Anda di halaman 1dari 42

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam,Ihsan
2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan NahiMunkar
5. Fitnah AkhirZaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Dinda Noviantika
NIM : E1A020022
Fakultas&Prodi : FKIP&Pendidikan Biologi
Semester :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

PujisyukurAlhamdulillahpenulishaturkan kepada ALLAH SWT


atas selesainya tugas ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan tugas ini dengan
baik.
Sholawat dan salam semoga ALLAH limpahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang penuh akan ilmu seperti yang kita rasakan
saat ini.
Terimakasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr.Taufiq
Ramdani,S.Th.I.,M. Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas artikel dengan
judul “KajianIslam” sehingga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan saya berkaitan dengan materi tersebut.

Penyusun,Masbagik,15Desember
2020

NAMA:DINDANOVIANTIKA
NIM:E1A020022

i
DAFTAR ISI

KAJIAN ISLAM..................................................................................................i
KATAPENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTARISI.................................................................................................................iii
Bab 1 Iman,Islam,Ihsan.................................................................................................1
Apa itu Iman,Islam,Ihsan?...................................................................................1
Pengertian Iman, IslamdanIhsan..........................................................................1
Hubungan antara islam, iman,dan ikhsan............................................................2
Bab 2 Islam dan Sains...................................................................................................4
Hubungan islamdengan sains..............................................................................4
Faktor-faktor pendorong kemajuan sains dalam peradaban islam.......................6
Toleransi............................................................................................................. 6
Karakter Pasar Internasional................................................................................6
Kemunduran
Sains..............................................................................................8
Bab 3 Islam dan Penegakan
Hukum.................................................................................9
Pengertian hukum
islam......................................................................................10
Al
Quran..............................................................................................................10
Hadist...............................................................................................................
....12
Ijma’.....................................................................................................................16
Qiyas.....................................................................................................................16
Bab 4 Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar.................................26
Pengertian............................................................................................................26

ii
Hukum Amar Ma’rufNahi
Mungkar...................................................................27
Syarat dan Etika Beramar Ma’rufNahiMungkar.................................................28
Bab 5 Fitnah Akhir Zaman............................................................................................31
Pengertian
Fitnah.................................................................................................31
Fitnah-Fitnah Akhir
Zaman..................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................36

iii
Bab 1
Iman, Islam, Ihsan

Apa itu Iman, Islam,Ihsan?


Islam adalah berserah diri sepenuhnya kepada allah dengan tauhid dan tunduk
kepada-Nya. Rukun islam adalah syahadat tidak ada ilah yang berhak disembah selain
allah, dan bahwa nabi Muhammad adalah utusan allah, mendirikan sholat, meunaikan
zakat, puasa ramadhan dan ibadah haji jika mampu.

Iman adalah beriman kepada allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-


rasul-Nya dan hari akhir dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
Sedangkan ihsan adalah beribadah kepada allah seakan-akan hamba tidak melihat-Nya
maka dia melihat hamba.

Pengertian Iman, Islam danIhsan


1. Iman menurut bahasa berarti membenarkan (tashdiq), sedangkan Iman menurut istilah
berarti “Membenarkan dengan hati, mengucapkannya dengan lisan dan mengamalkannya
dengan perbuatan”. Ar-Raghib Al-Ashafani (Ahli Kamus Al-Qur’an) mengatakan, Iman
didalam Al-Qur’an terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas dibibir saja
padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti
iman yang hanya sebatas perbuatannya saja, sedang hati dan perbuatannya tidak beriman
dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. Kedudukan iman lebih tinggi
daripada islam, iman memiliki cakupan yang lebih umum daripada islam, karena iman
juga mencakup islam, maka seorang hamba tidak akan mencapai keimanan kecuali jika
seorang hamba telah mampu mewujudkankeislamannya.

2. Sedangkan Islam berasal dari bahasa arab, yang menurut etimologi mempunyai beberapa
pengertian yaitu, keselamatan, perdamaian dan penyerahan pada Tuhan. Ketiga
pengertian itu tercakup dalam kata “islam”, sebab agama islam memang mencita-citakan
terwujudnya keselamatan danperdamaian seluruh umat di dunia ini dan mengajarkan
kepada manusia untuk menyerahkan diri kepada Allah dalam segala amal perbuatannya.
Islam merupakan kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, dan menerima,
Berakar dari huruf sin/lam/mim.kata dasarnya adalah salimah yang berartisejahtera,
tidaktercela, tidak bercacat. dari kata itu terbentuk mashdar salamat (yang dalam bahasa
indonesia menjadi selamat). dari akar kata itu juga terbentuk kata-kata salm, silm yang
1
berarti perdamaian, kepatuhan, penyerahan diri. Dari uraian tersebut dapatlah
disimpulkan bahwa arti yang terkandung dalam perkataan islam adalah perdamaian,
kesejahteraan, keselamatan, penyerahan, ketaatan dan kepatuhan. Kerangka dasar agama
islam terdiri atas aqidah, syari’ah dan akhlaq.Aqidah akan mengantarkan pada keimanan,
syari’ah erat hubungannya dengan keislaman seseorang dan akhlak merupakan bagian
dalam permasalahan islam, maka islam itu kami hubungkan dengan syari’ah sebagai
implementasi atas keyakinan (iman) seseorang serta bukti ketundukan kepada Tuhan,
sebagaimana definisi dari islam itusendiri.
3. Menurut Ar-Raghibal- ishfahani dalam buku almufrodatnya, pengertian ihsan menurut
bahasa arab : (1.) memberikan nikmat kepada orang lain. (2.) menguasai dengan baik
sesuai ilmu pengetahuan dan atau mengerjakan dengan baik suatu pekerjaan. Orang yang
berbuat ihsan disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik. Dengan demikian akhlaq
dan ihsan adalah dua kata yang berada dalam suatu sistem yang lebih besar yang disebut
akhlaqulkarimah. Adapun dalil mengenai ihsan dari hadits adalah potongan hadits jibril
yang sangat terkenal dan panjang, seperti yang di riwayatkan oleh umar bin khotob,
ketika nabi di tanya mengenai ihsan oleh malaikat jibril, nabi menjawab “ihsan ialah,
engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya,
yakinlah bahwa Allah melihatmu”, dari hadits ini dapat di pahami bahwa Allah
mewajibkan ihsan dalam segala perbuatan, baim yang batin maupun yang lahir (jawahir)
yang di hadapkan kepada Allah SWT. Maksudnya ihsan yang meliputi ikhlas. Sebab,
semua amal yang batiniyah atau yang lahiriyah, baru di terima jika di landasi oleh ikhlas,
dan ihsan memang unsur yang paling pokok untuk bangunanAd-din.

Hubungan antara islam, iman, danikhsan


Iman, Islam, dan Ihsan sangat erat hubungannya. Ketiganya tidak dapat di
pisahkan satu sama lainnya. Jadi manusia harus bertaqwa dan harusmeraih dan
menyumbangkan antara iman, islam dan ihsan. Maka kaitan Iman, Islam dan Ihsan
ialah ibarat ruh dengan tubuh. Jika iman di misalkan sebagai watak (ghara-iz), dan
islam sebagai tubuh (jawahir), maka ihsan ialah ruh yang mendinamiskan watak
dan menggerakan tubuh. Ada juga yang mengibaratkan hubungan antara iman,
islam dan ihsan sebagai suatu kesatuan tanamanyang utuh. Iman sebagai suatu
bagian yang terpenting yaitu sebagai akar, sedangkan islam sebagai batang,
ranting dan daunnya, sebagai buahnya adalah ihsan. Islam merupakan
kebersaksian (syahadat) bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
2
utusan Allah, mendirikan shalat,menunaikan zakat, menjalankan puasa ramadhan,
dan ibadah haji bagi yang mampu. Kelima hal tersebut adalah rukum islam. Iman
adalah penjabaran dari syahadat, di mana percaya dan yakin adanya Allah sebagai
Tuhan yang Maha Esa,keberadaan malaikat sebagai kaki tangan Allah, kitab-kitab
sebagai kumpulan pesan-pesan yang di turunkan untuk mengatur kehidupan
manusia utusan-utusan Allah sebagai penyampai pesan Allah, hari akhir sebagai
tanda berakhirnya seluruh kehidupan duniayang pasti datang, segala yang sudah di
takdirkan baik maupun buruknya. Atau sering di sebut rukun iman. Seorang yang
percaya dan yakin dengan keesaan dan kekuasaan Allah (iman) akan senantiasa
tunduk menerima perintah Allah dan patuh melaksanakan (islam) dengan penuh
keikhlasan tanpa mengharap ganjaran oleh manusia (ihsan).

Adapun perbedaan antara iman, iman dan ihsan adalah:


 Iman lebih menekankan pada segi keyakinanhati
 Islam merupakan sikap untuk berbuat danberamal
 Ihsan merupakan pernyataan dalam bentuk bertindak nyata, dengan
ihsan seseorang dapat diukur tipis atau tebalnya iman danislamnyaImplementasi
Iman, Islam dan Ihsan dalam kehidupan sehari-hari
 Senantiasa berusaha untuk menaati Allah SWT, baik melaksanakan perintah
maupun menjauhi segala larangan-Nya

 Memupuk keyakinan adanya Allah, Kitab-Kitab Allah, Malaikat, Rasul dan Hari
Akhir. Serta menjalankan apa-apa yang telah disyariatkan dalam Islam seperti
Sholat, Puasa, Zakat dan lain sebagainya

 Harus berpegang pada pendirian, bahwasanya kita selalu dalam pengawasan


Allah.Bersikap hati-hati dalam hidup ini, berusaha untuk tidak melanggar hokum
AllahSWT,sebagaimanamalaikattidak maksiatkepada-Nya.

3
Bab 2

Islam dan Sains

Hubungan islam dengansains


Hubungan Islam dan Sains tidak lepas dari kemajuan dan kemunduran
sains dalam peradaban Islam. Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan
penafsiran ilmiah sejak generasi pertama sampai abad ke-lima hijriyah hingga
menjadikan diri mereka sebagai pelopor Ilmu pengetahuan di seluruh penjuru
dunia, umat Islam telah menjadi pelopor dalam research tentang alam, sekaligus
sebagai masyarakat pertama dalam sejarah ilmu pengetahuan yang melakukan
experimental science atau ilmu thabi’i berdasarkan percobaan yang kemudian
berkembang menjadi applied science atau technology. Islam mendorong
ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains seperti tercantum dalam

QS Al-'Alaq: 1-5 :

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Iqra' terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir
aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri
sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak
menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa
saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra'
berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda
zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek
4
perintah iqra' mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Q.S. Ali-Imran: 190-191
:

Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami,
tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah
kami dari siksaneraka.”

Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan
membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta. Dalam ayat
ini, Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang
melindungi dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup. Juga memperhatikan
pergantian siang dan malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran
Allah SWT. Kemudian islam juga menempatkan orang yang beriman, berilmu dan
beramal shalih pada derajat yang tinggi, seperti dalam Q.S. Al-Mujadilah: 11:

Artinya : "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamukerjakan."

Kedudukan orang-orang beriman jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang-


orang kafir meski mereka memiliki kelebihan yang bersifat keduniaan dari orang-orang

5
beriman. Namun derajat orang-orang beriman yang berilmu akan menempati posisi yang
lebih baik lagi ketimbang orang yang hanya beriman saja. Hal tersebut dikarenakan
hanyadengan sarana ilmu lah, seseorang dapat mengetahui mana yang haq dan mana yang
bathil.
Pandangan Al-Qur’an terhadap Sains :
1. Seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan kealaman (sains) ada dalam al-
Qur’an. Pendapat ini didukung antara lain oleh al-Ghazali, al-Suyuti, dan Maurice
Bucaile.

2. Al-Qur’an hanya sebagai petunjuk untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.


Pendapat ini didukung antara lain oleh Ibnu Sina, al-Biruni, danal-Haitam.
Faktor-faktorpendorongkemajuansainsdalamperadabanislamadalah:
1. Universalisme
Tolong-menolong secara universal memang telah menjadi satu bagian yang
tidak dapat di hilangkan dari ajaran Islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling
menolong satu dengan yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai
kehidupan manusia merupakan salah satu isyarat kepada umat manusia agar saling
membantu satu sama lain sesuai dengan ketetapan Islam. Saling membantu dalam
kesusahan demi tercapainya tujuan hidup bersama merupakan hal yang sangat
mulia, hal tersebut merupakan karakter daripada islam itu sendiri, menjadikan Ikatan
Kebersamaan Umat Islam kemudian menjadikannya sebagai batu lompatan demi
tercapanya tujuan hidupbersamama

2. Toleransi
Sesungguhnya sikap toleransi dalam Islam sangat nampak pada setiap
perintah dan larangannya. Bahkan sampai kedetailnya, maka seharusnyalah sikap ini
menjadi kebangkitan baru untuk mengubah suatu bangsa menjadi bangsa yang bisa
saling bertoleransi apalagi dalam hal ilmu. Berbagi ilmu itu tidaklah sulit, tidak akan
rugi, malah akan mendapatkan wawasan baru dan juga teman-teman tentunya yang
akan sangat berterimakasih karna telah diajarkan. Dengan saling bertoleransi tentu
tidak akan teriolasi dari orang-orang karna kita mau berbagi apa yang kita punya
untuk membantu mereka, tidakkah itu baik,..??? Dan mungkin ada dari setiap orang
yang diajarkan akan membalas kebaikan yang telah kita diberikan.

3. Karakter PasarInternasional

6
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam
persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak suatu negara yang strategis
menyebabkan timbulnya bandarbandar perdagangan yang turut membantu
mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan
ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh. Rihlah ilmiyah (perjalanan
untuk mencari ilmu pengetahuan) sudah banyak dijadikan metode dalam
pembelajaran di setiap institusi pendidikan hal ini tentu akan menjadikan sains dan
teknologi di dunia Islam menjadi maju.
Perhargaan Terhadap Sains dan Saintis
Memberikan penghargaan kepada sains maupun saintis menjadikan
mereka tahu bahwa mereka dibutuhkan dalam perkembangan dunia yang semakin
maju ini, membuat mereka menjadi semakin semangat untuk menemukan hal baru
lagi. Seperti Khalifah Al- Makmun membangun Baitul Hikmah di Baghdad,
beliau mengirim wakil-wakilnya ke segala penjuru daerah untuk mencari naskah-
naskah tentang materi pendidikan dan Sains, motif dasarnya adalah kepentingan
orang lain (altruistic) dan bukan materialistic. Tentu saja, kemungkinan adanya
balasan materi dalam bentuk teknologi maju atau baru sebenarnya tidak ada
karena hubungan Sains kuno dengan teknologi kuno jauh terpisah, tidak seperti
sekarang. Hingga melahirkan para Saintis Muslim terkemuka dibidang
Alkimia,Astronomi,Matematikadankedokteran.
Keterpaduan Antara Tujuan dan Cara
Sangatlah penting dapat membedakan antara tujuan dan cara. Seperti contoh jikalau
kita punya tujuan yang jelas mengapa kita sekolah, tentunya kita tidak akan nyontek,
karena dengan cara tersebut kita tidak akan mendapatkan pelajaran yang berguna bagi
kehidupan kita kedepannya. Jadi harus ada keterpaduan antara tujuan dan cara, apabila kita
memiliki tujuan yang benar tentu kita juga harus meraihnya dengan cara yang benar juga.
Sangatlah jelas bahwa tujuan akan membedakan cara kita melakukan sesuatu, sehingga
tujuan sangatlah penting didalam kehidupan. Kalau kita tidak mempunyai tujuan
yangjelaskehidupankitajugaakanmenjaditidakjelaskarenatidakadaarahyangjelas.
Ketika sains dan teknologi mengalami proses sekularisasi, dikosongkan dari nilai-
nilai ketuhanan, seperti sains Barat pada umumnya, maka tujuan akhir dari
sains ituialahsemata-mata manfaat (nafiyyah), baik yang bersifat fisik – seperti
kenikmatan, keindahan, dan kenyamanan – maupun kepuasan intelektual dan

7
kebanggaan. Sedangkan ukuran manfaat itu bersifat relatif, dan sangat sulit
dipenuhi secara hakiki. Karena itu, perkembangan sains cenderung sangat liar.
Seorang dokter yang ahli rekayasa genetik, misalnya, mungkin belum merasa
memperoleh manfaat dan kepuasan sebelum berhasil melakukan clonning, dan
mendistorsi proses penciptaan manusia secara konvensional.Sebaliknya, ketika
nilai-nilai ketuhanan dimasukkan ke dalam proses sains, di samping menghasilkan
teori, baik dalam ilmu-ilmu eksaskta maupun non-eksak (sosial, ekonomi, politik,
ekonomi, dan lain-lain) yang sesuai dengan sudut pandang dan pemahaman Islam
(hadhoroh Islam), juga akan menghasilkan produk yang bersifat materi
(kebendaan) dari proses eksperimen, yang sarat dengan nilai-nilai ruhiah yang
puncaknya bermuara pada tercapainya keridhoan Allah. Karena itu, seorang
ilmuan muslim akan mengintegrasikan antara penemuan ilmiah yang bersifat
materi dengan kesadaran ruhiah (majhu al- maddah bi ar-ruh). Nilai ruhiah yang
paling tinggi ialah ketika seseorang merasa dekat dengan Allah dan merasa
mendapat ridho Allah.

Kemunduran Sains
Konflik terjadi pada masa akhir kemunduran sains Islam yakni
kemunculan sains modern (Newton), konflik juga terjadi saat"Kitab Ihya
Ulumuddin" karya Imam Al- Ghazali. Siapa yang tidak mengenal kitab Ihya
Ulumuddin? Ya, kitab hasil karya Imam Abu Hamid Al-Ghazali yang sering
dijadikan sebagai sandaran dan rujukan bagi sebagian ummat Islam terutama di
Indonesia. Imam Al-Ghazali sering sekali dianggap sebagai ahli filsafat Islam dan
ilmu kalam. Dan kitabnya yang berjudul Ihya Ulumuddin itu pun dianggap
sebagai ‘masterpiece’ Imam Al-Ghazali dalam hal ilmu kalam dan filsafat. Ihya’
ulumiddin menyerukan umat Islam untuk kembali menghidupkan ajaran agama,
pendapat ini menyebabkan kesalahpahaman bahwa adanya larangan untuk
mempelajari sains, sehingga budaya mempelajari sains ditinggalkan.
Kesalahpahaman ini berdampak pada ketimpangan posisi ilmu seperti terpisahnya
tradisi filsafat kelompok (ilmu duniawi) dengan tradisi pemikiran keagamaan
(ilmu ukhrawi ). Dampak dari kesalah pahaman agama dan sains menimbulkan
ketimpangan posisi ilmu sehingga terpisahnya tradisi filsafat dengan tradisi
pemikiran keagamaan, keduanya berada pada tempat yang berbeda, filsafat dan
sains berada dalam satu kelompok (ilmu duniawi) dan agama berada dalam
8
kelompok lain (ilmu ukhrawi).

Bab 3

Islam dan Penegakan Hukum

Dalam menyampaikan pendapat, biasanya orang menggunakan alasan untuk


memperkuat pendapat tersebut, alasan tersebut disebut proposisi (proposisi) atau sumber
hukum. Dalam Islam terdapat dua macam dalil yaitu dalil naqli dan dalil aqli, dalam
menentukan suatu hukum baik dalam bidang tauhid, fiqih maupun dalam bidang ilmu
akhlak, Islam selalu mendasarkannya pada sumber hukum atau dalil, baik naqli maupun
dalil atau keduanya.

Dalil Naqli adalah alasan yang diambil dari Alquran dan Hadits, kedua sumber
hukum tersebut merupakan pedoman yang harus dipegang dalam menentukan hukum
yang perludilaksanakanIslamdalamkehidupansehari-hari.Argumen Aqli adalah alasan
berdasarkan penalaran yang masuk akal, alasan yang masuk akal, sesuai dengan rasio.
Islam menghargai pikiran yang sehat dan menempatkannya di tempat yang terhormat. Kita
sebagai umat Islam, khususnya Ahlussunnah wal jama'ah selalu menempatkan Alquran
sebagai sumber utama, setelah hadits, ijma 'lalu qiyas. Seperti yang dijelaskan dalam
hadits yang menceritakan dialog antara Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya Mu'adz
Bin Jabal ketika dia akan mengirimnya ke Yaman sebagai gubernur negara itu. Nabi
Muhammad SAW berkata:

"Bagaimana jika Anda akan memutuskanapayangdimintaorangkepadaAnda?" Muadz Bin


Jabal menjawab: "Saya akan memutuskan berdasarkan kitab Alquran" Nabi bertanya
9
lagi: "Bagaimana jika kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah?" Muadz Bin Jabal
menjawab: "Aku akan memutuskan berdasarkan Sunnah Nabi" Nabi Muhammad
bertanya lagi: "Kapan kamu tidak menemukannya dalam Sunnah Nabi?" Muadz Bin
Jabal menjawab: "Aku akan menggunakan pikiranku" Kemudian Nabi
Muhammad SAW bersabda sambil mengusap dadanya, "Kipas anginlah yang
menyebabkan Rasulullah SAW melakukan hatiNabi".

Dari perbincangan Nabi Muhammad SAW dengan Muadz Bin Jabal sebagaimana
teks hadits di atas diketahui bahwa dalam menentukan hukum terlebih dahulu digunakan
Dalil Naqli dari ayat-ayat Alquran. Jika tidak ditemukan dalam Alquran, dicari dalam
Hadist, jika tidak ditemukan dalam hadits, maka digunakan bukti aqli ini yang
diperbolehkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada dasarnya dalil naqli tidak bertentangan
dengan dalil aqli. Jika kelihatannya kontradiktif maka sebenarnya tidak kontradiktif atau
absurd, tapi akal manusia yang belum bisa menemukan logikanya yang belum bisa
dijangkau akal budi. Jika akal budi manusia sudah berkembang sempurna, maka
sebenarnya semua bukti naqli (ajaran agama) bisa diterima akal sehat. Nabi Muhammad
SAW bersabda:

Artinya: “Agama itu (sejalan) dengan akal manusia tidak ada agama bagi
yangtidak masuk akal” . (Alhadis)

Pengertian hukumislam
Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku
mukalaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini,
yang mengikat bagi semua pemeluknya.

Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk
melaksanakannya secara total. Syariat islam menurut istilah berarti hukum-hukum
yang diperintahkan Allah SWT untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi,
baik yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan
dengan amaliyah.Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat
manusia untuk menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata Islam bukanlah hanya
sebuah agama yang mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada
Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah SWT untuk
mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan

10
sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya Al-
Quran dan Hadits.

Islam memiliki sumber hukum yang sangat kuat dan akurat. Ada 4 macam
sumber hukum dalam Islam dan keempat sumber hukum tersebut tidak pernah
bertentangan satu sama lain. 4 sumber hukum Islam adalah Alquran, Hadis, Ijma
'dan Qiyas.

 Al-Quran.
Allah menurunkan Al-Quran kepada umat manusia melalui nabi Muhammad
SAW sebagai kitab suci terakhir untuk dijadikan pedoman hidup. Al-Quran yang
tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya mengandung petunjuk-petunjuk yang
dapat menyinari seluruh isi alam ini. Sebagai kitab suci sepanjang zaman, Al-Quran
memuat informasi dasar berbagai masalah termasuk informasi mengenai hukum,
etika, science, antariksa, kedokteran dan sebagainya. Hal ini merupakan salah satu
bukti bahwa kandungan Al- Quran bersifat luas dan luwes. Mayoritas kandungan
Al-Quran merupakan dasar-dasar hukum dan pengetahuan, manusialah yang
berperan sekaligus bertugas menganalisa, merinci, dan membuat garis besar
kebenaran Al-Quran agar dapat dijadikan sumber penyelesaian masalah kehidupan
manusia.

Pada zaman Rasulullah, sumber hukum Islam ada dua yaitu Al-Quran dan
As-Sunnah. Rasulullah selalu menunggu wahyu untuk menjelaskan sebuah kasus
tertentu, namum apabila wahyu tidak turun, maka beliau menetapkan hukum
tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan Hadits. Sebagai sumber
hukum Islampertama dan utama, Al-Quran berperan penting dalam rangka
penetapan hukum Islam terutama setelah meninggalnya Rasulullah SAW. Seperti
kita ketahui bahwa Al-Quran merupakan buku petunjuk (hidayah) bagi orang-orang
yang bertakwa yaitu orang-orang yang percaya kepada hal ghaib, yang mendirikan
shalat, yang menginfakkan sebagain rizki mereka, dan yang meyakini adanya
akhirat. Satu hal yang juga disepakati oleh seluruh ummat Islam dan menjadi
pembahasan pokok makalah ini ialah kedudukan Al-Quran sebagai sumberhukum
Islamkapanpun dan dimanapun termasuk seharusnya di Indonesia.

 Pengertian Al-quran
Pengertian Al-Quran Menurut Bahasa (Etimologi) Quran merupakan isim

11
Mashdar (kata benda) dari kata kerja qoro-’a (‫ )أرق‬yang bermakna talaa (‫ )الت‬yang
berarti membaca, atau bermakna jama’a yang berati mengumpulkan atau
mengoleksi. Makna kata quran sinonim dengan qira’ah yang keduanya berasal dari
kata qara’a. Dari segi makna, lafal quran bermakna bacaan.
َ‫اِ َّن َعلَ ۡينَا َجمۡ َعهٗ َوقُ ۡر ٰانَهٗ فَا ِ َذا قَ َر ۡا ٰنهُ فَاتَّبِ ۡع قُ ۡر ٰان‬

“Sesungguhnya atas tanggungan kami lah mengumpulkan nya (al-Qur’an) di


dadamu dan membuatmu pandai membaca. Maka bila kami telah selesai
membacakan nya ikutilah bacaan tersebut” (Al-Qiyamah: 17-18).

Secara (Termonologi) Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan


kepada Rasulullah Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, diawali dengan surat
Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas, membaca Al-Quran adalah ibadah.

Kata “kalam” sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karena istilah itu disandarkan
kepada Allah akhirnya menjadi kalamullah. Perkataan yang berasal dari selain Allah
seperti perkataan manusia, jin maupun malaikat tidak dinamakan Al-Quran. Allah telah
menjamin untuk menjaga Al-Quran dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun
menggantinya.

َ‫إِنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا ٱل ِّذ ْك َر َوإِنَّا لَهۥُ لَ ٰ َحفِظُون‬

“Sesungguhnya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar


memeliharanya.” (Al-Hijr:9)

 Hadist
 Pengertian Al-Hadits
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik
itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan
mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.

Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya
dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).

Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti pekerjaan


melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan
12
menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan
sumpah dari pihakpenuduh.

Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan
oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan
ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan
baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila
seseorang melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan
Nabiatau pada
masaNabi,Nabimengetahuiapayangdilakukanorangitudanmampumenyanggahnyana
mun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari
Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :

Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh
Nabi. Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku
berketerusan melakukan perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya
Nabi dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh
dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak mengetahui berketerusannya si
pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan dilarang itu. Diamnya Nabi
dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.

Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak
diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya
adalah meniadakan keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu
dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya,
berarti Nabi berbuat kesaahan ; sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar dari
kesalahan.

Kedudukan Hadits
Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas
hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang
ditentukan Allah dalam Al- Quran.

Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan


hukum Al- Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak,
karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam
kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua
13
setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama. Perbincangan
ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa
Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi
ditambah oleh sumber lain.

Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber


atau dalilkedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta
mengikat untuk semua umat Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya
dengan beberapa dalil, dantaranya :

Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada
rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti yang tersebut
dalam surat An-Nisa : 59 :

artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati Rasul berarti
mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa : 80:

Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah.
dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk
menjadi pemelihara bagi mereka.

Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti apa-apa
yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya.

Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla wahyu
mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai kekuatan hukum
untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua
segi: pertama, dari segi kebenaran materinya dan keduadari segi kekuatan penunjukannya
terhadap hukum. Dari segi kebenaran materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran
pemberitaannyayangterdiridari tigatingkat, yaitu: mutawatir, masyhur, danahad
sebagaimana dijelaskandiatas.

Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang meiwayatkannya dari
Nabi dan juga kuantitas yang meriwayatkannya dari sahabat dan seterusnya adalah qath
i dalam arti diyakini kebenarannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah
hadits mutawatir ini tidak banyak namun mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana

14
kekuatan Al-Qur’an. Khabar mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di dalam
periwayatan dan menghasilkan kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir
sebagaima kebenaran yang muncul dari hasil pengamatan. Para ulama sepakat mengatakan
bahwa khabar mutawatir menghasilkan ilmu yakin meskipun mereka berbeda pendapat
dalam menetapkan cara sampai kepada ilmu yakin itu secara tanpa memerlukan
pembuktian atau memerlukan pembuktian kebenarannya. Untuk sampainya khabar
mutawatir itu kepada ilmu yakin harus terpenuhi syarat-syarat tertentu. Di antaranya
syarat-syarat itu disepakati oleh ulama dan syarat lainnya diperselisihkan. Syarat-syarat
yang disepakati ada yang menyangkut pembawaberita.

Fungsi Hadits
Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat
hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum
dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian fungsi hadits
yangutama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan
Allah dalam surat An-Nahl :64

Artinya: ‘’Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan
agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu’’.

Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh,
maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam
hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi senagai berikut :

1. Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an atau


disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti mengulangi
apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an. Umpanya Firman Allah dalam surat Al-
Baqarah :110 yang artinya:

“ Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat “

Ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi yang artinya:

‘’Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhanselain
Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikanzakat.

2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal:

3. Menjelaskan arti yang masih samar dalamAl-Qur’an

15
4. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garisbesar.

5. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secaraumum

6. Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalamAl-Qur’an

Contoh menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata shalat yang masih
samar artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a sebagaimana yang biasa dipahami
secara umum waktu itu. Kemudian Nabi melakukan serangkaian perbuatan, yang terdiri
dari ucapan dan pebuatan secara jelas yang dimulai dari takbiratul ihram dan berakhir
dengan salam. Sesudah itu Nabi bersabda :
‘’inilah shalat itu, kerjakanlah shalat sebagimana kamu melihat saya
mengerjakanshalat’’.

7. Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam Al-
Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan sendiri hukumyang
tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut itsbat.

Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang ditetapkan
hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang disinggung Al-
Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-Qur’an secara terbatas.
Umpamanya Allah SWT mengharamkan memakan bangkai, darah, dan daging babi.
Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai hhukum baru yang
ditetapkan oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas
tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Tetapi kalau dipahami lebih lanjut larangan Nabi
itu hanyalah sebagai penjelasan terhadap larangan Al-Qur’anlah memakan sesuatu
yang kotor.

Ijma’
Pengertian ijma’
Ijma’ didefinisikan oleh para ulama dengan beragam ibarat. Namun, secara
ringkasnya dapatlah dikatakan sebagai berikut: ”Kesepakatan seluruh ulama mujtahid
pada satu masa setelah zaman Rasulullah atas sebuah perkara dalam agama.” Dan ijma’
yang dapat dipertanggung jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah
sahabat), dan tabi’ut tabiin (setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah
berpencar dan jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak, sehingga tak dapat
dipastikan bahwa semua ulama telahbersepakat.
16
Syarat Ijma’
Berdasarkan definisi di atas dapatlah disebutkan syarat-syarat sebuah ijma’ itu bisa
disahkan dan berlaku:
1. Terjadinyakesepakatan
2. Kesepakatan seluruh ulamaislam
3. Waktu kesepakatan setelah zaman Rasulullah, meskipun hanya sebentar saja
kesepakatanterjadi
4. Yang disepakati adalah perkaraagamaBila seluruh perkara di atas
terpenuhi maka ia menjadi ijma’ yang tak bolehdiselisihi setelahnya, dan
menjadi landasan hukum dalam Islam. Siapa yang menyelisihinya maka ia
menyimpang, meskipun berasal dari mereka yang dulunya ikut bersepakat
di dalamnya.
Qiyas
Pengertian Qiyas
Qiyas dalam bahasa Arab berasal dari kata “qasa, yaqisu, qaisan” artinya
mengukur, menyamakan dan ukuran. Secara etimologi qiyas berarti pengukuran
sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan sejenisnya. Qiyas
menurut berarti, membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A
dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh
yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti
mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula
membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencaripersamaan-
persamaannya.

Sedangkan menurut ulama’ ushul fiqih qiyas berarti menetapkan hukum


suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara
membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat antara kedua
kejadian atau peristiwa itu.

Jadi qiyas merupakan mashodirul ahkam yang keempat setelah Al-Qur’an,


As- Sunnah dan ijma’. Yakni cara mengishtinbatkan suatu hukum dengan cara
menganalogikan antara dua hal yang memiliki kesamaan illat tetapi yang satu
belum ada ketentuan hukumnya dalamnash.

17
‫والقياسهوماطلبالدلئلالموافقةعلىخبرالمتقدممنالكتابوالسنة‬

“Qiyas adalah metode berfikir untuk menemukan petunjuk makna yang sesuai dengan
khabar yang sudah ada dalam al-Qur’an dan sunnah”.

Rukun Qiyas
Dari pengertian qiyas yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur
pokok (rukun) qiyas terdiri atas empat unsur berikut:

 Ashal (asal); yaitu sesuatu yang dinashkan hukumnya yang menjadi ukuran atau
tempat menyerupakan/ menqiyaskan. Dalam istilah ushul disebut ashal (‫)الصل‬
ataumaqis‘alaih(‫)عليهالمقيس‬ataumusyabbah bih (‫)بهمشبه‬.

 Far’ (cabang); yaitu sesuatu yang tidak dinashkan hukumnya yang diserupakan
atau yang diqiyaskan. Di dalam istilah ushul disebut al-far’u (‫ )الفرع‬atau al- maqis(‫ا•ل‬
‫)مقيس‬ataual-musyabbah (‫)المشبه‬.

 Hukum ashal (‫ ;)الص••لحكم‬yaitu hukum syara’ yang dinashkan pada pokok yang
kemudian akan menjadi hukum pula bagicabang.

 Illat(‫;)العل••••••ة‬yaitusebabyangmenyambungkanpokokdengancabangnyaatausuatu sifat
yang ada pada ashal dan sifat yang dicari padafar’.

Syarat-syarat illat antara lain adalah:


1. Illat itu adalah sifat yang jelas, yang dapat dicapai oleh pancaindra
2. Merupaka sifat yang tegas dan tidak elastis yakani dapat dipastiakan berwujudnya
pada furu’ dan tidak mudahberubah

3. Merupakan sifat yang munasabah , yakni ada persesuian antara hukum


dasifatnya
4. Merupakan sifat yang tidak terbatsas pada aslnya, tapi bisa juaga berwujud pada
beberapa satuan hukum yang bukanasl

Sebagai contoh ialah menjual harta anak yatim adalah suatu peristiwa yang perlu
ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasarnya.
Peristiwa ini disebut far’u. untuk menetapkan hukumnya dicari suatu peristiwa yang lain
yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash yang ‘illatnya sama dengan peristiwa
pertama. Peristiwa kedua ini memakan harta anak yatim yang disebut ashal. Peristiwa
kedua ini telah ditetapkan hukumnya berdasar nash yaitu haram (hukum ashal)
18
berdasarkan firman Allah SWT:

Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). (Q.S an-Nisa’: 10).

Persamaan ‘illat antara kedua peristiwa ini, ialah sama-sama berakibat berkurang atau
habisnya harta anak yatim. Karena itu ditetapkanlah hukum menjual harta anak yatim
sama dengan memakan harta anak yatim yaitu sama-samaharam.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkansebagai berikut:

 Ashal ialahmemakan harta anakyatim

 Far’u, ialah menjual harta anakyatim

 Hukum ashal ialahharam

 ‘Illlat, ialah mengurangi atau menghabiskan harta anakyatim.

Syarat-syarat qiyas

Setelah diterangkan rukuk-rukun qiyas, berikut akan diterangkan syarat-syarat dari


masing-masing rukun qiyas tersebut.

1) Ashal

 Menurut Imam al-Ghozali dan Syaifuddin al-Amidi yang keduanya adalah ahli
ushul fiqh Syafiiyyahsyarat-syarat ashal ituadalah:

 Hukum ashl itu adalah hukum yang telah tetap dan tidak mengandung
kemungkinandinasakhkan

 Hukum itu ditetapkan berdasarkansyara’


 Ashal itu bukan merupakan far’u dari ashllainnya
 Dalil yang menetapkan ‘illat pada ashal itu adalah dalil khusus, tidak bersifat
umum

 Ashl itu tidak berubah setelah dilakukanqiyas


 Hukum ashl itu tidak keluar dari kaidah-kaidah qiyasfar’u.
19
2) Al-Far’u
Para ulama ushul fiqh mengemukakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh al-
far’uyaitu:

 Illat yang ada pada far’u harus sama dengan illat yang ada pada ashal. Contoh ‘illat
yang sama dzatnya adalah mengqiyaskan wisky pada khamr, karena keduanya
sama-sama memabukkan dan yang memabukkan itu sedikit atau banyak, apabila
diminum hukumnya haram (H.R Muslim, Ahmad ibn Hanbal, al-Tirmidzi, Ibnu
Majah dan al-Nasa’i). ‘illat yang ada pada wisky sama dengan zatnya/materinya
dengan ‘illat yang ada pada khamr. Contoh ‘illat yang jenisnya sama adalah
mengqiyaskan wajib qishas atau perbuatan sewenang-wenang terhadap anggota
badan kepada qishas dalam pembunuhan, karena keduanya sama-sama perbuatan
pidana.

 Hukum ashl tidak berubah setelah dilakukan qiyas. Misalnya, tidak boleh
mengqiyaskan hukum mendzihar wanita dzimmi kepada mendzihar wanita
muslimah dalam keharaman melakukan hubungan suami istri. Karena kaharaman
hubungan suami istri dalam mendzihar suami istri yang bersifat muslimah bersifat
sementara, yaitu sampai suami membayar kafarat. Sedangkan keharaman
melakukan hubungan dengan istri yang berstatus dzimmi bersifat selamanya,
karena orang kafir tidak dibebani membayar kafarat, dan kafarat merupkan ibadah,
sedangkan mereka tidak dituntut untuk beribadah. Apabila qiyas ini ditetapkan,
maka menurut ulama Hanafiyyah tidak sah. Akan tetapi menurut ulama
Syafi’iyyah hukumnya sah karena orang dzimmi dikenakankafarat.

 Tidak ada nash atau ijma’ yang menjelaskan hukum far’u itu. Artinya tidak ada
nash atau ijma’ yang menjelaskan hukum far’u dan hukum itu bertentangan dengan
qiyas, karena jika demikian, maka status qiyas ketika itu bisa bertentangan dengan
nash atau ijma’. Qiyas yang bertentangan dengan nash atau ijma’, disebut para
ulama’ ushul fiqh sebagai qiyas fasid. Misalnya, mengqiyaskan hukum
meninggalkan shalat dalam perjalanan kepada hukum bolehnya musafir tidak
berpuasa, karena qiyas seperti ini bertentangan dengan nash danijma’.

Bahkan dalam literature lain ditambahkan beberapa syarat-syarat far’u, antara


lain:

 Hukum furu’ tidak mendahului hukum ashl. Artinya hukum far’u itu harus datang
20
kemudian dari hukum ashl. Contohnya adalah mengqiyaskan wudhu’ dengan
tayammum dalam wajibnya niat, karena keduanya sama-sama taharah (suci). Qiyas
tersebut tidak benar, karena wudlu’ (far’u) diadakan sebelum hijrah, sedang
tayammum (ashl) diadakan sesudah hijrah. Lagipula ditetapkannya tayammum itu
adalah sebagai pengganti wudlu’ di saat tidak dapat melakukan wudlu’. Bila qiyas
itu dibenarkan, maka berarti menetapkan hukum sebelum adaillatnya.

 Cabang tidak mempunyai hukum yang tersendiri. Ulama usul berkata: “apabila
datang nash maka qiyas menjadi batal.

 Hukum cabang sama dengan hukumashl.


3) Hukum Ashl
Syarat-syarat hukum ashal, antara lain:

 Hukum syara’ itu hendaknya hukum syara’ yang amaly yang


telahditetapkanhukumnya berdasarkan nash. Hal ini diperlukan karena
yang akan ditetapkan itu adalah hukum syara’, sedang sandaran hukum
syara’ itu adalah nash. Atas dasar yang demikian, maka jumhur ulama’
berpendapat bahwa ijma’ tidak boleh menjadi sandaran qiyas. Mereka
menyatakan bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan ijma’ adalah
hukum yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan, tidak mempunyai
sandaran, selain dari kesepakatan para mujtahid. Karenanya hukum yang
ditetapkan secara ijma’tidak dapat diketahui dengan pasti, sehingga tidak
mungkin mengqiyaskan hukum syara’ yang amaly kepada hukum yang
mujmal ‘alaih. Asy- Syaukani membolehkan ijma’ sebagai sandaranqiyas.

 Hukum ashl harus ma’qul al-ma’na, artinya pensyari’atannya


harusrasional
 Hukum ashl itu tidak merupakan hukum pengecualian atau hukum yang berlaku
khusus untuk peristiwa atau kejadiantertentu.

Hukum ashl macam ini ada dua macam, yaitu:


a. ‘Illat hukum itu hanya ada pada hukum ashl saja, tidak mungkin pada yang lain. Seperti
dibolehkannya mengqoshor sholat bagi orang musafir. ‘Illat yang masuk akal dalam hal
ini ialah untuk menghilangkan kesukaran atau kesulitan (masyaqqot). Tetapi Al-Qur’an
dan dan hadits menerangkan bahwa illatnya itu bukan karena masyaqqat tetapi karena
adanya safar(perjalanan)
21
b. Dalil (Al-Qur’an dan Hadits) menunjukkan bahwa hukum ashl itu berlaku khusus, tidak
berlaku pada kejadian atau peristiwa yang lailn. Misalnya dalam sebuah riwayat
dikatakan:

‫هسبَخْزَيمةَفحهَدلَهشمْن‬

Kesaksian Khuzaimah sendirian sudah cukup. (H.R. Abu Daud, Ahmad ibn Hanbal, al-
Hakim, al-Tirmidzi dan al-Nasa’i)

Ayat Al-Qur’an menentukan bahwa sekurang-kurangnya saksi itu adalah dua orang
laki- laki atau satu orang laki-laki bersama dua orang wanita (Q.S Al-Baqoroh, 2: 282),
tetapi Rosulullh saw. Menyatakan bahwa apabila Khuzaimah (sahabat) yang menjadi
saksi, maka cukup sendirian. Hukum kesaksian secara khusus ini tidak bisa dikembangkan
dan diterapkan kepada far’u, karena hukum ini hanya berlaku untuk pribadi Khuzaimah.
Demikian juga hukum-hukum yang dikhususkan bagi Rosululloh saw., seperti kawin lebih
dari empat orang tanpamahar.

Ada juga syarat lain yang disebutkan dari sumber lain [11]bahwa syarat hukum ashal
adalah:

 Hukum ashl itu adalah hukum yang tetap berlaku, bukan hukum yang telah
dinasakhkan, sehingga masih mungkin dengan hukum ashl itu membangun
(menetapkan) hukum. Alasannya ialah bahwa perentangan hukum dari ashl kepada
far’u adalah didasarkan kepada adanya sifat yang menyatu pada keduanya. Hal ini
sangat tergantung kepada pandangan (i’tibar) dari pembuat hukum ashl yang telah
dimansukh, tidak ada lagi pandangan pembuat hukum terhadap sifat yang menyatu
pada hukum ashltersebut.

‘illat
 Pengertian‘illat

Secara etimologi ‘illat berarti nama bagi sesuatu yang menyebabkan


berubahnya keadaan sesuatu yang lain dengan keberadaannya. Misalnya penyakit
itu dikatakan ‘illat, karena dengan adanya penyakit tersebut tubuh manusia berubah
dari sehat menjadi sakit.

Secara termenologi, terdapat beberapa definisi ‘illat yang dikemukakan


ulama ushul fiqh. Akan tetapi pada makalah ini akan kami sebutkan definisi ‘illat
22
menurut imam al-Ghozali, yaitu:

‘’Sifat yang berpengaruh terhadap hukum, bukan karena dzatnya, melainkan


karena perbuatan syar’i’’

Menurutnya, ‘illat itu bukanlah hukum, tetapi merupakan penyebab


munculnya hukum, dalam arti: adanya suatu ‘illat menyebabkan munculnya hukum.
Al-Ghozali berpendapat bahwa pengaruh ‘illat terhadap hukum bukan dengan
sendirinya, melainkan harus karena adanya izin Allah. Maksudnya, Allah-lah yang
menjadikan ‘illat itu berpengaruh terhadap hukum.

Misalnya seorang pembunuh terhalang mendapatkan warisan dari harta orang


yang ia bunuh, disebabkan pembunuhan yang ia lakukan. Dalam kasus ini bukan
karena membunuh semata-mata yang menjadi ‘illat yang menyebabkan ia tidak
mendapat warisan, tetapi atas perbuatan dari kehendak Allah. Dengan demikian,
‘illat ini hanya merupakan indikasi, penyebab dan motif dalam suatu hukum, yang
dijadikan ukuran untuk mengetahui suatuhukum.

 Bentuk-bentuk‘illat
‘illat adalah sifat yang menjadi kaitan bagi adanya suatu hukum. Ada
beberapa bentuk sifat yang munkin menjadi ‘illat bagi hukum bila telah memenuhi
syarat-syarat tertentu.Di antara bentuk sifat ituadalah:

 Sifat haqiqi, yaitu yang dapat dicapai oleh akal dengan sendirinya, tanpa
tergantung kepada ‘urf (kebiasaan) atau lainnya. Contohnya: sifat
memabukkan pada minumankeras.

 Sifat hissi, yaitu sifat atau sesuatu yang dapat diamati dengan alat indera.
Contohnya: pembunuhan yang menjadi penyebab terhindarnya seseorang dari
hak warisan, pencurian yang menyebabkan hukum potong tangan, atau sesuatu
yang dapat dirasakan, seperti senang ataubenci.

 Sifat ‘urfi, yaitu sifat yang tidak dapat diukur, namun dapat dirasakan bersama.
Contohnya: buruk dan baik, mulia danhina.

 Sifat lughowi, yaitu sifat yang dapat diketahui dalam penamaannya dalam
artian bahasa. Contohnya: diharamkannya nabiz karena ia bernamakhomr.

 Sifat syar’i, yaitu sifat yang keadaannya sebagai hukum syar’i dijadikan alasan
untuk menetapkan sesuatu hukum. Contohnya: menetapkan bolehnya
23
mengagungkan barang milik bersama dengan alasan bolehnya barang itudijual.

 Sifat murakkab, yaitu bergabungnya beberapa sifat yang menjadi alasan adanya
suatu hukum. Contohnya: sifat pembunuhan secara sengaja, dan dalam bentuk
permusuhan, semuanya dijadikan alasan berlakunya hukumqishos.

Semua sifat tersebut dapat menjadi ‘illat. Tetapi mengenai


kemungkinannya untuk menjadi ‘illat bagi suatu hukum, para ulama berbeda
pendapat. Bagi ulama yang dapat menerima sifat tersebut sebagai ‘illat, masih
diperlukan beberapa syarat yang akan dijelakan di bawahini.

 Syarat-syarat‘illat
Syarat-suarat ‘illatadalah sebagai berikut:

 ‘illat itu mengandung motivasi hukum, bukan sekedar tanda-tanda atau indikasi
hukum. Maksudnya, fungsi ‘illat adalah bagian dari tujuan disyari’atkannya
hukum, yaitu untuk kemashlahatan umat manusia. Contohnya: sifat “menjaga
diri” merupakan hikmah diwajibkannya qishosh. Maksudnya, bila
seseorangpembunuhdiqishosh, maka orang akan menjauhi pembunuhan,
sehingga diri (jiwa) manusia akan terpelihara dari pembunuhan.

 ‘Illat itu jelas, nyata, dan bisa ditangkap indera manusia, karena ‘illat merupakan
pertanda adanya hukum. Misalnya sifat memabukkan dalam khamr. Apabila
‘illat itu tidak nyata, tidak jelas, dan tidak bisa ditangkap indera manusia, maka
sifat seperti itu tidak bisa dijadikan ‘illat. Contoh sifat yang tidak nyata, adalah
sifat “sukarela” dalam jual beli. Sifat “sukarela” ini tidak bisa dijadikan ‘illat
yang menyebabkan pemindahan hak milik dalam jual beli, karena “sukarela’ itu
masalah batin yang sulit diindera. Itulah sebabnya para ahli fiqh menyatakan
bahwa “sukarela” itu harus diwujudkan dalam bentuk perkataan “ijab”
dan”qobul”.

Dalam literature lainditambahkan bahwa syarat ‘illat itu antara lain:

 ‘illat itu harus dalam bentuk sifat yang terukur (‫)منض••بطه‬, keadaannya jelasdan
terbatas, sehingga tidak bercampur dengan yang lainnya. Contohnya: keadaan
dalam perjalanan menjadi ‘illat untuk bolehnya mengqashar sholat. Qashar sholat
diperbolehkan bagi orang yang melakukan perjalanan, karena keadaan dalam
perjalanan itu menyulitkan (masyaqqah), namun masyaqqah itu sendiri tidak dapat

24
diukur dan ditentukan secara pasti, karena berbeda antara seseorang dengan
lainnya, antara satu situasi dan situasi lainnya. Karenanya, masyaqqah itu tidak
dapat dijadikan ‘illat hukum. Sifatnya sama dengan sifat yang batin (tidak dhahir),
sehingga harus diambil sifat lain yang dhahir sebagai patokan yang alasan di
dalamnya terdapat alasan yang sebenarnya, yaitu “keberadaan dalam perjalanan”
yang sifatnya jelas danterukur.

 Harusadahubungankesesuaiandankelayakanantarahukumdengansifatyang

akan menjadi ‘illat (‫)مالئمهومناس•••به‬. Adanya kesesuaian hubungan antara


sifatdengan hukum itu menjadikannya rasional, diterima semua pihak, dan
mendorong seseorang untuk lebih yakin dalam berbuat.

Contohnya: sakit menjadi ‘illat bolehnya seseorang membatalkan puasa, karenasakit


itu menyulitkan seseorang untuk berpuasa. Seandainya dilakukan juga, malah akan
merusak dirinya, padahal syara’ melarang merusak dan melarang mencelakakan diri.
Sifat yang tidak ada hubungan kesesuaian dengan hukum tidak dapat dijadikan ‘illat
bagi bolehnya berbuka puasa, karena antara mengantuk dan puasa tidak mempunyai
hubungan kesesuaian apa-apa.

 Fungsi‘illat
Pada dasanya setiap ‘illat menimbulkan hukum. Antara ‘illat dan hukum
mempunyai kaitan yang erat. Dalam kaitan itulah terlihat fungsi tertentu dari
‘illat,yaitusebagai:

 Penyebab/penetap yaitu ‘illat yang dalam hubungannya dengan hukum


merupakan penyebab atau penetap (yang menetapkan) adanya hukum, baik
dengan nama mu’arrif, mu’assir, atau ba’its. Contohnya ‘illat memabukkan
menyebabkan berlakunya hukum haram pada makanan dan minuman
yangmemabukkan.

 Penolak yaitu ‘illat yang keberadaannya menghalangi hukum yang akan terjadi,
tetapi tidak mencabut hukum itu seandainya ‘illat tersebut terdapat pada saat
hukum tengah berlaku. Contohnya dalam masalah iddah. Adanya iddah menolak
dan menghalangi terjadinya perkawinan dengan laki-laki yang lain, tetapi iddah
itu tidak mencabut kelangsungan perkawinan bila iddah itu terjadi dalam
perkawinan. Iddah dalam hal ini adalah iddahsyubhat.

25
 Pencabut yaitu ‘illat yang mencabut kelangsungan suatu hukum bila ‘illat itu
terjadi dalam masa tersebut, tetapi ‘illat itu tidak menolak terjadinya suatu
hukum. Contohnya: sifat thalaq dalam hubungannya dengan kebolehan bergaul.
Adanya thalaq itu mencabut haq bergaul suami istri (jika mereka telah menikah
atau rujuk), karena memang mereka boleh menikah lagi sesudah adanya
thalaqitu.

 Penolak dan pencabut yaitu ‘illat yang dalam hubungannya dengan hukum dapat
mencegah terjadinya suatu hukum dan sekaligus dapat mencabutnya bila hukum
itu telah berlangsung. Contohnya sifat radha’ (hubungan persusuan) berkaitan
dengan hubungan perwakinan. Adanya hubungan susuan mencegah terjadinya
hubungan perkawinan antara orang yang sepersusuan dan sekaligus mencabut
atau membatalkan hubungan perkawinan yang sedang berlangsung, bila
hubungan susunan itu terjadi (diketahui) waktu berlangsungnyaperkawinan.

Bab 4

26
Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar

Pengertian
Amar makruf nahi mungkar (bahasa Arab: ‫المنكرعنوالنهيبالمعروفاألمر‬, al-amrbi-l-
maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar) adalah sebuah frasadalam bahasa Arabyang
berisi perintah menegakkan yang benar dan melarang yang salah. Dalam ilmu
fikihklasik, perintah ini dianggap wajib bagi kaum Muslim. "Amar makruf nahi
mungkar" telah dilembagakan di beberapa negara, contohnya adalah di Arab
Saudiyang memiliki KomiteAmar Makruf Nahi Mungkar(Haiʾat al-amr bi-l-
maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar). Di kekhalifahan-kekhalifahan sebelumnya,
orang yang ditugaskan menjalankan perintah ini disebut muhtasib. Sementara itu,
di Barat, orang-orang yang mencoba melakukan amar makruf nahi mungkar
disebut polisi syariah.

Tidak diragukan lagi bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah upaya menciptakan
kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada tiap-tiap individunya.
Dengan demikian, segala hal yang bertentangan dengan urusan agama dan merusak
keutuhannya, wajib dihilangkan demi menjaga kesucian para pemeluknya. Persoalan ini
tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan syariat yang meliputi seluruh
kebaikan dan menutup segala celah yang berdampak negatif bagi kehidupan manusia.

Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya
sebagai landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali
Imran:110)

Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan
diturunkannya Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang ma’ruf,
yaitu tauhid yang menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan menghilangkan yang
mungkar,yaitukesyirikanyangmenjadisumbernya. Jadi, segala perintah Allah subhanahu
wata’alayangdisampaikanmelaluirasul-Nya
adalahperkarayangma’ruf.Begitupulaseluruhlarangan-Nyaadalahperkarayangmungkar.

27
Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar ini sebagai
sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin secara menyeluruh.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian
merekamenjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat)
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat,
menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi
rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (at-Taubah:
71)

Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam
ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dan hal tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya
amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan hal inilah umat ini menjadi sebaik-baik umat
di tengah-tengah manusia.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena
kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar….”
(Ali Imran: 110)

Hukum Amar Ma’ruf NahiMungkar

Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang memiliki
kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya terwakili. Dengan
kata lain, hukumnya fardhukifayah.Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi
siapa yang mampu dan tidak ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-Nawawi
rahimahullah mengatakan, “Amar ma’ruf nahi mungkar menjadi wajib ‘ain bagi seseorang,
terutama jika ia berada di suatu tempat yang tidak ada seorang pun yang mengenal (ma’ruf
dan mungkar) selain dirinya; atau jika tidak ada yang dapat mencegah yang (mungkar) selain
dirinya. Misalnya, saat melihat anak, istri, atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau
mengabaikan kebaikan.” (Syarh ShahihMuslim)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma’ruf nahi


mungkar adalah fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‘ain bagi siapa
yang mampu dan tidak ada pihak lain yang menjalankannya.”

28
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah
mengemukakan hal yang sama, “Ketika para da’i sedikit jumlahnya, kemungkaran
begitu banyak, dan kebodohan mendominasi, seperti keadaan kita pada hari ini,
maka dakwah (mengajak kepada kebaikan dan menjauhkan umat dari kejelekan)
menjadi fardhu ‘ain bagi setiap orang sesuai dengankemampuannya.”

Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian,


setiap orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Allah subhanahu wa ta’alaberfirman:

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah


serta taatlah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa
dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.” (at-
Taghabun: 16)

Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat dengan
proses amar ma’ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja lebih
mampu dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan yang
selainnya.

Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak


wajib bagi tiap-tiap individu (wajib ‘ain), namun secara hukum menjadi fardhu
kifayah. Inilah pendapat yang dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam al-
Qurthubi, Abu Bakar al-Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan lain-
lain rahimahumullah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar.
Dan mereka itulah orang-orangyangberuntung.”(Ali Imran:104)

Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf NahiMungkar


Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah
dan menjalankanketaatan kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-

29
Mulk: 2)

Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh.
Karena itu, harus dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi
amalan saleh yang diterima. Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah
mengemukakan bahwa suatu amalan meskipun benar tidak akan diterima jika
tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya. Keikhlasan berarti semata-mata
karena Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan kebenaran berarti harus berada di
atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para penegak amar ma’ruf
nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi beberapa syarat berikut.

Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.


Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan
kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada
Allah subhanahu wa ta’ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh
lebih dominan daripada kebaikan yang diharapkan.

Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang harus
dimiliki meliputi tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma’ruf dan yang mungkar
serta dapat membedakan antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan
objek yang menjadi sasarannya; serta mengetahui dan menguasai metode atau
langkah yang tepat dan terbaik sesuai dengan petunjuk jalan yang lurus (ketentuan
syariat). Tujuan utamanya adalah supaya tercapai maksud yang diinginkan dari
proses amar ma’ruf nahi mungkar dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lain.

Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak
mustahil apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.

Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:

“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam tiap urusan.
Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak
akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan Allah subhanahu wa ta’ala
akanmemberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-
Rifq” no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-Rifq” no. 4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688, dan
ad-Darimi “Bab Fi ar-Rifq” no.2673)

30
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan
menghiasinya, dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu,
melainkan akan menghinakannya.” (HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no. 2119,
dan Ahmad no. 23171, 23664, 23791)

Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh


beramar ma’ruf dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah
lembut, bersikap adil (proporsional), dan berilmu yang baik.”

Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan


kehormatan dan perasaan manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma’ruf nahi
mungkar hendaknya mengedepankan kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib
atau kejelekan. Kecuali, mereka yang cenderung senang dan bangga untuk
menampakkan aibnya sendiri dengan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan
secara terang-terangan. Sebab itu, tidak mengapa untuk mencegahnya dengan cara
terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

ِ ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذلِكَ أَضْ َعفُ اإْل ِ ي َم‬
‫ان‬

“Siapa yang menasihati saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, sungguh ia


benar-benar telah menasihatinya dan menghiasinya. Siapa yang menasihati
saudaranya dengan terang-terangan (di depan khalayak umum), sungguh ia telah
mencemarkannya dan menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim)

Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan


setelah beramar ma’ruf nahi mungkar.

Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma’ruf
nahi mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran,
tentu kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang
diinginkan.

Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar ma’ruf


nahi mungkar itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul
adalah pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Allah subhanahu
31
wa ta’alatelahmemerintah mereka semua agar bersabar, seperti firman-Nya:
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul
yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab
disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan,
merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.
Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan, selain kaum
yang fasik (tidak taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala).” (al-Ahqaf: 35)

“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7)


“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena
sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan
memuji Rabbmu ketika engkau bangun.” (at-Thur: 48)

Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya


dalam firman-Nya:

“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang


ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang
penting.” (Luqman: 17)

Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan


dirinya sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka
dengan kebenaran. Oleh karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu
menjadi cobaan serta ujianbaginya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan
mengatakan, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami
telah menguji orang- orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-
orang yang benar dan pasti mengetahuiorang-orang yang dusta.”(al-‘Ankabut: 2-
3

32
Bab 5

Fitnah Akhir Zaman

Manusia setapak demi setapak menjalani tahap kehidupan-nya dari alam


kandungan, alam dunia, alam kubur dan alam akhirat. Tahap-tahap tersebut harus
dijalani sampai akhirnya kita akan menemui alam akhirat yaitu suatu tempat untuk
memperhitungkan amalan-amalan kita saat di Dunia. Maka tatkala kita mendengar
ayat- ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang memberitakan tentang keadaan
hari Akhir, hendaklah hati kita menjadi takut dan mata kita menjadi menangis
sehingga menjadi dekatlah hati kita kepada Allah. Sebelum hari akhir itu terjadi
maka akan muncul berbagai fitnah di akhir zaman. Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam telah mengabarkan kepada umatnya tentang fitnah-fitnah akhir zaman
agar mereka selalu berhati-hati dan selalu bertakwa serta berpegang teguh
terhadap apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu sebelumnya. Dalam tulisan
ini akan dibahas tentang pengertian fitnah dan fitnah-fitnah yang akan terjadi di
akhir zaman.
pengertian fitnah
Kata fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan secara berulang
33
di dalam al-Qur’an pada hampir 70 ayat (lihat al-Mu’jam al-Mufahras), dan seluruh
maknanya berkisar pada ketiga makna di atas. Kata fitnah bisa juga bermakna sesuatu
yang mengantarkan kepada adzab Allah, seperti firman-Nya: “Ketahuilah, bahwa mereka
telah terjerumus ke dalam fitnah…” (QS. at-Taubah: 49). Di sisi lain, kata fitnah
bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan dalam konteks kesulitan maupun
kesenangan yang diterima seseorang. Hanya saja, makna “kesulitan” lebih sering
digunakan. Allah berfirman (yang artinya): “DanKami akan menguji kamu dengan
keburukandankebaikansebagai cobaan(yangsebenar-benarnya)…”(QS.al-Anbiyaa’:35)
(Mufradat Alfazh al-Qur’an al-Karim karya ar-Raghib al-Ashfahani)
Fitnah-Fitnah AkhirZaman

Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallamadalah:

1. Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari agama
Islam.Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan: “Cepat-cepatlah kalian
beramal shalih sebelum datang fitnah, seperti malam yang gelap. Seorang pada pagi
harinya dalam keadaan mukmin, kemudian pada sore harinya menjadi kafir. Pada sore
harinya dalam keadaan mukmin, pada pagi harinya menjadi kafir; dia menjual agamanya
dengan benda- benda dunia.” (HR. Muslim)

2. Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu agama


dari hati manusia.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Zaman semakin dekat, ilmu


dicabut, muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-kebakhilan, banyak terjadi al-haraj.
Para sahabat bertanya, ‘Apakah al-haraj itu, ya Rasulullah?” beliau menjawab,
‘Pembunuhan.’”(Muttafaqun ‘alaih) Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara
diwafatkannya para ulama’ ahli ilmu agama. Maka setelah itu akan terjadilah
kebodohan dimana-mana dan akan ada muncul da’i-da’i yang menyeru kedalam neraka
jahanam.
3. Diangkatnya amanah dari manusia.
Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat. Sebagaimana yang
telah di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam yang ketika itu dating
seorang Badui kepada beliau dan berkata, “Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Beliau
menjawab dengan sabdanya: “Apabila telah disia-siakannya amanah, maka tunggulah
hari kiamat! Orang tersebut kembali bertanya, ‘Bagaimana disia-siakannya, wahai

34
Rasulullah?’ beliau menjawab, ‘Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang
bukan ahlinya, maka tungguhlah hari kiamat.’” (HR. Bukhari) Pada kenyataan yang
bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat amanah dari pundak- pundak para
pemimpin. Kepemimpinan merupakan amanah yang sangat besar. Sebagaimana sabda
shallahu ’alaihi wasallam:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban
terhadap apa yang pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita amati seksama,
yaitu banyaknya para pemimpin yang tidak melaksanakan amanahnya dengan baik.
Mereka malah menyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri dan
keluarganya seperti halnya korupsi yang telah merajalela dimana-mana. Hal itu
termasuk bentuk penyelewengan amanah yang seharusnya disampaikan
kepada rakyat.

4. Fitnahharta.
Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-tanda hari
kiamat. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda hari kiamat ialah; diangkat ilmu (agama), tersebar
kejahilan (terhadap agama), arak diminum (secara leluasa), dan zahirnya zina (secara
terang-terangan)”. (HR. al-Bukhari no. 78 dan Muslim no. 4824)
Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-Khattab. Karena
beliau merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah tersebut,
sebagaimana yang diterangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berkata
kepada ‘Umar:
“Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan hancur.” (HR.
Bukhari danMuslim).

Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut, karena hal tersebut akan
menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Dan takutlah kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang yang zhalim di antara
kalian semata dan ketahuilah, bahwa Allah memiliki adzab yang sangat pedih.” (QS.
al-Anfal: 25)

35
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/ida_faridatul_khasanah/565e80bc4ef9fd8d06b5351c/i
man-islam-dan-ihsan-jalan-menuju-surga

https://zardotonline.wordpress.com/2018/12/12/pengertian-iman-islam-dan-
ikhsan/

https://serbamakalah.blogspot.com/2013/02/iman-islam-ihsan.html

http://guardyan.blogspot.com/2012/11/hubungan-islam-dan-sains.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Islam_di_Indonesia

36
https://www.ibadjournals.com/2018/07/4-sumber-hukum-islam-wajib-di-
pelajari.html

http://web.if.unila.ac.id/purmanailuswp/2015/05/11/al-quran-sebagai-sumber-
hukum-islam/#:~:text=Allah%20menurunkan%20Al%2DQuran%20kepada,terakhir
%20untuk%20dijadikan%20pedoman%20hidup.&text=Sebagai%20sumber
%20hukum
%20Islam%20pertama,terutama%20setelah%20meninggalnya%20Rasulullah
%20SAW.

https://sumbar.kemenag.go.id/v2/post/1952/pengertian-kedudukan-dan-fungsi-
hadits.html

https://muslim.or.id/19712-mengenal-ijma-sebagai-dasar-hukum-agama.html

https://rudien87.wordpress.com/2010/11/13/qiyas-sebagaisumber-hukum-
islam/

https://id.wikipedia.org/wiki/Amar_makruf_nahi_mungkar

https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/

http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/fitnah-akhir-zaman.html

37
38

Anda mungkin juga menyukai