nawawi, Maimun. 2016. Pengantar Hukum Kewarisan Islam. Surabaya: Pustaka


Radja

Muhibbussary. 2020. Fikih Mawaris. Medan: CV. Pusdikra Mitra Jaya

Tafsir Ayat Ahkam_Januari_2022 18

Anda mungkin juga menyukai