Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan agama 2
Yang diampu Oleh Eko Yusuf Wahyudi, M.Pd.I
Kelas 23A2/Kelompok I :
1. ALFRIZA F V S (23862061006)
2. ANIS SYATU M (23862061011)
3. RISKA LISTYOWATI (23862061009)
4. OKTA AFI RAHAYU (23862061027)
5. MUHAMMAD RAIHAN (23862061048)
Kelompok 1
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ II
BAB 1 ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1 AQIDAH AHLUSSUNAH WAL JAMA‟AH.......................................... 3
1. Iman kepada Allah .................................................................................... 4
2. Iman kepada Malaikat Allah ..................................................................... 4
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah ................................................................. 5
4. Iman kepada Rosul-Rosul Allah ............................................................... 5
5. Iman kepada Hari Kiamat ......................................................................... 6
6. Iman kepada Qodho‟ dan Qodhar ............................................................. 6
2.2 LANDASAN ILMU AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA‟AH ... 7
1. Al Qur‟an .................................................................................................. 8
2. Sunnah....................................................................................................... 8
3. Ijma‟ .......................................................................................................... 9
4. Qiyas ....................................................................................................... 10
BAB III .................................................................................................................. 12
PENUTUP ............................................................................................................. 12
A. Kesimpulan ................................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 13
III
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada masa Nabi SAW istilah aswaja sudah pernah ada, namun tidak merujuk
pada kelompok atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal
Jama'a adalah seluruh umat Islam. Masyarakat dengan pola pikir religius yang
mencakup aspek kehidupan berdasarkan sikap moderat, menjaga keseimbangan,
dan toleransi.
Ahrus Sunnah wal Jama'a ini tidak mengkritisi Jabariya, Kodaliya , Mu'tazila,
namun mengambil jalan tengah dengan mengembalikan kepada ma-anna alaihi wa
asabihi. Hal inilah yang melatar belakangi sosial politik munculnya ideologi
Aswaja. Jadi tidak muncul begitu saja, tapi karena suatu alasan , ada Mu'tazila
ekstrim yang sepenuhnya rasional, ada Jabaliya ekstrim yang sepenuhnya takdir,
dan Aswaja ini berada di tengah-tengah.
Dapat disimpulkan bahwa aswaja sebagai paham agama (ajaran) dan mazhab
(manhajul fikr) dalam kemunculannya tidak lepas dari pengaruh dinamika sosial
politik pada masanya. Lebih tepatnya sejak peristiwa Takim tahun yang
melibatkan Sahabbat Ali.
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu Aqidah disebut dengan Ilmu Ushuluddin karena para ulama mengatakan
bahwa ilmu ini mengkaji dan membincangkan tentang dasar-dasar agama Islam
yang lebih dikenal dengan istilah aqidah, sebab aqidah adalah ushul (pokok) dan
pondasi agama Islam, jika akidah seorang muslim hancur dan rusak maka hancur
dan rusak pula seluruh keislaman yang telah dibangun. Akidah dalam Islam ibarat
sebuah pondasi pada bangunan, sebuah bangunan jika pondasinya kuat maka
bangunan tersebut akan bertahan dan kokoh dari berbagai cabaran yang ada,
sebaliknya jika sebuah bangunan tidak memiliki pondasi yang kuat maka
bangunan tersebut akan cepat runtuh dan hancur meskipun cabarannya biasa-biasa
saja, kenyataan ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, begitu banyak
bangunan dan apartemen yang runtuh akibat dari pondasi bangunan tersebut yang
tidak kuat.
Aqidah Ahlussunnah wal Jama‟ah atau Ahlus Sunnah adalah istilah yang
digunakan untuk seseorang atau sahabat yang mengimani sunnah dan
menjalankan dalam segala hal yang dianjurkan Rasulullah. Ahlussunnah wal-
Jama‟ah adalah orang-orang yang senantiasa tegak dalam agama islam
berdasarkan para Tabi'in dan Tabiut serta selalu ikhlas terhadap Islam berdasarkan
hadis dan Alquran yang shahih.
Ahlussunnah wal Jamaah atau Ahrus Sunnah adalah cabang Islam terbesar,
yaitu Sunni. “Sunni” mengacu pada sekelompok umat Islam yang menjunjung
Sunnah menurut terminologi Syariah yang digunakan oleh para ahli hadis, ahli
kalam, dan ahli politik. Mereka juga disebut Muslim ortodoks, berbeda dengan
Syiah dan Khawariji yang disebut bid'ah. Dengan kata lain, seorang Sunni adalah
setiap Muslim yang tidak secara eksplisit mengatakan bahwa dia mengikuti atau
menganut sekte hukum tertentu, dan dia juga bukan pengikut Syi'ah atau
Khawarij. Prinsip dasar dan ciri lain kelompok ini adalah mengambil jalan tengah
(wasat) dalam memahami agama. Mereka menganut prinsip keseimbangan yang
3
dikaitkan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, yaitu berupaya menemukan keselarasan
antara dua ekstrem yang berlawanan dengan menimbang dan menyeimbangkan
alasan.
Allah adalah rabb: Pencipta, Penguasa, dan Pengatur segala sesuatu di alam
semesta ini. Kami mengimani kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Artinya
Allah adalah Tuhan yang benar dan ibadah kepada selain Allah maka tidak
sah. Kami beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Artinya Allah
mempunyai nama yang paling indah dan sifat-sifat yang paling sempurna dan
agung. Kita mengimani bahwa:
َٰ ٓ َ ُُ ّلل
ُ ِ ِْ َ تُ َٔ َياُفُِٗٱ ْْل
ُ ٍََُضُُۗ َي ُِ َٕ َٰ ًَ َٰ س َ ٌ َلُ ِإنََُّإِ ََلُُْ َُٕٱ ْن َحُُٗٱ ْنقَيٕ ُُوُۚ ََُلُج َْ ْ ُُُ ُُِۥ ُُ ِسَُة
َ ُٔ ََلَُ َْٕ ٌوُُۚنَ ُّۥ ُُ َياُفُِٗٱن َُ ٱ
َُٗءٍ ُ ِ ّي ٍُْ ِع ْه ًِ ِّۦُُٓ ِإ ََلُ ِب ًَا ُ َلُي ُِحي
ْ طٌَٕ ُ ِبش َ ُُٔ َياُُ َْهفَ ُٓ ْى
ُ َ ُٔ َ ٱنَُُِٖ َي ْشفَ ُعُ ِعُدَ ُِٓۥ ُُ ِإ ََلُ ِبإ ِ ََِْ ُِّۦ ُُۚ َي ْْهَ ُىُ َياُ َبيٍَْ َُ َ ْيدِي ِٓ ْى
ُُُْۚٔ َُٕٱ ْنَْ ِهُُٗٱ ْنَْ ِظي ُى ُ ُٔ ََلُ َيـُٕٔد ُُِۥ ُُ ِح ْف
َ ُظ ُٓ ًَا َُ ِْ َ تُ َُٔٱ ْْل
َُ ُض َ ُۚٔ ِس َعُ ُك ّْ ِسيّ ُُٱن
ُِ َٕ َٰ ًَ َٰ س َ ُشا ٓ َء
َ
"Allah, tiada sembahan (yang haq) selain Dia, yang Maha Hidup lagi Maha
Menegakkan (segala urusan makhluk-Nya), tidak pernah mengantuk dan tidak
pernah pula tidur. Hanya milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Dia
mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak dapat mengetahui sesuatupun ilmu dari-Nya kecuali dengan
kehendak Nya. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidaklah
merasa berat memelihara keduanya, dan Dia- lah yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar." (Surah Al- Baqarah: 255)
4
Kita mengimani kebenaran adanya para malaikat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dan para malaikat itu, sebagaimana firman-Nya:
Mereka tidak ditampakkan Allah kepada kita, sehingga kita tidak dapat
melihat mereka. Tetapi kadangkala Allah memperlihatkan mereka kepada
sebagian hamba-hambanya seperti halnya Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam.
َُّللاُُ َع ِز ا
يز ُ َح ِكي اًا َ ٌَُٔ َكا ُ َُّّٗللاُ ُح َجةٌُبَ ْْدَُ ن
َ س ِم ِ َُُٔ ُيُُ ِِِيٍَ ُ ِنئ ًََلُيَ ُكٌَُُٕ ِنه
ِ َ َاسُ َعه َ ٍَس اًلُ ُيبَ ّش ِِّي
ُ ُِ
5
"(Kami telah mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia membantah Allah
sesudah (diutusnya) rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana." (Surah An-Nisa': 165)
Kita mengimani juga bahwa tiada lagi seorang nabi sesudah Nabi Muhammad,
Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Barang siapa yang mengaku sebagai seorang
nabi atau mempercayai orang yang mengaku tersebut, maka dia adalah kafir,
karena dia telah mendustakan Allah dan Rasulullah serta Ijma' (kesepakatan)
kaum muslimin. Kita mengimani bahwa sesudah Nabi, Shallallahu 'Alaihi
Wasallam, ada Khulafa' Rasyidin, yang meneruskan tugas keilmuan dan
da'wah pada umat beliaudan tugas kepemimpinan atas kaum mu'minin. Yang
paling utama dan paling berhak sebagai khalifah di antara mereka adalah Abu
Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Al-Khaththab, kemudian Utsman bin
Affan, kemudian Ali bin Abu Thalib, Radhiyallahu 'Anhum.
َُُّللاُُث ُ َىَُ ُ ِفخَُ ِفي َُِّ ُ ُْ َُّٖفَُإََِ ُُْ ْىُ ِِ َيا ٌو ِ ِْ َ ُِٔ َيٍُ ِفيُ ْْل
َ ضُ ِإ ََلُ َيٍُشَا َء ِ ََُٔ ِفخَُ ِفيُ نص
َ َُِٕف
َ صِْقَ ُ َيٍُ ِفيُ ن َس ًَ َٕ ت
ُ َُي
ٌَُ ُّٔ ظ
Kita juga mengimani qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk; yaitu
ketentuan yang telah ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk seluruh
makhluk sesuai de ngan ilmu-Nya dan menurut hikmah kebijaksanaan-Nya.
Sebuah dalil naqli terkait ini dapat dilihat dalam Al-Quran surat Ar-Ra'd ayat
11:
6
ُُّۗللُ ََلُيُغَيِّ ُُّ َياُبِقَ ْٕ ٍوُ َحح َ َُٰٗيُغَيِّ ُّٔ ۟ ُ َياُبََِْفُ ِس ِٓ ْى ُ َُٔ ِي ٍُُْ َْه ِف ُِّۦُيَ ْحف
َُِ ظََٕ ُّۥ ُُ ِي ٍَُْ َ ْي ُِّٱ
ََُ ّللُُۗإِ ٌَُٱ َ ِّ نَ ُّۥُُ ُيَْ ِقّ َٰبَثٌ ُ ِ ّي ٍُۢبَي ٍُِْيَدَ ْي
َ ُٔ َياُنَ ُٓىُ ِ ُّيٍُد َُِٔ ُِّۦُ ِي
ٍُُٔ ٍل َ ُُۚس ٕٓ اء ُفَ ًَلُ َي َّدَُنَ ُّۥ َُ َٔإََِ ََُٓ َِ دَُٱ
ُ ُّللُُبِقَ ْٕ ٍو
Pada dasarnya kata “sumber” mempunyai arti sesuatu yang menjadi dasar
dari suatu hal. Sedangkan kata proposisi mencakup makna sesuatu yang
memberikan petunjuk kepada seseorang dan membuat seseorang menemukan
sesuatu. Terkait dengan usulan adalah upaya Ijtihad untuk mencari hukum Islam
dari sumber aslinya. Oleh karena itu, sebenarnya sumber hukum Islam hanya ada
dua: Al-Quran dan Hadits (seperti Sunnah). Karena keduanya merupakan
landasan lahirnya peraturan hukum Islam.
Sementara itu ijma‟ dan qiyas sebenarnya bukan sumber hukum, tetapi hanya
dalil hukum. Sebab keduanya bukan merupakan dasar lahirnya hukum Islam,
tetapi merupakan penunjuk untuk menemukan hukum Islam yang terdapat di
7
dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah melalui upaya ijtihad. Ahlussunnah wal Jama'a
menggunakan ijmaa dan qiyas ketika tidak ada dalir yang jelas dalam teksnya.
1. Al Qur’an
Kisah Al-Qur‟an sendiri tidak hanya dikarang oleh banyak orang dari satu
generasi ke generasi berikutnya sejak generasi para Sahabat Nabi SAW,
namun juga dikarang secara lisan dan tulisan, dan tidak ada seorangpun yang
berbeda pendapat. Namun, pendapat para perawi Al-Qur'an berbeda-beda
tergantung pada suku, bangsa, dan wilayah tempat mereka tinggal.
Berdasarkan kenyataan tersebut, keberadaan keseluruhan ayat-ayat al-Qur‟an
bersifat pasti (qath‟i ats-tsubut) sebagai wahyu Allah.
2. Sunnah
Secara etimologis, arti kata Sunnah adalah suatu perbuatan yang belum
pernah dilakukan sebelumnya dan kemudian diikuti oleh orang lain, baik
perbuatan perbuatan tersebut terpuji ataupun tercela. Makna terminologi
Sunnah khususnya menurut para ahli hadis adalah bahwa sunnah sama
dengan hadis , yaitu kumpulan perkataan, perbuatan, dan sikap terhadap suatu
peristiwa yang dilakukan Rasulullah .
8
Mengenai kedudukan sunnah sebagai sumber hukum Islam yakni dapat
dilihat dari dua sisi. Dari segi kewajiban umat Islam mematuhi dan
meneladani Rasulullah Saw, dan dari segi fungsi sunnah terhadap al-Qur‟an.
Dari segi yang pertama, sudah menjadi sangat jelas bahwa kepatuhan kepada
Allah Swt tidak bisa dipisahkan dari kepatuhan kepada Rasulullah Saw.
Dalam pada itu, tentu saja mematuhi dan meneladani Rasulullah Saw berarti
pula mengikuti aturan-aturan hukum yang ditetapkan beliau. Karena
mengingat bahwa sampainya al-Qur‟an kepada seseorang melalui lisan beliau,
setelah sebelumnya diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada beliau.
3. Ijma’
ijma‟ mengandung beberapa unsur yakni adanya kesepakatan seluruh
mujtahid dari kalangan umat Islam (ulama), suatu kesepakatan yang dilakukan
haruslah dinyatakan secara jelas, yang melakukan kesepakatan tersebut adalah
mujtahid, kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya rasulullah Saw (karena
pada masa hidupnya Rasul Saw, pemegang otoritas keagamaan adalah beliau
sendiri, sehingga tidak diperlukan adanya ijma‟), selanjutnya yang disepakati
itu adalah berkenaan dengan hukum syara‟mengenai suatu masalah atau
peristiwa hukum tertentu.
Pada posisi ini pulalah istilah yang sering kita kenal dengan madzhab
shahabi/qaul shahabi/sunnah shahabat menempati dan menjadi salah satu
bagian dari dalil hukum atau penunjuk untuk menemukan hukum Islam yang
terdapat di dalam al-Qur‟an maupun as-Sunnah melalui upaya ijtihad, seperti
yang telah dijelaskan dimuka. Hal ini dikarenakan, sunnah shahabat juga
9
merupakan suatu kesepakatan atau ijma‟ yang dilakukan setelah Rasulullah
Saw wafat yang dilakukan oleh para generasi sebaik-sebaiknya umat Rasul
Saw, yakni para Shahabat r.a. Selanjutnya, mengenai kedudukan ijma‟ sebagai
sumber dan dalil hukum ialah jumhur ulama berpendapat bahwa ijma‟
merupakan dasar penetapan hukum yang bersifat mengikat dan wajib dipatuhi
dan diamalkan. Itulah sebabnya, jumhur ulama menetapkan ijma‟ sebagai
sumber dan dalil hukum yang ketiga setelah al-Qur‟an dan as-Sunnah
4. QIYAS
Kata qiyas secara etimologi berarti qadr (ukuran, bandingan). Adapun
secara terminologi, menurut Ibnu As-Subki, qiyas adalah menyamakan hukum
sesuatu dengan hukum sesuatu yang lain karena adanya kesamaan „illah
hukum menurut mujtahid yang menyamakan hukumnya. Adapun unsur-unsur
qiyas yakni al-Ashl (sesuatu yang telah ditetapkan ketentuan hukumnya
berdasarkan nash, baik berupa al-Qur‟an maupun as-Sunnah). Al-Far‟u ialah
masalah yang hendak di qiyaskan, yang tidak ada ketentuan nash yang
menetapkan hukumnya.
Hukum Ashl, ialah hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan
hukumnya itu ditetapkan oleh nash tertentu, baik dari al-Qur‟an maupun as-
Sunnah. Dan yang terkhir, „Illah, ialah suatu sifat yang nyata dan berlaku
setiap kali suatu peristiwa terjadi, dan sejalan dengan tujuan penetapan hukum
dari suatu peristiwa hukum. Selanjutnya, terkait kedudukan qiyas sebagai
sumber hukum, yakni salah satunya berdasarkan pertimbangan logika.
Pertama, ketentuanketentuan hukum yang ditetapkan Allah Swt. selalu
rasional, dapat dipahami tujuannya, dan didasarkan pada „illah untuk
mencapai kemaslahatan, baik kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.
Kedua, Imam asy-Syaf‟i, sebagai orang pertama yang secara sistematis
menguraikan kedudukan qiyas sebagai dalil hukum, menegaskan bahwa di
dalam Islam, semua peristiwa ada hukumnya. Sebab syari‟at Islam bersifat
umum, mencakup dan mengatur semua peristiwa hukum. Oleh karena itu,
pastilah Allah telah menyediakan aturan hukumnya, baik dalam bentuk nash,
ataupun isyarat, ataupun melalui pemahaman yang menunjukkan hukum
peristiwa tersebut. Dengan adanya pernyataan tersebut, maka sudah jelaslah
10
bahwa menentukan hukum melalui nash adalah jelas. Sedangkan menemukan
ketentuan hukum melalui penunjuk hukum adalah melalui ijtihad, penggalian
hukum, maupun melalui cara menghubungkan dan menyamakan hukum yang
memiliki kesamaan „illah
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama‟ah, adalah ajaran Islam yang
murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw serta keyakinan
yang dianut Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan penerusnya hingga saat
ini, serta mempunyai landasan yang kuat pada Al-Quran dan Sunnah.
Oleh karena itu, Aqida Ahul Sunnah Wal Jama'a mempunyai keterkaitan
yang erat dengan kurikulum pendidikan Islam di Indonesia, baik dari segi bahan
ajar, metode pembelajaran, maupun tujuan pendidikan Aqida, khususnya
pendidikan Aqida Aklak. Aqidah ini menjadi pedoman hidup umat Islam dan
menentukan amal baik dan buruknya. Pengetahuan yang mendalam tentang
Aqidah sangat penting bagi setiap muslim untuk menjalani kehidupan yang penuh
dengan keyakinan dan keteguhan iman.
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13