Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ULUMUL AL-HADIST
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadist : Metodologi
dan Tematik
Dosen Pembimbing :
Dr. Ahmad Zumaro, MA.

Disusun oleh:
Yusup Ardiyansah
NPM : 2171010081

Kelas B

PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1443 H/2022 M

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur seraya penyusun


panjatkan ke hadirat Illahi Robbi yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehinnga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ulumul al-
Hadist” ini tepat waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Studi
Hadist: Metodologi dan Tematik. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini
kami menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ahmad Zumaro, MA. selaku dosen
pengampu mata kuliah Studi Hadist: Metodologi dan Tematik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Namun penyusun
tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga bisa
menjadi acuan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Metro, 26 Februari 2022


Penulis

Yusup Ardiyansah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3

A. Ulumul al-Hadist..................................................................................................3

1. Definisi Ulumul al-Hadist......................................................................................3

2. Sejarah Ilmu Hadits................................................................................................5

3. Wilayah Pembahasan Ilmu Hadits..........................................................................6

B. Pembagian Ilmu Hadist.......................................................................................7

1. Ilmu Hadist Riwayah..............................................................................................7

2. Ilmu Hadits Dirayah.............................................................................................11

C. Cabang Ulumul al-Hadist..................................................................................15

1. Ilmu Rijal al-Hadist..............................................................................................15

2. Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil......................................................................................17

3. Ilmu Tarikh al-Ruwah..........................................................................................18

4. Ilmu Ilal al-Hadist................................................................................................18

5. Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh............................................................................19

6. Ilmu asbabul Wurud al-hadis................................................................................20

7. Ilmu Gharib al-Hadis............................................................................................20

8. Ilmu al-Tashif wal al-Tahrif.................................................................................21

9. Ilmu Mukhtalif al-Hadis.......................................................................................21

ii
BAB III SIMPULAN......................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya Ulumul Hadis telah lahir sejak dimulainya periwayatan
hadis di dalam Islam, terutama setelah Rasul Saw wafat, ketika umat
merasakan perlunya menghimpun Hadis-Hadis Rasul Saw dikarenakan
adanya kekhawatiran Hadis-Hadis tersebut akan hilang atau lenyap. Para
sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan periwayatan Hadis, mereka
mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu dalam
menerima Hadis, namun mereka belumlah menuliskan kaidah-kaidah
tersebut.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Ulumul Hadis ialah ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang ada sangkut-pautnya dengan Hadis Rasul.
Ilmu ini dapat memberikan penilaian apakah suatu Hadis memenuhi kriteria
untuk dapat diterima atau tidak memenuhi syarat sehingga harus ditolak.
Secara garis besarnya, ilmu Hadis dibedakan kepada ilmu Hadis Riwayah
dan ilmu Hadis Dirayah. Manfaat mempelajari ilmu Hadis Riwayah adalah
untuk memelihara kemurnian Hadis-Hadis Rasul dan menghindarkannya
dari kemungkinan-kemungkinan salah kutip dan kekeliruan lainnya.
Adapun guna mempelajari Ilmu Hadis Dirayah adalah 2 untuk dapat
memberikan kepastian kepada kita dalam menilai sebuah hadis, mana yang
shahih dan mana pula yang tidak. Dengan kata lain, kajian Hadis Dirayah
akan memnerikan keyakinan kepada kita dalam penerimaan Hadis yang
dapat dijadikan Hujah. Ilmu ini di kalangan ulama Hadis disebut juga illah
al-hadits dan ilm Musthalah al-Hadis.
Dalam perkembangan lebih lanjut ilmu hadis memiliki banyak sekali
cabang, yang setiap cabang keilmuan memiliki objek kajiannya masing-
masing, dalam makalah ini penulis akan membahas mengai ilmu hadis,
pembagiannya dan cabangnya.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka pembahasan makalah ini
akan difokuskan pada masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Definisi Ulumul al-Hadist?
2. Bagaimana pembagian ilmu hadist dan urgensinya ?
3. Bagaimana cabang ilmu hadist dan contohnya?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui definisi ulumul al-hadist.
2. Untuk mengetahui pembagian ilmu hadist dan urgensinya.
3. Untuk mengetahui cabang ilmu hadist dan contohnya.
.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ulumul al-Hadist
1. Definisi Ulumul al-Hadist
Secara bahasa, ‘Ulum bentuk jamak dari kata 'ilm artinya ilmu.
‘Ulum al-hadits artinya ilmu-ilmu tentang hadis. Hasbi ash-Shiddieqy,
tokoh hadis Indonesia, mendefinisikan bahwa ilmu hadis adalah ilmu
yang berkaitan dengan hadis Nabi SAW1.
Secara terminologi ilmu hadis dirumuskan dalam defenisi yang
dikemukan oleh Ulama Mutaqaddimin yaitu ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis kepada
Rasulullah SAW dari segi hal, ihwal para perawinya, yang menyangkut
kedhabitan dan keadilanya, dan dari bersambung dan terputusnya sanad,
dan sebagainya2.
Dalam pendapat yang lain ilmu hadis diartikan sebagai :

.‫م‬.‫علم يبحث فيه عن كيفية اتصال احلديث برول اهلل ص‬


‫من حيث أحوال رواته ضبطا وعدالة ومن حيث كيفية‬
.‫السند اتصاال وانقطاعا وغري ذا لك‬
Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan
hadist sampai kepada Rasullulah Saw. Dari segi hal ikhwal para
perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya dan dari
bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya3.

Ulumul hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama


hadis, sederhananya ulumul hadis diartikan sebagai ilmu-ilmu yang

1
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hadis (Ulum al-Hadis) (Bandar Lampung: CV. Anugrah
Utama Rahaja (AURA), 2013), H. 25.
2
Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i, Studi Ilmu Hadits (Riau: Kreasi Edukasi, 2016), H. 43.
3
Agus Solahudin dan Agus Suryadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
H. 105.

3
membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan hadis Nabi SAW, pada
mulanya, ilmu hadis memang merupakan beberapa ilmu yang masing-
masing berdiri sendiri dengan kajiannya sendiri, yaitu berbicara tentang
hadis Nabi SAW dan para perawinya, seperti ilmu al-hadist al-shahih,
ilmu al-mursal, ilmu al-asma wal kuna dan lainnya, namun pada
perkembangannya ilmu-ilmu yang terpisah dengan objek kajiannya
sendiri mulai menjadi satu bidang ilmu dibawah nama Ilmu Hadist4.
Ulūmul ul Hadits terdiri atas dua kata, yaitu Ulūmul dan al-Hadits.
Kata Ulumul dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi
berati “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits
berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. dari
perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian ulumul hadis
adalah ilmu-ilmu yang membahas Hadits di dalam tradisi Ulama
Hadits.
Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata yakni ilmu dan
hadist, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledgr, dan
science, sedangkan hadist secara etimologis, hadist memiliki makna
jadid, qorib, dan khabar5.
Sedangkan menurut As-Suyuthi beliau mengemukakan
pendapatnya tentang ilmu Hadis yaitu ilmu pengetahuan yang
membicarakan cara-cara persambungan Hadis sampai kepada Rasul
saw, dari segi hal ikhwal para periwayatnya yang menyangkut
kedhabitan dan keadilannya dan bersambung dan terputusnya sanad dan
sebagainya6.

Dari beberapa definisi yang telah diutarakan diatas, dapat dijelakan


bahwa ilmu hadis adalah kumpulan ilmu-ilmu tentang hadis Nabi Saw,
baik itu melihat perawi, maupun melihat kualitas perawi dalam setiap
hadis yang dibahas, implementasi ilmu ini akan menentukan kualitas

4
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001), H. 2.
5
Dairina Yusri, “Cabang-cabang Ilmu Hadis,” Jurnal Hikmah 14 (2017): H. 43.
6
Muhammad Yahya, Ulumul Hadis (Sebuah Pengantar dan Aplikasinya) (Samata-Gowa:
Syahadah, 2016), H. 5.

4
sebuah hadis yaitu mengarah pada kategori-kategori yang ada dalam
ilmu hadis.
2. Sejarah Ilmu Hadits
Ilmu hadits berkembang sejalan dengan perkembangan
periwayatan dalam Islam. Tetapi perkembangan yang sangat nampak
dari ilmu hadits adalah setelah wafatnya Rasulullah Saw yaitu ketika itu
para shahabat merasa penting untuk mengumpulkan hadits-hadits nabi
karena ditakutkan hilang. Ketika pengumpulan hadits berlangsung para
shahabat melakukan upaya agar hadits nabi terjaga keontentikannya
dengan cara menerapkan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan
dalam penerimaan suatu hadits sehingga dengan aturan-aturan dan
persyaratan-persyaratan tersebut dapat diketahui diterima atau tidaknya
suatu hadits dan shahih atau tidaknya hadits tersebut.
Dasar dan landasan periwayatan hadis di dalam Islam dijumpai di
dalam al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Didalam surat al-hujurat ayat
6, Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman untuk
meneliti dan mempertanyakan berita-berita yang datang dari orang-
orang fasik.
ْ ‫صيب‬
‫ بِ َج ٰهَلَ ٖة‬Q‫ُوا قَ ۡو ۢ َما‬ ِ ُ‫ق بِنَبَ ٖإ فَتَبَيَّنُ ٓو ْا َأن ت‬ ِ َ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإن َجٓا َء ُكمۡ ف‬
ُ Qۢ ‫اس‬
َ‫ُوا َعلَ ٰى َما فَ َع ۡلتُمۡ ٰنَ ِد ِمين‬
Qْ ‫صبِح‬ۡ ُ‫فَت‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita maka periksalah berita tersebut dengan
teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepda suatu kaum tanpa
mengetahui keadaan (yang sebenarnya) yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatannya.(al-Hujurat ayat 6).

Disamping itu, Rasul SAW juga mendorong dan menganjurkan


kepada para sahabat untuk melakukan penelitian dan pembukuan pada
hadis-hadis nabi yang ada, yaitu dari hadis nabi yang diriwayatkan oleh
al-Thirmidzi yang artinya:
“(Semoga) Allah membaguskan rupa seseorang yang mendengar
dari kami suatu (Hadis), lantas dia menyampaikannya (hadis tersebut)

5
sebagaimana dia dengar, kadang-kadang orang yang menyampaikan
lebih hafal dari pada yang mendengar”.(HR. Al-Thirmidzi).
Berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadist nabi tersebut maka para
sahabat mulai melakukan penelitian dan bersikap lebih hati-hati dalam
menerima dan meriwayatkan hadis Nabi SAW, terutama bila bertemu
dengan keadaan meragukannya si pembawa atau penyampai riwayat
hadis, dari momentum inilah mulailah ilmu hadis muncul dan
berkembang demi menjaga kualitas serta kuantitas hadis yang beredar7.
Perkembangan ilmu hadits terus berjalan sejalan dengan terus
bertambahnya periwayatan hadits. Setiap ada riwayat maka disanalah
ulumul hadits berperan menentukan diterima atau tidaknya sehingga
pada akhirnya ulum al-hadits menjadi disiplin ilmu yang mandiri dalam
ajaran agama Islam8.
3. Wilayah Pembahasan Ilmu Hadits
Para ulama ahli ahdits (muhadditsin) dalam berbagai kitab ulum
al-Hadits-nya mencantumkan berbagai pembahasan seperti pembagian
hadits kedalam hadits shahih, hasan dan da’if, macam macam
pembagian hadit da’if seperti hadits mursal, muallaq, munqhati’,
murharib, muharraf, mushahaf dan yang lainya, membahas tentang
kaifiah tahamml wa alada, (cara-cara seorang rawi mendapatkan hadits
dan meyampaikannya), pembahasan tentang jarah wa tai’dil sepetri
pembahasan masalah sayarat-syarat bagi mujarrih dan mu’addil, dan
yang lainnya, mengetahui nama-nama rawi dan negeri asalnya,
membedakan rawi yang tsiqat dan yang dha’if, dan lain lain.
Mengenai cakupan pembahasan ulum al-hadits ada beberapa
perkataan ulama ahli hadits yang menunjukan bahwa pembahasan ilmu
hadits sangat luas. Diantara perkataan tersebut diantaranya adalah yang
diucapkan oleh Al-shuyuthi dan Al haji’mi, Alshuyuthi yang berkata
“Sesungguhnya pembahasan ilmu hadits sangatlah banyak sehingga tak
bisa dihitung”

7
Yuslem, Ulumul Hadis, H. 15-16.
8
Tajul Arifin, Ulumul Hadits (Bandung: Gunung Djati Press, 2014), H. 18.

6
Sementara itu Ibn Shalah dalam kitabnya Muqaddimah Ibn
Shalah menyebutkan setidaknya ada 56 macam pembahasan ulum al-
hadits diantaranya: pembahasan tentang hadits shahih, hasan dan dhaif,
pembahasan tentang musnad dan marfu, pembahasan tentang kaifiyat
al-sima, pembahasan tentang rawi yang tshiqat dan dhaif dan yang
lainnya.
Kemudian diakhir pembahasan Ibn Shalah menegaskan bahwa
tidak mungkin ada akhirnya, karena setiap pembahasan dari setiap dari
bahasan ilmu hadits tersebut semuanya masih bisa dibagi-bagi sampai
tak terhingga, hal tersebut disebabkan karena tidak terhitungnya jumlah
perawi hadits yang memiliki sifat yang berbeda-beda hal itu juga
disebabkan kerena beraneka ragamnya matan hadits dan sifatnya yang
semuaya tidak akan menjadi jelas kecuali dibahas secara tersendiri9.
Dari keterangan diatas diketahui pembahasan ilmu hadis
sangatlah kompleks, segala ihwal mengenai hadis tentu jadi sasaran
pembahasan ilmu hadis, semisal tentang perawi hadis, tentang matan
hadis, tentang kualitas hadis yang diteliti dan segala hal yang berkaitan
dengan hadis nabi akan menjadi pembahasan ilmu hadis.

B. Pembagian Ilmu Hadist


Secara garis besar ilmu haditst terbagi kedalam dua bagian yaitu ilmu
hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
1. Ilmu Hadist Riwayah
a) Definisi hadits riwayah
Ilmu hadits riwayah diartikan sebagai ilmu yang membahas
tentang proses periwayatan sesuatu yang disandarkan kepada nabi
Muhammad yang berupa perkataan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi.
Ilmu Hadis Riwayah dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu yang
mempelajari cara periwayatan, penulisan atau pembukuan hadis
Nabi SAW. Objek kajiannya ialah hadis Nabi SAW dari segi
periwayatan dan pemeliharaannya yang meliputi :

9
Arifin, H. 19-20.

7
1) Cara periwayatannya, yakni bagaimana cara penerimaan dan
penyampaian hadis dari seorang periwayat (rawi) kepada
periwayat lain
2) Cara pemeliharaan, yakni penghafalan, penulisan, dan
pembukuan hadis10.
Perspektif lain menjelaskan bahwa ilmu hadits riwayah
diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis
yang berdasarkan kepada Nabi SAW,baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya.
Ibnu al-Akhfani menguatkan dengan argumen bahwa yang
dimaksud ilmu Hadis riwayah adalah Ilmu pengetahuan yang
mencakup perkataan Nabi SAW, baik periwayatan, pemeliharan,
maupun penulisannya atau pembukuan lafaz-lafaznya11. Dari definisi
diatas dapat diketahui bahwa ilmu hadits riwayah ini tidak
membicarakan kualitas sanad, sifat rawi, dan cacat yang terdapat
pada matan dan lainnya.
Kata riwayah artinya periwayatan, sedangkan para ulama
berbeda pendapat mendefenisikan tentang ilmu Hadis Riwayah,
namun yang paling terkenal di antara para ulama yaitu defenisi ibnu
Al-Akhfani beliau berpendapat bahwa ilmu Hadis riwayah adalah
ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi
SAW, periwayatannya, pencatatannya dan penelitian lafadz-
lafadznya. Sedangkan menurut istilah Hadis Riwayah adalah ilmu
yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir maupun sifatnya, begitu juga yang menukil dari
sahabat dan tabi’in
Sedangkan menurut Muhammad ‘Ajjaj Al-Khathib
menjelaskan ilmu Hadis adalah ilmu yang membahas tentang
pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (pengakuan) sifat

10
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hadis (Ulum al-Hadis), H. 25.
11
Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i, Studi Ilmu Hadits, H. 43.

8
jasmaniah atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan
terperinci. 12.
Dari beberapa pendapat diatas maka hadis riwayah diartikan
sebagai ilmu hadis yang tentang periwayatan hadis, dalam konteks
ini yaitu bagaimana cara periwayatan, bagaimana menerima sebuah
hadis dan bagaimana cara menyampaikan hadis kepada perawi yang
lain, selain itu juga membahas tentang kualitas seorang perawi hadis
Nabi SAW.
b) Pokok Pembahasan Ilmu hadits riwayah
Dari definisi di atas terlihat bahwa yang menjadi pokok
pembahasan ilmu hadits adalah ucapan, perbuatan dan ketetapan
Rasul dilihat dari segi periwayatannya, pencatatannya dan penelitian
lafadz-lafadznya.
Objek ilmu hadis riwayah adalah bagaimana cara menerima
dan menyampaikan kepada orang lain. Dan memindahkan atau
mendewankan. Demikian menurut pendapat al-Syuyuti. Dalam
menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebut apa adanya,
baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak
membicarakan tentang Syaz ( kejanggalan) dan `illa (kecacatan)
matan hadis . demikian pula ilmu ini tidak membahas kualitas para
perawi, baik keadilan , kedabitan, atau kefasikannya13.

Pendapat lain menguatkan bahwasanya objek kajian ilmu


Hadis riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi
saw, sahabat dan tabiin yang meliputi :
1) Cara periwayatannya yakni cara penerimaan dan penyampaian
Hadis dari sesorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain.
2) Cara pemeliharaan yakni penghapalan, penulisan dan
pembukuan Hadis14.
c) Tujuan mempelajari ilmu hadits riyawah
12
Yahya, Ulumul Hadis (Sebuah Pengantar dan Aplikasinya), H. 5.
13
Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i, Studi Ilmu Hadits, H. 43.

14
Yahya, Ulumul Hadis (Sebuah Pengantar dan Aplikasinya), H. 5.

9
Tujuaan mempelajari ilmu hadits riwayah adalah memelihara
Sunnah dan menjaganya dari kesalahan periwayatan dalam
mengimformasikan segala sesuatu yang berasal dari Nabi Saw. baik
yang berupa perkataan, perbuatan dan ketetapannya15.Tujuan yang
sama dijelaskan bahwa ilmu hadits riwayah berguna untuk
memelihara hadist Nabi SAW dari kesalahan dalam proses
periwayatan dan penulisan/pembukuannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu hadis riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang
pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sedangkan tujuan atau
urgensi ilmu Hadis Riwayah ini adalah pemeliharaan terhadap Hadis
Nabi saw agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari
kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam
penulisan maupun pembukuannya.16
d) Tokoh dan perkembangan ilmu hadits riwayah
Pelopor ilmu hadis riwayah adalah ulama terkenal bernama Abu
Bakar Muhammad bin Syihab az-Zuhri (51- 124 H), seorang imam
dan ulama besar di Hijaz (Arab Saudi) dan Syam (Suriah). Dalam
sejarah perkembangan hadis, az-Zuhri tercatat sebagai ulama
pertama yang menghimpun hadis Nabi SAW atas perintah Khalifah
Umar bin Abdul Aziz yang memerintah pada tahun 99 H/717 M dari
bani Umaiyah. Sebenarnya ilmu hadis riwayah sudah ada sejak
periode Rasulullah SAW, bersamaan dengan dimulainya
periwayatan hadis itu sendiri. Saat itu para sahabat menaruh
perhatian yang tinggi terhadap hadis Nabi SAW. Mereka berupaya
mendapatkannya dengan menghadiri majelis Rasulullah SAW serta
mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan
Nabi SAW. Mereka juga memperhatikan dengan seksama apa yang
dilakukan Rasulullah SAW, baik dalam beribadah maupun dalam
aktivitas sosial, dan akhlak Nabi SAW sehari-hari.

15
Tajul Arifin, Ulumul Hadits , H. 21.
16
Yahya, Ulumul Hadis (Sebuah Pengantar dan Aplikasinya), H. 5.

10
Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan
hadis secara besar-besaran dilakukan oleh ulama hadis pada abad ke-
3 H, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud,
Imam at-Tirmizi, dan ulama-ulama hadis lainnya melalui kitab hadis
masing-masing17.
e) Urgensi ilmu hadis riwayah
Adapun kegunaan atau urgensi ilmu hadis riwayah ialah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya, yaitu
Nabi Saw. Sebab, berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi
bukan hadis, melainkan juga ada berita-berita lain, yang sumbernya
bukan dari Nabi atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali18.
2. Ilmu Hadits Dirayah
a) Definisi ilmu hadits dirayah
Ulama ahli hadits biasa menyebut ilmu hadits dirayah dengan
sebutan ulum al-hadits, musthalah al-hadits atau dengan sebutan
ushul al-hadits. Walaupun penyebutan ilmu hadits dirayah tersebut
berbeda-beda tetapi didalamnya sama yaitu membahas kaidah-
kaidah yang berpungsi untuk mengetahui diterima atau tidaknya
suatu hadits baik dilihat dari segi perawinya atau riwayahnya,
pembagian hadits kepada shahih, hasan dan dhaif, membahas
kaifiyat tahamul wa alada, ilmu jarh wa ta’dil dan yang lainnya.
Mengenai ilmu hadits dirayah Ibnu Hajar al-Ashqalany
mendefinisikan sebagai kumpulan kaidah-kaidah dan permasalahan-
permasalahan yang berfungsi untuk mengetahui diterima atau
tidaknya suatu hadits, baik dilihat dari segi orang yang
meriwayatkan ataupun dari segi cara periwayatannya.
Ibnu Akfani menegaskan mengenai pengertian ilmu hadits
dirayah yaitu Ilmu yang dapat mengetahui hakikat suatu riwayat dan
syarat-syaratnya, macam-macamnya serta hukum-hukumnya.
Dengan ilmu itu pula dapat diketahui keadaan para rawi dan syarat-
syaratnya serta segala hal yang berhubungan dengannya. Yang
17
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hadis (Ulum al-Hadis) , H. 27-28.
18
Sulaemang, Ulumul Hadits (Kendari: AA-DZ Grafika, 2016), H.83.

11
dimaksud rawi dalam definisi-definisi di atas adalah orang yang
meriwayatkan hadits nabi baik dari kalangnan shahabat, tabi’in atau
yang lainnya19.
Ilmu Hadisý Dirayah, yaitu Undang-undang atau kaedah-
kaedah untuk mengetahui keadaan matan dan sanad. Al-Tirmizi
mendefenisikan Ilmu Hadisý Dirayah sebagai Ilmu pengetahuan
untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam
dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi,
baik persyaratan, macam-macam hadisý yang diriwayatkan dan
segala yang berkaitan denganya20.
Ilmu Hadis Dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-
kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara menerima dan
menyampaikan hadis, sifat rawi, dan lain-lain. Tujuan dan faedah
ilmu hadis dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan
maqbul (diterima) dan mardud (ditolak)-nya suatu hadis21.
Dengan kata lain hadis dirayah diartikan sebagai bagian dari
usaha untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan hadis
dalam konteks sanad, matan, sifat rawi dan lainnya, kedudukan ilmu
ini sangatlah penting untuk menjaga kualitas hadis yang ada.
b) Sejarah dan perkembangan ilmu hadits dirayah
Dalam perkembangan hadis Nabi SAW, telah muncul berbagai
hadis palsu yang tidak saja dilakukan oleh musuh-musuh Islam,
tetapi juga oleh umat Islam sendiri, dengan motif kepentingan
pribadi, kelompok atau golongan. Oleh karena itu, ilmu hadis
dirayah ini mempunyai arti penting dalam usaha pemeliharaan hadis
Nabi SAW. Dengan ilmu hadis dirayah dapat diteliti hadis yang
memang benar (sahih) dipercaya berasal dari Rasulullah SAW, dan
hadis yang lemah (dha’if), serta yang palsu (maudhu’).
Secara praktis, dasar-dasar ilmu hadis dirayah juga sudah ada
sejak periode awal Islam atau sejak periode Rasuullah SAW. Pada

19
Tajul Arifin, Ulumul Hadits , H. 22.
20
Zikri Darussamin, Kuliah Ilmu Hadis 1 (Riau: KALIMEDIA, 2020), H. 3-4.
21
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hadis (Ulum al-Hadis) , H. 28.

12
periode Rasulullah SAW, kritik atau penelitian terhadap suatu
riwayat (hadis) yang menjadi cikal bakal ilmu hadis dirayah
dilakukan dengan cara yang sederhana. Apabila seorang sahabat
ragu-ragu menerima suatu riwayat dari sahabat lainnya, maka ia
segera menemui Rasulullah SAW atau sahabat lain yang dapat
dipercaya untuk mengkonfirmasikannya.
Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut sanad
maupun matan hadis semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar
as-Siddiq (573-634; khalifah pertama dari al-Khulafa' ar-Rasyidun
(Empat Khalifah Besar), misalnya, tidak mau menerima suatu hadis
yang disampaikan oleh seseorang kecuali jika orang itu mampu
mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang
disampaikannya.
Sejumlah sahabat lainnya juga melakukan hal yang sama, seperti
Umar bin al-Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, dan
Abdullah bin Abbas. Pada periode tabiin, penelitian dan kritik matan
semakin berkembang seiring dengan berkembangnya
masalahmasalah matan yang mereka hadapi. Demikian pula di
kalangan ulama-ulama hadis selanjutnya. Pada penghujung abad ke 2
H, kritik hadis atau ilmu hadis dirayah telah menjadi disiplin ilmu
hadis teoretis di samping bentuk praktis seperti dijelaskan di atas.
Imam asy-Syafi'i adalah ulama pertama yang mewariskan teoriteori
ilmu hadisnya secara tertulis, sebagaimana terdapat dalam karya
monumentalnya ar-Risalah dan al-Umm. Hanya saja teori ilmu
hadisnya tersebut tidak terhimpun dalam satu kitab khusus
melainkan tersebar dalam pembahasan-pembahasannya dalam dua
kitab tersebut. Ulama pertama yang membukukan ilmu hadis dirayah
adalah Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi (265-360 H) dalam
kitabnya, al-Muhaddis al-Fasil bain ar-Rawi wa alwa 'i’ (Ahli Hadis
yang Memisahkan Antara Rawi dan Pemberi Nasihat).
Seiring dengan perkembangan waktu, kitab ulumul hadits, dan
kitab lainnya mulai muncul sebagai bukti perkembangan yang pesat,

13
adapun kitab yang bersifat khusus yang membahas satu cabang imu
hadits yang lebih mendalam yaitu ditulis oleh Abu Hamzah al-
Husaini menulis kitab al-Bayan wat Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadis
al-Syarif, Ahmad ibn Sa’ad (asli hadis kontemporer) menulis
Mabahis fi ‘Ilm al-Jarh wa-alTa’dil22.
c) Pokok pembahasan ilmu hadits dirayah
Objek pembahasan ilmu hadits dirayah adalah: pertama sanad
dilihat dari segi keadaan pribadi rawinya, muttasil atau munqathi-
nya, ali atau nazil-nya, dan yang lainnya, kedua matan dilihat dari
segi shahih atau dhaifnya dan hal-hal lain yang berhubungan matan
suatu hadits23.
d) Urgensi ilmu hadits dirayah
Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah seseorang dapat
membedakan antara hadits yang diterima dengan hadits yang ditolak.
Seseorang tidak akan bisa membedakan antara hadits yang diterima
dan ditolak hanya dengan mempelajari ilmu hadits riwayah tanpa
disertai ilmu hadits dirayah.

Dengan memperlajari ilmu hadits dirayah ini, banyak kegunaan


yang diperoleh, antara lain: pertama, dapat mengetahui pertumbuhan
dan perkembangan Hadits dan Ilmu Hadits dari masa ke masa sejak
masa Rasul Saw sampai dengan masa sekarang. Kedua, dapat
mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka
lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan
Hadits. Ketiga, dapat mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan
oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hasil lebih lanjut.
Keempat, dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan
kriteriakriteria Hadits sebagai pedoman dalam menetapkan suatu
hukum syara24.

22
Alamsyah, Ilmu-Ilmu Hadis (Ulum al-Hadis) , H. 29-32.
23
Darussamin, Kuliah Ilmu Hadis 1, H. 3-4.
24
Sulaemang, Ulumul Hadits, H. 85.

14
C. Cabang Ulumul al-Hadist
Dari ilmu hadis Riwayah dan Dirayah yang telah dipaparkan, pada
perkembangan berikutnya, muncullah cabang-cabang ilmu hadis lainnya
seperti ilmu Rijal al-Hadis, ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil, ilmu Tarikh al-Ruwah,
ilmu Ilal al-Hadis, ilmu aal-Nasikh wa al-Mansukh, ilmu Asbab Wurud al-
Hadis, ilmu Mukhtalif al- Hadis sebagaimana akan diuraikan berikut ini:
1. Ilmu Rijal al-Hadist
Ilmu Rijal al-Hadis, ialah

‫ من حيث أهنم رواةللحديث‬1‫علم يعرف هبا رواةاحلديث‬


“ Ilmu untuk mengetahui para perawi Hadis dan kapasitas mereka
sebagai perawi hadis.”
Ilmu ini sangat penting kedudukannya dalam lapangan ilmu hadis.
Hal ini kerena, sebagaimana diketahui, objek kajian hadis pada
dasarnya pada dua hal yaitu matan dan sanad. Ilmu Rijal al-Hadis dalam
hal ini, mengambil porsi khusus mempelajari persoalan-persoalan
disekitar sanad25.
Kata rijal al-hadis terdiri dari dua suku kata dan telah menjadi
istilah yang baku bagi ulama hadis, sehingga kedua kata itu tidak dapat
diartikan secara terpisah. Istilah rijal al-hadis menurut bahasa berarti
orang-orang di sekitar hadis. Jika kata rijal al-hadi ditambah dengan
kata ilmu di depannya sehingga menjadi ‘ilmu rijal al-hadis, yang
berarti ilmu tentang orang-orang di sekitar hadis. Sedang ‘ilmu rijal al-
hadis secara terminologi adalah ilmu untuk mengetahui para periwayat
hadis dalam kapasitas mereka sebagai periwayat hadis26.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib membagi ‘ilmu rijal al-hadis kepada
dua ilmu yang benar, yakn; Ilmu Tarikh al-Ruwah dan Ilmu Jarh wa
al-Ta’dil. Ilmu Tarikh al-Ruwah merupakan suatu ilmu yang
membicarakan tentang keadaan-keadaan periwayat mengenai
kelahirannya, kewafatannya, guru-gurunya, negerinya, tempat

25
Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i, Studi Ilmu Hadits , H. 46.
26
Mukhlis Mukhtar, “Penelitian Rijal al-Hadis Sebagai Kegiatan Ijtihad,” Jurnal
Hukum Diktum 9 (2011): H. 188.

15
kediamannya, perlawatan-perlawatannya dan segala yang berhubungan
dengan urusan hadis. Ilmu jarh wa al-ta’dil adalah ilmu yang
membahas tentang kritik yang berisi celaan dan pujian terhadap para
periwayat hadis.
Untuk lebih jelasnya penulis mengemukakan contoh kegiatan
seorang peneliti hadis berijtihad dalam memutuskan kualitas suatu
hadis. Apabila ada satu hadis seperti yang dikutip dari kitab Sunan Ibnu
Majah di bawah ini:

ِ ٍ ِ ِ َّ ‫و‬
ُ ‫َحد َثنَا َعل ُي بْ ُن حٌمَ َّمد َوَأبُوبَك ِر بْ ُن َخالَد قَاآلَ َح َّد َثنَ َاوك‬
‫يع‬
ِ ‫عبد‬
‫اهلل قال‬ ِ ‫وق عن‬ ِ ‫بد‬
ٍ ‫اهلل ب ِن مر َة عن مسر‬ ِ ‫ح َّد َثنا االَعمش عن ع‬
ُْ ُ َ ٌ َ َ َ

‫وب‬ ِ ‫ول اهلل صلي اهلل‬


َ ُ‫شق اجلُي‬
َّ ‫ليس منَّا َم ْن‬
َ ‫سلم‬ ‫و‬
َ ‫عليه‬ ُ َ ُ ‫رس‬
ُ ‫قال‬
)‫(أخر َجه إبن ماجه‬ ِ َّ‫وضرب احلدود ودعاَ َبدعوي اجلاَهلي‬
‫ة‬
َ َ َ ُ َ َ
Dari kutipan sanad dan matan hadis di atas terlihat bahwa Ibnu
Majah dalam mengemukakan riwayatnya menyandarkan kepada tiga
orang periwayat, yakni Ali bin Muhammad, Abu Bakar bin Khallad dan
Muhammad bin Basysyar. Ketiga nama periwayat yang disandari oleh
Ibnu Majah tersebut dalam ilmu hadis disebut sebagai sanad pertama.
Dengan demikian, maka sanad terakhir adalah Abdullah, yakni
periwayat pertama karena dia sebagai sahabat Nabi yang berstatus
sebagai pihak pertama yang menyampaikan riwayat hadis tersebut.
Setelah rentetan-rentetan periwayat ditetapkan, maka langkah
berikutnya adalah meneliti periwayat-periwayat tersebut dengan
mengacu pada kaedah kesahihan sanad yang telah disepakati oleh
Jumhur Ulama hadis, yakni (1) sanad bersambung, (2) periwayat
bersifat adil, (3) periwayat bersifat dhabith, (4) terhindar dari
kejanggalan (syuzuz), dan (5) terhindar dari cacat (‘illat). Demikianlah

16
contoh dari ilmu rijal al-hadist, yaitu ilmu yang berfokus pada perawi
dengan melihat kapasitas yang dimiliki oleh perawi tersebut27.
2. Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil
Ilmu al Jarh, yang secara bahasa berarti luka atau cacat, adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti
pada kedabitan dan keadilanya. Para ahli hadis dalam hal ini
mendefenisikan al-Jarh dengan kecacatan pada perawi hadis disebabkan
oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan dan kedhabitan para perawi.
Sedangkan al-Ta`dil, secara bahasa bearti al-Tasyiwiyah
(menyamakan) menurut istilah berarti “Pembersihan atau pensucian
perawi dan ketetapan, bahwa ia adil atau dhabit. Contoh ungkapan
ِ َ‫فالن أوثق الن‬
tertentu untuk mengetahui keadilan para perawi, antara lain ‫اس‬

(fulan orang yang paling dipercaya), ‫ط فالن‬


ٌ ‫اب‬11 1 1 1 1‫( ض‬fulan itu kuat
hafalannya) dan‫ة فالن‬11 1 1 1 1‫(حخ‬fulan hujjah). Sedangkan contoh untuk

kecacatan perawi, antara lain ‫اس‬11‫ذب الن‬11 ‫( فالن أك‬fulan orang yang paling

dusta), ‫( فالن ليس با حلجة‬fulan bukan hujjah)28.

3. Ilmu Tarikh al-Ruwah


Ilmu tarikh al-ruwah adalah ilmu untuk mengetahui para perawi
hadist yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap
hadist. Ilmu ini bermanfaat untuk mempelajari keadaan identitas para
perawi, seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, kapan mereka
mendengar hadis dari gurunya, siapa orang meriwayatkan hadis
daripadanya. Tempat tinggal mereka, tempat mereka mengadakan
lawatan, dan lain-lain. Sebagai bagian dari ilmu Rijal al- hadis, ilmu ini
mengkhususkan pembahasannya secara mendalam pada sudut
kesejarahan dari orang-orang yang terlibat dalam periwayatan29.
At Tarikhul kabir, karya imam Muhammad ibn Isma’il Al Bukhori
( 194-252 H ) merupakan contoh nyata penggunaan ilmu ini. Dalam

27
Mukhlis Mukhtar, “Penelitian Rijal al-Hadis Sebagai Kegiatan Ijtihad: H. 190.
28
Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i, Studi Ilmu Hadits , H. 47.
29
Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i, Studi Ilmu Hadits , H. 48.

17
kitab tersebut menerangkan biografi dari guru-gurunya yang pernah
memberikan hadits kepadanya, baik dari golongan tabi’in maupun
sahabat sampai berjumlah kurang lebih 40.000 orang.
4. Ilmu Ilal al-Hadist
Kata `Ilal” adalah bentuk jama` dari kata ”al-Ilaah” yang menurut
bahasa berarti “al-Marad” ( penyakit atau sakit). Menurut ulama
muhaddisin istilah “illah” berarti sebab tersembunyi atau samar-samar
yang berakibat tercemarnya hadis, akan tetapi yang kelihatan adalah
kebaikannya, yakni tidak terlihat adanya kecacatan.
Menurut Abu Abdullah al-hakim al-Naisaburi dalam kitannya
“Ma`rifah Ulum al-Hadis” menyebutkan bahwa ilmu “Ilal al-Hadis,
ialah ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu shaheh dan dha`if, jarh,
dan ta`dil. Ia menerangkan bahwa `illat” hadis yang tidak termasuk ke
dalam bahasan al jarh, sebab hadis yang majruh, adalah hadis yang
gugur dan yang tidak dipakai. Illat’ hadis terdapat pada hadis yang
diriwayatkan oleh orang-orang kepercayaan, yaitu orang-orang yang
menceritakan sesuatu hadis yang padahal mempunyai`Illat, akan tetapi
illat itu tersembunyi. Karena hadis tersebut, maka hadisnya di sebut
hadis ma`lul. Lebih lanjut al-Hakim menyebutkan, bahwa dasar
penetapan illat hadis, adalah hafalan yang sempurna, pemahaman yang
mendalam pengetahuan yang cukup30.
5. Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh
Yang dimaksud dengan ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh di sini
terbatas di sekitar nasikh dan mansukh pada hadis. al-Nasikh secara
bahasa terkandung dua pengertian, yaitu al-Izalah menghilangkan
matahari, dan al-naql yang artinya menyalin.
Sedangkan nasikh wal mansukh menurut istilah yaitu membatalkan
sesuatu hukum syara` dengan menggunakan dalil syar`i yang datang
kemudian. Adapun dalam ilmu hadis, nasik wal mansuk diartikan
sebagai ilmu yang membahas hadist-hadist yang berlawanan yang tidak

30
Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i, Studi Ilmu Hadits , H. 49.

18
dapat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu
disebut mansukh dan yang datang kemudian disebut nasikh.
Dalam konteks ini dapat dilihat dari beberapa peristiwa maupun
hadist yang telah di nasikh, semisal pada hadis terhadap ziarah kubur,
munculnya hadist tersebut adalah contoh nasikh wal mansuk dalam
hadis. Adapun contoh lain yaitu pada perbuatan bekam pada waktu
puasa. Nabi Saw, bersabda :

ِ ‫اَفْطَر الْح‬
‫اج ُم َوال َْم ْح ُج ْو ُم‬ َ َ
"Sesungguhnya Nabi SAW melakukan bekam, sedangkan Beliau
sedang ihram dan berpuasa".

Lalu hadis itu dinasikh dengan hadis yang diriwayatkan oleh


sahabat Ibn Abbas ra yaitu :

‫صاِئ ٌم‬ ِ ِ ٰ
َ ‫ا َّن النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى اللّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ا ْحتَ َج َم َو ُه َو ُم ْح ِر ٌم‬
"Sesungguhnya Nabi SAW melakukan bekam, sedangkan Beliau
sedang ihram dan berpuasa".
6. Ilmu asbabul Wurud al-hadis
Dalam pengertian lebih luas, al-Suyuthi merumuskan pengertian
asbab wurud al-hadis dengan: “suatu yang membatasi arti suatu hadis,
baik berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak, atau muqayyad,
dinasakhkan dan seterusnya, atau suatu arti yang dimaksud sebuah
hadis saat kemunculannya.
Dari pengertian asbab wurud al-hadis sebagaimana di atas,dapat
dibawah pada pengertian ilmu asbab wurud al-hadis yakni suatu ilmu
pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi SAW
menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu, seperti sabda
Rasul SAW tentang suci dan menyucikan air laut yang artinya.”Laut itu
suci airnya,dan halal bangkainya “Hadis ini dituturkan oleh Rasul SAW

19
karena seorang sahabat hendak berwudu’ketika ia berada ditengah laut
ia dalam kesulitan. Contoh lain adalah Hadis tentang niat, hadis ini
dituturkan berkenan dengan peristiwa hijrahnya Rasul SAW ke
Madinah, Salah seorang muhajir yang ikut karena didorong ingin
mengawini wanita dalam hal ini adalah Ummu Qais.
7. Ilmu Gharib al-Hadis
Menurut Ibnu Shalah, yang dimaksud ilmu Gharib al-Hadis ialah
Ilmu untuk mengetahui dan menerangkan makna yang terdapat pada
lafaz-lafaz hadis yang jauh dan sulit dipahami, karena lafaz tersebut
jarang digunakan. Di antara ulama yang pertama kali menyusun hadis-
hadis yang garib adalah : Abu Ubaidah Ma`mar bin Matsna al-Tamimi
al-Bisri (wafat 210 H) dan Abu al-Hasan bin Ismail al-Mahdini al-
Nahawi (wafat 204 H). salah satu kitab “al-Nihayah fi Garib al-Hadits”.
Karya Ibnu alAtsir

8. Ilmu al-Tashif wal al-Tahrif


Ilmu al-Tashif wa al-Tahrif adalah ilmu Pengetahuan yang berusaha
menerangkan hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakalnya
(mushhaf) dan bentuknya (Muharraf). Al –Hafiz Ibn Hajar membagi
ilmu ini menjadi dua bagian, yaitu ilmu al-Tashif dan ilmu al-Tahrif.
Sedangkan ilmu Sholah dan para pengikutnya menggabungkan kedua
ilmu ini menjadi satu ilmu. Menurutnya. Ilmu ini merupakan satu
disiplin ilmu yang menilai tinggi, yang dapat membangkitkan semangat
para penghafal hadis (huffaz). Hal ini disebabkan, karena dala hapalan
terkadang para ulama terjadi kesalahan bacaan dan pendengaran yang
diterima dari orang lain. Sebagai contoh , dalam suatu riwayat
disebutkan juga, bahwa salah seorang yang meriwayatkan hadis dari
Nabi SAW dari Bani Sulaimah, adalah Utbah ibn al-Bazr, padahal yang
sebenarnya adalah `Utbah ibn al Nazr. Dalam hadis ini terjadi
perubahan sebutan al-Nazr menjadi al-Bazr.
9. Ilmu Mukhtalif al-Hadis

20
Ilmu Mukhtalif al-Hadis ialah ilmu yang membahas hadis-hadis,
yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan, agar
pertentangan itu dapat dihilangkan atau dikompromikan keduanya,
sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahamiisi atau
kandunganya, dengan menghilangkan kemusyikilannya atau kesulitan
serta menjelaskan hakikatnya.
Ilmu ini muncul atas usaha para ulama setelah Rasul wafat karena
mengingat banyaknya bangsa-bangsa yang bukan Arab memeluk Islam
serta banyaknya orang yang kurang memahami istilah atau lafadz-
lafadz tertentu yang gharib atau yang sukar dipahaminya31.

31
Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i, Studi Ilmu Hadits , H. 50-51.

21
BAB III
SIMPULAN
Pembahasan mengenai Ulumul Hadis yang telah dipaparkan oleh penulis,
maka penulis menyimpulkan beberapa point dari materi diatas. Poin-poin tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Ulumul Hadis
Ulūmul ul Hadits terdiri atas dua kata, yaitu Ulūmul dan al-Hadits.
Kata Ulumul dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berati
“ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits berarti “segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. dari perkataan, perbuatan,
taqrir atau sifat. Dengan demikian ulumul hadis adalah ilmu-ilmu yang
membahas Hadits di dalam tradisi Ulama Hadits.
Ilmu hadis adalah kumpulan ilmu-ilmu tentang hadis Nabi Saw, baik itu
melihat perawi, maupun melihat kualitas perawi dalam setiap hadis yang
dibahas, implementasi ilmu ini akan menentukan kualitas sebuah hadis yaitu
mengarah pada kategori-kategori yang ada dalam ilmu hadis.
Ilmu hadits berkembang sejalan dengan perkembangan periwayatan
dalam Islam. Tetapi perkembangan yang sangat nampak dari ilmu hadits
adalah setelah wafatnya Rasulullah Saw yaitu ketika itu para shahabat
merasa penting untuk mengumpulkan hadits-hadits nabi karena ditakutkan
hilang. Ketika pengumpulan hadits berlangsung para shahabat melakukan
upaya agar hadits nabi terjaga keontentikannya dengan cara menerapkan
aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan dalam penerimaan suatu hadits
sehingga dengan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan tersebut dapat
diketahui diterima atau tidaknya suatu hadits dan shahih atau tidaknya
hadits tersebut.
2. Pembagian Ilmu Hadis

Ilmu hadits riwayah diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang


proses periwayatan sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad yang
berupa perkataan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi. Ilmu Hadis Riwayah dapat
diartikan sebagai ilmu-ilmu yang mempelajari cara periwayatan, penulisan

22
atau pembukuan hadis Nabi SAW. Objek ilmu hadis Riwayah adalah
bagaimana cara menerima dan menyampaikan kepada orang lain.
Ulama ahli hadits biasa menyebut ilmu hadits dirayah dengan sebutan
ulum al-hadits, musthalah al-hadits atau dengan sebutan ushul al-hadits.
Walaupun penyebutan ilmu hadits dirayah tersebut berbeda-beda tetapi
didalamnya sama yaitu membahas kaidah-kaidah yang berpungsi untuk
mengetahui diterima atau tidaknya suatu hadits baik dilihat dari segi
perawinya atau riwayahnya, pembagian hadits kepada shahih, hasan dan
dhaif, membahas kaifiyat tahamul wa alada, ilmu jarh wa ta’dil dan yang
lainnya.
3. Cabang-cabang Ilmu Hadis

Dari ilmu hadis Riwayah dan Dirayah yang telah dipaparkan, pada
perkembangan berikutnya, muncullah cabang-cabang ilmu hadis lainnya
seperti ilmu Rijal al-Hadis, ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil, ilmu Tarikh al-Ruwah,
ilmu Ilal al-Hadis, ilmu aal-Nasikh wa al-Mansukh, ilmu Asbab Wurud al-
Hadis, ilmu Mukhtalif al- Hadis

23
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. Ilmu-Ilmu Hadis (Ulum al-Hadis). Bandar Lampung: CV. Anugrah


Utama Rahaja (AURA), 2013.

Alfiah, Fitriadi, dan Suja’i. Studi Ilmu Hadits. Riau: Kreasi Edukasi, 2016.

Arifin, Tajul. Ulumul Hadits. Bandung: Gunung Djati Press, 2014.

Darussamin, Zikri. Kuliah Ilmu Hadis 1. Riau: KALIMEDIA, 2020.

Mukhtar, Mukhlis. “Penelitian Rijal al-Hadis Sebagai Kegiatan Ijtihad.” Jurnal


Hukum Diktum 9 (2011).

Solahudin, Agus, dan Agus Suryadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia,
2008.

Sulaemang. Ulumul Hadits. Kendari: AA-DZ Grafika, 2016.

Yahya, Muhammad. Ulumul Hadis (Sebuah Pengantar dan Aplikasinya). Samata-


Gowa: Syahadah, 2016.

Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001.

Yusri, Dairina. “Cabang-cabang Ilmu Hadis.” Jurnal Hikmah 14 (2017).

24

Anda mungkin juga menyukai