Anda di halaman 1dari 22

DEFINISI DAN SEJARAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

DAN PESANTREN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Studi Pesantren dan
Aswaja

Dosen: Luqman Hakim, M.Pd

DISUSUN OLEH:

Adelatul Choiroh (22308401011023)

Ahmad Sadhili (22308401011032)

Mochamad Nashichul Umam (22308401011003)

Mubaroq Wahyu Hidayat (22308401011058)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QOLAM

MALANG

2023- 2024

JALAN RAYA DUSUN BARON PUTAT LOR KEC. GONDANGLEGI


KAB. MALANG JAWA TIMUR 65174
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu Kami haturkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga Saya bisa
menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Studi Pesantren dan ASWAJA tentang
“Definisi dan Sejarah Ahlusunnah wal Jamaah dan Pesantren”.

Kami selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih


kepada Bapak Luqman Hakim, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Makalah Studi
Pesantren dan ASWAJA yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini. Terimakasih kepada kedua orang tua yang selalu
mendoakan kelancaran tugas Kami, serta pada teman-teman yang memberikan
saran kepada kami.

Dalam penyusunan makalah ini, Kami menyadari bahwa makalah ini


masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Kami tidak menutup diri dari para
pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan
peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang.

Sebelumnya Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang


kurang berkenan. Dan Kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu
kemanfaatan bagi Kami para penulis dan para pembaca semuanya. Amin.

Malang, 12 Oktober 2023

Penyusun

II
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................4
2.1 Definisi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah................................................................4
2.1.1 Definisi Etiomologis(Bahasa)........................................................7
2.1.2 Definisi Terminologis(Istilah.........................................................8

2.2 Sejarah Perkembangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.....................................5


2.2.1 Masa Rasulullah SAW.............................................................................6
2.2.2 Masa Para Shahabat................................................................................6
2.3 Definisi Pesantren di Indonesia.........................................................................9
2.4 Sejarah Perkembangan Pesantren di Indonesia............................................10
2.4.1 Perkembangan Pesantren dimasa sebelum Penjajah dan ketika
adanya Penjajah...........................................................................11
2.4.2 Perkembangan Pesantren di Masa Orde Lama........................12

2.4.3 Pesantren di Masa Orde Baru hingga sekarang.......................14

BAB III PENUTUP..........................................................................................................17


3.1. Kesimpulan.......................................................................................................17
3.2. Saran.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................18

III
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah
pernah ada tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran
tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlus sunnah wal Jama‟ah adalah orang-
orang Islam secara keseluruhan. Ada sebuah hadits yang mungkin perlu
dikutipkan telebih dahulu, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi 70 golongan dan
ummatku terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka
kecuali satu golongan. Para Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan
itu? Rasulullah SAW. menjawab : yaitu golongan dimana Aku dan
Shahabatku berada.” Ahlus sunnah wal jama‟ah adalah suatu golongan
yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada al qur`an dan al hadis
dan beri`tikad apabila tidak ada dasar hukum pada alqur`an dan hadis.
Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau
kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan
masalah jika didalam alqur`an dan hadis tidak menerangkanya. Definisi
kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai kelompok aliran yang
bertentangan); orang-orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang
mencakup aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga
keseimbangan dan toleransi. Ahlus sunnah wal Jama‟ah ini tidak
mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun Mu‟tazilah akan tetapi berada di
tengah- tengah dengan mengembalikan pada ma anna alaihi wa ashabihi.
Nah itulah latar belakang sosial dan latar belakang politik munculnya
paham Aswaja.
Jadi tidak muncul tiba-tiba tetapi karena ada sebab, ada ekstrim mu‟tazilah
yang serba akal, ada ekstrim jabariyah yang serba taqdir, aswaja ini di
tengah-tengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Aswaja sebagai
sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun 2 sebagai aliran pemikiran
(manhajul fiqr) kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh

1
dinamika sosial politik pada waktu itu, lebih khusus sejak peristiwa Tahqim
yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah sekitar akhir tahun
40 H.
Kemudian pada masa kita sekarang ini, meski di negara kita
khususnya Indonesia banyak bermacam macam golongan yang ada, namun
hampir setiapnya memiliki keyakinan bahwa mereka semua menganut
paham yang sama yakni paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Dan kemudian
hal ini di implementasikan dalam setiap aspek pendidikan di Indonesia baik
itu pendidikan di elmbaga madrasah, sekolah, maupun Pondok Pesantren.
Ahli sunnah wal jamaah pemikiranya menggunakan pemikiran al
asyari dan hukum fiqihnya menggunakan imam madzhab sehingga
golongan aswaja inilah golongan yang sifatnya luas, Disamping itu Pondok
Pesantren juga merupakan Lembaga Pendidikan yang paling bernuansa
Nusantara dan sangata kental dengan budaya Indonesia. Dari uraian diatas
maka penulis tertarik mengangkat tema ASWAJA (Ahlus sunnah wal
jama‟ah).

1.2. Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah ini, untuk pembahasannya penulis
mengangkat beberapa perumusan masalah diantaranya:
1. Apa Definisi atau pengertian dari Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)?
2. Bagaimana Sejarah kemunculan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah?
3. Apa Definisi dari Pesantren di Indonesia?
4. Bagaimana Sejarah Pesantren di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan Penulis mengangkat rumusan masalah diatas adalah guna
menunjukkan kepada para pembaca, diantaranya:
1. Arti dari istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah guna menunjang
kelancaran kepahaman kita bersama menuju memahami seluruh materi
dari mata kuliah studi Ahlus Sunnah wal Jamaah.

2
2. Guna memahami betul sejarah awal kemunculan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, hakikat kemunculannya, serta tujuan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah.
3. Untuk memahami arti dari Pesantren baik dari segi bahasa maupun
istilah di Indonesia
4. Untuk memahami sejarah dan hakikat pesantren di Indonesia

3
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah


Definisi Ahlussunnah Wal Jama’ah memiliki banyak sekali macam
yang bisa kita jumpai, Namun pada dasarnya pendefinisian Ashlussunnah
wal Jama’ah bisa kita lihat dari segi Etimologis(Bahasa) dan juga dari segi
Terminologis(Istilah)
2.1.1 Definisi Etiomologis(Bahasa)
Aswaja berasal dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah,
berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-jama„ah,
berarti sekumpulan.1
Keterangan lainnya mengatakan, Secara etimologis, ada tiga kata
untuk mengetahui ta’rif Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Pertama, Kata Ahl,
dapat berarti pemeluk aliran atau pengikut madhhab.2 Untuk arti tersebut,
kata Ahl berfungsi sebagai badal nisbah, karena dikaitkan dengan kata al-
Sunnah yang berarti orang-orang yang berfaham Sunni(al Sunniyah).3
Kedua, kata al-Sunnah di samping memiliki arti al-Hadith (ucapan, cerita),
ia juga bersinonim dengan kata al-Sirah (sejarah) dan al-Tariqah (jalan,
cerita, metode), al-Tabi’ah (kebiasaan), dan al-shari’ah (syariat).4 Dari
situ, maka al-Sunnah bisa diartikan sebagai jalan nabi dan para shohabat
(generasi salaf al salih). Ketiga, kata al-Jama’ah berarti sekumpulan orang
yang memiliki tujuan. Kata ini biasanya diidentikkan dengan penerimaan
terhadap Ijma’ al-Shahabah (consensus sahabat nabi) yang diakui sebagai
salah satu sumber hukum, sehingga bila kata ini dikaitkan dengan dengan
madhab-madhab dalam Islam, maka ia mengacu kepada arti kelompok
Sunni. Hal itu karena kata al-Jamaah belum dikenal dikalangan orang-

1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab–Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997, cet. 14), hlm. 46.
2
Al-Fairuzabadi, Al-Qamus al-Muklit (Beirut :Muassasah al-Risalah, 1987), 1245
3
Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, Vol.IV (Beirut: Dar al-Kitab al ‘Arabi, 1953), 96.
4
Ibid.

4
orang Khawarij ataupun Rafidah (Shi’ah). Akan halnya untuk kaum
Mu’tazilah, karena mereka tidak menerima Ijma’ sebagai suatu sumber
hukum.5
2.1.2 Definisi Terminologis(Istilah)
ASWAJA adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal
jama‟ah”. Ahlus sunnah berarti orang-orang yang menganut atau
mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Wal Jama‟ah berarti
mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi
definisi Ahlus sunnah wal jama‟ah yaitu; “ Orang-orang yang mengikuti
sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi
waashhabi), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun akidah dan
tasawuf. Definisi Ahlus sunnah Wal jama‟ah ada dua bagian yaitu:
definisi secara umum dan definisi secara khusus:
1. Definisi Aswaja Secara umum adalah satu kelompok atau golongan
yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan
Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan
hakikat (Tasawwuf dan Akhlaq).
2. Definisi Aswaja secara khusus adalah Golongan yang mempunyai
I‟tikad/ keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asy’ariyah
dan Maturidiyah. Menurut pengertian istilah (terminologi) al-sunnah,
berarti penganut sunnah Nabi Muhammad saw, yaitu mengikuti apa-apa
yang datang dari Nabi

2.2 Sejarah Perkembangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah


Perkembangan Paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah bila kita tinjau
melalui sejarah peradaban Islam maka akan dapat di bagi menjadi masa
pada saat masih ada Rasulullah SAW. dan Masa disaat Para Shahabat atau
masa Khulafaur Rasyidin dan kepemerintahan Bani Umayyah.

5
Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari tentang Ahl Al-Sunnah
AlJama’ah (Surabaya : Khalista, 2010), 32.

5
2.2.1 Masa Rasulullah SAW.
Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah
ada tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang
dimaksud dengan Ahlussunah wal Jama’ah adalah orang-orang Islam secara
keseluruhan. Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih
dahulu:
‫إن بني إسرائیل تفترق على ثنتین وسبعین ملة وستفترق أمتي على ثالث وسبعین ملة النار إال ملة‬
‫ قال ما انا علیھ وأصحابي كلھم في‬:‫ قالوا من ھي یارسول هلال‬،‫واحدة‬
Artinya : Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya bani Israil akan
terpecah menjadi 70 golongan dan ummatku terpecah menjadi 73 golongan
dan semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Para Shahabat bertanya:
Siapa yang satu golongan itu? Rasulullah SAW. menjawab : yaitu golongan
dimana Aku dan Shahabatku berada.

2.2.2 Masa Para Shahabat


Pada masa sepeninggal Rasulullah SAW. Ummat Islam dipimpin oleh
para Shahabat Nabi yang pada saat kepemimpinannya mereka disebut
sebagai Khulafaur Rasyidin. Asal muasal berdirinya paham Ahlussunnah
menjadi sebuah Golongan ialah yakni pada masa kepemimpnannya
Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Kemudian yang dilanjut kan hingga tercetus
secara resmi sebuah golongan yang memproklamir kan diri sebagai
penganut Paham Ahlussunnah Wal Jamaah.
1. Masa Kepemimpinan Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Kemunculan pemikiran Aswaja tidak lepas dari dinamika pendapat
umat Islam itu sendiri. Dimulai ketika zaman pemerintahan Ali bin Abi
Thalib, adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Syiria waktu itu
melakukan manuver untuk menggoyang pemerintahan Ali. Alhasil,
perang pun terjadi. Beberapa kali perang kubu Muawiyah mengalami
kekalahan. Hingga pada akhirnya diputuskan mengakhiri perselisihan
dengan melakukan suatu kesepakatan.

6
Kubu Muawiyah mendelegasikan Amru bin Ash dan kubu Ali
diwakili Abu Musa al Asy'ari. Amru bin Ash adalah seorang politisi,
pada saat forum ia menyarankan agar perundingan dimulai dengan
pemerintahan yang kosong. Maksud dari Amru bin Ash ia
menginginkan kubu Ali secara simbolik meletakkan jabatannya terlebih
dahulu. Abu musa yang notabene adalah ulama langsung mengiyakan
tawaran dari Amru bin Ash. Dengan cerdik Amru bin Ash
mempersilahkan Abu Musa untuk mendeklarasikan peletakan jabatan
karena dirasa ia lebih tua dan alim.
Setelah Abu Musa memproklamirkan peletakan jabatan Ali, Amru
bin Ash bukannya malah bergantian mengatakan sama, tetapi malah
menyatakan jabatan yang dilepas dari kubu Ali kini menjadi milik
Muawiyah. "Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia, Abu
Musa al Asyari mewakili khalifah Ali telah meletakan jabatan. Maka
dengan ini jabatan khalifah saya ambil untuk diserahkan pada
Muawiyah bin Abu Sofyan". Maka pada detik itu Muawiyah yang kalah
perang fisik dengan kubu Ali, giliran menang ketika taktik politik.
Kekhalifahan Ali pun berpindah ke tangan Muawiyah.
Efek dari peristiwa itu umat islam terpecah menjadi 3 kubu. Kubu
Ali terbelah menjadi 2 yakni kubu Syiah dan Khawarij. Dan satu lagi
adalah kubu Muawiyah. Kelompok Syiah adalah pendukung Ali,
kelompok Muawiyah pendukung Muawiyah, dan kelompok Khawarij
yakni kubu yang tidak pada pihak Ali maupun Muawiyah. Kelompok
menilai kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak sah
karena tidak menggunakan hukum Allah atau Al-Qur'an sehingga
mereka memutuskan Khawarij (Kharaja: keluar).
Sebagian besar masyarakat saat itu (kecuali kelompok Muawiyah)
menilai perpindahan kekuasan dari Ali ke Muawiyah berjalan dengan
tidak sah dan licik. Untuk mengatasi pandangan itu maka khalifah
membuat aliran bernama Jabariyah. Kemunculan aliran ini dalam
rangka melegitimasi kekuasaan Muawiyah yang menyatakan bahwa

7
manusia tidak punya kekuasaan untuk berkehendak. Inti dari aliran
Jabariyah, semua yang dilakukan oleh manusia sudah dikehendaki oleh
Allah. Termasuk ketika Muawiyah dapat mengambil kekuasaan dari
tangan Ali itu juga kehendak Allah.
2. Masa Pemerintahan Bani Umayyah
Selama masa pemerintahan Bani Umayah muncul aliran bernama
Qodariyah yang diusung oleh Muhammad bin Ali bin Muhammad bin
Ali bin Abi Thalib (cucu Ali bin Abi Thalib). Aliran ini mengajarkan
sebaliknya dari aliran Jabariyah. Bahwa ketika manusia berkehendak,
Allah tidak ikut campur, maka manusia harus bertanggungjawab atas
perbuatannya. Ketika masa Bani Umayah paham ini hanya sebagai
kritik atas paham Jabariyah. Namun ketika memasuki pemerintahan
Bani Abasiyah, paham Qadariyah dijadikan spirit pembangunan.
Kemudian turunan dari paham ini dengan sedikit modifikasi
mengatasnamakan paham Mu'tazilah.6
Ditengah-tengah polarisasi dan pertentangan antarkelompok itu,
terdapat sejumlah sahabat nabi yang mencoba menghindarkan diri dan
kemudian melakukan gerakan-gerakan kultural dan menekuni bidang
keilmuan dan keagamaan. Mereka Antara lain adalah Umar bin Abbas,
Ibnu Mas’ud, Dan Lain-lain. Kegiatan serupa juga dikembangkan oleh
generasi tabi’in yang dipelopori oleh Hasan Al Basri (w. 110/728 H)
bersama para tabi’in lainnya. Arus baru inilah yang oleh para peneliti
disebut Proto Sunnism7 atau yang oleh Marshall G.S. Hodgson disebut
Jama’I e Sunni.8 Dari kegiatan mereka inilah kemudian lahir
sekelompok muhaddithun (para ahli hadits), fuqaha, dan mufassirun.
Termasuk di dalam kelompok ini adalah empat imam madhab, yakni

6
Moch. Ari Nasichuddin, Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis Sosial
http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswaja-sejarah-dinamika-umat-islam-dan-analisis-sosial.html,
diunggah pada Sabtu, 23 April 2016 pukul 08.47 WIB
7
Muhammad Qasim Zaman, Religion and Politics under the Early ‘Abbasids : The
Emergence of the Proto-Sunni Elite (Leiden :Brill Academic Publisher, incorporated, t.t).
8
Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam, Vol. 1 (Chicago: chicago University Press,
1971), 267-268

8
Abu Hanifah, Malik bin Annas, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, dan
Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Mereka menghasilkan banyak
sekali karya. Selain pada spesialisasi mereka, masing-masing juga
menulis ‘Ilm Kalam´ untuk memberikan sanggahan argumentative
terhadap pendapat-pendapat yang dinilai memiliki kecenderungan
mengabaikan sunnah Nabi dan para sahabat dalam
menginterpretasikan ayat-ayat Al Qur’an mengenai persoalan-
persoalan pokok agama (al- Usul al-Din). Golongan yang mengikuti
pola inila yang kemudian dikenal dengan sebutan Ahlu Sunnah.

2.3 Definisi Pesantren di Indonesia

Pondok pesantren merupakan rangkaian dua kata yang terdiri


dari kata “pondok” dan “pesantren”. Pondok berarti kamar, gubuk,
rumah kecil, yang dipakai dalam bahasa Indonesia dengan
menekankankan kesederhanaan bangunanya.

Secara Etimologi(bahasa) istilah pondok sebenarnya berasal dari


bahasa Arab “funduq” yang berarti rumah penginapan, ruang tidur dan
asrama atau wisma sederhana.. Menurut Sugarda Poerbawaktja pondok
adalah salah satu tempat pemondokan bagi para pemuda-pemudi yang
mengikuti pelajaran-pelajaran agama Islam.9

Ada juga yang berpendapat bahwa pondok berarti ruang tempat tidur,
wisma atau hotel sederhana. Karena pondok secara umumnya memang
merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh
dari tempat asalnya.10 Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama
pendidikan Islam tradisonal dimana para siswanya tinggal bersama dan
belajar ilmu-ilmu keagamaan dibawah bimbingan seorang kyai. Asrama

9
Adnan Mahdi, “Sejarah Peran Pesantren Dalam Pendidikan di Indonesia,” Islamic
Review, Vol. II, No.1 (2013), hlm. 3
10
Nining Khairotul Aini, Model Kepemimpinan Transformasional Pondok Pesantren
(Surabay: CV Jakad Media, 2021), hlm. 73.

9
untuk para santri berada dalam komplek pesantren dimana tempat
tinngalnya kyai.11

Adapun istilah pesantren berasal dari kata santri. kata “santri” juga
merupakan penggabungan antara dua suku kata sant (manusia baik) dan tra
(suka menolong), sehingga kata pesantren dapat diartikan sebagai tempat
mendidik manusia yang baik.12

2.4 Sejarah Perkembangan Pesantren di Indonesia

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang


tumbuh dan berkembang ditengah-tengaah masyarakat muslim. Masthuhu
menyatakan pesantren adalah tempat untuk memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral Islam
sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.13

Pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren tidak terlepas


hubungannya dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan
Islam di Indonesia bermula ketika orang-orang yang masuk islam ingin
mengetahui lebih banyak isi ajaran agama yang baru dipeluknya, baik
mengenai tata cara beribadah, baca Al-Qur’an, dan mengetahui Islam lebih
luas dan mendalam.14

Adapun perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia dimulai sejak


masih sebelum Penajajah, yakni dimasa awal masuknya Islam di Indonesia
atau kita sebut saja Nusantara, dilanjutkan perkembangannya dimasa
kolonialisme, masa Orde Lama, dan pada Masa Orde Baru berlanjut hingga
sekarang.

11
Herman, “Sejarah Pesanatren di Indonesia,”Tadrib Vol. VI, No. 2 (2013), hlm. 50.
12
Hadi Purnomo, Menejemen Pendidikan Pondok Pesantren (Yogyakarta: Bilndung
Pustaka Utama, 2017), hlm. 23.
13
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011), hlm. 138.
14
Ibid, hlm 138.

10
2.4.1 Perkembangan Pesantren dimasa sebelum Penjajah dan
ketika adanya Penjajah

Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia sangatlah kental


dengan peristiwa awal masuknya Islam di Indonesia, yakni masa yang
awalnya Indonesia telah menganut Agama selain Islam yakni agama Budha
dan Agama Hindu. Adapun mengenai munculnya pendidikan Pondok
Pesantren tersebut, terdapat dua pendapat yang berbeda. Diantaranya :

a. Pendapat yang menyatakan bahwa pondok pesantren mempunyai


kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi.
Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia
pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang
melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin
tarekat itu disebut kiai, yang mewajibkan pengikutnya melakukan
suluk selama 40 hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama
sesama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-
ibadah di bawah bimbingan kiai. Untuk keperluan suluk ini, para kiai
menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak
yang terdapat di kiri kanan masjid.15 Kegiatan tersebut pun kemudian
berkembang menjadi sebuah sarana Pendidikan Agama Islam, yang
kemudian dikenal dengan Istilah Pondok Pesantren.
b. Pendapat yang kedua, yakni Pondok Pesantren pada mulanya
merupakan pengambilalihan dari sistem pondok pesantren yang
diadakan orang-orang Hindu di Nusantara. Hal ini didasarkan pada
fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga
pondok pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat
mengajarkan ajaran-ajaran agama Hindu.16 Sementara itu, dalam
buku Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto, pesantren disinyalir
merupakan hasil Islamisasi sistem pendidikan lokal yang berasal
dari

15
Sejarah (kemenag.go.id)
16
Ibid.

11
masa Hindu-Buddha di Nusantara. Kala itu, lembaga pendidikan lokal
berupa padepokan dan dukuh banyak didirikan untuk mendidik
para cantrik.17 Pada masa sebelum Islam masuk ke Nusantara sudah
terdapat sistem pendidikan yang diadakan Oleh orang-orang Hindu, nah
kemudian ketika masuknya ulama’ atau proses penyebaran agama Islam
dan juga campur tangan para Walisongo, yang menyebarkan agama
Islam dengan cara Akulturasi Budaya, jadi Lembaga Pendidikan
tersebut di akulturasi menjadi sarana Pendidikan Islam yang khas bagi
Nusantara yang sekarang kita kenal dengan Istilah Pondok Pesantren.

Ketika Nusantara dimasuki oleh Bangsa Penjajah Perkembangan


Pendidikan sangat terbatas, kerena adanya penekanan dari pihak penjajah
dari segala aspek masyarakat di Nusantara. Namun hal Ini tidaklah
memberhentikan ataupun menghilangkan perkembangan Pondok Pesantren
di Nusantara. Bahkan meski dengan adanya gangguan dari Pihak
Penjajah pesantren telah melahirkan tokoh-tokoh nasional yang
tangguh, sekaligus menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan
Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal
Mustopa dll. Dapat dikatakan bahwa masa itu pesantren memberikan
kontribusi besar bagi terbentunya republik ini.18

2.4.2 Perkembangan Pesantren di Masa Orde Lama

Dimasa Indonesia telah meraih kemerdekaan, Pendidikan Pesantren


sangatlah dipandang oleh pemerintahan sebagai pihak yang sangatlah
memiliki kontribusi terbesar dalam mencerdaskan Bangsa Indonesia. Hal ini
di buktikan dengan adanya Implementasi Pendidikan agama di dalam
Pendidikan di seluruh Indonesia dan juga Pemerintah memberikan Bantuan
terhadap Sekolah, Madrasah dan Pesantren sebagaimana Anjuran dari

17
Mengenal Sejarah Pesantren di Indonesia - Nasional Tempo.co
18
Sejarah (kemenag.go.id)

12
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember
1945, yang menyebutkan:

“Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu sumber


pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang telah berurat dan
berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya
mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan
bantuan material dari pemerintah“.19

Pendidikan Agama kemudian diatur secara khusus dalam UU Nomor 4


Tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu:

“Di sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid


menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau
tidak.”

Perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama sangat


terkait pula dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri
pada tanggal 3 Januari 1946. Departemen Agama sebagai suatu
lembaga pada masa itu, secara intensif memperjuangkan politik
pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan Islam pada masa itu
ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurus masalah
pendidikan agama, yaitu Bagian Pendidikan Agama.

Tugas dari bagian tersebut sesuai dengan salah satu nota Islamic
education in Indonesia yang disusun oleh Bagian Pendidikan
Departemen Agama pada tanggal 1 September 1956, yaitu :

1) memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikulir,

2) memberi pengetahuan umum di madrasah, dan

19
Sejarah (kemenag.go.id)

13
3) mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim
Islam Negeri.

2.4.3 Pesantren di Masa Orde Baru hingga sekarang

Pendidikan Pesantren pada masa Orde Baru adalah masa ketika


Pendidikan Pesantren atau bahkan Pendidikan Islam di Indonesia
mengalami suatu masa hampir punah atau hampir saja di hapuskan. Karena
pada masa itu kebijakan Pemerintah sama sekali menganak tirikan
Pendidikan Islam karena anggapan bahwa Indonesia bukanlah negara
Islam.

Pada awal kepemerintahan Orde Baru dengan adanya Keputusan


Presiden Nomor 34 tahun 1972. Isi Keppres itu menggariskan pembagian
tugas dan tanggung jawab terhadap pembinaan pendidikan dan latihan
secara menyeluruh kepada tiga lembaga Kementerian yaitu Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan bertanggung jawab atas penyelemggaraan dan
pembinaan pendidikan umum latihan keahlian dan kejuruan. Kementerian
Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas latihan keahlian dan
kejuruan bukan pegawai negeri serta Lembaga Administrasi Negara
bertugas dan bertanggung jawab atas pendidikan dan latihan khusus
pegawai negeri. Kementrian Agama yang sejak kemerdekaan bertugas
membina pendidikan agama (pesantren, madrasah dan sekolah agama)
hanya bertugas dan bertanggung jawab untuk menyusun kurikulum
pendidikan agama, baik untuk sekolah umum, madrasah maupun perguruan
tinggi.20 Kebijakan pemindahan tanggung jawab tersebut pun menuai
banyak kontroversi dan keresahan bagi kaum muslim dan pafra Tokoh-
tokoh Ulama’ di Indonesia, namun berkat usha dan perjuangan Ulama’
maka pendidikan Islam dan Pesantren pun masih bisa dipertahankan.

Setitik harapan timbul untuk nasib umat Islam setelah terjadinya era
reformasi, pondok pesantren mulai berbenah diri lagi dan mendapatkan

20
Marwan Sarijo, Sejarah Pondok Pesantren …, h. 109-110.

14
tempat lagi di kalangan pergaulan nasional. Salah satunya adalah
pendidikan pondok pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari
sistem pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas). “Pondok pesantren tidak lagi dipandang
sebagai lembaga pendidikan tradisional yang illegal, namun pesantren
diakui oleh pemerintah sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai
kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan
formal lainnya.”21

Secara kelembagaan, pembinaan kepada Pesantren dan Pendidikan


Diniyah sebelum tahun 2000 dilakukan oleh salah satu Subdit di lingkungan
Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, yaitu Subdit Pondok Pesantren.

Kemudian Subdit Pondok Pesantren berkembang menjadi direktorat


yang bernama Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren,
sebagai satu dari empat direktorat yang pada Ditjen Kelembagaan Agama
Islam. Transformasi layanan kelembagaan dari yang semula berupa unit
eselon III (Subdirektorat/Subdit) menjadi unit eselon II (Direktorat)
memberikan pengaruh positif terhadap makin berkembangnya layanan
melalui berbagai program dan kegiatan untuk menjawab pesatnya
perkembangan lembaga Pesantren dan Pendidikan Diniyah.

Pada akhirnya seiring dengan berkembangnya lingkup dan beban


layanan, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam berubah menjadi
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Keagamaan
dan Pondok Pesantren berubah pula menjadi Direktorat Pesantren dan
Pendidikan Diniyah. Perubahan itu berdasarkan Peraturan Menteri Agama
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen
Agama sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 63 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden

21
Microsoft Word - UNDANG Undang No. 20 tahun 2003 (kemdikbud.go.id)

15
Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Unit Organisasi Dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia.

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014
Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, Peraturan Presiden Nomor 7
Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, serta Peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama, ketentuan
mengenai tugas dan fungsi Direktorat Pesantren dan Pendidikan Diniyah
berikut organisasi dibawahnya ditetapkan melalui Peraturan Menteri Agama
Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Agama.

Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi


dan Tata Kerja Kementerian Agama merupakan tindak lanjut dari Pasal 76
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015, yang menjelaskan mengenai
tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kementerian Agama.

Tugas dan fungsi pelayanan terhadap Pesantren dan Pendidikan


Diniyah diamanahkan kepada Direktorat Pesantren dan Pendidikan Diniyah
yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam. Direktorat Pesantren dan Pendidikan Diniyah mempunyai tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standardisasi,
bimbingan teknis, evaluasi, dan pengawasan Pesantren dan Pendidikan
Diniyah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan Pembahasan mengenai Definisi dan Sejarah Ahlussunnah
Wal Jama’ah dan Pesantren dapat diambil Kesimpulan, diantaranya:
1. Bahwa yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jamaah adalah
mayoritas Ummat Muslim yang menganut segala pengajaran yang
berdasar dari perkataan maupun perbuatan yang berasal dari Nabi
Muhammad SAW.
2. Pondok pesantren merupakan tempat untuk menimbah ilmu agama
yang memiliki ciri khas terdiri atas adanya kiai, asrama, masjid,
kitab kuning dan pengasuh. Dalam perjalanan sejarahnya dimulai
sejak awal mula masuk ke Nusantara. Walaupun peristilahan pondok
pesantren berbeda antara satu daerah dengan daerah laiinya tetapi
memiliki fungsi yang sama.
3. Eksistensi pondok pesantren tetap diakui keberadaanya dari masa ke
masa. Sampai kepada masa kemerdekaan, mulai dari orde lama, orde
baru sampai kepada era reformasi. Yang diharapkan dari pondok
pesantren di era ini adalah mampu menjawab tantangan global
sehingga pondok pesantren tidak terkikis dan ketinggalan dalam
berbagai hal.
3.2. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis sangatlah sadar bahwa makalah
ini masihlah jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis memohon kepada
pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun kepada diri
penulis.

17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab–Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997, cet. 14)

Al-Fairuzabadi, Al-Qamus al-Muklit (Beirut :Muassasah al-Risalah, 1987)

Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, Vol.IV (Beirut: Dar al-Kitab al ‘Arabi, 1953)

Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari tentang Ahl Al-
Sunnah AlJama’ah (Surabaya : Khalista, 2010)

Moch. Ari Nasichuddin, Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis
Sosial http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswaja-sejarah-dinamika-umat-islam-
dan-analisis-sosial.html, diunggah pada Sabtu, 23 April 2016 pukul 08.47 WIB

Muhammad Qasim Zaman, Religion and Politics under the Early ‘Abbasids :
The Emergence of the Proto-Sunni Elite (Leiden :Brill Academic Publisher,
incorporated, t.t)

Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam, Vol. 1 (Chicago: chicago


University Press, 1971)

Nining Khairotul Aini, Model Kepemimpinan Transformasional Pondok


Pesantren (Surabay: CV Jakad Media, 2021)

Herman, “Sejarah Pesanatren di Indonesia,”Tadrib Vol. VI, No. 2 (2013)

Adnan Mahdi, “Sejarah Peran Pesantren Dalam Pendidikan di Indonesia,” Islamic


Review, Vol. II, No.1 (2013)

Hadi Purnomo, Menejemen Pendidikan Pondok Pesantren (Yogyakarta: Bilndung


Pustaka Utama, 2017)

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2011)

Sejarah (kemenag.go.id)

18
Marwan Sarijo, Sejarah Pondok Pesantren

19

Anda mungkin juga menyukai