AHLUSSUNNAH WALJAMA`AH
Di susun oleh :
Kelompok 1
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3. Tujuan.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1. Pengertian Ahlussunnah Waljama`ah.........................................................................2
2.2. Karakteristik Ahlussunnah Waljama`ah.....................................................................3
2.3. Herarki Sumber Tasyri................................................................................................3
BAB III PENUTUP...............................................................................................................7
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................7
3.2. Saran dan Masukan.....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi
tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlus
sunnah wal Jama`ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan. Inilah kemudian kita
sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama
merasionalkan dan memecahkan masalah jika didalam alqur`an dan hadis tidak
menerangkanya. Definisi kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai kelompok
aliran yang bertentangan); orang-orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang
mencakup aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan
dan toleransi.
Ahlus sunnah wal Jama`ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun
Mu`tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan pada ma`anna
alaihi wa ashabihi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah
paham keagamaan (ajaran) maupun 2 sebagai aliran pemikiran (manhajul fiqr)
kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dinamika sosial politik pada waktu itu,
lebih khusus sejak peristiwa Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah
sekitar akhir tahun 40 H.
1.3. Tujuan
Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama`ah (Aswaja) dapat dilihat dari dua aspek penting,
pertama etimologi, kedua dari terminologi. Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab ahl
artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-jama„ah,
berarti sekumpulan. ASWAJA adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal jama`ah”. Ahlus
sunnah berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, dan
Wal Jama`ah berarti mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi definisi
Ahlus sunnah wal jama`ah yaitu; “ Orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW
dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi waashhabi), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun
akidah dan tasawuf. Definisi Ahlus sunnah Wal jama‟ah ada dua bagian yaitu: definisi secara
umum dan definisi secara khusus:
1. Definisi Aswaja Secara umum adalah satu kelompok atau golongan yang senantiasa
komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah,
amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf dan Akhlaq).
2. Definisi Aswaja secara khusus adalah Golongan yang mempunyai I‟tikad/ keyakinan yang
searah dengan keyakinan jamaah Asya‟iroh dan Maturidiyah.
Secara substantif, Ahlus sunnah wal Jama'ah itu meliputi tiga aspek Islam, yakni aspek
akidah, fikih dan akhlak. Meskipun diskursus para ulama sering hanya membicarakan aspek
akidah dan syari'ah (fiqh), hal itu bukan berarti tidak ada aspek akhlak. Menurut pandangan ini,
pengalaman (practice) dari dua aspek (yang disebut pertama) itu mengandung aspek
akhlak atau tashawuf.
2
Prinsip dan karakter Ahlussunnah wal Jama’ah adalah moderat (tawassut).
Kemoderatan itu dapat diaplikasikan dalam tiga bidang ajaran Islam. Pertama, bidang
tauhid adalah keseimbangan antara penggunaan dalil aqli dengan dalil naqli, yaitu dalil
aqli dipergunakan dan ditempatkan dibawah dalil naqli, berusaha memurnikan dari segala
akidah dari luar Islam, dan tidak tergesa-gesa menjatuhkan vonis musyrik dan kafir pada
mereka yang belum memurnika akidah. Kedua, bidang syari`ah adalah selalu berpegang
pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat
dipertanggungjawabkan dan melalui jalur yang wajar, masalah yang bersifat qat’i dan sarih
tidak ada intervensi akal, dan masalah yang bersifat zanni dapat ditoleransi adanya
perbedaan pendapat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Ketiga,
bidang tasawuf adalah menganjurkan riya’dah dan mujahadah yang sesuai dengan prinsip
ajaran Islam, mencegah sikap ekstrim yang menjerumuskan pada penyelewengan akidah
dan syari’ah, dan berpedoman pada akhlak yang luhur diantara dua sikap ekstrim.
Hukum syara ‟ merupakan kata majemuk yang berasal dari bahasa Arab (al-hukm
asy-syar’i) yang terdiri dari dua kata yakni, hukum dan syara‟. Kata al-hukm secara
etimologi berarti mencegah, memutuskan, menetapkan, dan menyelesakan. Sedangkan
kata asy-syara’ secara etimologi berarti jalan menuju aliran air, atau jalan yang mesti di
lalui, atau aliran air sungai.
Dari uraian tersebut, diketahui bahwa yang dimaksud dengan hukum syara` adalah
firman atau titah Allah (termasuk juga haditss-hadits Nabi Saw) yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf, baik dalam bentuk thalab (tuntutan/ perintah) untuk melakukan
perbuatan, ataupun laragan meninggalkan suatu perbuatan, ataupun takhyir (pilihan untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan), dan wadh’i (ketentuan syari‟ah dalam
bentuk penetapan sesuatu sebagai sebab (sabab), syarat (syarth), atau halangan (mani’) dari
suatu perbuatan tertentu).
3
itu sendiri. Dengan kata lain dapat dikatakan, hubungan antara sumber dan dalil hukum
Islam bersifat umum dan khusus, yakni sumber hukum Islam dapat disebut dalil hukum
Islam, tetapi tidak semua dalil hukum Islam dapat disebut sebagai sumber hukum Islam.
1. Al-quran
2. As-sunnah
Ditinjau dari segi etimologi, makna kata sunnah adalah perbuatan yang semula
belum pernah dilakukan kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan itu terpuji
ataupun tercela. Sedangkan pengertian sunnah secara terminologi, terkhusus menurut
para ahli hadits, ialah sunnah sama dengan hadits, yaitu sesuatu yang dinisbatkan
kepada Rasulullah Saw, baik perkataan, perbuatan, maupun sikap beliau dalam suatu
peristiwa.
Kedudukan sunnah sebagai sumber dan dalil ditinjau dari segi fungsi sunnah,
yakni menjelaskan maksud ayat-ayat hukum al-Qur`an, men-takhsish ayat-ayat al-
Qur`an yang bersifat umum, mengukuhkan dan mempertegas kembali ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam al-Qur`an, serta menetapkan hukum baru yang menurut
zharinya tidak terdapat di dalam al-Qur`an. Maka, dengan adanya hal tersebut,
menunjukkan bahwa al-Sunnah merupakan sumber dan dalil hukum kedua setelah
alQur`an.
as-Sunnah yang merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sendiri
tidak hanya mencakup sunnah Nabi saja, tetapi termasuk juga di dalamnya sunnah
shahabat Nabi. Mengapa demikian, hal ini karena sering kita jumpai sebuah fatwa atau
4
penjelasan ataupun ketentuan yang berkenaang dengan peristiwa syara` yang berasal
dari shahabat menjadi sebuah sumber hukum atau menjadi pedoman dalam suatu ritual
keagamaan. Sholat tarawih secara berjamaah misalnya, merupakan salah satu potrer
dari ritual keagamaan yang ada, yang jika kita telusuri baik nama sholat tarawih
maupun dalam berjama`ah, tidak pernah terjadi pada zaman Nabi Saw.
3. Ijma
‟Dari segi kebahasaan, kata ijma’ mengandung dua arti. Pertama, bermakna
“ketetapan hati terhadap sesuatu”, dan yang kedua bermakna, “kesepakatan terhadap
sesuatu”. Sedangkan, pengertian ijma’ secara terminologi, ialah kesepakatan semua
ulama mujtahid muslim dalam satu masa tertentu setelah wafatnya Rasulullah Saw
yang berkaitan dengan hukum syara‟.
Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa ijma’ mengandung beberapa
unsur yakni adanya kesepakatan seluruh mujtahid dari kalangan umat Islam (ulama),
suatu kesepakatan yang dilakukan haruslah dinyatakan secara jelas, yang melakukan
kesepakatan tersebut adalah mujtahid, kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya
rasulullah Saw (karena pada masa hidupnya Rasul Saw, pemegang otoritas keagamaan
adalah beliau sendiri, sehingga tidak diperlukan adanya ijma.
Mengenai kedudukan ijma’ sebagai sumber dan dalil hukum ialah jumhur
ulama berpendapat bahwa ijma’ merupakan dasar penetapan hukum yang bersifat
mengikat dan wajib dipatuhi dan diamalkan. Itulah sebabnya, jumhur ulama
menetapkan ijma’ sebagai sumber dan dalil hukum yang ketiga setelah al-Qur`an dan
as-Sunnah.
4. Qiyas
Kata qiyas secara etimologi berarti qadr (ukuran, bandingan). Adapun secara
terminologi, menurut Ibnu As-Subki, qiyas adalah menyamakan hukum sesuatu
dengan hukum sesuatu yang lain karena adanya kesamaan ‘illah hukum menurut
mujtahid yang menyamakan hukumnya.
Adapun unsur-unsur qiyas yakni al-Ashl (sesuatu yang telah ditetapkan
ketentuan hukumnya berdasarkan nash, baik berupa al-Quran. Al-Far’u ialah masalah
yang hendak di qiyaskan, yang tidak ada ketentuan nash yang menetapkan hukumnya.
5
Hukum Ashl, ialah hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan hukumnya itu
ditetapkan oleh nash tertentu, baik dari al-Qur‟an maupun as-Sunnah. Dan yang
terkhir, ‘Illah, ialah suatu sifat yang nyata dan berlaku setiap kali suatu peristiwa
terjadi, dan sejalan dengan tujuan penetapan hukum dari suatu peristiwa hukum.
Terkait kedudukan qiyas sebagai sumber hukum, yakni salah satunya
berdasarkan pertimbangan logika. Pertama, ketentuanketentuan hukum yang
ditetapkan Allah Swt. selalu rasional, dapat dipahami tujuannya, dan didasarkan pada
‘illah untuk mencapai kemaslahatan, baik kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.
Kedua, Imam asy-Syafi‟i, sebagai orang pertama yang secara sistematis menguraikan
kedudukan qiyas sebagai dalil hukum, menegaskan bahwa di dalam Islam, semua
peristiwa ada hukumnya. Sebab syari`at Islam bersifat umum, mencakup dan
mengatur semua peristiwa hukum. Oleh karena itu, pastilah Allah telah menyediakan
aturan hukumnya, baik dalam bentuk nash, ataupun isyarat, ataupun melalui
pemahaman yang menunjukkan hukum peristiwa tersebut. Dengan adanya pernyataan
tersebut, maka sudah jelaslah bahwa menentukan hukum melalui nash adalah jelas.
Sedangkan menemukan ketentuan hukum melalui penunjuk hukum adalah melalui
ijtihad.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengertian Aswaja (Ahlu Sunnah Wal Jama`ah), Secara etimologi, Aswaja berasal
dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku
kehidupan. Sedangkan al-jama„ah, berarti sekumpulan. Secara istilah (terminologi)
yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang mengikuti amaliah Nabi
Muhammad saw dan para sahabatnya.
2. Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama`ah, adalah ajaran Islam yang murni
sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para
sahabatnya. Dinamika Aswaja, pada akhirnya karena lahirnya ulama bernama Abu
Hasan al Asyari. Ia sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah itu keluar. Ia
memproklamirkan paham dimana rasulullah dan sahabat berada di dalamnya, dan
menyebut paham dengan sebutan Ahlus sunnah wal Jama`ah.
4. Sumber hukum ahlussunnah waljama`ah yang disepakati seluruh ulama ada empat,
yaitu: al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’, dan al-Qiyas.
1
3.2. Saran dan Masukan
3. Belajar dari Ulama: Mencari ilmu dari ulama yang terpercaya dan berpengetahuan
adalah kunci untuk memahami ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah. Mereka memiliki
pengetahuan dan wawasan yang mendalam tentang Islam.
5. Buku dan Sumber Online: Ada banyak buku dan sumber online yang dapat
membantu dalam memahami materi Ahlussunnah wal Jama'ah. Pastikan sumber-
sumber tersebut berasal dari sumber yang tepercaya.
2
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, dkk, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010),
hlm. 119 / Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqih, Cet. 1, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 9 /
Munawir, Kajian Hadits Dua Mazhab, Cet. 1, (Purwokerto: Stain Press, 2013), hlm. 1 /
Abd.Rahman Dahlan, Ushul Fiqh…, hlm. 114-183 / Ibid…, hlm. 138-164 / Jalaluddin
Rahmat, Misteri Wasiat Nabi, (Bandung: Misykat, 2015), hlm. 49 /