Makalah Kel 6 Ilmu Ilal Al Hadits
Makalah Kel 6 Ilmu Ilal Al Hadits
DI SUSUN OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala berkat karunia,
taufik dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam yang telah
mengajarkan dan membimbing umat manusia untuk dapat memahami dan mendalami isi
kandungan al-Qur`ân secara benar dan proporsional. Ajaran dan bimbingan beliau tersebut,
baik yang berupa sabda, perbuatan dan taqrir merupakan hadis untuk jadi pedoman yang harus
diikuti oleh seluruh kaum muslimin.
Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha dengan semaksimal mungkin demi hasil
yang baik. Saran dan kritik yang sifatnya membangun begitu diharapkan oleh penyusun demi
kesempurnaan dalam penulisan mamkalah berikutnya. Saya yakin bahwa berbagai kelemahan
dan keterbatasan sangat mungkin terjadi dalam pembuatan makalah ini, untuk itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat saya hargai. Saya juga berharap saran dan masukan dari
para pakar, khususnya ahli hadis untuk kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, kepada Allah
SWT penulis memohon doa semoga makalah ini ada manfaatnya. Amin.
Akhir kata, penulis berharap agar bermanfaat bagi semua pembaca serta dapat
membantu bagi kemajuan dan perkembangan Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad
Shiddiq Jember. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua semoga Allah SWT.
Membalas semua kebaikan yang telah kalian lakukan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al- Hadits atau disebut juga as-Sunnah, adalah dimana sesuatu yang bersumber
atau yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan ataupun
taqrirnya. 1 Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur'an, sejarah
perjalanan al-Hadits tidak dapat terpisah dari perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi,
dalam perjalanannya al-Hadits ada ciri yang spesifik, sehingga seseorang yang
mempelajarinya diperlukan pendekatan dalam penelitian yang lebih khusus lagi.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa al-Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang
kedua setelah Al-Qur'an. Memang ada sekelompok kecil kaum Muslimin yang menolak
Hadits sebagai salah satu ajaran Agama Islam. Namun, setelah diadakan penelitian
terhadap keingkaran mereka, itu disebabkan karena mereka tidak mengerti terhadap
berbagai hal yang berkaitan dengan al-Hadits dan Ilmu Hadits yang menyebabkan
mereka salah kaprah dalam memahami Hadits itu sendiri. Oleh karena itu, mengerti dan
memahami Ilmu Hadits sangat penting, karena bagaimana quip upaya memahami
Hadits Nabi SAW secara baik dan benar tidak]ah semudah mengutipnya dari berbagai
kitab untuk sekedar dibaca dan tahu artinya. Untuk dapat mempelajari dan menguasai
Hadits Nabi secara sempuma, maka diharuskan menguasai Ilmu Hadits secara matang
dan mendalam. Ilmu Hadits merupakan sebuah karya utama yang dipersembahkan bagi
pemeliharaan kemurnian Al Hadits Nabi dari pemalsuan. Ilmu Hadits merupakan
seperangkat kaidah yang dapat disusun secara ketat dan lengkap sebagai bentuk upaya
yang dilakukan ulama yang menggunakan Hadits dalam memelihara kemurnian Hadits.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Urgensi Ilmu Ilal Hadist.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN URGENSI
Menurut bahasa i’lal adalah jamak dari ‘illah yang berarti penyakit ) ) المرض,
berasal dari kata ‘ulla-ya’illa-i’talan ( ) ع ّل – يع ّل – واعت ّلartinya penyakit yang dapat
disebabkan karena cacat dan diqiyaskan dengan kata ma’alun-mu’allalun ( معلل- )معل.
Akan tetapi sebagian ulama hadits dan sebagian ahli bahasa kata ma’lul ( )معلولjarang
menggunakan kata ini.
‘Illah menurut istilah ahli hadis adalah suatu sebab yang tersembunyi dapat
mengurangi status keshahihan hadis meski secara zhahirnya tidak nampak ada cacat.
ِصل ُم ْْنقَ ِِطٍع َم ْرفُ ْوٍع َم ْوقُ ْوف َواِدْخَا ِل ِ ِص َّح ِة ْال َح ِد ْي
ْ ث َك ََو ِ ْث اَنَّ َها ت َ ْقدَ ُح
ِ فِى ُ ض ِة ِم ْن َحي ِ ب ْال َخ ِفيَّ ِة ْالغ
َ َام ِ ث ِع ِن اْأل َ ْسبَا ُ ِع ْل ٌم يَ ْب َح
. َِي ث َو َما شَابَهَ ذَلِك ْ فِى َحد ِ ث ِ ْال َح ِد ْي
Artinya: “Ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi yang dapat mencacatkan
kesahihan hadits, misalnya mengatakan muttasil terhadap hadits yang munqati, menyebut
marfu’ terhadap hadits mauquf, memasukkan hadits ke dalam hadits lain, dan hal-hal
yang seperti itu” 1
Dari definisi di atas tampak urgensi dan posisinya di tengah-tengah ilmu hadis
yang lain. Ilmu ini adalah ilmu yang tersamar bagi banyak ahli hadis dan dapat
dikatakan sebagai jenis ilmu hadis yang paling dalam dan rumit, bahkan dapat
dikatakan inilah intinya yang mulia. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit hadis,
melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-
martabat perawi dan mempunyai kemampuan yang kuat terhadap sanad dan matan-
matan hadis. Ibnu Katsir berkata2. Para ulama yang ahli dapat meneliti ilmu ini yang
dapat membedakan antara hadis shahih dan yang dhaif, yang lurus dan yang bengkok,
sesuai tingkatan keilmuanya, kepandaian, dan ketelitian mereka terhadap hadis, serta
1
Agus Solahudin, Ulumul Hadis, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), 116
2
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Hadits (Terjemahan), (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,
2015), 98
3
ketajaman perasaan pada keindahan lafazh hadis Rasulullah, yang tidak mungkin
menyamai perkataan manusia.
Di antara beberapa riwayat hadis, ada yang asli, ada yang mengalami perubahan
pada lafazh atau penambahan, atau pemalsuan dan seterusnya. Semua ini hanya dapat
diketahui oleh ulama yang mempunyai penegetahuan yang sempurna tentang ilmu ini.
Abdurrahman bin Mahdiy berkata4, “Mengetahui ‘illat hadis bagiku lebih aku sukai
daripada menulis sebuah hadis yang bukan milikku. Mengetahui hadis adalah ilham”.
Abu Zur’ah ditanya tentang alasan menta’lil hadis, ia berkata, “Anda bertanya
tentang hadis yang ada ‘illatnya, lalu aku sebutkan ‘illatnya. Kemudian anda bertanya
tentang pendapat Ibnu Darah (Muhammad bin Muslim bin Darah), lalu ia menyebutkan
‘illatnya. Kemudian bertanya lagi tentang pendapat Abu Hatim Ar-Razi, lalu ia
menyebutkan ‘illatnya. Setelah itu Anda dapat membandingkan pendapat masing-
masing dari kami terhadap hadis tersebut. Jika terdapat perbedaan dalam ‘illatnya maka
ketahuilah bahwa itu berarti setiap kami berbicara sesuai kehendaknya. Jika terdapat
3
Agus Solahudin, Ulumul Hadis, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), 116
4
Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadis (Terjemahan), (Jakarta : Gaya Media Pratama. 2003),
264
4
persamaan, maka itulah hakikat ilmu ini.” Setelah diteliti ternyata pendapat mereka
sama. Lalu dia berkata, “Aku bersaksi bahwa ilmu ini memamg adalah ilham.”5
Para Ulama sependapat mengenai urgensi dan posisi ilmu ini. Ibn Ash-Shalah
mengatakan, pengetahuan tentang ‘illat hadis merupakan ilmu hadis yang paling agung,
paling pelik dan paling mulia. Yang bisa mendalaminya hanyalah ahli hafalan, cermat
dan pemahaman yang mendalam.6
Tokoh-tokoh telah membicarakan ‘ilal al-hadits ini, juga para hafidz baik dari
generasi mutaqaddimin maupun muta’akhirin. Mereka menjelaskan banyak sekali
‘illat hadis dan menunjukkan cara-cara menyingkapnya. Atsar-atsar dari mereka
menunjukkan ketelitian mereka dalam melakukan kajian dan konsistensi mereka
terhadap metode yang mereka pasang.
‘Illat pada hadis sering terdapat pada hadis yang bersambung sanadnya dalam
bentuk mursal, atau pada hadis marfu’ dalam bentuk mauquf, atau masuknya satu hadis
pada hadis lain, atau selain itu. Al-Hakim dalam kitabnya “Ulum Al-Hadits” telah
membagi jenis-jenis ‘illat menjadi sepuluh macam, yang dinukil oleh Imam As-Suyuti
dalam karyanya “Tadribu Ar-Rawi”, dengan kesimpulan bahwa ‘illat terdapat pada sanad
saja, atau pada matan saja, atau terdapat pada sanad dan matan (Al-Qaththan dalam Studi
Ilmu Hadits) :
البيعان بالخيار:ما رواه يعلي بن عبيد عن سفيان الثوري عن عمرو بن دينار عن ابن عمر عن النبي صلي هللا عليه وسلم قال
Hadis yang diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid, dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Amru bin Dinar,
dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW bersabda, “Kedua orang yang berjual beli itu dapat
melakukan ‘khiyar’…”.
5
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Hadits (Terjemahan), (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,
2015), 99
6
Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadis (Terjemahan), (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2003),
264
5
Sanad dalam hadis ini adalah muttasil atau bersambung, diceritakan oleh orang yang
‘adil dari orang yang ‘adil pula, tetapi sanadnya tidak shahih karena terdapat ‘illat di dalamnya.
Sedangkan matan nya shahih. Letak ‘illatnya, karena riwayat Ya’la bin Ubaid terdapat
kesalahan pada Sufyan dengan mengatakan “Amru bin Dinar”, yang benar adalah : “Abdullah
bin Dinar”. Demikian diriwayatkan oleh para imam dan huffazh dari murid-murid Sufyan
Ats-Tsauri seperti : Abi Nua’im Al-Fadhl bin Dakin, Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi, dan
Makhlad bin Yazid. Mereka semua meriwayatkan dari Sufyan, dari Abdullah bin Dinar, dari
Ibnu Umar, bukan dari Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar.
Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya dari riwayat Al-Walid bin Muslim :
“Telah bercerita kepada kami Al-Auza’i, dari Qatadah, bahwasanya dia pernah menulis surat
memberitahukan kepadanya tentang Anas bin Malik yang telah bercerita kepadanya, dia
berkata,
صليت خلف النبي صلى هللا عليه وسلم وابي بكر وعمر وعثمان فكانوا يستفتحون بالحمد هلل رب العالمين ال يذكرون
.بسم هللا الرحمن الرحيم في اول قراءة وال في اخرها
“Aku pernah shalat di belakang Nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka
memulainya dengan membaca : “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin” tidak menyebut
“Bismillahirrahmanirrahim” pada awal maupun akhir bacaan”.
Ibnu Ash-Shalah dalam kitab “Ulumul Hadits” berkata, “Sebagian kaum mengatakan
bahwa riwayat tersebut di atas (yang menafikan bacaan basmalah) terdapat ‘illat. Mereka
berpendapat bahwa kebanyakan riwayat tidak menyebut basmallah tapi membaca hamdalah
di permulaan bacaan, dan ini yang muttafaqun ‘alaihi menurut riwayat Bukhari dan Muslim
dalam Shahihnya. Mereka mengatakan bahwa lafazh tersebut adalah riwayat yang
dipahaminya secara maknawi, yaitu lafazh (“Mereka membuka bacaan shalat dengan membaca
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin”), dipahami bahwa mereka tidak membaca basmalah, maka
meriwayatkan seperti apa yang dipahaminya, dan ternyata salah, karena maknanya bahwa surat
yang mereka baca adalah surat al-fatihah – yang tidak disebut padanya basmallah.
Diriwayatkan Baqiyah dari yunus, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW
bersabda,
6
من أدرك من صالة الجمعة فقد أدرك
“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat Jum’at maka telah mendapatkan
shalatnya”.
Abu Hatim ar-Razi berkata, “Hadis ini sanad dan matannya salah. Yang benar adalah
riwayat Az-Zuhri dari Abi Salamah dari Abi Hurairah dari Nabi SAW bersabda,
Sebagian ulama telah mengkhususkan ‘ilal al-hadits dalam satu buku karangan, ada
sebagian yang tersusun berdasarkan urutan bab fikih, dan sebagian lagi berdasarkan
sistematika musnad. Namum pada umumnya metode penyusunan karya tentang ‘ilal
adalah seorang syaikh menanyakan sebuah hadis dari jalan sanad tertentu, lalu
menyebutkan kesalahan pada sanadnya atau matannya atau keduanya. Kadang pula
menyebutkan sebagian jalan yang shahih sebagai pedoman dalam menjelaskan ‘illat hadis
yang ditanyakan. Kadang mengenalkan kepada sebagian perawi dan menjelaskan keadaan
mereka, baik dari segi kuat dan lemahnya, dan hafalan serta kedhabithannya. Oleh
karenanya sebagian penyusun menamakan buku mereka dengan “At-Tarikh wa Al-‘Illal”
atau “Ar-Rijal wa Al-‘Illal”. Diantara karya-karya tersebut adalah :
1) Kitab “At-Tarikh wa Al-Ilal”, karya Al-Hafizh Yahya bin Ma’in (wafat 233 H),
diterbitkan dengan judul : “Ilal Al-Hadits wa Ma’rifat Ar-Rijal”
2) Kitab “Ilal Al-Hadits” karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H)
3) Kitab “Al-Musnad Al-Mu’allal” karya Al-Hafizh Ya’qub bin Syaibah As-Sadusi Al-
Bashri (wafat 262 H)
4) Kitab “Al-Ilal” karya Imam Muhammad bin Isa At-Tirmidzi (wafat 279 H)
5) Kitab “Ilal Al-Hadits” karya Imam Al-Hafizh Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-razi
(wafat 327 H)
6) Kitab “Al-Ilal Al-Waridah fi Al-hadits An-Nabawiyah” karya Imam Al-Hafizh Ali bin
Umar Ad-Daruquthni (wafat 385 H).
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu ‘Illal Hadist adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan mempelajari
kelemahan, cacat, ataupun penyimpangan sanad atau matan hadist. Tujuan dari ilmu
ini adalah untuk menyaris hadist-hadist yang memiliki kelemahan atau cacat
sehingga dapat digunakan sebagai dasar yang kuat dalam memahami dan
mengambil hukum syari’at. Dengan mempelajari ilmu ‘Illal hadist, para ulama dan
ahli hadist dapat meakukan analisis kritis terhadap hadist-hadist yang ada untuk
memastikan keaslian dan keabsahan mereka.
B. Saran
8
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan Syaikh Manna’. 2015. Pengantar Ilmu Hadits (Terjemahan). Jakarta : Pustaka
Al-
Kautsar. Cet-9.
DR. ‘Ajaj Al-Khathib, Muhammad. 2003. Ushul Al-Hadis (Terjemahan). Jakarta : Gaya
Media
Pratama. Cet-3.
DR. Mahmud Thahan. 2005. Ilmu Hadits Praktis (Terjemahan). Bogor : Pustaka Thariqul
Izzah.
Cet-1.
Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung : Pustaka Setia. Cet-1.
http://islamolog-qurannhadisresearch.blogspot.co.id/2013/12/ilal-al-hadits.html
http://www.afdhalilahi.com/2015/01/ilal-al-hadis.html
https://aryasupang.wordpress.com/2011/11/30/ilmu-ilal-al-hadis/