Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR AQIDAH AHLUSUNNAH WAL JAMAAH

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan agama 2
Yang diampu Oleh Eko Yusuf Wahyudi, M.Pd.I

Kelas 23A2/Kelompok I :
1. ALFRIZA F V S (23862061006)
2. ANIS SYATU M (23862061011)
3. RISKA LISTYOWATI (23862061009)
4. OKTA AFI RAHAYU (23862061027)
5. MUHAMMAD RAIHAN (23862061048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
Februari 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan


pada kami untuk menulis guna menyelesaikan makalah pada mata kuliah
Pendidikan Agama 2 ini. Tak lupa sholawat serta salam kami haturkan kepada
Nabi agung junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang senantiasa kita harapkan
syafaat dan karunianya pada hari akhir kelak. Atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Ragan Bahasa Indonesia”
Makalah “Konsep Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah” kami susun guna
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Islam Raden
Rahmat Malang. Disisi lain kami juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
serta dapat menambah wawasan bagi para pembaca khususnya untuk teman-teman
sekalian mengenai topik “Konsep Dasar Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah”.
Kami selaku penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia. Terkait dengan tugas yang telah
diberikan ini karena dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
mata kuliah Bahasa Indonesia yang kami tekuni. Kami selaku penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah “Konsep Dasar Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah”.
Kami selaku penulis menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
terima demi kesempurnaan makalah ini.

Kepanjen, 29 Februari 2024

Kelompok 1

II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ II
BAB 1 ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1 AQIDAH AHLUSSUNAH WAL JAMA‟AH.......................................... 3
1. Iman kepada Allah .................................................................................... 4
2. Iman kepada Malaikat Allah ..................................................................... 4
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah ................................................................. 5
4. Iman kepada Rosul-Rosul Allah ............................................................... 5
5. Iman kepada Hari Kiamat ......................................................................... 6
6. Iman kepada Qodho‟ dan Qodhar ............................................................. 6
2.2 LANDASAN ILMU AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA‟AH ... 7
1. Al Qur‟an .................................................................................................. 8
2. Sunnah....................................................................................................... 8
3. Ijma‟ .......................................................................................................... 9
4. Qiyas ....................................................................................................... 10
BAB III .................................................................................................................. 12
PENUTUP ............................................................................................................. 12
A. Kesimpulan ................................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 13

III
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa Nabi SAW istilah aswaja sudah pernah ada, namun tidak merujuk
pada kelompok atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal
Jama'a adalah seluruh umat Islam. Masyarakat dengan pola pikir religius yang
mencakup aspek kehidupan berdasarkan sikap moderat, menjaga keseimbangan,
dan toleransi.

Ahrus Sunnah wal Jama'a ini tidak mengkritisi Jabariya, Kodaliya , Mu'tazila,
namun mengambil jalan tengah dengan mengembalikan kepada ma-anna alaihi wa
asabihi. Hal inilah yang melatar belakangi sosial politik munculnya ideologi
Aswaja. Jadi tidak muncul begitu saja, tapi karena suatu alasan , ada Mu'tazila
ekstrim yang sepenuhnya rasional, ada Jabaliya ekstrim yang sepenuhnya takdir,
dan Aswaja ini berada di tengah-tengah.

Dapat disimpulkan bahwa aswaja sebagai paham agama (ajaran) dan mazhab
(manhajul fikr) dalam kemunculannya tidak lepas dari pengaruh dinamika sosial
politik pada masanya. Lebih tepatnya sejak peristiwa Takim tahun yang
melibatkan Sahabbat Ali.

Pemikiran Ahli Sunnah wal Jamaah menggunakan pemikiran Al Asyari dan


hukum fikihnya menggunakan Imam Madzab, sehingga kelompok Aswaja
merupakan kelompok yang luas.

1.2 Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam


makalah ini adalah :

1. Apa pengertian Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah ?


2. Apa Landasan Ilmu Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah ?

1
1.3 Tujuan

Dengan rumusan masalah di atas diharapkan dapat mengetahui tujuan


pengertian Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Penulisan dari makalah ini. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian Aqidah


Ahlussunnah wal Jama'ah.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang Landasan Ilmu Aqidah
Ahlussunnah wal Jama'ah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 AQIDAH AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH

Ilmu Aqidah disebut dengan Ilmu Ushuluddin karena para ulama mengatakan
bahwa ilmu ini mengkaji dan membincangkan tentang dasar-dasar agama Islam
yang lebih dikenal dengan istilah aqidah, sebab aqidah adalah ushul (pokok) dan
pondasi agama Islam, jika akidah seorang muslim hancur dan rusak maka hancur
dan rusak pula seluruh keislaman yang telah dibangun. Akidah dalam Islam ibarat
sebuah pondasi pada bangunan, sebuah bangunan jika pondasinya kuat maka
bangunan tersebut akan bertahan dan kokoh dari berbagai cabaran yang ada,
sebaliknya jika sebuah bangunan tidak memiliki pondasi yang kuat maka
bangunan tersebut akan cepat runtuh dan hancur meskipun cabarannya biasa-biasa
saja, kenyataan ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, begitu banyak
bangunan dan apartemen yang runtuh akibat dari pondasi bangunan tersebut yang
tidak kuat.

Aqidah Ahlussunnah wal Jama‟ah atau Ahlus Sunnah adalah istilah yang
digunakan untuk seseorang atau sahabat yang mengimani sunnah dan
menjalankan dalam segala hal yang dianjurkan Rasulullah. Ahlussunnah wal-
Jama‟ah adalah orang-orang yang senantiasa tegak dalam agama islam
berdasarkan para Tabi'in dan Tabiut serta selalu ikhlas terhadap Islam berdasarkan
hadis dan Alquran yang shahih.

Ahlussunnah wal Jamaah atau Ahrus Sunnah adalah cabang Islam terbesar,
yaitu Sunni. “Sunni” mengacu pada sekelompok umat Islam yang menjunjung
Sunnah menurut terminologi Syariah yang digunakan oleh para ahli hadis, ahli
kalam, dan ahli politik. Mereka juga disebut Muslim ortodoks, berbeda dengan
Syiah dan Khawariji yang disebut bid'ah. Dengan kata lain, seorang Sunni adalah
setiap Muslim yang tidak secara eksplisit mengatakan bahwa dia mengikuti atau
menganut sekte hukum tertentu, dan dia juga bukan pengikut Syi'ah atau
Khawarij. Prinsip dasar dan ciri lain kelompok ini adalah mengambil jalan tengah
(wasat) dalam memahami agama. Mereka menganut prinsip keseimbangan yang

3
dikaitkan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, yaitu berupaya menemukan keselarasan
antara dua ekstrem yang berlawanan dengan menimbang dan menyeimbangkan
alasan.

Rasulullah Sallahu 'Alaihi Wasallam telah meninggalkan umatnya pada jalan


yang terbuka dan terang ibarat malam seperti siang. Melalui beliau dan wahyu
yang diturunkan kepadanya yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah, Allah menjelaskan
segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi umat manusia, serta kebenaran
sikap dan keadaan umat manusia dalam bidang agama dan urusan dunia. Iman
yang benar, amalan yang jujur, akhlak yang mulia, dan etika yang tinggi.
Termasuk kedalam aqidah Ahlussunnah wal Jamaah ialah :

1. Iman kepada Allah

Allah adalah rabb: Pencipta, Penguasa, dan Pengatur segala sesuatu di alam
semesta ini. Kami mengimani kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Artinya
Allah adalah Tuhan yang benar dan ibadah kepada selain Allah maka tidak
sah. Kami beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Artinya Allah
mempunyai nama yang paling indah dan sifat-sifat yang paling sempurna dan
agung. Kita mengimani bahwa:

َٰ ٓ َ ُُ ‫ّلل‬
ُ ِ ِْ َ ‫تُ َٔ َياُفُِٗٱ ْْل‬
ُ ٍََُ‫ضُُۗ َي‬ ُِ َٕ َٰ ًَ َٰ ‫س‬ َ ٌ ‫َلُ ِإنََُّإِ ََلُُْ َُٕٱ ْن َحُُٗٱ ْنقَيٕ ُُوُۚ ََُلُج َْ ْ ُُُ ُُِۥ ُُ ِسَُة‬
َ ‫ُٔ ََلَُ َْٕ ٌوُُۚنَ ُّۥ ُُ َياُفُِٗٱن‬ َُ ‫ٱ‬
ُ‫َٗءٍ ُ ِ ّي ٍُْ ِع ْه ًِ ِّۦُُٓ ِإ ََلُ ِب ًَا‬ ُ ‫َلُي ُِحي‬
ْ ‫طٌَٕ ُ ِبش‬ َ ُ‫ُٔ َياُُ َْهفَ ُٓ ْى‬
ُ َ ُٔ َ ‫ٱنَُُِٖ َي ْشفَ ُعُ ِعُدَ ُِٓۥ ُُ ِإ ََلُ ِبإ ِ ََِْ ُِّۦ ُُۚ َي ْْهَ ُىُ َياُ َبيٍَْ َُ َ ْيدِي ِٓ ْى‬
ُ‫ُُْۚٔ َُٕٱ ْنَْ ِهُُٗٱ ْنَْ ِظي ُى‬ ُ ‫ُٔ ََلُ َيـُٕٔد ُُِۥ ُُ ِح ْف‬
َ ُ‫ظ ُٓ ًَا‬ َُ ِْ َ ‫تُ َُٔٱ ْْل‬
َُ ُ‫ض‬ َ ‫ُۚٔ ِس َعُ ُك ّْ ِسيّ ُُٱن‬
ُِ َٕ َٰ ًَ َٰ ‫س‬ َ ُ‫شا ٓ َء‬
َ

"Allah, tiada sembahan (yang haq) selain Dia, yang Maha Hidup lagi Maha
Menegakkan (segala urusan makhluk-Nya), tidak pernah mengantuk dan tidak
pernah pula tidur. Hanya milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Dia
mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak dapat mengetahui sesuatupun ilmu dari-Nya kecuali dengan
kehendak Nya. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidaklah
merasa berat memelihara keduanya, dan Dia- lah yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar." (Surah Al- Baqarah: 255)

2. Iman kepada Malaikat Allah

4
Kita mengimani kebenaran adanya para malaikat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dan para malaikat itu, sebagaimana firman-Nya:

َ ‫بَ ْمُ ِعبَاد ُُ ُي ْك َّ ُيٌَٕ ََُلُيَ ْسبِقََُُُّٕبِ ْانقَ ْٕ ِل‬


ٌُٕ‫ُُْٔىُبِْ َ ْي ُِِِّيَ ْْ ًَه‬

"Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba- hamba yang dimuliakan,


tidak pernah mereka itu mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya." (Surah Al- Anbiya': 26-27)

Mereka tidak ditampakkan Allah kepada kita, sehingga kita tidak dapat
melihat mereka. Tetapi kadangkala Allah memperlihatkan mereka kepada
sebagian hamba-hambanya seperti halnya Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam.

3. Iman kepada Kitab-kitab Allah

Kita meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta'ala menurunkan Kitab kepada


para Rasul sebagai saksi kemanusiaan dan sebagai pedoman hidup bagi
orang-orang yang mengamalkannya. Dengan kitab ini Rasulullah akan
mengajarkan kebenaran kepada manusia dan menyucikan jiwa mereka dari
kemusyrikan. Kami beriman kepada Allah subhanahu wa ta'ala menurunkan
Kitab kepada setiap Rasul.

Karena Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

ِ ‫اسُبِ ْان ِقس‬


ُ‫ْط‬ َ ُ‫ُٔ ْن ًِيزَ ٌَ ُ ِنيَق‬
ُ َُ‫ٕوُ ن‬ َ ‫َََُِٔزَ ْنَُاُ َيَْ ُٓ ُىُ ْن ِكح‬
َ ‫َاب‬ َ ‫سهََُاُبِ ْانبَيَُِّات‬ ُ ُ‫نَقَدَُْ َ ِْ َسُْه‬
ُ ُِ‫َا‬

"Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami de ngan membawa bukti-


bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan
neraca (keadilan) agar manusia melaksanakan keadilan ..." (Surah Al-Hadid:
25)

4. Iman kepada Rosul-Rosul Allah

Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu Wata'ala telah mengutus rasul-rasul


kepada umat manusia, firmanNya:

‫َُّللاُُ َع ِز ا‬
‫يز ُ َح ِكي اًا‬ َ ٌَ‫ُٔ َكا‬ ُ ّ‫َُّٗللاُ ُح َجةٌُبَ ْْدَُ ن‬
َ ‫س ِم‬ ِ َُ‫ُٔ ُيُُ ِِِيٍَ ُ ِنئ ًََلُيَ ُكٌَُُٕ ِنه‬
ِ َ َ‫اسُ َعه‬ َ ٍَ‫س اًلُ ُيبَ ّش ِِّي‬
ُ ُِ

5
"(Kami telah mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia membantah Allah
sesudah (diutusnya) rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana." (Surah An-Nisa': 165)

Kita mengimani juga bahwa tiada lagi seorang nabi sesudah Nabi Muhammad,
Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Barang siapa yang mengaku sebagai seorang
nabi atau mempercayai orang yang mengaku tersebut, maka dia adalah kafir,
karena dia telah mendustakan Allah dan Rasulullah serta Ijma' (kesepakatan)
kaum muslimin. Kita mengimani bahwa sesudah Nabi, Shallallahu 'Alaihi
Wasallam, ada Khulafa' Rasyidin, yang meneruskan tugas keilmuan dan
da'wah pada umat beliaudan tugas kepemimpinan atas kaum mu'minin. Yang
paling utama dan paling berhak sebagai khalifah di antara mereka adalah Abu
Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Al-Khaththab, kemudian Utsman bin
Affan, kemudian Ali bin Abu Thalib, Radhiyallahu 'Anhum.

5. Iman kepada Hari Kiamat


Kita mengimani kebenaran adanya hari akhirat, yaitu hari kiamat, yangtiada
kehidupan lain sesudah hari tersebut, ialah ketika umat manusia dibangkitkan
kembali untuk kehidupan yang kekal dengan masuk surga, tempat
kebahagiaan yang hakiki; atau masuk neraka, tempat siksaan yang pedih.
Untuk itu, kita mengimani kebangkitan, yaitudihidupkannya semua makhluk
yang sudah mati oleh Allah Sub hanahu Wa Ta'ala di saat malaikat Israfil
meniup sangkakala untuk kedua kalinya. Firman Allah:

ُ‫َُّللاُُث ُ َىَُ ُ ِفخَُ ِفي َُِّ ُ ُْ َُّٖفَُإََِ ُُْ ْىُ ِِ َيا ٌو‬ ِ ِْ َ ‫ُِٔ َيٍُ ِفيُ ْْل‬
َ ‫ضُ ِإ ََلُ َيٍُشَا َء‬ ِ ‫ََُٔ ِفخَُ ِفيُ نص‬
َ َ‫ُِٕف‬
َ ‫صِْقَ ُ َيٍُ ِفيُ ن َس ًَ َٕ ت‬
ُ َُ‫ي‬
ٌَُ ُّٔ ‫ظ‬

6. Iman kepada Qodho’ dan Qodhar

Kita juga mengimani qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk; yaitu
ketentuan yang telah ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk seluruh
makhluk sesuai de ngan ilmu-Nya dan menurut hikmah kebijaksanaan-Nya.

Sebuah dalil naqli terkait ini dapat dilihat dalam Al-Quran surat Ar-Ra'd ayat
11:

6
ُُۗ‫ّللُ ََلُيُغَيِّ ُُّ َياُبِقَ ْٕ ٍوُ َحح َ َُٰٗيُغَيِّ ُّٔ ۟ ُ َياُبََِْفُ ِس ِٓ ْى‬ ُ َ‫ُٔ ِي ٍُُْ َْه ِف ُِّۦُيَ ْحف‬
َُِ ‫ظََٕ ُّۥ ُُ ِي ٍَُْ َ ْي ُِّٱ‬
ََُ ‫ّللُُۗإِ ٌَُٱ‬ َ ِّ ‫نَ ُّۥُُ ُيَْ ِقّ َٰبَثٌ ُ ِ ّي ٍُۢبَي ٍُِْيَدَ ْي‬
َ ‫ُٔ َياُنَ ُٓىُ ِ ُّيٍُد َُِٔ ُِّۦُ ِي‬
ُ‫ٍُٔ ٍل‬ َ ُُۚ‫س ٕٓ اء ُفَ ًَلُ َي َّدَُنَ ُّۥ‬ َُ ‫َٔإََِ ََُٓ َِ دَُٱ‬
ُ ُ‫ّللُُبِقَ ْٕ ٍو‬

"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di


muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS
Ar-Ra'd: 11)

2.2 LANDASAN ILMU AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

Ahlussunnah wal Jama'a merupakan ajaran moderat yang menjadi landasan


perjuangan dan pengabdian umat Islam. Aswaja menganut prinsip keseimbangan,
netralitas, dan jalan tengah. Materi Aswaja yang diajarkan di NU didasarkan pada
visi Aswaja: berilmu, beribadah, produktif, beretika, toleran, tawazun (seimbang),
netral dan adil; bertujuan untuk melatih umat menjadi moderat, religius, dan
menumbuhkan kerukunan sosial. Begitu pula dengan budaya Aswaja. Aswaja
didasarkan pada empat prinsip yang bersumber pada Al-Quran, Hadits/As-
Sunnah, Ijmaa, dan Qiyas.

Pada dasarnya kata “sumber” mempunyai arti sesuatu yang menjadi dasar
dari suatu hal. Sedangkan kata proposisi mencakup makna sesuatu yang
memberikan petunjuk kepada seseorang dan membuat seseorang menemukan
sesuatu. Terkait dengan usulan adalah upaya Ijtihad untuk mencari hukum Islam
dari sumber aslinya. Oleh karena itu, sebenarnya sumber hukum Islam hanya ada
dua: Al-Quran dan Hadits (seperti Sunnah). Karena keduanya merupakan
landasan lahirnya peraturan hukum Islam.

Sementara itu ijma‟ dan qiyas sebenarnya bukan sumber hukum, tetapi hanya
dalil hukum. Sebab keduanya bukan merupakan dasar lahirnya hukum Islam,
tetapi merupakan penunjuk untuk menemukan hukum Islam yang terdapat di

7
dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah melalui upaya ijtihad. Ahlussunnah wal Jama'a
menggunakan ijmaa dan qiyas ketika tidak ada dalir yang jelas dalam teksnya.

Landasan Ahlussunnah Wal Jama‟ah berlandaskan pada 4 sumber yaitu:

1. Al Qur’an

Al-Quran Secara etimologis, Al-Quran merupakan bentuk masdar dari


kata qara'a. Kata berat (wazan) adalah fu'lan yang artinya bacaan. Selanjutnya
makna Al-Qur‟an secara bahasa adalah sesuatu yang dibaca, dilihat, dan
dipelajari. Mengenai arti istilah tersebut, menurut Muhammad Ali Ashhabuni,
al-Qur'an adalah “Firman Allah dan mukjizat yang diturunkan pada penutup
para Nabi dan Rasul, Nabi (Muhammad SAW) melalui malaikat Jibril, yang
termaktub di dalam mushaf, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir,
membacanya merupakan ibadah, dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri
dengan surah an-Nas. Sebagai dalil Al-Quran, semua sepakat bahwa Al-Quran
adalah dalil bagi seluruh umat Islam. Karena Al-Qur'an adalah wahyu dan
Kitab Allah, dan riwayatnya bersifat muta'watir.

Kisah Al-Qur‟an sendiri tidak hanya dikarang oleh banyak orang dari satu
generasi ke generasi berikutnya sejak generasi para Sahabat Nabi SAW,
namun juga dikarang secara lisan dan tulisan, dan tidak ada seorangpun yang
berbeda pendapat. Namun, pendapat para perawi Al-Qur'an berbeda-beda
tergantung pada suku, bangsa, dan wilayah tempat mereka tinggal.
Berdasarkan kenyataan tersebut, keberadaan keseluruhan ayat-ayat al-Qur‟an
bersifat pasti (qath‟i ats-tsubut) sebagai wahyu Allah.

2. Sunnah

Secara etimologis, arti kata Sunnah adalah suatu perbuatan yang belum
pernah dilakukan sebelumnya dan kemudian diikuti oleh orang lain, baik
perbuatan perbuatan tersebut terpuji ataupun tercela. Makna terminologi
Sunnah khususnya menurut para ahli hadis adalah bahwa sunnah sama
dengan hadis , yaitu kumpulan perkataan, perbuatan, dan sikap terhadap suatu
peristiwa yang dilakukan Rasulullah .

8
Mengenai kedudukan sunnah sebagai sumber hukum Islam yakni dapat
dilihat dari dua sisi. Dari segi kewajiban umat Islam mematuhi dan
meneladani Rasulullah Saw, dan dari segi fungsi sunnah terhadap al-Qur‟an.
Dari segi yang pertama, sudah menjadi sangat jelas bahwa kepatuhan kepada
Allah Swt tidak bisa dipisahkan dari kepatuhan kepada Rasulullah Saw.
Dalam pada itu, tentu saja mematuhi dan meneladani Rasulullah Saw berarti
pula mengikuti aturan-aturan hukum yang ditetapkan beliau. Karena
mengingat bahwa sampainya al-Qur‟an kepada seseorang melalui lisan beliau,
setelah sebelumnya diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada beliau.

Sementara itu, di dalam as-Sunnah yang merupakan sumber hukum kedua


setelah al-Qur‟an sendiri tidak hanya mencakup sunnah Nabi saja, tetapi
termasuk juga di dalamnya sunnah shahabat Nabi. Mengapa demikian, hal ini
karena sering kita jumpai sebuah fatwa atau penjelasan ataupun ketentuan
yang berkenaang dengan peristiwa syara‟ yang berasal dari sahabat menjadi
sebuah sumber hukum atau menjadi pedoman dalam suatu ritual keagamaan.
Sholat tarawih secara berjamaah misalnya, merupakan salah satu potrer dari
ritual keagamaan yang ada, yang jika kita telusuri baik nama sholat tarawih
maupun dalam berjama‟ah, tidak pernah terjadi pada zaman Nabi Saw.

3. Ijma’
ijma‟ mengandung beberapa unsur yakni adanya kesepakatan seluruh
mujtahid dari kalangan umat Islam (ulama), suatu kesepakatan yang dilakukan
haruslah dinyatakan secara jelas, yang melakukan kesepakatan tersebut adalah
mujtahid, kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya rasulullah Saw (karena
pada masa hidupnya Rasul Saw, pemegang otoritas keagamaan adalah beliau
sendiri, sehingga tidak diperlukan adanya ijma‟), selanjutnya yang disepakati
itu adalah berkenaan dengan hukum syara‟mengenai suatu masalah atau
peristiwa hukum tertentu.
Pada posisi ini pulalah istilah yang sering kita kenal dengan madzhab
shahabi/qaul shahabi/sunnah shahabat menempati dan menjadi salah satu
bagian dari dalil hukum atau penunjuk untuk menemukan hukum Islam yang
terdapat di dalam al-Qur‟an maupun as-Sunnah melalui upaya ijtihad, seperti
yang telah dijelaskan dimuka. Hal ini dikarenakan, sunnah shahabat juga

9
merupakan suatu kesepakatan atau ijma‟ yang dilakukan setelah Rasulullah
Saw wafat yang dilakukan oleh para generasi sebaik-sebaiknya umat Rasul
Saw, yakni para Shahabat r.a. Selanjutnya, mengenai kedudukan ijma‟ sebagai
sumber dan dalil hukum ialah jumhur ulama berpendapat bahwa ijma‟
merupakan dasar penetapan hukum yang bersifat mengikat dan wajib dipatuhi
dan diamalkan. Itulah sebabnya, jumhur ulama menetapkan ijma‟ sebagai
sumber dan dalil hukum yang ketiga setelah al-Qur‟an dan as-Sunnah
4. QIYAS
Kata qiyas secara etimologi berarti qadr (ukuran, bandingan). Adapun
secara terminologi, menurut Ibnu As-Subki, qiyas adalah menyamakan hukum
sesuatu dengan hukum sesuatu yang lain karena adanya kesamaan „illah
hukum menurut mujtahid yang menyamakan hukumnya. Adapun unsur-unsur
qiyas yakni al-Ashl (sesuatu yang telah ditetapkan ketentuan hukumnya
berdasarkan nash, baik berupa al-Qur‟an maupun as-Sunnah). Al-Far‟u ialah
masalah yang hendak di qiyaskan, yang tidak ada ketentuan nash yang
menetapkan hukumnya.
Hukum Ashl, ialah hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan
hukumnya itu ditetapkan oleh nash tertentu, baik dari al-Qur‟an maupun as-
Sunnah. Dan yang terkhir, „Illah, ialah suatu sifat yang nyata dan berlaku
setiap kali suatu peristiwa terjadi, dan sejalan dengan tujuan penetapan hukum
dari suatu peristiwa hukum. Selanjutnya, terkait kedudukan qiyas sebagai
sumber hukum, yakni salah satunya berdasarkan pertimbangan logika.
Pertama, ketentuanketentuan hukum yang ditetapkan Allah Swt. selalu
rasional, dapat dipahami tujuannya, dan didasarkan pada „illah untuk
mencapai kemaslahatan, baik kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.
Kedua, Imam asy-Syaf‟i, sebagai orang pertama yang secara sistematis
menguraikan kedudukan qiyas sebagai dalil hukum, menegaskan bahwa di
dalam Islam, semua peristiwa ada hukumnya. Sebab syari‟at Islam bersifat
umum, mencakup dan mengatur semua peristiwa hukum. Oleh karena itu,
pastilah Allah telah menyediakan aturan hukumnya, baik dalam bentuk nash,
ataupun isyarat, ataupun melalui pemahaman yang menunjukkan hukum
peristiwa tersebut. Dengan adanya pernyataan tersebut, maka sudah jelaslah

10
bahwa menentukan hukum melalui nash adalah jelas. Sedangkan menemukan
ketentuan hukum melalui penunjuk hukum adalah melalui ijtihad, penggalian
hukum, maupun melalui cara menghubungkan dan menyamakan hukum yang
memiliki kesamaan „illah

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama‟ah, adalah ajaran Islam yang
murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw serta keyakinan
yang dianut Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan penerusnya hingga saat
ini, serta mempunyai landasan yang kuat pada Al-Quran dan Sunnah.
Oleh karena itu, Aqida Ahul Sunnah Wal Jama'a mempunyai keterkaitan
yang erat dengan kurikulum pendidikan Islam di Indonesia, baik dari segi bahan
ajar, metode pembelajaran, maupun tujuan pendidikan Aqida, khususnya
pendidikan Aqida Aklak. Aqidah ini menjadi pedoman hidup umat Islam dan
menentukan amal baik dan buruknya. Pengetahuan yang mendalam tentang
Aqidah sangat penting bagi setiap muslim untuk menjalani kehidupan yang penuh
dengan keyakinan dan keteguhan iman.

B. Saran

Kami selaku kelompok menyadari bahwasannya masih banyak kekurangan


dalam memaparkan materi dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan, sebagai bentuk
pembelajaran serta perbaikan dalam penyusunan makalah pada kesempatan yang
akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. A., & M. B. (2018). AQIDAH ASWAJA. (A. Usman, Penyunt.) Makasar


Sulawesi Selatan: UIM Algazali University Press.
Amin, A. A. (2019, Januari). PEMIKIRAN AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL
JAMA‟AH. Vol.VIII, hal. 43-64.
Dr. H. Mohammad Hasan, M. (2021). PERKEMBANGAN AHLUSSUNNAH WAL
JAMAAH. (M. Kudrat Abdillah, Penyunt.) Pamekasan: Duta Media
Publishing.
Drs.H. Achmad Rodli Makmun, M. (2006). Sunni dan Kekuasaan Politik. (A.
Faruk, Penyunt.) Ponorogo: STAIN Ponorogu Press.
Isprayudhi, I. (t.thn.).
Siregar, R. (1987). Bahasa Indonesia Jurnalistik. Jakarta: Pustaka Grafika.
Supatini, N. L. (2018). Ragam Bahasa Parawisata. Bandung: Nilacakra.
'Utsaimin, S. M. (1995). AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH. (M. Y.
Harun, Penerj.) Jakarta: YAYASAN AL-SOFWA.

13

Anda mungkin juga menyukai