Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

"MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH"

Dosen pengampu: Alamsyah S.pd. l., M.H

Di susun oleh: Kelompok 8

# MUH SAFAR RASYID

# ANDIKA FAHMIL HAMDANI ALIM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah kemuhammadiyaan yang berjudul “MANHAJ
TARJIH MUHAMMADIYAH “.

Terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah memberikan arahannya sehingga kami dapat
membuat makalah ini. Terima kasih pula kepada teman-teman atas perhatiaanya.Kami sangat
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

Mohon maaf apabila ada kesalahan pada makalah ini,kami jauh dari kata sempurna. oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Makassar, 25 November 2022

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................I

DAFTAR ISI.................................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................III

A. Latar Belakang...................................................................................................................III

B. Rumusan Masalah..............................................................................................................III

C. Tujuan................................................................................................................................III

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................1

A. Pengertian manhaj TARJIH................................................................................................1

B. Sejarah manhaj Tarjih muhamadiyah .................................................................................1

C. Pokok - pokok manhaj majlis Tarjih muhamadiyah ...........................................................2

D. Penyempurnaan dan pengembangan majelis Tarjih............................................................4

E. Semangat Tarjih ( tajdid )....................................................................................................4

F. Sumber - sumber ajaran Agama ........................................................................................6

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................8

A. Kesimpulan ........................................................................................................................8

B. Kritik dan saran ..................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................9

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muhammadiyah mendefinisikan dirinya sebagai “Gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi
munkar dan tajdid, bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah, [serta] berasas Islam.” Dalam
melaksanakan pengkajian dan penafsiran ajaran agama tentu ada prinsip dan metode tertentu
yang dipegangi. Prinsip dan metode tersebut di lingkungan Muhammadiyah disebut Manhaj
Tarjih.

Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Sopa menjelaskan bahwa
Manhaj Tarjih berasal dari dua suku kata. “Manhaj” artinya metode, “tarjih” artinya kegiatan
ijtihad dalam Muhammadiyah.

Menurut Sopa, istilah “tarjih” sebenarnya berasal dari disiplin ilmu usul fikih. Kemudian
mengalami pergeseran sehingga “tarjih” tidak lagi hanya diartikan kegiatan sekadar kuat-
menguatkan suatu dalil atau pilih-memilih di antara pendapat yang sudah ada, melainkan
telah identik dengan ijtihad itu sendiri.

“Karena itu, Manhaj Tarjih berarti suatu sistem yang memuat seperangkat wawasan
(semangat atau perpektif), sumber, pendekatan dan prosedur-prosedur teknis (metode)
tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan ketarjihan,”

Tarjih diartikan sebagai setiap aktivitas intelektual untuk merespons permasalahan sosial dan
kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam. Dari situ tampak bahwa bertarjih artinya sama
atau hampir sama dengan melakukan ijtihad mengenai suatu permasalahan dilihat dari
perspektif Islam.

B. Rumusan Masalah

o Apakah Pengertian manhaj dan sejarah manhaj Tarjih muhamadiyah?

o Apa saja pokok pokok manhaj Tarjih muhamadiyah , penyempurnaan dan


pengembangan majelis Tarjih muhamadiyah ?
o Apa saja semangat Tarjih (tajdid) dan sumber sumber ajaran Agama ?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini agar mengetahui beberapa pembahasan dari rumusan
masalah !

III
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manhaj tarjih

Manhaj tarjih secara harfiah berarti cara melakukan tarjih. Sebagai sebuah istilah, manhaj
tarjih lebih dari sekedar “cara mentarjih.” Istilah tarjih sendiri sebenarnya berasal dari disiplin
ilmu usul fikih. Dalam ilmu usul fikih tarjih berarti melakukan penilaian terhadap suatu dalil
syar’i yang secara zahir tampak bertentangan untuk menentukan mana yang lebih kuat. Atau
juga diartikan sebagai evaluasi terhadap berbagai pendapat fikih yang sudah ada mengenai
suatu masalah untuk menentukan mana yang lebih dekat kepada semangat al-Quran dan as-
Sunnah dan lebih maslahat untuk diterima. Sebagai demikian, tarjih merupakan salah satu
tingkatan ijtihad dan merupakan ijtihad paling rendah.

Dalam usul fikih, tingkat-tingkat ijtihad meliputi ijtihad mutlak (dalam usul dan cabang),
ijtihad dalam cabang, ijtihad dalam mazhab, dan ijtihad tarjih. Dalam lingkungan
Muhammadiyah pengertian tarjih telah mengalami pergeseran makna dari makna asli dalam
disiplin usul fikih. Dalam Muhammadiyah dengan tarjih tidak hanya diartikan kegiatan
sekedar kuat-menguatkan suatu pendapat yang sudah ada, melainkan jauh lebih luas sehingga
identik atau paling tidak hampir identik dengan kata ijtihad itu sendiri. Dalam lingkungan
Muhammadiyah tarjih diartikan sebagai “setiap aktifitas intelektual untuk merespons realitas
sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam, khususnya dari sudut pandang
norma-norma syariah.” Oleh karena itu bertarjih artinya sama atau hampir sama dengan
melakukan ijtihad mengenai suatu masalah dilihat dari perspektif agama Islam.

Hal ini terlihat dalam berbagai produk tarjih seperti putusan tentang etika politik dan etika
bisnis (Putusan Tarjih 2003), masalah-masalah perempuan seperti dalam Adabul Marah fil-
Islam (Putusan Tarjih 1976), fatwa tentang face book yang sudah dibuat Majelis Tarijih dan
Tajdid dan akan segera dimuat dalam Suara Muhammadiyah. Jadi tarjih tidak hanya sekedar
menguatkan salah satu pendapat yang ada. Adalah jelas bahwa tarjih itu tidak dilakukan
secara serampangan, melainkan berdasarkan kepada asas-asas dan prinsip tertentu. Kumpulan
prinsip-prinsip dan metode-metode yang melandasi kegiatan tarjih itu dinamakan manhaj
tarjih (metodologi tarjih).

B. Sejarah Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah dimulai,
dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah.

1
Langkah pertama kali yang ditempuh adalah dengan mengkaji ” Mabadi’ Khomsah
“( Masalah Lima ) yang merupakan sikap dasar Muhammadiyah dalam persoalan agama
secara umum. Masalah Lima tersebut meliputi :

1. Pengertian Agama (Islam) atau ad-Din , yaitu :” Apa yang diturunkan Allah dalam Al
Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-
larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akherat.

2. Pengertian Dunia (ad-Dunya ):” Yang dimaksud urusan dunia dalam sabda Rosulullah saw
: ” Kamu lebih mengerti urusan duniamu ” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas
diutusnya para nabi ( yaitu perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang
diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia)

3. Pengertian Ibadah, ialah :” Bertaqarrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah,dengan jalan


mentaati segala perintah-perintahnya, menjahuhi larangan-larangan-nya dan mengamalkan
segala yang diijinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khususnya. yang umum
ialah segala amalan yang diijinkan Allah. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah
akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.

4. Pengertian Sabilillah, ialah : ” Jalan yang menyampaikan perbuatan seseorang kepada


keridloaan Allah, berupa segala amalan yang diijinkan Allah untuk memuliakan kalimat
( agama )-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya

5. Pengertian Qiyas, Ini belum dijelaskan secara rinci baik pengertian maupun
pelaksanaannya

Karena Masalah Lima tersebut, masih bersifat umum, maka Majlis Tarjih terus berusaha
merumuskan Manhaj untuk dijadikan pegangan di dalam menentukan hukum. Dan pada
tahun 1985-1990, yaitu tepatnya pada tahun 1986, setelah Muktamar Muhammadiyah ke- 41
di Solo, Majlis Tarjih baru berhasil merumuskan 16 point pokok-pokok Manhaj Tarjih
Muhammadiyah.

C. Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih Muhammadiyah

Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih Muhammadiyah adalah sbb :

1. Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al Qur’an dan al Sunnah al Shohihah.


Ijtihad dan istinbath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat dalam nash ,
dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi, dan memang hal
yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.

2
Dengan perkataan lain, Majlis Tarjih menerima Ijitihad , termasuk qiyas, sebagai cara dalam
menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara langsung.

2. Dalam memutuskan sesuatu keputusan , dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam


menetapkan masalah ijtihad, digunakan sistem ijtihad jama’I. Dengan demikian pendapat
perorangan dari anggota majlis, tidak dipandang kuat.

3.Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, akan tetapi pendapat-pendapat madzhab,
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan hukum. Sepanjang sesuai dengan jiwa
Al Qur’an dan al – Sunnah, atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.

4. Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya majlis Tarjih yang
paling benar. Keputusan diambil atas dasar landasan dalil- dalil yang dipandang paling kuat,
yang di dapat ketika keputusan diambil. Dan koreksi dari siapapun akan diterima. Sepanjang
dapat diberikan dalil-dalil lain yang lebih kuat. Dengan demikian, Majlis Tarjih
dimungkinkan mengubah keputusan yang pernah ditetapkan. ( Seperti halnya pencabutan
larangan menempel gambar KH. Ahamd Dahlan karena kekawatiran tejadinya syirik sudah
tidak ada lagi , pencabutan larangan perempuan untuk keluar rumah dll)

5. Di dalam masalah aqidah ( Tauhid ) , hanya dipergunakan dalil-dalil mutawatir

6. Tidak menolak ijma’ sahabat sebagai dasar suatu keputusan.

7. Menggunakan asas ” saddu al-daraI’ ” untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah.

8. Men-ta’lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil- dalil Al Qur’an dan al
Sunnah, sepanjang sesuai dengan tujuan syare’ah. Adapun qaidah : ” al hukmu yaduuru ma’a
‘ilatihi wujudan wa’adaman” dalam hal-hal tertentu , dapat berlaku “

9. Pengunaaan dalil- dalil untuk menetapkan suatu hukum , dilakukan dengan cara
konprehensif , utuh dan bulat. Tidak terpisah.

10. Dalil –dalil umum al Qur’an dapat dimengerti dengan hadist Ahad, kecuali dalam bidang
aqidah

11. Dalam mengamalkan agama Islam, mengunakan prinsip “Taisir ” ( Diantara contohnya
adalah : dzikir singkat setelah sholat lima waktu, sholat tarawih dengan 11 rekaat ).

3
12. Dalam bidang Ibadah yang diperoleh ketentuan- ketentuannya dari Al Qur’an dan al
Sunnah, pemahamannya dapat dengan menggunakan akal, sepanjang dapat diketahui latar
belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui ,akal bersifat nisbi, sehingga prinsip
mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapai situsi dan
kondisi. ( Contohnya, adalah ketika Majlis Tarjih menentukan awal Bulan Ramadlan dan
Syawal, selain menggunakan metode Rukyat,juga menggunakan metode al Hisab. Walaupun
pelaksanaan secara rinci terhadap keputusan ini perlu dikaji kembali karena banyak
menimbulkan problematika pada umat Islam di Indonesia )

13. Dalam hal- hal yang termasuk “al umur al dunyawiyah” yang tidak termasuk tugas para
nabi , penggunaan akal sangat diperlukan, demi kemaslahatan umat.

14. Untuk memahami nash yang musytarak, paham sahabat dapat diterima.

15. Dalam memahani nash , makna dlahir didahulukan dari ta’wil dalam bidang aqidah. Dan
takwil sahabat dalam hal ini, tidak harus diterima.Seperti dalam memahami ayat-ayat dan
hadist yang membicarakan sifat-sifat dan perbuatan Allah swt,seperti Allah bersemayam d
atas Arsy, Allah turun ke langit yang terdekat dengan bumi pada sepertiga akhir malam dll

D. Penyempurnaan dan Pengembangan Majlis Tarjih

Sebagaimana diketahui bahwa Persyarikatan Muhammadiyah merupakan persyarikatan yang


bergerak untuk Tajdid dan pembaharuan. Maka Majlis Tarjih, yang merupakan bagian
terpenting dalam organisasi tersebut tidak bersifat kaku dan kolot, akan tetapi keputusan-
keputusan Majlis Tarjih masih ada kemungkinan mengalami perubahan kalau sekiranya
dikemudian hari ada dalil atau alasan yang dipandang lebih kuat. Bahkan nama dan
kedudukan Majlis dalam Persyarikatan bisa mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan.

E. Semangat Tarjih ( tajdid )

Metodologi tarjih memuat unsur-unsur yang meliputi wawasan/semangat, sumber,


pendekatan, dan prosedur-prosedur tehnis (metode). Tarjih sebagai kegiatan intelektual untuk
merespons berbagai persoalan dari sudut pandang syariah tidak sekedar bertumpu pada
sejumlah prosedur tehnis an sich, melainkan juga dilandasi oleh semangat pemahaman agama
yang menjadi karakteristik pemikiran Islam Muhammadiyah. Semangat yang menjadi
karakteristik pemikiran Islam Muhammadiyah dimaksud diingat dalam memori kolektif
orang Muhammadiyah dan akhir-akhir ini dipatrikan dalam dokumen resmi. Semangat
tersebut meliputi tajdid, toleran, terbuka, dan tidak berafiliasi mazhab tertentu.

4
Semangat/wawasan tajdid ditegaskan sebagai identitas umum gerakan Muhammadiyah
termasuk pemikirannya di bidang keagamaan. Ini ditegaskan dalam pasal 4 ayat (1) ADM,
“Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar dan Tajdid,
bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah” (italic dari penulis). Tajdid menggambarkan
orientasi dari kegiatan tarjih dan corak produk ketarjihan.
Tajdid mempunyai dua arti:

 Dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian dalam arti
mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah
Nabi saw..

 Dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan


masyarakat dengan semangat kreatif sesuai tuntutan zaman.
Pemurnian ibadah berarti menggali tuntunannya sedemikian rupa dari Sunnah Nabi saw
untuk menemukan bentuk yang paling sesuai atau paling mendekati Sunnah beliau. Mencari
bentuk paling sesuai dengan Sunnah Nabi saw tidak mengurangi arti adanya tanawwu‘ dalam
kaifiat ibadah itu sendiri, sepanjang memang mempunyai landasannya dalam Sunnah.
Misalnya adanya variasi dalam bacaan doa iftitah dalam salat, yang menunjukkan bahwa
Nabi saw sendiri melakukannya bervariasi. Varian ibadah yang tidak didukung oleh Sunnah
menurut Tarjih tidak dapat dipandang praktik ibadah yang bisa diamalkan.Berkaitan dengan
akidah, pemurnian berarti melakukan pengkajian untuk membebaskan akidah dari unsur-
unsur khurafat dan tahayul.
Tajdid di bidang muamalat duniawiyah (bukan akidah dan ibadah khusus), berarti
mendinamisakikan kehidupan masyarakat sesuai dengan capaian kebudayaan yang dicapai
manusia di bawah semangat dan ruh al-Quran dan Sunnah. Bahkan dalam aspek ini beberapa
norma di masa lalu dapat berubah bila ada keperluaan dan tuntutan untuk berubah. Misalnya
di zaman lampau untuk menentukan masuknya bulan kamariah baru, khususan Ramadan,
Syawal, dan Zulhijah, digunakan rukyat sesuai dengan hadis-hadis rukyat dalam mana Nabi
saw memerintah melakukan rukyat. Namun pada zaman sekarang tidak lagi digunakan rukyat
melainkan hisab, sebagaimana dipraktikkan dalam Muhammadiyah. Contoh lain, di masa lalu
perempuan tidak dibolehkan menjadi pemimpin karena hadis Abu Bakrah yang melarangnya,
maka di zaman sekarang terjadi perubahan ijtihad hukum di mana perempuan boleh menjadi
pemimpin sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Tarjih tentang Adabul Mar’ah fil-Islam.
Perubahan itu dapat dilakukan dengan memenuhi beberapa syarat, yaitu:

5
(1) ada tuntutan untuk berubah dalam rangka dinamisasi kehidupan masyarakat,
(2) perubahan baru harus berlandaskan suatu kaidah syariah juga,
(3) masalahnya menyangkut muamalat duniawiah, bukan menyangkut ibadah murni (khusus),
dan
(4) ketentuan lama bukan merupakan penegasan yang Qat‘³.
Toleran artinya bahwa putusan Tarjih tidak menganggap dirinya saja yang benar,
sementara yang lain tidak benar. Dalam “Penerangan tentang Hal Tarjih” yang dikeluarkan
tahun 1936, dinyatakan, “Keputusan tarjih mulai dari merundingkan sampai kepada
menetapkan tidak ada sifat perlawanan, yakni menentang atau menjatuhkan segala yang tidak
dipilih oleh Tarjih itu” [HPT: 371].
Terbuka artinya segala yang diputuskan oleh tarjih dapat dikritik dalam rangka melakukan
perbaikan, di mana apabila ditemukan dalil dan argumen lebih kuat, maka Majelis Tarjih
akan membahasnya dan mengoreksi dalil dan argumen yang dinilai kurang kuat. Dalam
“Penerangan tentang Hal Tarjih” ditegaskan, “Malah kami berseru kepada sekalian ulama
supaya suka membahas pula akan kebenaran putusan Majelis Tarjih itu di mana kalau
terdapat kesalahan atau kurang tepat dalilnya diharap supaya diajukan, syukur kalau dapat
mermberikan dalil yang lebih kuat dan terang, yang nanti akan dipertimbangkan pula, diulang
penyelidikannya, kemudian kebenarannya akan ditetapkan dan digunakan. Sebab waktu
mentarjihkan itu ialah menurtut sekedar pengertian dan kekuatan kita pada waktu itu” [HPT:
371-372].
Tidak berafiliasi mazhab artinya tidqak mengikuti mazhab tertentu, melainkan dalam
berijtihad bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah dan metode-metode ijtihad yang ada.
Namun juga tidak sama sekali menafikan berbagai pendapat fukaha yang ada. Pendapat-
pendapat mereka itu dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan diktum norma/ajaran
yang lebih sesuai dengan semangat di mana kita hidup.
F. Sumber - sumber ajaran Agama
Manhaj (metodologi) tarjih juga mengandung pengertin sumber-sumber pengambilan norma
agama. Sumber agama adalah al-Quran dan as-Sunnah yang ditegaskan dalam sejumlah
dokumen resmi Muhammadiyah,
Pasal 4 ayat (1) Anggran Dasar Muhammadiyah yang telah dikutip di atas yang menyatakan
bahwa gerakan Muhammadiyah bersumber kepada dua sumber tersebut.
Putusan Tarjih Jakarta 2000 Bab II angka 1 menegaskan, “Sumber ajaran Islam adalah al-
Quran dan as-Sunnah al-Maqbūlah (‫)السنة المقبولة‬.” Putusan Tarijih ini merupakan penegasan
kembali apa yang sudah ditegaskan dalam putusan-putusan tedahulu (HPT, h. 278),

6
Mengenai hadis (sunnah) yang dapat menjadi hujah adalah sunnah makbulah seperti
ditegaskan dalam Putusan Tarjih Jakarta tahun 2000. Istilah sunnah makbulah merupakan
perbaikan terhadap rumusan lama dalam HPT tentang definisi agama Islam yang
menggunakan ungkapan “sunnah sahihah”. Istilah sunnah sahihah sering menimbulkan salah
faham dengan mengindektikkannya dengan hadis sahih. Akibatnya hadis hasan tidak
diterima, pada hal sudah menjadi ijmak seluruh umat Islam bahwa hadis hasan juga menjadi
hujah agama. Oleh karena itu untuk menghindarkan salah faham tersebut rumusan itu
diperbaiki sesuai dengan maksud sebenarnya rumusan bersangkutan, yaitu bahwa yang
dimaksud dengan sunnah sahihah adalah sunnah yang bisa menjadi hujah, yaitu hadis sahih
dan hadis hasan. Karenanya dalam rumusan baru dikatakan “sunnah makbulah”, yang berarti
sunnah yang dapat diterima sebagai hujah agama, baik berupa hadis sahih dan maupun hadis
hasan. Hadis daif tidak dapat dijadikan hujah syar’iah. Namun ada suatu perkecualian di
mana hadis daif bisa juga menjadi hujah, yaitu apabila hadis tersebut:

1). Banyak jalur periwayatannya sehingga satu sama lain saling menguatkan,

2). ada indikasi berasal dari nabi saw,

3) tidak bertentangan dengan al-Quran,

4) tidak bertentangan dengan hadis lain yang sudah dinyatakan sahih,

5) kedaifannya bukan karena rawi hadis bersangkutan tertuduh dusta dan pemalsu hadis.

Dalam Putusan Tarjih (HPT, h. 301) ditegaskan,

‫ض‬ِ ‫ت َأصْ لِها َ َولَ ْم تُعا َ ِر‬


ِ ْ‫ْض ُد بَ ْعضُها َ بَ ْعضًا الَ يُحْ تَجُّ بِها َ ِإالَّ َم َع ك َْث َر ِة طُ ُرقِها َ َوفِيْها َ قَ ِر ْينَةٌ تَدُلُّ َعلَى ثُبُو‬ ُ ‫اَألحا َ ِدي‬
َ ‫ْث الض َِّع ْيفَةُ يَع‬
‫َّحي َْح‬
ِ ‫ْث الص‬َ ‫ْالقُرْ آنَ َو ْال َح ِدي‬

Hadis-hadis daif yang satu sama lain saling menguatkan tidak dapat dijadikan hujjah kecuali
apabila banyak jalannya dan padanya terdapat karinah yang menunjukkan keotentikan
asalnya serta tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis sahih.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manhaj tarjih secara harfiah berarti cara melakukan tarjih. Sebagai sebuah istilah, manhaj
tarjih lebih dari sekedar “cara mentarjih.” Istilah tarjih sendiri sebenarnya berasal dari disiplin
ilmu usul fikih. Dalam ilmu usul fikih tarjih berarti melakukan penilaian terhadap suatu dalil
syar’i yang secara zahir tampak bertentangan untuk menentukan mana yang lebih kuat. Atau
juga diartikan sebagai evaluasi terhadap berbagai pendapat fikih yang sudah ada mengenai
suatu masalah untuk menentukan mana yang lebih dekat kepada semangat al-Quran dan as-
Sunnah dan lebih maslahat untuk diterima. Sebagai demikian, tarjih merupakan salah satu
tingkatan ijtihad dan merupakan ijtihad paling rendah.

” Mabadi’ Khomsah “( Masalah Lima ) yang merupakan sikap dasar Muhammadiyah dalam
persoalan agama secara umum. Masalah Lima tersebut meliputi :

 Ad - Di ( Agama),
 Ad - Dunya ( dunia),
 Ibadah,
 Sabilillah ( di jalan Allah),dan
 Qiyas

Tarjih sebagai kegiatan intelektual untuk merespons berbagai persoalan dari sudut pandang
syariah tidak sekedar bertumpu pada sejumlah prosedur tehnis an sich, melainkan juga
dilandasi oleh semangat pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran Islam
Muhammadiyah. Semangat yang menjadi karakteristik pemikiran Islam Muhammadiyah
dimaksud diingat dalam memori kolektif orang Muhammadiyah dan akhir-akhir ini
dipatrikan dalam dokumen resmi. Semangat tersebut meliputi tajdid, toleran, terbuka, dan
tidak berafiliasi mazhab tertentu.

Sumber agama adalah al-Quran dan as-Sunnah yang ditegaskan dalam sejumlah dokumen
resmi Muhammadiyah.

B. Kritik dan Saran

Penulis menyadari bahwa makalah di atas masih memiliki kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, besar harapan penulis agar para pembaca makalah memberikan
kritik/ saran. Penulis pun akan melakukan perbaikan terhadap makalah berdasarkan kritik
dan saran membangun dari pembaca serta berbagai sumber lainnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://lpsi.uad.ac.id/manhaj-tarjih-dan-metode-penetapan-hukum-dalam-tarjih-
muhammadiyah/

http://ikhwanbaynaka.blogspot.com/2016/01/makalah-kemuhammadiyahan-manhaj-
tarjih.html?m=1

Last Updated (Wednesday, 12 August 2009)

Djazuli, A, Kaidah-Kaidah Fiqh. Jakarta: Kencana: 2006

Ustman, Mukhlis, Kaidah-Kaidah ushuliyah dan Fiqhiyah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada: 19

Mukhlis usman, MA. Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada: 1997. Hal 124 Ibid, hal 125

Prof. H. A. Djazuli. Kaidah-Kaidah Fiqih. Jakarta:Kencana, 2006. hal 55 Al Burnu,


Muhammad Shiddiq bin Ahmad, al-Wajiz fi Idhah, al-Qawai 'id al

Fiqhiyah, cet I

Anda mungkin juga menyukai