Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ILMU KALAM

AHLUSSUNNAH WALJAMA`AH

Dosen mata kuliah :


Drs. Samian Hadisaputra, M.I.Kom.
CODE MK : D01211109

Di susun oleh :
Kelompok 1

Muhammad Syafril Alfariji Helmi Aziz (231330074)


(231330047)
Siti Nurhalisa (231330041) Fadly Tri Purba Karbie (231330049)
Zahrotul Jannah (231330078) Siti Nurhaliza (231330075)
Salsabila Pramesti (231330079) Hazar Aulia (231330068)

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’Alamin. Puji Syukur kita kepada Allah swt. karena atas


Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini di tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam, dengan judul
Ahlussunnah Waljama`ah
Kami ucapkan terimakasih atas kerjasama anggota kelompok, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kemampuan kami. Untuk itu masukan dan saran yang bersifat
membangun akan sangat membantu, agar kedepannya kami bisa menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.

Serang, 29 Oktober 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3. Tujuan.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1. Pengertian Ahlussunnah Waljama`ah.........................................................................2
2.2. Karakteristik Ahlussunnah Waljama`ah.....................................................................3
2.3. Herarki Sumber Tasyri................................................................................................3
BAB III PENUTUP...............................................................................................................7
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................7
3.2. Saran dan Masukan.....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi
tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlus
sunnah wal Jama`ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan. Inilah kemudian kita
sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama
merasionalkan dan memecahkan masalah jika didalam alqur`an dan hadis tidak
menerangkanya. Definisi kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai kelompok
aliran yang bertentangan); orang-orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang
mencakup aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan
dan toleransi.

Ahlus sunnah wal Jama`ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun
Mu`tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan pada ma`anna
alaihi wa ashabihi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah
paham keagamaan (ajaran) maupun 2 sebagai aliran pemikiran (manhajul fiqr)
kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dinamika sosial politik pada waktu itu,
lebih khusus sejak peristiwa Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah
sekitar akhir tahun 40 H.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Pengetian Ahlussunnah Waljama`ah?


2. Bagaimana Karakteristik Ahlussunah Waljama`ah
3. Apa Herarki Sumber Tasyri

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah Waljama`ah


2. Untuk memahami karakteristik Ahlussunnah Waljama`ah
3. Untuk mengetahui herarki sumber tasyr
BAB II
PEMBAHASAN
1
2.1. Pengertian Ahlussunnah Waljama`ah

Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama`ah (Aswaja) dapat dilihat dari dua aspek penting,
pertama etimologi, kedua dari terminologi. Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab ahl
artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-jama„ah,
berarti sekumpulan. ASWAJA adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal jama`ah”. Ahlus
sunnah berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, dan
Wal Jama`ah berarti mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi definisi
Ahlus sunnah wal jama`ah yaitu; “ Orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW
dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi waashhabi), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun
akidah dan tasawuf. Definisi Ahlus sunnah Wal jama‟ah ada dua bagian yaitu: definisi secara
umum dan definisi secara khusus:

1. Definisi Aswaja Secara umum adalah satu kelompok atau golongan yang senantiasa
komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah,
amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf dan Akhlaq).
2. Definisi Aswaja secara khusus adalah Golongan yang mempunyai I‟tikad/ keyakinan yang
searah dengan keyakinan jamaah Asya‟iroh dan Maturidiyah.

Menurut pengertian istilah (terminologi) al-sunnah, berarti penganut sunnah Nabi


Muhammad saw, yaitu mengikuti apa-apa yang datang dari Nabi Muhammad saw. baik berupa
perkataan, perbuatan, dan pengakuan (taqri‟r). Sedangkan al-jama„ah berarti penganut i„tiqad
para sahabat Nabi, yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah pada masa
khulafaur‟ al-rashidin (Abu Bakr al-Siddiq, „Umar, Ustman, dan „Ali). Jadi, yang dimaksud dengan
Aswaja adalah kaum yang mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.

Secara substantif, Ahlus sunnah wal Jama'ah itu meliputi tiga aspek Islam, yakni aspek
akidah, fikih dan akhlak. Meskipun diskursus para ulama sering hanya membicarakan aspek
akidah dan syari'ah (fiqh), hal itu bukan berarti tidak ada aspek akhlak. Menurut pandangan ini,
pengalaman (practice) dari dua aspek (yang disebut pertama) itu mengandung aspek
akhlak atau tashawuf.

2.2. Karakteristik Ahlussunnah Waljamaah

2
Prinsip dan karakter Ahlussunnah wal Jama’ah adalah moderat (tawassut).
Kemoderatan itu dapat diaplikasikan dalam tiga bidang ajaran Islam. Pertama, bidang
tauhid adalah keseimbangan antara penggunaan dalil aqli dengan dalil naqli, yaitu dalil
aqli dipergunakan dan ditempatkan dibawah dalil naqli, berusaha memurnikan dari segala
akidah dari luar Islam, dan tidak tergesa-gesa menjatuhkan vonis musyrik dan kafir pada
mereka yang belum memurnika akidah. Kedua, bidang syari`ah adalah selalu berpegang
pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat
dipertanggungjawabkan dan melalui jalur yang wajar, masalah yang bersifat qat’i dan sarih
tidak ada intervensi akal, dan masalah yang bersifat zanni dapat ditoleransi adanya
perbedaan pendapat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Ketiga,
bidang tasawuf adalah menganjurkan riya’dah dan mujahadah yang sesuai dengan prinsip
ajaran Islam, mencegah sikap ekstrim yang menjerumuskan pada penyelewengan akidah
dan syari’ah, dan berpedoman pada akhlak yang luhur diantara dua sikap ekstrim.

2.3. Herarki sumber tasyri

Hukum syara ‟ merupakan kata majemuk yang berasal dari bahasa Arab (al-hukm
asy-syar’i) yang terdiri dari dua kata yakni, hukum dan syara‟. Kata al-hukm secara
etimologi berarti mencegah, memutuskan, menetapkan, dan menyelesakan. Sedangkan
kata asy-syara’ secara etimologi berarti jalan menuju aliran air, atau jalan yang mesti di
lalui, atau aliran air sungai.

Dari uraian tersebut, diketahui bahwa yang dimaksud dengan hukum syara` adalah
firman atau titah Allah (termasuk juga haditss-hadits Nabi Saw) yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf, baik dalam bentuk thalab (tuntutan/ perintah) untuk melakukan
perbuatan, ataupun laragan meninggalkan suatu perbuatan, ataupun takhyir (pilihan untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan), dan wadh’i (ketentuan syari‟ah dalam
bentuk penetapan sesuatu sebagai sebab (sabab), syarat (syarth), atau halangan (mani’) dari
suatu perbuatan tertentu).

Dalam buku-buku ushul fiqh kontemporer, biasa dijumpai ungkapan yang


menyatakan: “Sumber hukum Islam yang disepakati seluruh ulama ada empat, yaitu: al-
Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’, dan al-Qiyas”. meskipun hanya al-Qur‟an dan sunnah yang
dapat disebut sebagai sumber hukum Islam, hal itu tidak menghalangi keduanya disebut
sebagai dalil hukum, apabila keduanya memberi petunjuk untuk menemukan hukum Islam

3
itu sendiri. Dengan kata lain dapat dikatakan, hubungan antara sumber dan dalil hukum
Islam bersifat umum dan khusus, yakni sumber hukum Islam dapat disebut dalil hukum
Islam, tetapi tidak semua dalil hukum Islam dapat disebut sebagai sumber hukum Islam.

1. Al-quran

Secara etimologi, al-Qur`an merupakan bentuk masdhar dari kata qara’a;


timbangan kata (wazan)-nya adalah fu’lan, yang artinya adalah bacaan. Lebih lanjut,
pengertian al-Qur‟an secara bahasa adalah yang dibaca, dilihat, dan ditelaah. Adapun
dalam pengertian terminologi, menurut Muhammad Ali AshShabuni al-Qur`an adalah
“Firman Allah yang merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada “Penutup para Nabi
dan Rasul”; (Muhammad Saw) melalui malaikat Jibril, yang termaktub di dalam
mushaf, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan
ibadah, dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.

2. As-sunnah

Ditinjau dari segi etimologi, makna kata sunnah adalah perbuatan yang semula
belum pernah dilakukan kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan itu terpuji
ataupun tercela. Sedangkan pengertian sunnah secara terminologi, terkhusus menurut
para ahli hadits, ialah sunnah sama dengan hadits, yaitu sesuatu yang dinisbatkan
kepada Rasulullah Saw, baik perkataan, perbuatan, maupun sikap beliau dalam suatu
peristiwa.
Kedudukan sunnah sebagai sumber dan dalil ditinjau dari segi fungsi sunnah,
yakni menjelaskan maksud ayat-ayat hukum al-Qur`an, men-takhsish ayat-ayat al-
Qur`an yang bersifat umum, mengukuhkan dan mempertegas kembali ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam al-Qur`an, serta menetapkan hukum baru yang menurut
zharinya tidak terdapat di dalam al-Qur`an. Maka, dengan adanya hal tersebut,
menunjukkan bahwa al-Sunnah merupakan sumber dan dalil hukum kedua setelah
alQur`an.
as-Sunnah yang merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sendiri
tidak hanya mencakup sunnah Nabi saja, tetapi termasuk juga di dalamnya sunnah
shahabat Nabi. Mengapa demikian, hal ini karena sering kita jumpai sebuah fatwa atau

4
penjelasan ataupun ketentuan yang berkenaang dengan peristiwa syara` yang berasal
dari shahabat menjadi sebuah sumber hukum atau menjadi pedoman dalam suatu ritual
keagamaan. Sholat tarawih secara berjamaah misalnya, merupakan salah satu potrer
dari ritual keagamaan yang ada, yang jika kita telusuri baik nama sholat tarawih
maupun dalam berjama`ah, tidak pernah terjadi pada zaman Nabi Saw.

3. Ijma

‟Dari segi kebahasaan, kata ijma’ mengandung dua arti. Pertama, bermakna
“ketetapan hati terhadap sesuatu”, dan yang kedua bermakna, “kesepakatan terhadap
sesuatu”. Sedangkan, pengertian ijma’ secara terminologi, ialah kesepakatan semua
ulama mujtahid muslim dalam satu masa tertentu setelah wafatnya Rasulullah Saw
yang berkaitan dengan hukum syara‟.
Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa ijma’ mengandung beberapa
unsur yakni adanya kesepakatan seluruh mujtahid dari kalangan umat Islam (ulama),
suatu kesepakatan yang dilakukan haruslah dinyatakan secara jelas, yang melakukan
kesepakatan tersebut adalah mujtahid, kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya
rasulullah Saw (karena pada masa hidupnya Rasul Saw, pemegang otoritas keagamaan
adalah beliau sendiri, sehingga tidak diperlukan adanya ijma.
Mengenai kedudukan ijma’ sebagai sumber dan dalil hukum ialah jumhur
ulama berpendapat bahwa ijma’ merupakan dasar penetapan hukum yang bersifat
mengikat dan wajib dipatuhi dan diamalkan. Itulah sebabnya, jumhur ulama
menetapkan ijma’ sebagai sumber dan dalil hukum yang ketiga setelah al-Qur`an dan
as-Sunnah.

4. Qiyas

Kata qiyas secara etimologi berarti qadr (ukuran, bandingan). Adapun secara
terminologi, menurut Ibnu As-Subki, qiyas adalah menyamakan hukum sesuatu
dengan hukum sesuatu yang lain karena adanya kesamaan ‘illah hukum menurut
mujtahid yang menyamakan hukumnya.
Adapun unsur-unsur qiyas yakni al-Ashl (sesuatu yang telah ditetapkan
ketentuan hukumnya berdasarkan nash, baik berupa al-Quran. Al-Far’u ialah masalah
yang hendak di qiyaskan, yang tidak ada ketentuan nash yang menetapkan hukumnya.

5
Hukum Ashl, ialah hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan hukumnya itu
ditetapkan oleh nash tertentu, baik dari al-Qur‟an maupun as-Sunnah. Dan yang
terkhir, ‘Illah, ialah suatu sifat yang nyata dan berlaku setiap kali suatu peristiwa
terjadi, dan sejalan dengan tujuan penetapan hukum dari suatu peristiwa hukum.
Terkait kedudukan qiyas sebagai sumber hukum, yakni salah satunya
berdasarkan pertimbangan logika. Pertama, ketentuanketentuan hukum yang
ditetapkan Allah Swt. selalu rasional, dapat dipahami tujuannya, dan didasarkan pada
‘illah untuk mencapai kemaslahatan, baik kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.
Kedua, Imam asy-Syafi‟i, sebagai orang pertama yang secara sistematis menguraikan
kedudukan qiyas sebagai dalil hukum, menegaskan bahwa di dalam Islam, semua
peristiwa ada hukumnya. Sebab syari`at Islam bersifat umum, mencakup dan
mengatur semua peristiwa hukum. Oleh karena itu, pastilah Allah telah menyediakan
aturan hukumnya, baik dalam bentuk nash, ataupun isyarat, ataupun melalui
pemahaman yang menunjukkan hukum peristiwa tersebut. Dengan adanya pernyataan
tersebut, maka sudah jelaslah bahwa menentukan hukum melalui nash adalah jelas.
Sedangkan menemukan ketentuan hukum melalui penunjuk hukum adalah melalui
ijtihad.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Pengertian Aswaja (Ahlu Sunnah Wal Jama`ah), Secara etimologi, Aswaja berasal
dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku
kehidupan. Sedangkan al-jama„ah, berarti sekumpulan. Secara istilah (terminologi)
yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang mengikuti amaliah Nabi
Muhammad saw dan para sahabatnya.

2. Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama`ah, adalah ajaran Islam yang murni
sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para
sahabatnya. Dinamika Aswaja, pada akhirnya karena lahirnya ulama bernama Abu
Hasan al Asyari. Ia sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah itu keluar. Ia
memproklamirkan paham dimana rasulullah dan sahabat berada di dalamnya, dan
menyebut paham dengan sebutan Ahlus sunnah wal Jama`ah.

3. Prinsip dan karakter Ahlussunnah wal Jama’ah adalah moderat (tawassut).


Kemoderatan itu dapat diaplikasikan dalam tiga bidang ajaran Islam. . Pertama,
bidang tauhid adalah keseimbangan antara penggunaan dalil aqli dengan dalil naqli,
Kedua, bidang syari`ah adalah selalu berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi
dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan dan
melalui jalur yang wajar dan masalah yang bersifat zanni dapat ditoleransi adanya
perbedaan pendapat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Ketiga, bidang tasawuf adalah menganjurkan riya’dah dan mujahadah yang sesuai
dengan prinsip ajaran Islam, mencegah sikap ekstrim yang menjerumuskan pada
penyelewengan akidah dan syari’ah, dan berpedoman pada akhlak yang luhur
diantara dua sikap ekstrim.

4. Sumber hukum ahlussunnah waljama`ah yang disepakati seluruh ulama ada empat,
yaitu: al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’, dan al-Qiyas.

1
3.2. Saran dan Masukan

Materi Ahlussunnah wal Jama'ah adalah prinsip-prinsip ajaran Islam yang


dipegang oleh mayoritas umat Muslim. Beberapa saran dan masukan terkait materi ini
adalah:
1. Studi Mendalam: Penting untuk belajar dan memahami ajaran-ajaran Islam yang
dipegang oleh Ahlussunnah wal Jama'ah dengan cermat. Ini termasuk memahami
prinsip-prinsip tauhid, akidah, dan hukum-hukum Islam.

2. Kritikalitas: Selalu penting untuk memiliki pemahaman yang kritis terhadap


ajaran-ajaran ini. Ini berarti bisa bertanya, berdiskusi, dan mencari penjelasan yang
lebih dalam.

3. Belajar dari Ulama: Mencari ilmu dari ulama yang terpercaya dan berpengetahuan
adalah kunci untuk memahami ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah. Mereka memiliki
pengetahuan dan wawasan yang mendalam tentang Islam.

4. Berinteraksi dengan Komunitas: Terlibat dalam komunitas Muslim yang menganut


ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah dapat membantu dalam memahami dan
mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

5. Buku dan Sumber Online: Ada banyak buku dan sumber online yang dapat
membantu dalam memahami materi Ahlussunnah wal Jama'ah. Pastikan sumber-
sumber tersebut berasal dari sumber yang tepercaya.

6. Amalkan dalam Hidup Sehari-hari: Yang paling penting adalah menerapkan


ajaran-ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari. Praktek yang baik dan menjalani
prinsip-prinsip moral Islam adalah kunci.

Ingatlah bahwa ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah bisa sangat beragam


tergantung pada interpretasi dan budaya regional, jadi selalu penting untuk memiliki
pemahaman yang komprehensif dan terbuka terhadap variasi dalam praktik-praktik
keagamaan di seluruh dunia.

2
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, dkk, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010),
hlm. 119 / Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqih, Cet. 1, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 9 /
Munawir, Kajian Hadits Dua Mazhab, Cet. 1, (Purwokerto: Stain Press, 2013), hlm. 1 /
Abd.Rahman Dahlan, Ushul Fiqh…, hlm. 114-183 / Ibid…, hlm. 138-164 / Jalaluddin
Rahmat, Misteri Wasiat Nabi, (Bandung: Misykat, 2015), hlm. 49 /

Anda mungkin juga menyukai