PERIHAL WUDHU
DOSEN PENGAMPU:
MIFTAHUL JANNAH, S.H.I, M.E.
DISUSUN OLEH:
AHMAD QUSYAIRI ( 022.74230.001 )
FADLINSYAH EL FACHRY ( 022.74230.024 )
IQBAL MAULANA SA’ID ( 022.74230.011 )
PROGRAM STUDI:
AHWAL AL-SYAKHSIYYAH (AHS)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SAMARINDA TAHUN AJARAN
2022/2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya berupa iman, islam dan ilmu serta
bimbingann-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perihal Wudhu”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh
Ibadah. Penulis berharap, makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
mengenai tata cara berwudhu, hal-hal yang membatalkan wudhu serta segala hal
yang berkaitan dengan wudhu yang merupakan salah satu syarat dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT.
Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1 Ibu dosen Miftahul Jannah, S.H.I, M.E. yang telah memberikan ilmunya,
bimbingan dan kesabarannya hingga akhirnya makalah ini dapat selesai
tepat pada waktunya.
2 Serta kepada teman seperjuangan yang kami banggakan atas dukungan
dan perhatiannya.
Penyusun berharap, makalah ini dapat bermanfaat untuk ke depan dan
rekan-rekan mahasiswa lainnya. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Samarinda, 14 Maret 2023
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
PERIHAL WUDHU................................................................................................. i
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
1. Al-Quran ............................................................................................... 4
2. As-Sunnah ............................................................................................. 4
3. Ijma’ ...................................................................................................... 5
1. Niat........................................................................................................ 7
iii
5. Membasuh kedua telapak kaki sampai kedua mata kaki ...................... 9
6. Tertib..................................................................................................... 9
2. Bersiwak ............................................................................................. 10
4. Berkumur-kumur ................................................................................ 11
1. Sebab adanya sesuatu yang keluar dari dua jalan, yaitu qubul dan
dubur………………………………………………………………………..15
2. Yaitu tidur pada posisi (dimana) pantat tidak menetap di atas tanah
yang dia duduk di atasnya. ............................................................................ 16
iv
3. Hilang akalnya, maksudnya tidak sadar diri, skait, gila, ayan, atau
karena sebab lainya. ...................................................................................... 16
1. Shalat .................................................................................................. 17
BAB III.................................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ............................................................................................. 18
B. Saran ....................................................................................................... 18
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa wudhu ( ) ْالوُ ض ُْو ُُء merupakan salah
satu syarat untuk melakukan ibadah kepada Allah Swt. wudhu merupakan bagian
dari cara bersuci guna menghilangkan hadas ataupun najis pada tubuh kita
sehingga menyebabkan sahnya seorang mukmin dalam melakukan ibadah. Wudhu
( ) ْالوُ ض ُْو ُُءmerupakan sebuah sunnah (petunjuk) yang berhukum wajib, ketika
seseorang mau menegakkan sholat. Sunnah ini banyak dilalaikan oleh kaum
muslimin pada hari ini sehingga terkadang kita tersenyum heran saat melihat ada
sebagian diantara mereka yang berwudhu seperti anak-anak kecil, tak karuan dan
asal-asalan. Mereka mengira bahwa wudhu itu hanya sekedar membasuh dan
mengusap anggota badan dalam wudhu. Semua ini terjadi karena kejahilan
tentang agama, taqlid buta kepada orang, dan kurangnya semangat dalam
mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Banyak diantara kita lebih bersemangat mempelajari dan mengkaji
masalah dunia, bahkan ahli dan pakar di dalamnya. Tiba giliran mempelajari
agama, dan mengkajinya, banyak diantara kita malas dan menjauh, sebab tak ada
keuntungan duniawinya. Bahkan terkadang menuduh orang yang belajar agama
sebagai orang kolot, dan terbelakang. Ini tentunya adalah cara pandang yang
keliru. Na’udzu billahi min dzalik.
Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantaramu, jika ia berhadas
sampai ia berwudhu lebih dahulu (H.R. Bkhari, Musli, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Adapun wudhu dianggap sah apabila telah memenuhi syarat-syarat dan rukun
yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Wudhu
2. Dalil diwajibkannya wudhu
3. Keutamaan Wudhu
1
4. Syarat-syarat Sahnya Wudhu
5. Fardhu (Rukun) Wudhu
6. Sunnah-sunnah Wudhu
7. Perkara yang membatalkan Wudhu
8. Hal-hal yang Mewajibkan Wudhu
C. Tujuan Penulisan
Sebagai salah satu syarat diterimanya shalat yang mana shalat pun
merupakan salah satu rukun Islam yang harus dijalankan oleh seluruh umat
muslim, sudah sepatutnya kita mempelajari, dan mengkaji hal-hal yang berkaitan
dengan wudhu dan mengamalkan apa yang sudah menjadi perintah Allah Swt
yang tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya. Maka dari itu, tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para
pembaca tentang hal-hal yang berkaitan dengan wudhu baik definisi, dalil
diwajibkannya wudhu, keutamaan wudhu, syarat dan rukun wudhu serta hal-hal
lain yang berkaitan dengan wudhu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Wudhu
Definisi Secara Bahasa
Kata wudhu berasal dari bahasa Arab وُ ض ُْوءyang artinya bersih atau indah.
3
“Makna wudhu’ adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada
anggota-anggota badan yang empat (wajah, tangan, kepala, dan kaki)
berdasarkan tata cara yang khusus menurut syari’at”. [Lihat Risalah fi Al-
Fiqh Al-Muyassar (hal. 19)].
B. Dalil Diwajibkannya Wudhu
Ketetapan hukum wudhu berdasarkan pada tiga macam dalil :
1. Al-Quran
Q.S. Al-Maidah ayat 6
اغسِ لُوا ُو ُجو َه ُك ْم َوأَ ْي ِد َي ُك ْم إِ َلى ا ْل َم َراف ِِقْ الصال ِة َف َّ َيا أَ ُّي َها الَّذِينَ آ َم ُنوا إِ َذا قُ ْم ُت ْم إِ َلى
ام َس ُحوا ِب ُر ُءوسِ ُك ْم َوأَ ْر ُج َل ُك ْم إِ َلى ا ْل َك ْع َب ْي ِن َوإِنْ ُك ْن ُت ْم ُج ُن ًبا َفا َّط َّه ُروا َوإِنْ ُك ْن ُت ْم
ْ َو
اء َف َل ْم َت ِجدُواَ اء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم مِنَ ا ْل َغائِطِ أَ ْو ال َم ْس ُت ُم ال ِّن َس
َ ضى أَ ْو َع َلى َس َف ٍر أَ ْو َج َ َم ْر
َّ ام َس ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْيدِي ُك ْم ِم ْن ُه َما ُي ِري ُد
ََّللاُ لِ َي ْج َعل ْ صعِيدًا َط ِّي ًبا َف
َ اء َف َت َي َّم ُموا
ً َم
ْ ج َو َلكِنْ ُي ِري ُد لِ ُي َط ِّه َر ُك ْم َولِ ُيتِ َّم ن ِْع َم َت ُه َع َل ْي ُك ْم َل َعلَّ ُك ْم َت
َش ُك ُرون ٍ َع َل ْي ُك ْم مِنْ َح َر
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagimu, supaya kamu bersyukur.”(Q.S. Al-Maidah :6)
2. As-Sunnah
صالَةَ اَ َح ِد ُك ْم اِ َذا
َ ُ الَيَ ْقبَ ُل هللا: قَا َل.م.ض َي هللاُ َع ْنهُ اَنَّ النَّ ِب َي ص
ِ عَنْ اَ ِبى ه َُر ْي َرةَ َر
اء ـ
ِ ض َ اَ ْح َد
َّ ث َحتَّى يَت ََو
()رواه الشيخان و ابو داود و الترمذى
4
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: Allah tidak
menerima sholat salah seorang di antaramu, jika ia berhadats, sampai ia
berwudhu lebih dahulu." (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Turmudzi).
3. Ijma’
Kaum muslimin telah ijma’ tentang syari’at wudhu sejak zaman Nabi Saw.
sampai hari ini, sehingga wudhu merupakan bagian dari pengetahuan agama yang
penting.
Ijma ulama dalam hal ini tidak ada sama sekali pendapat yang mengatakan
bahwa wudhu itu tidak wajib.
Untuk sahnya wudhu harus terpenuhi beberapa syarat dan fardhu. Akan
tetapi, untuk kesempurnaannya ada beberapa hal yang sunnah dilakukan pada
waktu berwudhu. Setiap ibadah memiliki syarat yang wajib dipenuhi sehingga
hukum ibadah tersebut dihukumi sah dalam arti dzimamah mukallaf. Sudah
terbebas darinya dan dia tidak wajib mengulangnya. Syarat merupakan salah satu
unsur dimana ia menjadi pijakan sah dan tidaknya suatu ibadah. Dari sini maka
ilmu tentang syarat sah shalat termasuk ilmu yang penting karena ilmu ini
termasuk ukuran yang dengannya kita bisa mengetahui sah dan tidaknya shalat.
C. Keutamaan Wudhu
Tentang keutamaan wudhu terdapat banyak hadis yang menyatakannya. Berikut
penulis mengutip beberapa hadis saja:
5
barangsiapa dari kalian yang mampu memperbanyak kemilau cahayanya,
silahkan dia melakukannya (dengan cara memperlebar basuhan mudhu’nya).”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu, beliau
berkata:
“ Aku pernah mendengar kekasihku Salallahu’alaihi wassalam bersabda:
‘Kemilau cahaya seorang mukmin (kelak pada hari kiamat) sesuai dengan
batasan wudhu’nya.’”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu, bahwa rasulullah
Salallahu’alaihi wassalam bersabda: “jika seorang muslim/ mukmin berwudhu’,
lalu membasuh mukanya, maka semua dosa yang ditimbulkan dari pandangan
matanya akan larut bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir. Jika dia
membasuh kedua tangannya, maka semua dosa yang diakibatkan oleh kedua
tangannya akan larut bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir. Jika
dia membasuh kedua kakinya, maka semua dosa yang diakibatkan oleh langkah
kedua kakinya akan larut bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir.
Dengan demikian, akhirnya dia akan menjadi bersih dari semua dosa.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu, bahwa
rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: “maukan aku tunjukkan kepada
kalian amalan yang dengannya Allah akan menghapus dosa kalian dan
meninggikan derajat kalian?” para sahabat menjawab: “mau ya Rasulullah.”
Beliau bersabda: “yaitu tetap menyempurnakan wudhu’ meskipun dalam keadaan
dingin, tetap pergi ke masjid dengan berjalan meskipun jarak ke masjid jauh, dan
menunggu shalat berjama’ah setelah dikerjakannya shalat. Jika mampu
melakukan yang demikian, berarti kalian telah tegar dalam melakukan ketaatan.
Jika mampu melakukan yang demikian, berarti kalian telah tegar dalam
melakukan ketaatan.”
6
D. Syarat-syarat Sahnya Wudhu
1. Islam
2. Mumayiz, karena wudhu merupakan ibadah yang wajib diniati,
sedangkan orang yang tidak beragama Islam dan orang yang belum
mumayiz tidak diberi hak untuk berniat
3. Tidak berhadas besar
4. Dengan air yang suci dan menyucikan
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan
sebagainya yang melekat diatas kulit anggota wudhu
E. Rukun Wudhu
Dalam wudhu ada kewajiban-kewajiban dan rukun-rukun yang menjadi keharusan
dilaksanakan. Bila satu kewajiban saja tidak dilaksanakan, maka tidak sempurna
menurut syari’at.
1. Niat
Yang dimaksud niat menurut syara’ yaitu kehendak sengaja melakukan pekerjaan
atau amal karena tunduk kepada hukum Allah Swt. Hendaklah berniat
(menyengaja) menghilangkan hadas atau menyengaja berwudhu.
Sabda Rasulullah Saw sebagai berikut :
“sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat”. (H.R.Bukhari Muslim)
2. Membasuh Muka
ْ َف
اغسِ لُوا ُو ُجو َه ُك ْم
“maka basuhlah mukamu”(Al-Maidah:6)
Batas muka yang wajib dibasuh adalah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah
atas sampai kedua tulang dagu sebelah bawah; lintangnya, dari telinga ke telinga.
3. Membasuh kedua tangan sampai siku
« ق ثَالَثًا
ِ س َرى ِإلَى ا ْل َم ْر ِف َ ثُ َّم َغ، ق ثَالَثًا
ْ ُس َل يَ َدهُ ا ْلي َ ثُ َّم َغ
ِ س َل يَ َدهُ ا ْليُ ْمنَى ِإلَى ا ْل َم ْر ِف
7
“Kemudian beliau membasuh tangannya yang kanan sampai siku sebanyak tiga
kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri sampai siku sebanyak tiga kali”
(HR. Bukhori no. 1832 dan Muslim no. 226.)
4. Mengusap sebagian kepala
ِ وامسحوا بِرء
وس ُك ْمُُ ُ َ ْ َ
“Dan sapulah kepalamu”. (QS Al Maidah : 6).
Mengusap artinya membasahi sekedarnya dengan air. Firman Allah diatas tidak
menunjukkan adanya kewajiban seluruh kepala, tetapi dapat dipahami cukup
dengan mengusap sebagian saja. Walaupun hanya sebagian kecil, sebaiknya tidak
kurang dari selebar ubun-ubun, baik yang disapu itu kulit kepala ataupun rambut.
Riwayat yang sah dari Rasulullah Saw. mengenai mengusap kepala ini ada tiga
macam:
a. Mengusap seluruhnya
َ َحتَّى َذ َه، بَ َدأَ ِب ُمقَد َِّم َر ْأ ِس ِه، فَأ َ ْقبَ َل ِب ِه َما َوأَ ْدبَ َر، سهُ ِبيَ َد ْي ِه
ب ِب ِه َما ِإلَى َ س َح َر ْأ
َ ثُ َّم َم
ُان الَّ ِذى بَ َدأَ ِم ْنه
ِ ثُ َّم َر َّدهُ َما ِإلَى ا ْل َم َك، ُقَفَاه
Artinya : “kemudian beliau mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, yaitu
beliau menggerakkan tangannya kebelakang lalu kedepan, dimulai dari ujung
depan kepala, lalu ditariknya sampai ke tengkuk, kemudian dikembalikan lagi ke
bagian depan kepalanya” (HR. Jama’ah)
b. Mengusap kepala dengan mengusap sorbannya saja
Seperti dijelaskan pada hadis ‘Amr bin Umayyah berikut :
Artinya : “saya melihat Rasulullah Saw. mengusap sorbannya dan kedua
terompahnya.” (H.R. Ahmad, Bukhari dan Ibnu Majah).
Dari Bilal, ujarnya : sesungguhnya Nabi Saw. bersabda :” usaplah pada bagian
atas terompah dan tutup kepala”. (H.R. Ahmad)
c. Mengusap kepala dengan mengusap ubun-ubun dan sorban
Hadis Mughirah bin Syu’bah :
Artinya :” sesungguhnya Nabi Saw. berwudhu, lalu ia mengusap ubun-ubunnya
dan sorbannya, serta kedua terompahnya.” (H.R. Muslim)
8
5. Membasuh kedua telapak kaki sampai kedua mata kaki
« ِص ِره ِ ِ
َ َصابِ َع ِر ْجلَْيه بِخ ْن
َ كأ َّ » إِذَا تَ َو
َ َضأَ َدل
“Jika beliau shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu, beliau menggosok jari-jari
kedua kakinya dengan dengan jari kelingkingnya”1
6. Tertib
Orang yang berwudhu wajíb membasuh anggota-anggota wudhunya secara
berurutan (tertíb dan runut, yakní jangan menunda-nunda membasuh suatu
anggota wudhu híngga anggota wudhu yang sudah díbasuh sebelumnya
mengeríng. Sabda Rasulullah Saw :
1
. HR. Tirmidzi no. 40, Abu Dawud no. 148, hadits ini dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam takhrij
beliau untuk Sunan At Tirmidzi.
9
F. Sunnah-sunnah Wudhu
1. Membaca Basmalah pada permulaan Wudhu
“Tídak (sempurna) wudhu seseorang yang tídak menyebut nama Allah (membaca
bísmíllaah).” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah, dan díshahíhkan Ahmad
Syakír) . Namun apabíla seseorang lupa membaca basmalah, maka wudhunya
tetap sah, tídak batal.
2. Bersiwak
yaitu menggosok gigi dengan batang siwak atau batang yang keras sejenisnya
guna membersihkan gigi.
sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
10
َ فَأ َ ْف َر، ضو ٍء
غ َعلَى ُ ان َد َعا بِ َو ُ ان أَنَّهُ َرأَى
َ ع ْث َم َ َّان بْ ِن َعف َ ع ْث َمُ ان َم ْولَى َ عَنْ ُح ْم َر
ثُ َّم قَا َل َرأَ ْيتُ النَّبِ َّى – صلى هللا عليه..…ت ٍ ث َم َّرا َ َسلَ ُه َما ثَال
َ َ فَغ، يَ َد ْي ِه ِمنْ إِنَائِ ِه
ضوئِى َه َذا ُ ضأ ُ نَ ْح َو ُو
َّ وسلم – يَتَ َو
Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, suatu ketika beliau memintanya
untuk membawakan air wudhu , kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut
ke kedua tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak tiga
kali……kemudian beliau berkata, “Aku dahulu melihat Nabi shallallahu ‘alaihi
was sallam berwudhu dengan wudhu seperti yang aku peragakan ini”. (HR.
Bukhori no. 159,Muslim no. 226).
4. Berkumur-kumur
Dasarnya hadis Laqaid bin Shabrah, ujarnya :
Artinya : sesungguhnya Nabi Saw bersabda : “ apabila engkau berwudhu,
berkumurlah”. (H.R. Abu Dawud dan Baihaqi)
5. Menghirup air dan menghembuskannya (istinsyaq dan istintsar)
Yakní menghírup aír ke hídung dengan nafasnya, lalu mengeluarkannya kembalí.
Híruplah aír darí tangan kanan, lalu keluarkan dengan memegang hídung dengan
tangan kírí. Dísunahkan untuk ístínsyaq dengan kuat, kecualí jíka sedang
berpuasa, karena díkhawatírkan aír akan masuk ke perut.
Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam bersabda:
11
َ َوخلَّ ْل بَ ْي َن األ
صابع َ
“Dan selaílah antara jarí-jemarí.” (HR. Abu Daud, Nasa’í, dan dísahíhkan Al-
Albaní).
12
Artinya : “sesungguhnya Nabi Saw. dibawakan air sepertiga genggaman tangan,
lalu beliau wudhu dan menggunakannya untuk menggosok kedua
lengannya.”(H.R. Ibnu Khuzaimah).
11. Berturut-turut antar anggota wudhu
Yakni sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh, dan
sebelum kering anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh pula, dan
seterusnya.
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Umar
bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu
صلَّى
َ فَ َر َج َع ثُ َّم.» وء َك
َ ضُ َح ِس ْن ُو
ْ ْارِج ْع فَأ
“Bahwasanya ada seorang laki-laki berwudhu dan meninggalkan bagian yang
belum dibasuh sebesar kuku pada kakinya. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam melihatnya maka Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan,
“Kembalilah , perbaguslah wudhumu”. (Riwayat Ahmad dan Muslim)
12. Mengusap kedua telinga
Cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
was sallam,
13
Hurairah berkata :” barang siapa diantara kamu sanggup melebihkan pancaran
cahayanya, hendaklah ia lakukan.” (H.R. Ahmad, bukhari dan Muslim)
14. Tidak berlebihan dalam menggunakan air sekalipun berwudhu
dengan air laut
Dísunahkan untuk tídak berlebíhan dalam menggunakan aír wudhu, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam berwudhu tíga kalí, tíga kalí lalu
bersabda:
“Barangsíapa menambah (lebíh darí tíga kalí), maka ía telah berbuat buruk dan
zalím.” (HR. Nasa’í, Ahmad, dan dísahíhkan Syua’íb Al-Arnauth)
14
“Aku bersaksí bahwa tídak ada ílah yang berhak dííbadahí dengan benar kecualí
Allah semata, tídak ada sekutu bagí-Nya, dan aku bersaksí bahwa Muhammad
adalah hamba dan rasul-Nya. Ya Allah, jadíkanlah aku termasuk orang-orang
yang bertaubat, dan jadíkanlah pula aku termasuk orang-orang yang
membersíhkan dírí.” (HR. Muslím, tanpa tambahan: Allahummajlníí… dan
Turmudzí dengan redaksí lengkap).
16. Shalat dua rakaat sesudah wudhu
Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,
« غَ َف َر اللَّهُ لَهُ َما، ُسه ِ ُ الَ يحد، ضوئِى ه َذا ثُ َّم صلَّى رْكعتَ ي ِن
َ ِّث في ِه َما نَ ْف َُ ََْ َ َّ َم ْن تَ َو
َ ُ ضأَ نَ ْح َو ُو
1. Sebab adanya sesuatu yang keluar dari dua jalan, yaitu qubul dan
dubur.
Baik yang keluar itu hal yang biasa seperti air kencing dan kotoran buang
air besaratau jarang terjadi (langka) seperti darah dan batu kecil (kerikil), baik
yang berupa barang najis seperti contoh-contoh tadi. Atau berupa barang yang
suci, seperti ulat (cacing/kermi), kecuali air sperma (mani) yang keluar dari
seseorang yang telah mengerjakan wudhu, sebab dia mimpi sewaktu tidur dia
dalm duduk yang du pantatnya tidak tergeser dari\ tanah (tempat) dimana dia
sedang duduk. Maka dalam hal semacam ini, wudhuny tidak batal. Adapun orang
ayng “musykil” (orang yang memiliki 2 alat kelamin) maka wudhunya hanya bisa
15
rusak atau batal, sabab adanya sesuatuyang keluar dari dua alat kelaminya secar
bersamaan (keseluruhan kedua-duanya).
2. Yaitu tidur pada posisi (dimana) pantat tidak menetap di atas
tanah yang dia duduk di atasnya.
Dan keterangan yang terdapat di sebagian redaksi matan, ada tambahan :
menetap di atas tanah dimana orang itu duduk . bahwa kata-kata “di atas tanah”,
itu bukan hal yang mengikat (jadi, seandainya duduknya itu di ats kendaraan yang
bisa saja di samakan dengan orang yang duduk di atas tanah sebagaimana yang
tersebut tadi. Kata-kata “menetapkan pantat, tidak tergeser,” itu berarti
(logikanya) bisa mengecualikan hal tidurnya seseorang yang dalam keadaan
berdiri, tidak menetapkan (pantatnya) biar tidak tergeser. Atau juga yang tidurnya
dengan posisi berdiri atau dengan posisi terlentang walaupun ia menetapkan
pantatnya di atas tanah (tempat tidur) biar tidak tergeser dari tempat dimana ia
tidur. Jadi yang semacam ini semuanya membatalkan wudhu.
3. Hilang akalnya, maksudnya tidak sadar diri, skait, gila, ayan,
atau karena sebab lainya.
4. Sentuhan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan lain
yang bukan muhrimnya
Walaupun perempuan itu tidak bernyawa (mati). Adapun yang di maksud
dengan seorah laki-laki dan seoarang perempuan disini ialah, seorang laki-laki
dan separang perempuan yang mana mereka sudah sampai ke batas bersyahwat
(menimbulkan syahwat) menurut ukuran masyarakat umum. Sedang yang di
maksud dengan “orang yang ada hubungan mahram,” ialah orang yang haram di
nikahi karena ada hubungan nasab , atau hubungan sepersusuan , atau hubungan
mertua. (sentuhan yang membatalkan wudhu itu ketika dilakukan tanpa ada
pemisah anatara kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang tersentuh). Adapun
ucapan mushannif : “tanpa memakai pemisah (sentuhan secara langsung) . itu
artinya (logikanya) mengecualikan hal sentuhan yang memakai pemisah (tidak
secra langsung), maka ketika sentuhan dilakukan dalam keadaan demikian, tidak
dapat merusak wudhu (tidak batal).
16
5. Menyentuh alat kelamin aanak adam (manusia) dengan bagian
dalamnya tapak tangan (bagian sebelah bawah)
Baik alat kelaminya sendiri atau alat kelamin orang lain. Baik dia orang
laki-laki mapun orang perempuan, baik dia anak kecil maupun orang dewasa, baik
orang ynag bernyawa ataupun yang sudah mati. Adapun kata-kata “anak adam”,
menurut keterangan yang terdapat di sebagian redaksi matan, di gugurkan
(ditiadakan). Demikian juga ditiadakan,ucapan mushannif : “ dan menyentuh
lingkaran dubur anak adam juga dapat merusak menurut kaul jadid.” Menurut
kaul qadim, menyenuh lingkaran dubur anak adam tidak membatalkan wudhu.
Adapun yang di maksud dengan “ lingkarang dubur “ ialah tempay berlubang
yang menembus ke dalam. Sedangkan yang di maksud demham bathinil kaffi
(bagian batin/dalam tapak tangan) pada bagian dalam jari-jari . dan kata-kata
“bagian delam tapak tangan”, itu berarti logikany terkecualian bagian muka (atas)
tapak tangan, bagian pinggir tapak tangan, bagian ujung jari-jari dan bagian di
antara jari-jari. Oleh karena itu, semuanya yang tersebut tadi, ketika telah
bersentuhan dengan sedikit menekan , tidak dapat membatalkan wudhu.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wudhu merupakan salah satu syarat untuk diterimanya ibadah shalat. Maka dari
kita harus mempelajari dan mendalami hal-hal yang berkaitan dengan wudhu agar
ibadah kita kepada Allah Swt tidak sia-sia. Baik itu sunnah wudhu, rukun wudhu,
hal-hal yang membatalkan wudhu himgga kekeliruan dalam wudhu semuanya
harus kita perhatikan dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
penyusun, maka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar dan luas
lagi disarankan kepada pembaca untuk membaca refernsi-referensi lain yang lebih
baik. Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca
agar terus mempelajari dan mengkaji ilmu-ilmu agama terutama ilmu fiqh yang
berkaitan erat dengan kehidupan sehari hari baik hubungan sesama manusia,
kepada Allah, ataupun kepada alam.
18
DAFTAR PUSTAKA
Sayid Sabiq. 1996. Fiqhus Sunnah Bab Thaharah, tarjamah dan koreksi. Bandung
: Gema Risalah Press
H. Sulaiman Rasyid. Cetakan ke-53 Januari 2012. Fiqh Islam. Bandung : Sinar
Baru Algensindo
http://madani.fsm.undip.ac.id/fiqh-wudhu/
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/bersentuhan-dengan-isteri-batal-
wudhu.htm#.UVUhejfgLX4
http://hikmah-kata.blogspot.com/2012/09/pengertian-wudhu-dan-dalil-
hukumnya.html
http://muhammadqosim.wordpress.com/2011/07/24/wudhu-pengertian-batasan-
dan-hikmahnya/
iii
http://beritamuslimsahih-ahlussunnah.blogspot.com/2010/10/masalah-wudhu-
rukunsyaratdalilsunnahsif.html
http://jalansunnah.wordpress.com/2009/04/14/hadist-mengenai-keutamaan-
wudhu%E2%80%99/
http://www.alquran-sunnah.com/artikel/doa-dzikir/sifat-wudhu-nabi.html
http://haditsdantafsir.wordpress.com/2012/11/12/kekeliruan-kekeliruan-dalam-
berwudhu/
iv