Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

“SEJARAH BERDIRINYA AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH & MENGENAL PARA TOKOH PENDIRINYA”

DISUSUN OLEH : 1. DAFFAREL BYAN XAVIER (171110002095) 2. ADELIZA LAILY FITRIASANDY


(171110002102) 3. RANA ROSIDAH (171110002103)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL
ULAMA JEPARA 2018 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,taufik, hidayah serta
inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah denganjudul “SEJARAH BERDIRINYA
AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH & MENGENALPARA TOKOH PENDIRI NU”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas dari DosenPengampu Mata Kuliah Ahlussunnah Wal Jama'ah yaitu Bapak Ahmad
Mustofa, Drs.,M.Si.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih mempunyai kekurangandan jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifatmembangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat diterima denganbaik dan kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnyakami sendiri umumnya
bagi pembaca.

Jepara, 22 September 2018

Penyusun

ii DAFTAR ISI

MAKALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH..................................................................iKATA


PENGANTAR.............................................................................................................iiDAFTAR
ISI.........................................................................................................................iiiBAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................................1 1.1. Latar
Belakang.........................................................................................................1 1.2. Rumusan
Masalah...................................................................................................1 1.2.1. Bagaimana sejarah
berdirinya Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah) ?.............1 1.2.2. Siapa saja para tokoh pendiri Aswaja
(Ahlussunnah Wal Jama'ah) ?..............1 1.3.
Tujuan......................................................................................................................1 1.3.1. Untuk
mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Aswaja (Ahlussunnah Wal
Jama'ah)..........................................................................................................................1 1.3.2. Untuk
mengetahui siapa saja para tokoh pendiri Aswaja (Ahlussunnah Wal
Jama'ah)..........................................................................................................................1BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................................2 2.1. Sejarah
Ahlussunnah Wal Jama'ah...........................................................................2 2.1.1. Peranan Para
Sahabat.......................................................................................4 2.1.2. Generasi Sesudah
Sahabat................................................................................5 2.1.3. Karakteristik
Aswaja........................................................................................6 2.2. Pendiri Ahlussunnah Wal
Jama'ah...........................................................................6 2.2.1. Abu Hasan al-
Asy’ari.......................................................................................6 2.2.2. Abu Manshur Al-
Maturidi................................................................................7BAB III
PENUTUP.............................................................................................................11 3.1.
Kesimpulan............................................................................................................11 3.2.
Saran......................................................................................................................11DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................................................12

iii BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah) perlu dipelajari karena Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah)
termasuk ajaran orang-orang Islam secara keseluruhan dan sebagai bekal untuk pedoman hidup
dalam sehari-hari. Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah) adalah suatu golongan yang menganut syariat
Islam yang berdasarkan pada Al-qur’an dan Hadits. Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah) sebagai
bagian dari kajian keislaman merupakan upaya yang mendudukkan Aswaja (Ahlussunnah Wal
Jama'ah) secara proposional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau
golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep
pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi suatu masalah teori
pada masanya dan mempunyai sikap.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana sejarah berdirinya Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah) ? 1.2.2. Siapa saja para tokoh
pendiri Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah) ?1.3. Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah). 1.3.2.
Untuk mengetahui siapa saja para tokoh pendiri Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah).

1 BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Ahlussunnah Wal Jama'ah

Tema Ahlussunnah Wal Jama'ah sebetulnya merupakan diksi baru, atau sekurang kurangnya tidak
pernah digunakan sebelumnya dimasa Nabi dan di periode Sahabat. Jauh sebelum itu, kata sunnah
dan jama’ah sudah lajim dipakai dalam tulisan-tulisan Arab, meski bukan sebagai terminologi dan
bahkan sebagai sebutan bagi sebuah mazhab kenyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat Al-
ma’mun kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al- asy’ari sendiri lahir,
tercantum kutipan kalimat wanasabu anfusabum ilas sunnah ( mereka mempertalikan diri dengan
sunnah ), dan kalimat ahlul baq waddin wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan jama’ah ).

Pemakaian Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagai sebutan bagi kelompok keagaman justu diketahui lebih
kebelakangan, sewaktu Az-Zabidi menyebutkan dalam Ithaf Sadatul Muttaqin, penjelasan dari Ihya’
Ulumudidin Al- Ghazali yaitu jika disebutkan ahlussunnah, maka yang dimaksud adalah pengikut Al
asy’ari dan Al- Maturidi. Ahlussunnah Wal Jama'ah dalam bidang aqidah atau teologi kemudian
berkembang dalam bidang-bidang lain yang mempunyai kateristik bagi aliran ini, seperti bidang fiqih
dan tasawuf, sehingga terkenal dengan sebutan, jika disebut aqidah atau tenologi Ahlussunnah Wal
Jama'ah maksudnya adalah pengikut Imam Asy’ari dan Imam Maturidi. Dan jika disebut fiqih atau
hukum islam, baik secara qauli dan manhaji maksudnya adalah mengikuti salah satu madzhab 4 yaitu
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Dan mengandung pada landasan pokok yaitu Quran,Hadits,Izma’
dan Qiyas. Dan jika disebut tasawuf, maksudnya adalah mengikuti ajaran tasawuf Imam Junaidi al-
Baghdadi dan Imam Al-Ghazali.

Ada dua pemahaman terkait dengan istilah aswaja, pertama, dari sisi sejarah Islam, istilah aswaja
merujuk pada munculnya wacana tandingan (counter-discours) tehadap membiaknya paham
mu’tazilah dikalangan Islam terutama pada masa Abbasiyah. Pada akhir abad ke-3 Hijriyah, hampir
bersamaan dengan masa berkuasanya khalifah Al-Mutawakkil, muncul dua orang tokoh Islam
terkenal yaitu Abu Hasan Al-Asy’ari di Bashrah dan Abu Manshur Al-Maturidi di Samarkand. 2 Mereka
secara bersama-sama bersatu membendung kuatnya gejala paham Muta’zilahdan pengikutnya.

Dari kedua pemikir ulama’ ini, selanjutnya lahir kecendurungan baru yangbanyak mewarnai
pemikiran umat Islam waktu itu. Bahkan, hal ini menjadimainstream (arus utama) pemikiran
keagamaan didunia Islam yang kemudianmengkristal menjadi sebuah gelombang pemikiran
keagamaan sering dinisbatkan padasebutan Ahlussunnah Wal Jama'ah, yang kemudian popular di
sebut Aswaja.

Kedua, istilah Ahlussunnah Wal Jama'ah cukup popular dikalangan umatIslam, terutama didasarkan
dalam sebuah hadits “Kaum Yahudi bergolong-golongmenjadi 71 golongan dan kaum Nasrani
bergolong-golongan menjadi 72 golongandan umatku (umat islam) akan bergolong-golong menjadi
73 golongan. Semua dineraka, kecuali yang satu yang selamat itu? Rasulullah saw. menjawab :
Merekaadalah Ahlussunnah Wal Jama'ah penganut ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah).Apakah ajaran
Ahlussunnah Wal Jama'ah ? (ajaran) Ahlussunnah Wal Jama'ah ialahMa Ana ‘Alaibi Wa Asb-Habi (apa
yang aku berada di atasnya bersama sahabatku).”

Bisa dipahami bahwa Ahlussunnah Wal Jama'ah ialah golongan orang yangberpegang teguh kepada
perbuatan Nabi dan berpegang teguh kepada perbuatan paraSahabatnya. Menurut KH. Ahmad
Shidiq mengatakan; pada hakikatnya AhlussunnahWal Jama'ah, adalah ajaran Islam yang murni
sebagaimana yang diajarkan dandiamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para Sahabtanya. Kelompok
AhlussunnahWal Jama'ah sering juga disebut sunni, kaumnya disebut sunniyun atau kaumAsy’ariyah
dikaitkan dengan ‘pendiri’nya bernama Imam Abu Hasan al-Asy’ariGolongan ini muncul pada abad ke
3 Hijriyah.

Dalam pandangan As-Syihab Al-Khafaji dalam ar-Riyadh, bahwa satugolongan yang dimaksud (tidak
masuk neraka) adalah golongan Ahlussunnah WalJama'ah. Pendapatan ini dipertegas oleh Al-
Hasyiyah Asy-Syanwani, bahwa yangdimaksud Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah pengikut Imam
kelompok Abu HasanAsy’ari dan para ulama madzhab (Imam Hanafi, ImamSyafi’i Imam Maliki, dan
ImamHanbali).

Istilah aswaja dimaknai sebagai suatu konstruksi pemikiran (pemahaman) dansekaligus praktik
keagamaan (Islam) yang didasarkan pada tradisi (sunnah)

3 Rasulullah, para sahabatnya dan para ulama madzhab, sekalipun yang terakhir inilebih bersifat
sekunder. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan aswaja tidak selaluidentik dengan suatu
mainstream aliran pemahaman tertentu dalam tradisi pemikiranIslam. Oleh karena itu, penyebutan
beberapa aliran dalam tulisan ini, tidak secaraotomatis menunjukkan paham paham yang paling
benar atau paling identik denganaswaja. Justru di sini perlu ditegaskan, bahwa yang penting dari
pemikiran keagamaanaswaja adalah konsitensinya dari tradisi keagamaan yang di praktikkan
Rasulullah danpara sahabatnya.

Pada hakikatnya, Ahlusunnah Wal Jama’ah adalah ajaran Islam yang murnisebagaimana diajarkan
dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya.

Menurut KH. Achmad Siddiq bahwa Ahlusunnah Wal Jama’ah adalahgolongan pengikut setia as-
sunnah wal Jama’ah, yaitu ajaran Islam yang di ajarkandan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama
sahabatnya pada zamannya itu.

2.1.1. Peranan Para Sahabat Para sahabat, generasi yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw.
adalah generasi yang paling menghayati as-Sunnah wal Jama’ah. Mereka dapat menerima langsung
ajaran agama dari tangan pertama. Kalau ada yang belum jelas, dapat menanyakan langsung kepada
Rasulullah saw. Terutama al-Kulafa ar-Rasyidin sahabat Abu Bakar Asshiddiq ra., Sahabat Umar bin
Khattab ra., Sahabat Utsman bin Affan ra., dan Sahabat Ali bin Abi Thalib ra. Nahdlatul ulama
berpendirian teguh, bahwa kata “almuhaddiyyin” (yang mendapat petunjuk) adalah sifat
menerangkan kenyataan bukan sifat yang merupakan syarat yang membatasi. Artinya, memang
Khulafa ar-Rasyidin itu, tanpa diragukan lagi dalah orang-orang yang mendapat petunjuk, bukan
orang- orang yang sebagian mendapatkan petunjuk dan sebagian tidak. Para sahabat adalah generasi
pertama kaum muslimin yang mengemban tugas melanjutkan mission dan perjuangan Rasulullah
saw. mengembangkan ajaran agama Islam ke seluruh pelosok dunia, kepada segenap umat manusia.
Dalam konteks ini perlu memperhatikan firman Allah dalam QS. Saba’: 28;

‫﴿ س مل ِيملعلمممُو من موممَا أملرمسللمنَا م ك إإلل مكَافلةة للللنَا إ‬٢٨﴾ ‫س بمإشِيةرًا مونمإذِيةرًا مولمإكلن أملكثممر ًاللنَا إ‬

4 Artinya : Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengatahui.

KH. Muhyiddin Abdusshomad dalam Aqidah Ahlusunnah Wal Jama’ah mengatakan bahwa Sahabat
Nabi saw. adalah orang-orang yang pernah melihat Nabi saw. dalam keadaan Islam dan meninggal
dunia tetap pada keislamaanya. Sahabat adalah orang orang yang mulia, dan selalu dalam petunjuk
Allah SWT.

2.1.2. Generasi Sesudah Sahabat Setelah generasi sahabat, tugas melanjutkan mission dan
perjuangan Rasulullah saw. diterima oleh generasi baru yang disebut tabiin (para pengikut).
Selanjutnya ganti berganti, berkesinambungan dari generasi ke generasi menerima mission dan
perjuangan itu. Artinya dari para tabiin kepada para imam mujtahidin, kepada para ulamashalihin
dari zaman ke zaman. Pengumpulan dan penyusunan catatan-catatan ayat ayat al-Qur’an sampai
menjadi mush-haf yang otentik sudah terselesaikan pada zaman sahabat. Kemudian pengumpulan
hadis dilakukan oleh para tabiin. Selanjutnya seleksi, kategorisasi, sistematisasinya digarap dan
dirampungkan oleh generasi-generasi sesudahnya. Segala macam syarat, sarana dan metode untuk
menyimpulkan pendapat yang benar dan murni dari al-Qur’an dan al-Hadits diciptakan dan
dikembangkan. Mulai dari ilmu Bahasa Arab, nahwu, shotof, ma’ani, badi’ dan bayan sampai ilmu
mantiq (logika) dan filsafat, dirangkatkan dengan ilmu tafsir, ilmu mustholabul hadits sampai pada
usbul fiqih dan qowaidul fiqhiyyah. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memciptakan kemurnian
ajaran as-Sunnah wal Jama’ah. Sesudah memperoleh ilmu tersebut kemudian diamalkan bukan
untuk diri, tetapi ilmu-ilmu yang didapat disiarkan, didakwahkan dan lebih dari itu untuk diamalkan
oleh masyarakat secara luas. Mereka Assabihunal Awwalun (generasi terdahulu) itu bergerak ke
segala penjuru dunia, dengan segala jerih payah, dengan penderitaan dan pengorbanan
menyebarkan as-Sunnah wal Jama’ah kepada seluruh umat manusia, dengan istilah kafatan linnas.
Tidak terkecuali dengan ke tanah air Indonesia ini. Para muballigbin, atas resiko sendiri tanapa

5 dukungan dari kekuasaan politik dan tanpa dukungan dari kekuatan materiil yang berarti,
membawa as-Sunnah wal Jama’ah itu. Dengan tidak mengurangi penghargaan kepada para
muballigbin yang lain, tidak lah dapat dilewatkan menyebutkan jasa-jasa para wali / muballigbin yang
dikenal dengan istilah wali songo, kelompok Sembilan yang paling berkesan di dalam sejarah Islam di
Indonesia.

2.1.3. Karakteristik Aswaja Karena aswaja itu tidak lain adalah ajaran agama Islam yang murni
sebagaimana dianjurkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya, maka
karakeristiknya adalah juga karakteristik aagama itu sendiri. Adapun karakteristik agama Islam yang
paling esensial adalah : a. Prinsip at-Tasamuh artinya jalan pertengahan, tidak tatharruf (ekstrim) ke
kanan atau ke kiri. b. Sasaran Rahmatan Lil ‘Alamin, artinya menyebar rahmat kepada seluruh alam.

2.2. Pendiri Ahlussunnah Wal Jama'ah

2.2.1. Abu Hasan al-Asy’ari Nama lengkapnya adalah ‘Ali ibnu Isma’il ibnu Ishaq ibnu Salim ibnu
Isma’il ibnu ‘Abdullah bin Musa ibnu Bilal ibnu Abi Burdah ibnu Abi Musa Al- Asy’ari atau sering
disebut Abu Hasan Al-Asy’ari. Imam Abu Hasan al-Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H / 873 M.,
dan wafat di Bagdad pada tahun 324 H / 935 M., disemayamkan di antara Karkh dan pintu Basrah. Ia
dibesarkan di Basrah dan dididik dari kecil dengan berbasis ilmu agama, Bahasa Arab dan seni orasi.
Ia belajar hadits dari Al-Hafidz ibn Yahya Al-Sa’aji, Abi Khalifah Al-Jauhi, Sahl ibn Nuh, Muhammad ibn
Ya’kub Al-Mukril, dan Abdurrahman bin Khalaf Al-Dabhi. Sementara itu ia mempelajari ilmu kalam
dari tokoh-tokoh Mu’azilah, seperti Abu Ali Al-Juba’i (235 H / 303 M), Saham dan Al-thawi. Ia sering
mewakili gurunya Al-Juba’I dalam kesempatan diskusi (perdebatan mengenai kalam). Meskipun
demikian, dalam perkembangan selanjutnya, Al-Asy’ari justru menjauhi paham Mu’tazilah, bahkan
lebih

6 condong kepada pemikiran fuqaha’ dan ahli Hadits (Muhammad Abu Zahrah, 1996 : 189). Di usia
40 tahun, Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah. Al-Asy’ari menolak faham Mu’tazilah kemudian
ia mengadakan pengasingan diri selama 15 hari. Setelah itu, ia pergi ke Masjid Basrah pada hari
Jum’at. Ia naik mimbar dan mengumumkan kepada seluruh hadirin bahwa ia telah meninggalkan
keyakinan-keyakinan lama dan menganut keyakinan baru. Ketika Al-Asy’ari meninggalkan faham
Mu’tazilah, golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Ini diindikasikan
dari sikap penghargaan dan penghormatan Khalifah Al-Mutawakkil kepada Ibnu Hanbal. Pokok-Pokok
Pikiran Al-Asy’ari (Asy’ariyah) antara lain : 1. Allah memiliki 20 sifat. 2. Al-Qur’an adalah kalamullah
bukan makhluk dalam arti diciptakan. 3. Manusia bisa melihat Allah besok di akhirat. 4. Perbuatan
manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia mempunyai kasab (ikhtiyar). Dengan konsep kasab ini
aqidah asy’ariyah menjadikan manusia selalu berusaha secara kreatif dalam kehidupannya. 5. Orang
mukmin melakukan dosa besar masih tetap mukmin. 6. Keadilan Allah : Allah memiliki kekuasaan
mutlak atas ciptaan-Nya.

2.2.2. Abu Manshur Al-Maturidi Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand,
wilayah Transoxiana Asia Tengah, daerah tersebut sekarang disebut Uzbekistan. Nama lengkapnya
Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud ibn Mahmud Al- Hanafi Al-Mutakallim Al-Maturidi Al-
Samarkandi. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya perkiraan sekitar tahun 238 H /
853 M. Pertimbangannya, salah satu guru Maturidi, yaitu Muhammad Al-muqatil Al- Razi meninggal
tahun 247 H. Abu Ayyub Ali memperkirakan, bahwa penentangan Maturudu terhadap Mu’tazilah
telah dilakukan sebelumnya oleh Asy’ari. Karena pada saat Asy’ari berusia 40 tahun (sekitar 913 M),
Asy’ari masih menganut dan mengembangkan paham Mu’tazilah, sedangkan Maturidi ketika itu
berusia 40 tahun. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih cenderung untuk menekuni bidang teologi
(ketuhanan) dari pada fiqih (hukum Islam). Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam
menghadapi faham-faham teologi yang banyak

7 berkembang pada masyarakat Islam, yang ia pandang tidak sesuai denganpemikiran atau kaidah
yang benar menurut akal dan syara’. Berikut ini merupakan pemikiran Teologi Al-Maturidi:1) Akal dan
Wahyu Terkait dengan pemikiran teologi, Al-Maturidi mendasarkan pada al- Qur’an dan akal. Akan
tetapi bagi Al-Maturidi, akal sebagai panca indera memiliki keterbatasan yang tidak dapat dielakkan.
Karenanya, manusia masih memerlukan bimbingan wahyu Allah. Dalam al-Quran tidak terdapat ayat-
ayat yang berlawanan antara satu dengan lainnya. Dasar kewajiban haruslah berasal dari wahyu dan
bukan dari akal.
2) Perbuatan Manusia Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala
sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaa-Nya, khususnya mengenai perbuatan manusia, kebijakan dan
keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) dan
kebijakan.

3) Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Allah Bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam
wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan tuhan berbuatdan berkehendak dengan
sewenang-wenang serta sekehendak-Nya semesta. Hal ini karena kodrat Tuhan tidak sewenang-
wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya berlangsung sesuai dengan hikmah dan
keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

4) Sifat Tuhan Berkaitan dengan sifat Tuhan, terdapat persamaan antara pemikiran Al-Maturidi dan
Al-Asy’ari, keduanya berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama’, bashar, dan
sebagainya. Al-Asy’ari berpendapat bahwa sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan zat, melainkan
melekat dengan zat itu sendiri, sedang Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak di katakana
sebagai esensi-Nya dan bukan lain pula dari esensi-Nya.

8 5) Melihat Tuhan Al-Maturidi mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata,
karena Tuhan mempunyai wujud walaupun Dia immaterial. Yang tidak dapat dilihat adalah yang tidak
berwujud. Setiap bewujud pasti dapat dilihat dan karena Tuhan berwujud jadi dapat dilihat.

6) Kalam Tuhan Al- Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara
dengan kalam Nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam Nafsi adalah sifat qadim
bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Al-Quran dalam
arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baru. Kalam Nafsi tidak dapat di ketahui
hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengan-Nya tidak dapat diketahui, kecuali dengan suatu
perantara.

7) Tentang Hikmah Maksud dengan hikmah adalah kebijaksanna Tuhan, dalam arti perpaduan dua
keaadaanya disebut ‘Adil (justice), Rahmat, dan utama (fadl). Tuhan memilliki kekuasaan absolut,
namun keabsolutan-Nya itu bukanlah yang berada di luar, melainkan berada pada kebijaksanaan-Nya
sendiri. Allah menciptakan segala sesuatu, termasuk di dalamnya perbuatan manusia. Mengenai hal
ini, harun nasution menyatakan bahwa Maturidi mengambil jalan antara paham Qodariyah dan
Jabariyah.

8) Sunnah Rasul Terkait dengan Sunnah Rasul, ia mengakui sebagai salah satu sumber pengetahuan,
akan tetapi ia juga menekankan sikap kritis terhadap isi (matan) dan rangkaian periwayatan sanad
Sunnah Rasul tersebut.

9) Pelaku Dosa Besar Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai
dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat syirik. Terkait
dengan doa besar Maturidi berpendapat, bahwa orang ynag beriman dan berdosa besar tetap
dinyatakan sebagai orang mukmin. Adapun bagaimana nasibnya kelak akhirat, terserah kepada

9 kehendak Tuhan. Dengan demikian berbuat dosa besar selain syirik tidakakan menyebabkan
pelakunya kekal di dalam neraka.

10 BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada al-quran dan
hadis. Ajaran Aswaja berasal dari Nabi Muhammad saw melalui perantara para sahabatnya tanpa
mengalami perubahan. Aswaja sangat penting untuk kita pelajari karena Aswaja merupakan suatu
pedoman hidup yang baik.

3.2. Saran

Perlu adanya bimbingan khusus untuk masyarakat, pelajar maupun mahasiswa untuk lebih
mempelajari seluk beluk maupun sejarah tentang Nahdlatul Ulama. Selain itu, peran tokoh
masyarakat yang mendukung untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang Nahdlatul Ulama
kepada masyarakat.

11 DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Zubaidi, M. (2016). Pendidikan Agama Islam : Ahlussunah Wal Jama'ah An- Nahdliyyah (NU).
Kudus: Dita Kurnia.

12

Anda mungkin juga menyukai