Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

AQIDAH ASWAJA
PENGERTIAN AQIDAH ISLAM

DOSEN PENGAMPU :

SYAFI’ATUL MIR’AH MA’SHUM, S.HI,M.H.

Disususn Oleh:

Kelompok 8

Umi Aimmatun Nadziroh 22101081378

Raisya Andriani Yasmin 22101081379

Muhammad Bintang Widya P 22101081383

Mafisatul Ervina 22101081400

PROGRAM STUDI MANAJEMEN,FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

i
UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2021

ii
ABSTRAK
Aqidah atau keyakinan merupakan unsur rohani manusia yang paling besar
dan sering serta banyak mengeluarkan intruksi Eksistensi. Sabda Rasulullah
saw, mengenai golongan yang selamat (firqah najiyah) menjadikan banyak
umat Islam yang berkepentingan untuk memberikan pemaknaan dan
interpretasi mengenai al-Jama’ah yang dinyatakan secara eksplisit oleh
Rasulullah saw. Nomenklatur al-Jama’ah atau Ahlussunnah wal Jama’ah
menjadi perbincangan menarik terkait kapan kemunculannya, aqidah,
ajaran, dan perluasan maknanya hingga masa sekarang. Tulisan ini berikhtiar
untuk memperluas kembali tentang pemaknaan dan ajaran Ahlussunnah wa
al-Jama’ah di kalangan unat islam.

Kata Kunci: Ahlussunnah wa al-Jama'ah, Pemaknaan, Aqidah, Ajaran.

ii
KATA PENGANTAR

Bissmillahir Rahmanir Rahiim

Segala Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT.


Sehingga terselesainya Makalah tentang pengertian Aqidah Aswaja dalam
Ahlussunah Wal-Jama’ah. Melalui makalah ini kami ingin menjelaskan
secara sederhana tentang proses pengertian aqidah aswaja, khususnya bagi
mahasiswa Universitas Islam Malang. Makalah ini membantu untuk lebih
memahami bagaimana uraian atau paparan tentang Ahlussunah Wal-Jama’ah
khususnya berkaitan dengan, ruang lingkup aqidah, sumber aqidah Islam,
hubungan aqidah dengan amal, klasifikasi manusia yang berkaitan dengan
aqidah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Syafi’atul Mir’ah


Ma’shum S.HI.,MH., selaku dosen mata kuliah Aqidah Aswaja yang telah
memberikan tugas ini, sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni. Dan kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga selesai
makalah ini.

Demikian makalah ini dibuat tentu masih memiliki banyak


kekurangan dan kesalahan, karena itu kepada para pembaca khususnya dosen
pengampu dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun, demi
bertambahnya wawasan kami di bidang ini. Semoga makalah ini benar-benar
memberikan manfaat fiddunya wal -akhirah; Aamiin

Malang, 27 September 2021

Penulis

iii
Daftar Isi
MAKALAH............................................................................................................................i
ABSTRAK.........................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................iii
Daftar Isi.............................................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Metode Pengumpulan Data...............................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.4 Tujuan Penulisan................................................................................................................2
1.5 Manfaat Penulisan.............................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................................... 3
ISI..................................................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Aqidah Islam dan Ahlussunah Wal Jama'ah.....................................................8

2.2 Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah Aswaja.......................................................................9

2.3 Sumber Aqidah


Islam.........................................................................................................10

2.4 Hubungan Aqidah Dengan


Amal........................................................................................11

2.5         Hubugan Aqidah Dengan Ilmu......................................................................................12

2.6 Klasifikasi Manusia Yang Terkait Dengan Aqidah, Mukmin, Kafir, Munafik, dan Musyrik
Atau Syirik.........................................................................................................................13

2.2.1 Munafik................................................................................................................13

2.2.2 Mukmin................................................................................................................14

2.2.3 Kafir......................................................................................................................15

2.2.4 Musyrik dan


Syirik.................................................................................................16

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................17

3.2 Saran.................................................................................................................................18

iv
Daftar Pustaka..............................................................................................................................15
Referensi.......................................................................................................................................15

v
BAB I

PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh suatu nilai yang dipelajari tersebut.
Semakin besar serta banyaknya ilmu yang dipelajari akan semakin banyak
juga manfaatnya. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mengenalkan kita
kepada Allah S.W.T.

Aqidah adalah inti dari pada pendidikan Islam yang merupakan tujuan
diutusnya para Rasul di muka bumi ini. Pendidikan aqidah ini di bawa oleh
setiap para Nabi dan Rasul, dengan seiringnya penyebaran agama Islam di
muka bumi ini, maka pendidikan aqidah tidak pernah terabaikan, karena
Islam yang di sebarkan oleh para Nabi adalah Islam yang masih murni atau
masih utuh, yaitu keutuhan dalam Islam kemudian iman dan ihsan. Aqidah
yang benar adalah yang tercermin dari kemurnian seluruh amal perbuatan
manusia dan ibadahnya semata-mata hanya untuk Allah Swt semata. Aqidah
juga berarti pokok-pokok keimanan seseorang yang telah di tetapkan oleh
Allah Swt, dan kita sebagai seorang manusia atau hamba Allah sangat wajib
meyakininya sehingga layak di sebut sebagai orang yang beriman (mu’min).
Aqidah dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila
umat islam harus mengerti pengertian dari Aqidah itu sendiri. Apabila
suatu umat sudah rusak, bagian yang harus diperbaiki adalah Aqidahnya
terlebih dahulu. Di sinilah pentingnya Aqidah Islam, apa lagi Aqidah
menyangkut kebahagiaan kebahagiian dan keberhasilan dunia dan
akhirat. Sebagai dasar tauhid memiliki implikasi terhadap seluruh aspek
kehidupan keagamaan seorang Muslim, bak Ideologi, Politik, Sosial,
Budaya, Pendidikan dan sebagainya.

2 Metode Pengumpulan Data


Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan
metodemedia internet dan studi kepustakaan. Dimana penulis browsing
pada media internet dan mencari sumber dari berbagai buku menegenai
Aqidah islam dan Aswaja.
3 Rumusan Masalah
Untuk mempermudahkan pemahaman masalah yang aakn dibahas,
maka bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan. Adapun
perumusanya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengertian Aqidah Islam ?
2. Bagaimanakah pengertian Aqidah Islam, di Ahlussunah Wal Jama’ah?
3. Bagaimana pengaruh Ahlussunah Wal Jama’ah di Aqidah Islam?
4. Apa saja ruang lingkup dari pembahasan Aqidah Islam ?
5. Apa saja hubungan Aqidah dengan amal ?
6. Apa pengertian hubungan Aqidah dengan ilmu ?
7. Bagaimana klasifikasi manusi yang terkait dengan Aqidah “Mukmin, Kafir,
Munafik, dan musyrik ?
1

4 Tujuan Penulisan
Dengan di buatnya makalah ini penulis berharap, makalah ini dapat mempunyai
.banyak manfaat dan mempunyai tujuan yang harus di pegang teguh
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Memahami pengertian atau maksud dari Aqidah Islam serta pemahaman
Ahlussunnah Wal Jama’ah.
2. Mengetahui pembahasan dan sumber- sumber yang berkaitan dengan
Aqidah Islam.
3. Untuk mengetahui hubungan dan ilmu yang ada di Aqidah islam.
4. Untuk menuntaskan tugas makalah Aqidah Islam.

5 Manfaat Penulisan
a. Bagi khalayak umum, sebagai informasi pengetahuan baru dan
wadah wawasan mengenai Aqidah Islam, dan Aqidah Aswaja.

b.Bagi Mahasiswa, Diharapkan dapat menjadi referensi, literature dan


informasi mengenai Aqidah Islam, dan Aqidah Aswaja

c.Bagi penulis, dapat disajikan sebagai penambah ilmu dan pengtahuan.


BAB II

ISI
2.1 Pengertian Aqidah Islam dan Ahlussunnah Wal
Jama’ah
Aqidah adalah dasar, pondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin
tinggi bangunan yang akan di dirikan, harus semakin kokoh pondasi yang
kuat. Aqidah Islam berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan
tentang wujud Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada yang menyekutuinya,
baik dalam zat, sifat-sifat maupun perbuatannya (Basyri, 1988: 43).

Secara bahasa (etimologi), aqidah diambil dari kata al-aqdu yang berarti
asy-syaddu ( pengikatan ), ar-babtu (ikatan ), al-itsaaqu ( mengikat ), ats-
tsubut (penetapan ), al-ihkam ( penguatan). Aqidah juga bermakna ilmu
yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti, wajib dimiliki
oleh setiap orang di dunia. Secara istilah ( terminologi ) yang umum, aqidah
adalah iman yang teguh dan pasti yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi
orang yang meyakininya. Dari definisi di atas, baik definisi secara etimologi
atau definisi secara terminologi maka bisa ditarik kesimpulan bahwa aqidah
itu bersifat harus mengikat, pasti, kokoh, kuat, teguh, yakin.

Aqidah pada masa Nabi adalah aqidah paling bersih, yaitu aqidah
islam yang sebenaranya, karena belum tercampur oleh kepentingan apapun
selain hanya karena Allah SWT. Ini disebabkan karena Nabi adalah sebagai
penafsir al-Qur’an satu-satunya, sehingga setiap sahabat yang
membutuhkan penjelasan al-Qur’an yang berkaitan dengan keyakinan maka
Nabi langsung menjelaskan maksudnya. Selain itu umat terbimbing langsung
oleh Nabi, sehingga dalam memahami agama tidak terjadi perbedaan.

Kemudian, aqidah pada masa sahabat masih sama dengan zaman


Nabi, belum membentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri apalagi
membentuk sebuah nama tertentu, maupun aliran-aliran pemikiran
tertentu. Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara
tentang ilmu kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teologi
Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan
pemikirannya sehingga teologi disebut sebagai “mutakallim”, yaitu ahli debat
yang pintar mengolah kata.
Ilmu “kalam” juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin,
yaitu ilmu yang membahas ajaran dasar dari agama. Perbedaan yang muncul
pertama kali dalam Islam bukanlah masalah teologi, melainkan bidang
politik. Kemudian, seiring dengan perjalanan waktu, perselisihan politik ini
meningkat menjadi persoalan teologi. Bahkan ada dua teori yang membahas
latar belakang timbulnya persoalan teologi yakni perbedaan aliran ilmu
kalam. Pertama, awal tercampurnya masalah aqidah dengan hal yang lain
adalah sejak mulai dari  khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan terbunuh
karena beberapa sahabat Nabi terlibat dalam urusan yang bersifat politis.
Dan masalah ini kian rumit ketika peristiwa tahkim terjadi pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Kedua, aliran ilmu kalam muncul karena
hasil iterpretasi atau penafsiran terhadap al-Qur’an maupun kajian terhadap
hadits yang bersifat teologis. Diantara sekian banyak ilmu kalam yang
bermunculan ialah Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Qadiriyah, Jabariyah, dan
Mu’tazilah yang berakhir dengan peristiwa mihnah yang menjadi sebab awal
terbentuknya aliran Ahlussunnah wal Jama’ah.

Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah memang “satu istilah”yang


mempunyai “banyak makna” , sehingga banyak golongan dan faksi dalam
Islam yang mengklaim dirinya adalah “Ahlussunnah wal Jama’ah”. Memang
diakui, bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah ini tidak muncul dalam satu
momentum saja, akan tetapi berkembang dalam kehidupan sosial yang
panjang, melintasi banyak wilayah geografis dan budaya yang beraneka
ragam.

Dalam wawasan umum, didalam kitab Al- Mausu’ah Al-Arabiyah Al-


Muyas Sarah sebuah Enseklopedi ringkas, memberikan definisi Ahlussunnah
Wal Jama’ah adalah “ Mereka yang mengikuti ajaran Nabi dengan konstiten
semua jejak dan langkah yang bersal dari Nabi Muhammad S.A.W. pada
masa sahabat dan membelanya. Mereka mempunyai pendapat tentang
masalah agama baik yang fundamental (ushul) maupum difisional (furu’),
sebagai perbandingan syi’ah. Diantara mereka yang di sebut “Salaf” , yakni
generasi awal mula dari sahabat, Tabi’in dan, Tabi’ut Tabi’in, dan yang
disebut dengan “Kholaf”, yaitu generasi yang datang kemudian. Dari definisi
ini jelas, bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah itu tidak hanya terdiri dari satu
kelompok aliran, tapi ada beberapa sub- aliran, ada beberapa faksi
didalamnya. Karenanya Dr. Jalal M. Musa [ CITATION MUH05 \l 1057 ]
mengatakan, bahawa istilah AhlussunnahWal Jama’ah ini menjadi rebutan
banyak kelompok, masing- masing membuat klim bahwa dialah Ahlussunnah
Wal Jama’aah. Yang di maksud kata “ al jamaa’ah” dalam istilah ini oleh
Abdul Mudhoffar al- Isfarayini diberokan alasan karena mereka
menggunakan “Ijma’” dan “Qiyas” sebagai dalil- dalil Syar’iyah yang
fudamental, disamping Kitabullah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul.

Istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah sendiri, sebenarnya baru dikenal setelah


adanya sabda Nabi SAW, yakni seperti pada hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dan Abu Dawud. Hadits tersebut yakni, hadits riwayat Ibnu
Majah: Dari Anas ibn Malik berkata Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Bani Israil akan berkelompok menjadi 71 golongan


dan sesungguhnya umatku akan berkelompok menjadi 72 golongan, semua
adalah di neraka kecuali satu golongan, yaitu al-jama’ah”.

2.2 Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah Aswaja


Menurut buku Sistematika Hasan Al-Banna ruang lingkup Aqidah Islam meliputi:

 Illahiyat : yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan


dengan ketuhanan (Allah Swt), seperti nama-nama Allah, sifat-sifat Allah, dll.
 Nubuat : yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, Seperti pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah,
mukjizat, dan wahyu
 Ruhaniyat : yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisika, seperti malaikat, jin, setan dan iblis
 Sam’iyat : yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya dapat
diketahui melalui sam’i (dalil naqli Al-Qur’an dan Hadist), seperti
pembahasan tentang alam kubur, akhirat, tanda-tanda hari kiamat, alam
barzah, surga, dan neraka.

Karna subtitusi paham Aswaja adalah islam itu sendiri maka ruang
lingkup Aswaja dalah itu sendiri yakni aspek Aqidah, Fiqih, dan Akhlaq.
Dalam perkembangan zaman ini sejarah selanjutnya, adalah istilah Aswaja
secara resmi menjadi bagian ilmu keislaman. Dalam hal ini ruang linkup
pertama adalah di bidang Aqidah pengertianya adalah Asy’ariyah atau
Maturidiyah, dalam ilmu Fiqih adalah Madzab empat, dan dalam Tasawuf
adalah Al- Ghozali dan ulama- ulama sepaham. Pokok ajarannya adalah,
Allah mempunyai takdir atas manusia memiliki bagian untuk ber usaha
( Berikhtiar).

Ruang Iingkup yang kedua adalah Syari’ah atau Fiqih, artinya paham
keagamaan yang berhubungan dengan ibadah dan mu’amalah. Sama
pentingnya dengan ruang lingkup yang pertama, yang menjadi dasar
keyakinan dalam Islam, ruang lingkup kedua ini menjadi simbol penting
dasar keyakinan. Karena Islam agama yang tidak hanya mengajarkan tentang
keyakinan tetapi juga mengajarkan tentang tata cara hidup sebagai seorang
yang beriman yang memerlukan komunikasi dengan Allah SWT, dan sebagai
makhluk sosial juga perlu pedoman untuk mengatur hubungan sesama
manusia secara harmonis, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Dalam konteks historis, ruang Iingku yang kedua ini disepakati oleh jumhur
ulama bersumber dan empat madzhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafil dan
Hanbali. Secara substantif, ruang Iingkup yang kedua ini sebenarnya tidak
terbatas pada produk hukum yang dihasilkan dan empat madzhab diatas,
produk hukum yang dihasilkan oleh imam-imam mujtahid lainnya, yang
mendasarkan penggalian hukumnya melalui al-Quran, Hadits, Jima dan
Qiyas, seperti, Hasan Bashri, Awzai, dan lain-lain tercakup dalam lingkup
pemikiran Aswaja, karena mereka memegang prinsip utama Taqdimul al-
Nash ‘ala al-‘Aql (mengedepankan daripada akal).

Ruang lingkup ketiga dan Aswaja adalah akhlak atau tasawuf.


Wacana ruang Iingkup yang ketiga ini difokuskan pada wacana akhlaq yang
dirumuskan oleh Imam al-Ghozali, Yazid al-Busthomi dan al-Junayd al-
Baghdadi, serta ulama ulama sufi yang sepaham. Ruang lingkup ketiga di
dalam dikursus Islam dinilai penting karena mencerminkan faktor ihsan
dalam din seseorang. Iman menggambarkan keyakmnan, sedang Islam
menggambarkan syariah, dan ihsan menggambarkan kesempurnaan iman
dan Islam. Iman ibarat akar, Islam ibarat pohon. Artinya manusia sempurna,
ialah manusia yang disamping bermanfaat untuk dirinya, karena sendiri kuat,
juga memberi manfaat kepada orang lain. yang sering disebut dengan insan
kamil.

Pertama, dalam hal sumber ajaran Islam, semuanya sama-sama


meyakini Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam.
Kedua, para ulama dan masing-masing kelompok tidak ada yang berbeda
pendapat mengenai pokok-pokok ajaran Islam, seperti ke-Esaan Allah SWT,
kewajiban Shalat, Zakat, Puasa dan lain-lain. Tetapi mereka berbeda daIam
beberapa hal diluar ajaran pokok Islam, lantaran berbeda didalam pola
bepikirnya, terutama diakibatkan oleh perbedaan otoritas akal dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah.

2.3 Sumber Aqidah Islam


Sumber akidah islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Artinya apa
saja yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Rasulullah dalam
Sunnahnya wajib di Imani, di yakini, dan di amalkan. Sumber akidah islam
adalam Al-Qur’an dan Sunnah, artinya informasi apa saja yang wajib di yakini
hanya di peroleh melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Quran memberikan
penjelasan kepada manusia tentang segala sesuatu.
Akal pikiran bukan merupakan sumber Aqidah. Akal pikiran hanya
berfungsi untuk memahami teks yang terdapat dalam kedua sumber
tersebut dan mencoba membuktikan secara ilmiah kebenaran yang di
sampaikan oleh
Al-Qu’ran dan As-Sunnah, dan harus didasari oleh semua kesadaran bahwa
kemampuan akal manusia sangat terbatas Informasi mengenai pencipta
alam ini dan seisinya adalah dalil Allah yang hanya bisa di ketahui melalui Al-
Qu’ran dan As-Sunnah. Manusia dengan akalnya semata tidak dapat
mengetahui siapa yang menciptakan alam. Akal manusia hanya dapat
memikirkan keteraturan dan keseimbangan.
Generasi para sahabat adalah generasi yang dinyatakan oleh rasulullah
sebagai generasi terbaik kaum muslimin. Hal ini tidak diragukan karena
mereka adalah generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu,
dan mereka mendapat pengajaran dan pendidikan langsung dari Rasulullah.
Setelah generasi sahabat, kualifikasi atau derajat kebaikan itu diikuti secara
berurutan oleh generasi berikutnya dari kalangan Tabi’in, dan selanjutnya
diikuti oleh generasi Tabi’ut Tabi’in. Tiga generasi inilah yang secara umum
disebut generasi salaf. Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih)
mengambil pengambilan aqidah dari Al-Qu’ran dan Sunnah dengan metode
mengImani atau meyakini semua yang diinformasikan oleh kedua sumber
tersebut. Dengan metode diatas, maka para sahabat, dan generasi
berikutnya mengikuti dengan baik (Ihsan), mereka berakidah dengan Aqidah
yang sama. Dikalangan mereka tidak terjadi perselisihan dalam masalah
aqidah. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan dikalangan mereka
hanya dalam masalah hukum yang bersifat cabang (Furu’iyyah) saja, bukan
dalam masalah-masalah yang pokok (Ushuliyyah).

2.4 Hubungan Aqidah Dengan Amal


Hubungan akidah dan amal adalah bagaikan hubungan baik antara pohon dan
buah, dari itulah dalam banyak ayat Al-quran, amal perbuatan selalu
dikaitkan dengan keimanan. Amal merupakan landasan dan dasar pijakan
untuk semua perbuatan. Amal adalah segenap perbuatan baik dari seorang
mukalaf, baik hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun
lingkungan hidupnya. Berbagai amal tersebut akan memiliki nilai ibadah dan
terkontrol dari berbagai penyimpangan jika diimbangi dengan keyakinan
aqidah yang kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan, seperti
halnya antara jiwa dan raga.

2.5 Hubungan Aqidah Dengan Ilmu


Islam sejak semula merupakan agama mementingkan akhlak yang
baik. Demikian juga halnya ilmu. Fungsi keduanya tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dalam membentuk masyarakat Muslim yang ideal. Akhlak dan
Ilmu Antara akhlak yang baik dan ilmu tak terpisahkan.
Aqidah menurut bahasa berasal dari kata Al-Aqdu yang berarti
Ikatan, At-Tautsiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat
dalam halnya bisa dikaitkan dengan ilmu dikarenakan sebuah pemikirin yang
memiliki ilmu dalam halnya ilmu pengetahuan harus didampingi dengan
Aqidah seperti halnya aqidah membuat sebuah ilmu menjadi yakin dan
benar tidak ragu-ragu.
Akhlak yang baik (Akhlaq Al-Karimah) merupakan prasyarat mutlak
yang menentukan derajat seseorang. Akhlak berkaitan dengan soal
bagaimana seseorang menuntut ilmu-ilmu dan menerapkannya dalam
kehidupan.
Seorang Muslim yang baik mencintai ilmu tanpa harus bersikap sombong lantaran
telah merasa lebih mengetahui.

َ َ ُ َ ‫اَل‬ َ َ " َ ً ُ َ ‫َق‬


‫ رواه بيهق‬.‫الن ِب ُّي ﷺ ك ْن َعامِل ا أ ْو ُم َت َع ِّ!ِل ًما أ ْو ُم ْس َت ِم ًعا أ ْو ُم ِح ًّبا َو تك ْنخ ِام ًسا ف َت ْه ِل َك‬
َّ ‫ال‬
Yang artinya “Jadilah engkau orang yang berilmu atau orang yang
belajar, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang
mencintai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima, maka
kamu akan binasa.”
2.6 Klasifikasi Manusia Yang Terkait Dengan Aqidah
Mukmin, Kafir, Munafik, dan Musyrik

Dalam hal akidah,  manusia digolongkan menjadi tiga kelompok,


yaitu orang beriman, orang kafir, dan orang munafik dan musyrik.

2.1.1 Munafik
orang-orang munafik setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu orang yang
perbuatan-perbuatannya disifati munafik, meskipun hal tersebut tidak
membatalkan keimanannya. ''Ini bisa juga disebut orang-orang fasik, tapi dia
tidak kafir,'' ujar Ustaz Salim.

Untuk golongan kedua adalah orang munafik, yang sesungguhnya dia


kafir, tetapi menampakkan seolah-olah sebagai orang beriman dan
menyembunyikan keimanannya. Allah SWT menjelaskan tentang orang-orang
ini di dalam Quran Surah al-Baqarah ayat 9 hingga ayat 20. Dalam ayat
tersebut, Allah SWT menjelaskan, mereka berikrar keimanan dengan lidah
mereka, tapi sesungguhnya hati mereka belum menerima keimanan. Selain itu,
Allah SWT memberikan penjelasan melalui Surah al-Munafiqun, ayat 1,
mengenai orang-orang munafik yang berikrar telah menerima keimanan, tapi
sesungguhnya mereka pendusta.

2.1.2 Mukmin

Di Surah Al Hujurat ayat 15, ''Sesungguhnya orang mukmin yang


sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan
jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.''Kemudian ciri
orang beriman atas kitab yang diturunkan Allah SWT, kata Ustaz Salim,
mereka tidak pernah keluar dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Menurut dia, tidak patut bagi seseorang mengaku beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan-
Nya (Alquran), beriman kepada Rasul dan apa yang dibawanya. Namun,
ketika Allah dan Rasul-Nya menetapkan pilihan bagi mereka, mereka memilih
pilihan yang lain.

Ini seperti yang tertera di Surah al-Ahzab ayat 36. Selain itu, bagi orang
mukmin, mereka menerima, tunduk, dan melaksanakan apa yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Tunduk dan menerima semua
perintah Allah SWT itu pun dilaksanakan secara menyeluruh dan utuh.
''Artinya, jika kita mengaku beriman kepada Allah, kitab, dan Rasul-Nya,
otomatis semua yang diinformasikan kepada kita tentu akan kita imani. Kita
kan mendapatkan informasi dari Allah melalui kitab-Nya dan lisan Rasul-Nya,
kalau dua ini tidak kita imani, maka yang lain juga harus diimani “ujarnya”

2.1.3 Kafir
Pada prinsipnya, orang yang telah bersyahadat (beragama Islam)
berlaku atasnya semua hukum-hukum Islam, dan orang yang keluar dari
Islam (kafir) batal atasnya hukum-hukum Islam, termasuk pernikahannya
secara otomatis batal, tidak ada hak asuh baginya terhadap anaknya, tidak
ada hak untuk mewariskan dan mewarisi, dan jika meninggal dalam keadaan
kufur tidak dikubur di pemakaman Islam serta mendapat laknat dan akan
jauh dari rahmat Allah.

Kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran dari


Allah SWT yang disampaikan RasulNya. Kafir ada empat macam,
yakni: pertama, kafir inkar, yaitu mengingkari tauhid dengan hati dan
lisannya; Kedua, kafir penolakan (Juhud), yaitu mengingkari dengan lisannya
dan mengakui dalam hatinya; Ketiga, kafir Mu’anid, yaitu mengetahui
kebenaran Islam dalam hatinya dan dinyatakan oleh lisannya, namun ia
menolak beriman; Keempat, kafir nifaq, yaitu menyatakan beriman dengan
lisannya, namun hatinya mengingkari.

Memvonis kafir (takfir) adalah mengeluarkan seorang muslim dari


keislamannya sehingga ia dinilai kafir (keluar dari agama Islam). Takfir
merupakan hukum syariat yang tidak boleh dilakukan oleh orang-perorang
atau lembaga yang tidak mempunyai kredibilitas dan kompetensi untuk itu.
Vonis kafir harus diputuskan oleh lembaga keulamaan yang diotorisasi oleh
umat dan negara.

Muncul di tengah masyarakat dua sikap


ekstrim, pertama, menganggap enteng bahkan meniadakan vonis kafir
(tafrith fi at-takfir). Kedua, mudah memvonis kafir (ifrath fi at-takfir). Umat
Islam agar menghindarkan diri tidak terjebak ke dalam salah satu dari dua
ekstrim tersebut, yaitu mengambil pendapat yang moderat (wasath).
Vonis kafir sedapat mungkin dilakukan sebagai upaya terakhir dengan
syarat dan prosedur yang sangat ketat, kecuali telah nyata dan meyakinkan
melakukan satu dari tiga penyebab kekafiran yaitu sebagai berikut :

a. Kekafiran I’tiqad (mukaffirat i’tiqadiyyah), segala macam akidah dan


keyakinan yang bertentangan dengan salah satu rukun iman yang enam atau
mengingkari ajaran Islam yang qath’i (al-ma’lum min ad-din bi ad-dharurah).
b. Kekafiran Ucapan (mukaffirat qawliyyah), yaitu setiap ucapan yang
mengandung pengakuan atas akidah kufur atau penolakan terhadap salah
satu akidah Islam atau unsur pelecehan/penistaan agama baik aqidah
maupun syariah.
c.  Kekafiran Perbuatan (mukaffirat ‘amaliyyah), setiap perbuatan yang
dipastikan mengandung indikator nyata akidah yang kufur.

Vonis kafir ditetapkan setelah benar-benar memenuhi semua syarat-


syarat pengkafiran adalah sebagai berikut :

a. Ucapan atau perbuatan yang menyebabkan kekafiran itu benar dilakukan


oleh orang mukallaf, yaitu orang yang sudah akil baligh, dan berakal;
b. Ucapan atau perbuatan yang menyebabkan kekafiran itu benar dilakukan
tidak dalam keadaan terpaksa. Jika ia dipaksa untuk mengingkari Islam,
sementara hatinya masih tetap iman, maka tidak bisa ditetapkan atasnya
vonis kafir.
c. Ucapan yang menyebabkan kekafiran itu bukan akibat dari ketidak stabilan
emosi atau fikiran, misalnya karena terlampau senang atau sedih.
d. Sudah sampai padanya hujjah dan dalil-dalil yang jelas. Sehingga apabila
muncul penyebab kekafiran karena kebodohannya, misalnya karena ia
tumbuh di tempat yang jauh dari jangkauan Islam, atau baru saja masuk
Islam, maka tidak boleh baginya divonis kafir.
e. Tidak karena syubhat atau takwil tertentu. Seseorang yang melakukan takwil
atas nash dengan niat untuk mencapai kebenaran, bukan karena hawa
nafsunya, seandainya ia salah dalam hal itu maka tidak bisa ditetapkan
atasnya vonis kafir.
f. Vonis kafir harus ditetapkan berdasarkan syara’ dan bukan oleh opini, hawa
nafsu, atau keinginan pihak-pihak tertentu. Kalau tidak demikian maka tidak
boleh dihukumi kafir.

Sebelum menetapkan vonis kafir harus dilakukan terlebih dahulu


semua ketentuan adalah sebagai berikut :

a. Harus dilakukan verifikasi dan validasi secara jelas semua hal-hal terkait
dengan i’tiqad, perkataan, dan perbuatan yang menyebabkan kekufuran.
b. Vonis kafir ditetapkan secara hati-hati sebagai langkah terakhir setelah
upaya-upaya lainnya dilakukan, dengan maksud menjaga jangan sampai
umat Islam lainnya terjatuh pada kekufuran serupa.
c. Menghindari pengkafiran individual-personal kecuali setelah tegaknya hujjah
yang mu’tabarah.
d. Vonis pengkafiran hanya boleh dilakukan secara kolektif oleh ulama yang
berkompeten yang memahami syarat-syarat dan penghalang takfir.

Setiap kesesatan yang ditetapkan setelah melalui prosedur penelitian


dan fatwa yang ketat, sudah pasti adalah sesat. Namun tidak setiap
kesesatan yang telah difatwakan otomatis adalah kekafiran dengan segala
konsekuensi syar’inya.

Dosa besar yang dilakukan oleh seorang muslim tidak otomatis


menjadikannya kafir. Dalam paham aqidah ahlussunnah wal jamaah, dosa-
dosa yang dilakukan oleh seseorang meskipun dilakukan berulang-ulang
tidak membatalkan syahadatnya sehingga tidak membuatnya menjadi kafir,
selama dia tidak menghalalkan perbuatannya itu. 10.Untuk memutuskan
suatu keyakinan, ucapan, dan perbuatan adalah kufur, adalah kewenangan
MUI Pusat dengan persyaratan dan prosedur yang ketat.

2.1.4 Musyrik Dan Syirik


Musyrik menurut syariat Islam adalah perbuatan menyekutukan Allah  
dengan apa pun, merupakan kebalikan dari ajaran ketauhidan, yang memiliki
arti Mengesakan Allah. Kata syirik sendiri berasal dari
kata syarikah atau persekutuan, yaitu mempersekutukan atau membuat
tandingan hukum atau ajaran lain selain dari ajaran/hukum Allah.

 Syirik adalah suatu fenomena kemasyarakatan yang muncul akibat


jauhnya masyarakat dari ajaran tauhid. Kesalahan mereka dalam memahami
ajaran tauhid menghantarkannya kepada kesesatan atau kezaliman yang
bersangatan (syirik). Datangnya Islam sebagai agama terakhir
dilatarbelakangi oleh fenomena ini.

Islam diturunkan sebagai agama pencerah dan hudan bagi setiap


manusia.Oleh
karena itu, dengan tugas mulia ini maka ajaran Islam akan mampu
membebaskan manusia dari penyembahan berhala dan kembali kepada
penyembahan kepada Allah SWT yang telah menciptakan, memelihara,
mendidik, mengembangkan dan mengatur alam ini.
Di antara kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah kata “syirik”.
Kebanyakkan manusia di dunia ini bertuhan lebih dari satu. Al-Qur’an
menamakan mereka ini musyrik, yaitu orang yang syirik. Kata syirik ini
berasal dari "syaraka" yang berarti mencampurkan dua atau lebih benda, hal
yang tidak sama seolah-olah sama.

Syirik dalam arti mempersekutukan Tuhan dengan menjadikan sesuatu,


sebagai obyek pemujaan, dan atau tempat menggantungkan harapan dan
termasuk dalam kategori kufr. Ini karena perbuatan itu mengingkari
kemahakuasaan dan kemahasempurnaan-Nya. Berikut adalah penjelasan
selengkapnya mengenai apa itu syirik menurut agama Islam.

3.1 Kesimpulan

Secara bahasa (etimologi), aqidah diambil dari kata al-aqdu yang


berarti asy-syaddu ( pengikatan ), ar-babtu (ikatan ), al-itsaaqu ( mengikat ),
ats-tsubut (penetapan ), al-ihkam ( penguatan). Aqidah juga bermakna ilmu
yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti, wajib dimiliki
oleh setiap orang di dunia. Aqidah pada masa Nabi adalah aqidah paling
bersih, yaitu aqidah islam yang sebenaranya, karena belum tercampur oleh
kepentingan apapun selain hanya karena Allah SWT. Kemudian, aqidah pada
masa sahabat masih sama dengan zaman Nabi, belum membentuk sebagai
suatu disiplin ilmu tersendiri apalagi membentuk sebuah nama tertentu,
maupun aliran-aliran pemikiran tertentu. Perbedaan yang muncul pertama
kali dalam Islam bukanlah masalah teologi, melainkan bidang politik.
Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah memang “satu istilah”yang mempunyai
“banyak makna” , sehingga banyak golongan dan faksi dalam Islam yang
mengklaim dirinya adalah “Ahlussunnah wal Jama’ah”. Memang diakui,
bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah ini tidak muncul dalam satu momentum
saja, akan tetapi berkembang dalam kehidupan sosial yang panjang,
melintasi banyak wilayah geografis dan budaya yang beraneka ragam. pada
masa sahabat dan membelanya. Mereka mempunyai pendapat tentang
masalah agama baik yang fundamental (ushul) maupum difisional (furu’),
sebagai perbandingan syi’ah. Istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah sendiri,
sebenarnya baru dikenal setelah adanya sabda Nabi SAW, yakni seperti pada
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Dawud. Dalam
perkembangan zaman ini sejarah selanjutnya, adalah istilah Aswaja secara
resmi menjadi bagian ilmu keislaman. Dalam hal ini ruang linkup pertama
adalah di bidang Aqidah pengertianya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah,
dalam ilmu Fiqih adalah Madzab empat, dan dalam Tasawuf adalah Al-
Ghozali dan ulama- ulama sepaham. Sama pentingnya dengan ruang lingkup
yang pertama, yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam, ruang lingkup
kedua ini menjadi simbol penting dasar keyakinan. Dalam konteks historis,
ruang Iingku yang kedua ini disepakati oleh jumhur ulama bersumber dan
empat madzhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafil dan Hanbali. Artinya manusia
sempurna, ialah manusia yang disamping bermanfaat untuk dirinya, karena
sendiri kuat, juga memberi manfaat kepada orang lain. mi yang sering
disebut dengan insan kamil. Kedua, para ulama dan masing-masing
kelompok tidak ada yang berbeda pendapat mengenai pokok-pokok ajaran
Islam, seperti ke-Esaan Allah SWT, kewajiban Shalat, Zakat, Puasa dan lain-
lain. Sumber akidah islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Artinya apa saja
yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Rasulullah dalam
sunnahnya wajib di Imani, di yakini, dan di amalkan. Akal pikiran bukan
merupakan sumber aqidah. Akal pikiran hanya berfungsi untuk memahami
teks yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba
membuktikan secara ilmiah kebenaran yang di sampaikan oleh . Al-Qu’ran
dan As-Sunnah, dan harus didasari oleh semua kesadaran bahwa
kemampuan akal manusia sangat terbatas Informasi mengenai pencipta
alam ini dan seisinya adalah dalil Allah yang hanya bisa di ketahui melalui Al-
Qu’ran dan As-Sunnah. Manusia dengan akalnya semata tidak dapat
mengetahui siapa yang menciptakan alam. Generasi para sahabat adalah
generasi yang dinyatakan oleh rasulullah sebagai generasi terbaik kaum
muslimin. Tiga generasi inilah yang secara umum disebut generasi salaf.

3.2  SARAN
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan ataupun
kesalahan yang memerlukan perbaikan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik, saran dan tanggapan yang bersifat membangun
dari pembaca demi sempurnanya makalah yang selanjutnya. Semoga
dengan penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Atas perhatiannya saya sampaikan terimakasih.
Daftar Pustaka

Referensi
(t.thn.).

(t.thn.).

Daniel, Yudi irfan. (2014). Aqidah islam. yayasan doa para wali.

edelweis lararenjana. (2021, januari 11). Diambil kembali dari


https://www.merdeka.com/jatim/syirik-adalah-perbuatan-menyekutukan-
tuhan-yang-wajib-dihindari-ini-lengkapnya-kln.html:
https://www.merdeka.com/jatim/syirik-adalah-perbuatan-menyekutukan-
tuhan-yang-wajib-dihindari-ini-lengkapnya-kln.html

golongan manusia bedasarkan aqidah. (2016, desember 24). Diambil kembali dari
Replubika co.id: https://www.republika.co.id/berita/oiopja313/golongan-
manusia-berdasarkan-akidah

Gudang makalahku. (2016, maret 1). Diambil kembali dari gudang makalahku:
http://gudangmakalahku.blogspot.com/2013/04/ruang-lingkup-aswaja.html?
m=1

http://www.jejakpendidikan.com/2016/04/makalah-aqidah.html?m=1. (2012, 7 SENIN).


Diambil kembali dari MAKALAH AQIDAH:
http://www.jejakpendidikan.com/2016/04/makalah-aqidah.html?m=1

MUHAMMAD THOLHAH HASAN. (2005). AHLUSSUNAHWAL JAAH. JAKARTA:


LANTOBORA PRESS.

mui digital. (2020, juni 28). Diambil kembali dari akhlaq: https://mui.or.id/tanya-jawab-
keislaman/28366/apakah-kriteria-orang-dapat-disebut-dengan-kafir/

pengertian aqidah. (2018). Dalam Aqidah Akhlaq (hal. 3-9). jakarta: putra nugraha
sentosa.

POKOK AJARAN ASWAJA. (2014). SEMARANG: WAHID HASYIM UNIVERSTY PRESS.

Anda mungkin juga menyukai