Disusun Oleh:
TA 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik,
hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Tindak Pidana Ta’zir” dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan
informasi bagi para pembaca tentang tata cara penyusunan karangan ilmiah yang baik dan
benar.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Perundang Undangan Islam yang diamanatkan oleh Bapak Drs. H. Ayi Sopyan,M.Si Makalah
ini kami buat berdasarkan buku penunjang yang di miliki dan untuk mempermudahnya kami
juga menyertai berhubungan dengan kemajuan kedepan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun
dalam isi.
Oleh karna itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya bagi yang membaca
makalah ini. Aamiin
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum pidana islam aadalah
hukum, sebagai aturan bagi
manusia untuk bertingkah laku
yang pada saat ini masih
berlaku dan digunakan di
Indonesia sebagai hukum
positif
merupakan produk buatan
manusia dan bahkan ada yang
merupakan produk hukum
warisan
kolonial contohnya Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang diadopsi menjadi
hukum nasional yang sampai
sekarang masih diberlakukan.
Produk hukum tersebut pada
dasarnya adalah buatan manusia
yang sudah tentu memiliki
banyak kelemahan-kelemahan
di
dalam penerapannya atau proses
penegakan hukum itu sendiri.
Proses penegakan hukum
khususnya seringkali dipandang
bersifat diskriminatif,
inkonsisten,
tidak memakai paramater yang
objektif, dan mengedepankan
kepentingan kelompok tertentu.
Tolok ukur yang digunakan
adalah seringkali terjadi
disparitas pidana atau
perbedaan dalam
menjatuhkan pidana untuk
berbagai macam kejahatan.
Hukum Islam telah memberikan
kontribusi yang sangat besar,
paling tidak dari segi ruh atau
jiwanya terhadap pembangunan
hokum nasional. Hal ini
dperkuat dengan lahirnya
beberapa
regulasi atau peraturan
perundangan yang berlaku di
Indonesia khususnya tentang
hokum
keluarga, wakaf, pengelolaan
zakat, system lembaga
peradilan, dan lain – lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Maksud Jarimah
Ta’zir ?
2. Apa Saja macam-macam
Sanksi Ta’zir?
3. Bagaimana Pendapat ulama
Mengenai Sanksi Ta’zir?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui maksud
jarimah Ta’zir dan unsur-
unsurnya
2. Untuk mengetahui macam-
macam sanksi Ta’zir
3. Untuk mengetahui pendapat
ulama mengenai sanksi Ta’zir
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum pidana islam aadalah hukum, sebagai aturan bagi manusia untuk bertingkah
laku yang pada saat ini masih berlaku dan digunakan di Indonesia sebagai
hukum positif merupakan produk buatan manusia dan bahkan ada yang merupakan
produk hukum warisan kolonial contohnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang diadopsi menjadi hukum nasional yang sampai sekarang masih
diberlakukan. Produk hukum tersebut pada dasarnya adalah buatan manusia yang sudah
tentu memiliki banyak kelemahan-kelemahan di dalam penerapannya atau proses
penegakan hukum itu sendiri.
Hukum Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar, paling tidak dari segi ruh
atau jiwanya terhadap pembangunan hokum nasional. Hal ini dperkuat dengan lahirnya
beberapa regulasi atau peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia khususnya
tentang hokum keluarga, wakaf, pengelolaan zakat, system lembaga peradilan, dan lain –
lain.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Dari keempat pengertian di atas, yang lebih relevan adalah pengertian addaba (mendidik)
dan mana’a wa radda (mencegah dan menolak) karena ta’zir juga berarti hukuman yang
berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta’zir karena hukuman tersebut
sebenarnya untuk mencegah dan menghalangi orang yang berbuat jarimah tersebut
untuk tidak mengulangi kejahatannya lagi dan memberikan efek jera. Kata
ta’zir lebih populer digunakan untuk menunjukkan arti memberi pelajaran dan
sanksi hukuman selain hukuman had. Sedangkan menurut shara’, ta’zir adalah hukuman
yang diberlakukan terhadap suatu bentuk kemaksiatan atau kejahatan yang tidak diancam
dengan hukuman had dan tidak pula kafarat, baik itu kejahatan terhadap hak Allah
seperti makan di siang hari pada bulan Ramadan tanpa ada uzur, meninggalkan salat,
melakukan riba. Maupun kejahatan adami, seperti mencuri dengan jumlah curian
yang belum mencapai nisab pencurian, pencurian tanpa mengandung unsur al- hirzu
(harta yang dicuri tidak pada tempat penyimpanan yang semestinya), korupsi,
pencemaran nama baik dan tuduhan selain zina. Dalam hal ini Imam al-Mawardi
menjelaskan bahwa ta’zir (sanksi disiplin) adalah menjatuhkan ta’zir terhadap dosa-dosa
yang di dalamnyatidak terdapat hudud (hukuman shar’i).
Adapun perbedaan antara jarimah hudud dan jarimah ta’zir adalah sebagai berikut:
1. Dalam jarimah hudud, tidak ada pemaafan, baik oleh perorangan maupun ulil amri
(pemerintah). Bila seseorang telah melakukan jarimah hudud dan terbukti
di depan pengadilan, maka hakim hanya bisa menjatuhkan sanksi yang
telah ditetapkan. Sedangkan dalam jarimah ta’zir, kemungkinan pemaafan itu ada,
baik oleh perorangan maupun oleh ulil amri, bila hal itu lebih maslahat.
2. Dalam jarimah ta’zir hakim dapat memilih hukuman yang lebih tepat bagi si
pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi dan tempat kejahatan. Sedangkan dalam jarimah
hudud yang diperhatikan oleh hakim hanyalah kejahatan material.
2
3. Pembuktian jarimah hudud dan qisas harus dengan sanksi atau pengakuan,
sedangkan pembuktian jarimahta’zir sangat luas kemungkinannya.
4. Hukuman had maupun qisas tidak dapat dikenakan kepada anak kecil, karena
syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah balig, sedangkan ta’zir itu bersifat
pendidikan dan mendidik anak kecil itu boleh.
B. Bentuk – Bentuk Sanksi (Hukuman Ta’zir)
Dalam menetapkan jarimah ta'zir, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa
adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari
kemudharotan (bahaya). Disamping itu, penegakkan jarimah ta'zir harus sesuai dengan
prinsip syar'i.
Bentuk hukuman-hukuman ta'zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari
hukuman paling ringan sampai hukuman yang yangterberat. Hakim diberi wewenang
untuk memilih diantara hukuman hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan
keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Bentuk hukuman-hukuman ta'zir antara lain:
1. HukumanMati
Pada dasarnya menurut syari'ah Islam, hukuman ta'zir adalah untuk memberikan
pengajaran (ta'dib) dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena itu,dalam hukum
ta'zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa.
Akan tetapi beberapa foqoha' mememberikan pengecualian dari aturan
umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan
umum menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan tidak bisa terlaksana
kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti mata mata, pembuat fitnah, residivis
yang membahayakan. Namun menurut sebagian fuqoha yang lain, di dalam jarimah
ta'zir tidak ada hukuman mati.
2. Hukuman Jilid
Dikalangan fuqoha terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman
jilid dalam ta'zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama' Maliki,
batas tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta'zir didasarkan atas
kemaslahatan masyarakat dan atas dasar beratringannya jarimah. Imam Abu
Hanifah dan Muhammad berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid
dalam ta'zir adalah 39 kali, danmenurut Abu Yusuf adalah 75 kali. Sedangkan di
kalangan madzhab Syafi'i ada tiga pendapat. Pendapat pertamasama
denganpendapat Imam Abu Hanifahdan Muhammad. Pendapat kedua sama dengan
pendapat.
3
Abu Yusuf. Sedangkan pendapat ketiga, hukuman jilid padata'zir bolehlebihdari 75 kali,
tetapi tidaksampaiseratus kali, dengan syarat bahwa jarimah ta'zir yang dilakukan hampir sejenis
dengan jarimah hudud. Dalam madzhab Hambali ada lima pendapat. Tiga di antaranya sama
dengan pendapat madzhab Syafi'i di atas. Pendapat ke empat mengatakan bahwa jilid yang
diancam atas sesuatu perbuatan jarimah tidak boleh menyamai hukuman yang
dijatuhkan terhadap jarimah lain yang sejenis, tetapi tidak boleh melebihi hukuman jarimah lain
yang tidak sejenisnya. Pendapat ke lima mengatakan bahwa hukumanta'zir tidak boleh
lebih dari 10 kali. Alasannya ialah hadits nabi dari Abu Darda sebagai berikut: "Seorang
tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali, kecuali dalam salah satu hukuman
hudud".
3. Hukuman-Kawalan (Penjara Kurungan)
Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum Islam. Pembagian ini didasarkan
pada lama waktu hukuman. Pertama, Hukuman kawalan terbatas. Batas
terendah dari hukuman ini adalah satu hari, sedang batas tertinggi, ulama'
berbeda pendapat. Ulama' Syafi'iyyah menetapkan batas tertingginya satu
tahun, karenamereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah
zina. Sementara ulama' ulama' lain menyerahkan semuanya pada penguasa
berdasarkan maslahat. Kedua, Hukuman kawalan tidak terbatas. Sudah disepakati
bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu,
melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik
pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang
berbahaya atau orang yang berulang-ulang melakukan jarimah-jarimah yang
berbahaya.
4. Hukuman Salib
Hukuman salib sudah dibicarakan dalam jarimah gangguan keamanan (hirobah),
dan untuk jarimah ini hukuman tersebut merupakan hukuman had. Akan
tetapi untuk jarimah ta'zir hukuman salib tidak dibarengi atau didahului
dengan oleh hukuman mati, melainkan si terhukum disalib hidup-hidup dan
tidak dilarang makan minum, tidak dilarang mengerjakan wudhu, tetapi
dalammenjalankan sholat cukup dengan isyarat. Dalam penyaliban ini, menurut
fuqoha' tidak lebih dari tiga hari.
5. Hukuman Ancaman (Tahdid), Teguran (Tanbih) dan Peringatan Ancaman
Hukuman ini juga merupakan salah satu hukuman ta'zir, dengan syarat akan
membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong. Misalnya dengan ancaman akan
dijilid, dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman yang lain jika pelaku
mengulangi tindakannya lagi. Sementarahukuman teguran pernah dilakukan oleh
Rasulullah terhadap sahabat Abu Dzar yang memakimaki orang lain
denganmenghinakan ibunya. Maka Rasulullah saw berkata, "Wahai AbuDzar,
Engkau menghina dia dengan menjelek-jelekkan ibunya. Engkau adalah orang
yangmasih dihinggapi sifat-sifat masa jahiliyah."Hukuman peringatan juga
diterapkan dalamsyari'at Islam dengan jalan memberi nasehat, kalau
hukuman ini cukup membawa hasil.Hukuman ini dicantumkan dalam al Qur'an
sebagaimana hukuman terhadap istri yang berbuatdikhawatirkan berbuat nusyuz.
6. HukumanPengucilan (AlHajru) Hukuman pengucilan ialah merupakan salah satu
jenis hukuman ta'zir yangdisyari'atkan olehagama Islam. Dalam sejarah, Rasulullah
pernah melakukan hukuman pengucilan terhadaptiga orang yang tidak ikut serta
dalam perangTabuk, yaitu Ka'ab bin Malik, Miroroh binRubai'ah, dan Hilal bin
Umaiyah. Mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpa diajakbicara, sehingga
turunlah firman Allah: "Dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehinggaapabila
bumi terasa sempit oleh mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak
pula dirimereka, serta mereka mengira tidak ada tempat berlindung dari
Tuhan kecuali padaNya,kemudian Tuhan menerima taubat mereka agar mereka
bertaubat."
7. Hukuman Denda (tahdid)Hukuman Denda ditetapkan juga oleh syari'at Islam
sebagai hukuman. Antara lain mengenaipencurian buah yang masih tergantung
dipohonnya, hukumannya didenda dengan lipat duakali harga buah tersebut,
disamping hukuman lain yang sesuai dengan perbuatannya tersebut.Sabda
Rasulullah saw, "Dan barang siapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya
dendasebanyak dua kalinya besrta hukuman." Hukuman yang sama juga dikenakan
terhadap orangyang menyembunyikan barang hilang.
1. Asyraf al-Asyraf. (orang-orang yang paling mulia), yaitu para ulama. Mereka cukup
diberi peringatan oleh hakim atau diajukan ke meja hijau, dan hal ini baginya sudah tentu
pelajaran yang pahit.
2. Al-Asyraf (orang-orang yang mulia), yaitu para pemimpin yang harus diberi sanksi
yang lebih berat daripada sanksi yang diberikan kepada para ulama, yakni bisa dengan
peringatan yang keras atau dihadirkan di depan pengadilan.
3. Al-Ausat (pertengahan), bisa dengan peringatan keras atau penjara.
4. Al-Akhsa (rendah), bisa dengan dipenjara atau dijilid.
6
Di kalangan mazhab Syafi'i ta'zir itu pada prinsipnya diserahkan kepada ijtihad Ulil
Amri,mbaik tentang jenisnya maupun tentang kadarnya, disesuaikan dengan keadaan para
pelakunya yang berbeda-beda dan juga disesuaikan dengan perbedaan jarimahnya.
Imam Mawardi menyatakan bahwa ta'zir itu berbeda dengan hudud dalam tiga hal, yaitu:
1. Memberikan sanksi ta'zir kepada orang yang baik-baik itu lebih ringan
daripada sanksi ta'zir kepada orang yang sering melakukan kejahatan, sedangkan dalam
hudud tidak ada perbedaan.
2. Dalam hudud tidak boleh diberikan maaf, sedangkan dalam ta'zir ada kemungkinan
pemberian maaf.
3. Had itu memungkinkan bisa menimbulkan bisa menimbulkan kerusakan tubuh dan jiwa
terhukum, sedangkan dalam ta'zir terhukum tidak boleh sampai mengalami
kerusakan itu.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ta’zir menurut bahasa berasal dari kata: azzara yang mempunyai persamaan kata
dengan mana’a waradda yang artinya mencegah dan menolak; addaba
yang artinya mendidik; azzama wa waqqara yang artinya mengagunkan
dan menghormati; dan a’ana wa qawwa wa nasara yang artinya
membantunya, menguatkan dan menolong.
2. Adapun kemudian mengenai bentuk hukuman-hukuman ta'zir banyak jumlahnya,
yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang yangterberat.
Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman hukuman
tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri
pembuatnya.
3. Menurut mazhab Hanafi penerapan sanksi ta zir itu diserahkan kepada Ulul Amri
termasuk batas minimal dan maksimalnya. Dalam hal ini harus tetap
dipertimbangkan variasi hukumannya sesuai dengan perbedaan jarimah
dan perbedaan pelakunya. Perbedaan jarimah dalam kaitannya dengan
penerapan sanksi ta'zir artinya bahwa sanksi itu harus disesuaikan
dengan jarimah yang dilakukan terhukum.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih sangat jauh dari
kata sempurna, untuk itu kami mohon pada teman-teman sekalian untuk memberikan
kritik dan saran untuk kami. Setidaknya menjadikan contoh untuk memperbaiki makalah
atau bentuk karya ilmiah lainnya. Sekian dan terima kasih.
8
DAFTAR PUSTAKA