Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MANAJEMEN MUTU
Etika dan TQM

Dosen Pengampu : Walmadri, S.P, M.Si

Kelompok 4 Kelas III G


Ary Sandi Kurniawan 1901234
Harun Nur Rasyid 1901239
Lukman Tri Wahyudi 1901244
Prasetya Nurul Hidayat 1901249
Simon Petrus 1901254
Yogi Pradana 1901259

Budidaya Perkebunan

Institut Teknologi Sawit


Indonesia
2022
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan segala puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa,
maka kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika dan TQM” dan
dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi
kami maupun pembaca sehingga lebih mengetahui tentang apa itu “Etika dan TQM”.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Walmadri, S.P, M.Si selaku
dosen mata kuliah Manajemen Mutu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Semoga makalah ini juga dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi para
pembaca.

Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari Bapak Walmadri,
S.P, M.Si yang bersifat membangun untuk kesempurnan makalah ini. Akhir kata
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Medan, 16 April 2022

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................1
Pendahuluan.............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................1
Pembahasan.............................................................................................................................1
2.1 Definisi Etika Menurut Para Ahli.........................................................................1
2.2 TQM dan Kepercayaan............................................................................................4
2.3 Faktor-Faktor dan Etika.......................................................................................5
2.4 Elemen TQM yang Terganti Pada Trust ( Kepercayaan)...................................9
2.5 Sikap Membangun Trust dan Sistem Nilai........................................................11
2.6 Motivasi Pengembangan TQM............................................................................12
2.7 Tanggung Jawab dan Peran Manager dalam Etika..........................................14
BAB III..................................................................................................................................16
Penutup..................................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan................................................................................................................16
Daftar Pustaka........................................................................................................................17

ii
BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


?
1.3 Tujuan

BAB II

Pembahasan
2.1 Definisi Etika Menurut Para Ahli

Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (kata tunggal) yang berarti: tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, sikap, cara berpikir. Bentuk
jamaknya adalah ta, etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama

1
pengertianya dengan moral. Moral berasal dari kata latin: Mos (bentuk tunggal), atau
mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat,
akhlak, cara hidup.

Menurut Bertens ada dua pengertian etika: sebagai praktis dan sebagai refleksi.
Sebagai praktis, etika berarti nilai- nilai dan norma-norma moral yang baik yang
dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika
sebagai praktis sama artinya dengan moral atau moralitas yaitu apa yang harus
dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dan sebgainya. Etika sebagai
refleksi adalah pemikiran moral.

Adapun menurut Burhanuddin Salam, istilah etika berasal dari kata latin, yakni
“ethic, sedangkan dalam bahasa Greek, ethikos yaitu a body of moral principle or
value Ethic, arti sebenarnya ialah kebiasaan, habit. Jadi, dalam pengertian aslinya,
apa yang disebutkan baik itu adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat (pada
saat itu). Lambat laun pengertian etika itu berubah dan berkembang sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan manusia. Perkembangan pengertian etika tidak lepas
dari substansinya bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah
perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana yang jahat.
Istilah lain dari etika, yaitu moral, asusila, budi pekerti, akhlak. Etika merupakan ilmu
bukan sebuah ajaran. Etika dalam bahasa arab disebut akhlak, merupakan jamak dari
kata khuluq yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, watak, adab, dan agama.
Istilah etika diartikan sebagai suatu perbuatan standar (standard of conduct) yang
memimpin individu, etika adalah suatu studi mengenai perbuatan yang sah dan benar
dan moral yang dilakukan seseorang

Menurut Webster Dictionary, secara etimologis, etika adalah suatu disiplin ilmu
yang menjelaskan sesuatu yang baik dan yang buruk, mana tugas atau kewajiban
moral, tau bisa juga mengenai kumpulan prinsip atau nilai moral.

Etika adalah cabang filosofi yang berkaitan dengan pemikiran dengan pemikiran
tentang benar dan salah. Simorangkir menilai etika adalah hasil usaha yang sistematik

2
yang menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individu dan untuk
menetapkan aturan dalam mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang
berbobot untuk bisa dijadikan pedoman hidup. Satya nugraha mendefenisikan etika
sebagai nilai-nilai dan norma moral dalam suatu masyarakat.Sebagai ilmu, etika juga
bisa diartikan pemikiran moral yang mempelajari tentang apa yang harus dilakukan
atau yang tidak boleh dilakukan.

Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat keyakinan
‘benar dan tidak sesuatu’. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah melakukan
sesuatu yang diayakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral dan self-
respect (menghargai diri) bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil olehnya
harus ia pertangung jawabkan pada diri sendiri. Begitu juga dengan sikapnya
terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut mengganggu atau sebaliknya mendapatkan
pujian.

Etika diartikan sebagai seperangkat prinsip moral yang memebedakan apa yang
benar dan apa yang salah. Etika merupakan bidang normatif, karena menentukan dan
menyarankan apa yang seharusnya orang lakukan atau hindarkan.

Setiap manusia melakukan tindakan. Menurut pendapat ini, pertimbangan etika


atau morallah yang menentukan tindakan atau perilaku seseorang. Setiap orang akan
mempertimbangkan akibat dari tindakannya apakah baik atau buruk, benar atau salah,
berakibat lebih baik atau lebih buruk, pantas atau tidak pantas.

Ini dilakukan pada suatu momen dan situasi. Jadi, ada pendapat bahwa etika dan
moral itu situasional. Tindakan itu adalah pilihan, dan pilihan itu memerlukan proses
pengambilan keputusan yang dipandu oleh subjective judgment atau pertimbangan
pribadi. Jadi, ada proses evaluasi moral. Yang menjadi dasar utama dalam
memutuskan pilihan dan tindakan apa yang akan dilakukan seseorang merujuk
kepada komitmen, prinsip, nilai, dan aturan yang berlaku pada saat dan situasi itu.
Memang, tidak ada tindakan yang dilandasi moral yang hanya ditentukan oleh situasi
tanpa diwarnai komitmen pada suatu prinsip. Prinsip di sini diartikan sebagai tujuan

3
dalam arti luas yang membantu menentukan keputusan nyata dan kriteria normatif
yang membawa pada situasi nyata.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa etika diartikan sebagai
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Kemudian Frans Magnis menambahkan bahwa etika pada hakikatnya
mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran, melainkan
memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan
moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban dan mau menyingkapkan
kerancuan.

Etika atau moral adalah aturan mengenai sikap perilaku dan tindakan manusia
yang hidup bermasyarakat. Etika ini juga bisa sebagai seperangkat prinsip moral yang
membedakan antara yang baik dari yang buruk. Dalam masyarakat kita tidak hidup
sendiri sehingga harus ada aturan yang dilaksanakan setiap orang agar kehidupan
bermasyarakat berjalan dengan aman, nikmat, dan harmonis. Tanpa aturan ini,
kehidupan bisa seperti neraka, atau seperti di Rimba yang kuat akan menang dan
yang lemah akan tertindas. Maka harus meningkatkan aspek etikanya dan penegakan
kode etik profesi dalam kurikulum dan dalam menjalankan profesinya.

2.2 TQM dan Kepercayaan

Total Quality Management merupakan suatu sistem yang dapat dikembangkan


menjadi pendekatan dalam usaha untuk memaksimumkan daya saing organisasi
melalui perbaikan terus menerus atas produksi, jasa, tenaga kerja, proses. Menurut
Nasution(2010), Total Quality Management merupakan suatu sistem manajemen
yang difokuskan pada seluruh orang atau tenaga kerja, mempunyai bagian
untukmeningkatkan kepuasan pada pelanggan dengan memberikan kualitas yang
sesuaidengan standar perusahaan, dengan biaya pencapaian nilai lebih rendah dari
nilaisuatu produk atau jasa.

Penerapan Total Quality Management memerlukan perubahan mendasar


infrastruktur organisasional, meliputi sistem alokasi wewenang, pembuatan

4
keputusan, system pengukuran kinerja, system reward dan hukuman. Implementasi
teknik Total Quality Management harus diikuti dengan menerapkan system
penghargaan dalam bagian pekerjaan yang meningkatkan kualitas sehingga dapat
berguna sebagai sarana pengembangan karir serta meningkatkan efektivitas pekerjaan
strategis dengan cepat dan dapat meningkatkan kinerja manager dan karyawan.

Trust merupakan suatu fenomena yang dinamis yang terjadi secara intrinsik pada
suatu keadaan yang alamiah, dimana trust merupakan hal yang menyangkut masalah
mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya, misalnya ketika
seseorang untuk mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan
berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih dapat ia percayai dari pada yang
kurang ia percayai.

Kepercayaan (Trust), Kepercayaan adalah produk dari Integritas dan perilaku


Etis. Tanpa Kepercayaan, kerangka TQM tidak bisa dibangun. Kepercayaan
mendorong partisipasi penuh dari semua anggota. Hal ini memungkinkan adanya
Kebanggaan dan Komitmen.

2.3 Faktor-Faktor dan Etika


Blanchard dalam Goetsch dan Davis (1994, 77) menjelaskan mengapa seseorang
berperilaku etis, yaitu karena alasan 5 P berikut.

1) Purpose (tujuan). Etika adalah pedoman bagi seseorang dalam berperilaku


karena dia ingin merasa nyaman terhadap dirinya sendiri.
2) Pride (kebanggaan). Etika pedoman bagi seseorang berperilaku yang membuat
dia bangga walaupun yang dikerjakan tersebut berlawanan dengan
kebanyakan orang.
3) Patience (kesabaran). Seseorang berperilaku beretika walauapun dapat jadi
berlawanan dengan orang banyak dengan keyakinan bahwa dalam jangka
panjang hal tersebut akan terbukti dia benar, baik dan dia rela menunggu
untuk hal tersebut.

5
4) Persistence (ketekunan). Seseorang berperilaku sesuai etika secara tekun dan
akan melihat bahwa keputusan tersebut adalah positip.
5) Perspective (jangka panjang). Seseorang memerlukan waktu untuk merefleksi
dan dibimbing etika yang mereka yakini dalam mengambil keputusan.

Manajer dalam MMT perlu memahami factor-faktor yang mempengaruhi perilaku


individu dalam konteks etika. Trevino dalam Goetsch and Davis (1994, 78)
menjelaskan tiga factor yang mempengaruhi etika perilaku, yaitu kekuatan ego,
Machiavellianism, dan factor-faktor social.

2.4 Elemen TQM yang Terganti Pada Trust ( Kepercayaan)


Kepercayaan (trust) merupakan resep utama dalam penerapan MMT. Tanpa
adanya kepercayaan di antara individu termasuk antar manajer dan karyawan, maka
penerapan MMT di suatu instansi sangat potensial gagal. Kepercayaan umumnya
tumbuh bersamaan tumbuhnya perilaku yang beretika. Banyak elemen dalam total
quality yang bergantung pada kepercayaan sebagai prasarat dalam berkontribusi
terhadap peningkatan mutu, yaitu khususnya komunikasi, hubungan interpersonal,
manajemen konflik, pemecahan masalah kerjatim, keterlibatan dan pemberdayaan
karyawan, dan fokus pelanggan.

Dalam komunikasi sesama karyawan atau karyawan dengan pimpinan akan sulit
berlangsung efektif mana kala tidak ada kepercayaan antara kedua pihak. Masing-
masing pihak akan tidak akan mau menerima pesan yang dikomunikasikan karena
antar mereka tidak saling percaya. Kepercayaan juga pondasi sangat penting dalam
hubungan interpersonal. Dua orang atau lebih dapat bekerja sama secara baik bila di
pihak mereka masing-masing ada rasa kepercayaan bahkan meskipun di situasi yang
tidak mendukung. Sebaliknya, mereka tidak dapat bekerjasama dengan baik bila tidak
ada kepercayaan antar rmereka meskipun pada situasi yang paling mendukung.

Lebih lanjut kepercayaan menjadi kunci dalam manajemen konflik. Seorang


manajer yang tidak dipercayai oleh pihak-pihak yang berkonflik akan sangat sulit

6
menjadi wasit dalam penyelesaian masalah konflik yang terjadi. Kepercayaan
diperlukan juga dalam kerjasama tim.Suatu hal yang sangat sulit akan dicapai bila
antar para anggota tim tidak ada kepercayaan, sehingga anggota tim tidak
mengedepankan kepentingan pribadinya, dan sebaliknya akan mengeyampingkan
kepentingan pribadinya untuk berpartisipasi dan berkontribusi mencapai tujuan tim.
Demikian untuk pelibatan dan pemberdayaan karyawan akan sulit diwujudkan
manakala karyawan tidak mempercayai manajer, akibatnya karyawan sulit diajak ikut
serta dalampertemuan dan sulit diajak mengambil keputusan bersama meskipun untuk
pemberdayaan mereka sendiri.

Bila diyakini kepercayaan adalah buah dari perilaku yang beretika dan merupakan
elemen penting dalam sistem quality total,maka dalam penerpan MMT, manajer perlu
berupaya menjadi seorang penggalang kepercayaan yang baik (a good trust-builder).
Dalam setiing manajemen mutu terpadu, menjadi seorang manajer yang dipercaya
saja tidak cukup, ia harus mampu menjadi penggalang kepercayaan antar semua
warga didalam institusi yang dipimpinnya. Salah satu cara untuk dapat menjadi
seorang penggalang kepercayaan adalah tetap respek terhadap karyawan yang tidak
ada dalam kelompok yang sedang berbicara. Dia tidak membicarakannya, apalagi
tentang kekurangannya. Dari situasi ini karyawan akan mempelajari dua macam etika
berikut.

 Membicarakan seseorang yang sedang absen dalam kelompok pembicara,


apalagi untuk hal yang tidak baik, adalah perilaku yang tidak etis dan tidak
dapat dibenarkan.
 Bila manajer tidak mengijinkan membicarakan orang yangabsen, maka dia
akan tidak membicarakan saya sewaktu saya juga absen.

Teknik lain untuk menggalang kepercayaan, manajer perlu mengakui


kesalahannya meskipun secara formal peran karyawan tersebut lebih dominan dalam
berbuat kesalahan. Menuding langsung kesalahan kepada orang lain akan
meruntuhkan bangunan kepercayaan antar warga salah”institusi. Pengakuan manajer
dengan rendah hati,misalnya “ini kesalahan saya dan maaf” seringkali justru dapat

7
menjadi penggaalang kepercayaan anatar karyawan. Menepati janji adalah teknik lain
unruk menggalang kepercayaan. Apa yang dijanjikan dapat diandalkan adalah pintu
masuk penggalangan kepercayaan. Manajer perlu berinisiatif menjadi penggalang
kepercayaan tidak hanya berharap bahwa kepercayaan akan muncul atau tumbuh
dengan sendirinya. Memotivasi semua karyawan dan meningkatkan ketrampilan
karyawan secara berkelanjutan adalah tanggung jawab manajer dalam setting MMT.
Manajer yang tidak dipercayai oleh stafnya tidak akan efektif melaksakan tugas dan
tanggung jawab menejemennya. Untuk itu mengapa karyawan harus
mempercayainya, demikian pula institusi, bahwa mereka akan memperoleh nilai
tambah dari skill baru sebelum memulai mempelajari ketrampilan baru tersebut.

2.5 Sikap Membangun Trust dan Sistem Nilai

Kepercayaan merupakan salah satu aspek yang mendapatkan perhatian dan


banyak dibahas oleh para ahli manajemen, baik yang terdapat di dalam referensi dasar
manajemen maupun perilaku organisasi. Colquit et.al mendefinisikan kepercayaan
sebagai “trust is defined as the willingness to be a vulnerable to an authority’s actions
and intentions”. Kepercayaan didefinisikan sebagai kesediaan untuk menjadi rentan
menerima otoritas atau tanggung jawab berdasarkan harapan positif dari niat dan
tindakan yang dipercayai.

Stephen P. Robbins dan Mary Coulter menjelaskan bahwa “trust is defined as the
belief in the integrity, character, and ability of a leader”. Kepercayaan didefinisikan
sebagai kepercayaan pada integritas, karakter, dan kemampuan seorang pemimpin.
Lebih lanjut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter menjelaskan bahwa dalam
membangun kepercayaan ada lima dimensi yaitu integritas (integrity), kompetensi
(competence), konsistensi (concistency), kesetiaan (loyality), dan keterbukaan
(openness). Adapun maksud kelima hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Integritas (integrity) yaitu sifat jujur yang bermoral. Kejujuran adalah unsur
yang menentukan dalam peristiwa komunikasi antar anggota. Hal ini

8
dikarenakan kejujuran tidak saja menjadikan proses komunikasi menjadi
efektif, tetapi juga mampu menciptakan pemahaman yang baik di antara
komunikan dan komunikator. Pesan yang dilandasi kejujuran mengarahkan
komunikasi terhindar dari distorsi. Apalagi jika momentum komunikasi itu
terjadi dalam dunia pendidikan maka nilai kejujuran mutlak dipenuhi.
2. Kompetensi (competence) yaitu pengetahuan dan kemampuan pribadi
seseorang yang relevan dalam menjalankan tugasnya secara efektif.
Kompetensi meliput seluruh aspek penampilan kerja dan tidak hanya terbatas
pada keterampilan- keterampilan kerja melainkan juga persyaratan melatih
keterampilan-keterampilan tugas individual, mengelola sejumlah tugas yang
berbeda, merespon ketidakteraturan dan mengatasinya dalam tugas-tugas
rutin, serta mempertemukan tanggung jawab dengan harapan-harapan di
lingkungan kerja, termasuk bekerja sama dengan yang lain
3. Konsistensi (concistency) sifat teguh pada pendirian meskipun dalam situasi
yang beresiko. Orang yang konsisten dapat diramalkan tingkah lakunya, tidak
mudah berubah-ubah perilakunya, ucapannya, dan janjinya dapat dipercaya
serta sesuai antara kata dan perbuatannya. Tidak konsistennya antara ucapan
dan perbuatan, janji dan buktinya dapat mengurangi bahkan menghilangkan
kepercayaan
4. Kesetiaan (loyality) Kesetiaan (loyality) yaitu keinginan untuk selalu
melindungi, menyelamatkan, mematuhi atau taat pada apa yang
diintsruksikan, dan penuh pengabdian
5. Keterbukaan atau transparansi (openness) merupakan kesediaan memberikan
kepercayaan penuh dan kerelaan untuk berbagi ide-ide dan informasi secara
bebas

2.6 Motivasi Pengembangan TQM

Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang


untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.

9
Tujuan yang jika berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut. (Munandar, 2001).

Motivasi adalah salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi perilaku
manusia dan kinerja. Teori Motivasi telah dibahas dan dikonsep oleh berbagai
peneliti. Tingkat motivasi seorang individu atau tim diberikan dalam tugas atau
pekerjaan mereka yang dapat mempengaruhi semua aspek kinerja organisasi. Dalam
penelitian terbaru, motivasi didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengerahkan
tingkat tinggi usaha, menuju tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan
upaya untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual. (Wan & Tan, 2013). Menurut
Munandar (2001) menjelaskan tentang aspek-aspek motivasi kerja adalah:

1. Adanya kedisiplinan dari karyawan


Yaitu, sikap tingkah laku atau perbuatan pada karyawan untuk melakukan
aktivitas-aktivitas kerja yang sesuai dengan pola-pola tertentu. Keputusan-
keputusan dan norma-norma yang telah ditetapkan dan disetujui bersama baik
tulis maupun lisan serta sanggup menerima sanksi bila melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan.
2. Imajinasi yang tinggi dan daya kombinasi
Membuat hasil kerja dan kombinasi ide-ide atau gambaran disusun secara
lebih teliti atau inisiatif sendiri bukan ditiru dan bersifat konstruktif sehingga
membentuk suatu hasil atau produk yang mendukung pada kualitas kerja yang
lebih baik.
3. Kepercayaan Diri
Perasaan yakin yang dimiliki karyawan terhadap kemampuan dirinya. Daya
berfikir positif dalam menghadapi kenyataan yang terjadi serta bertanggung
jawab atas keputusan yang dapat diambil sehingga dapat menyelesaikan
masalahnya dengan tenang.
4. Tanggung jawab dalam melakukan pekerjaan

Suatu kesadaran pada individu untuk melaksanakan kewajiban atau pekerjaan,


diiringi rasa keberanian menerima segala resiko, inisiatif yang besar dalam

10
menghadapi kesulitan terhadap pekerjaan dan dorongan yang besar untuk
menyelesaikan apa yang harus dan patut diselesaikan

Melakukan pekerjaan Suatu kesadaran pada individu untuk melaksanakan


kewajiban atau pekerjaan, diiringi rasa keberanian menerima segala resiko, inisiatif
yang besar dalam menghadapi kesulitan terhadap pekerjaan dan dorongan yang besar
untuk menyelesaikan apa yang harus dan patut diselesaikan.

2.7 Tanggung Jawab dan Peran Manager dalam Etika

Sukses atau tidaknya sebuah tim, sangat bergantung pada peran dan kemampuan
manajernya. Manajer perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan
talenta maupun pengambilan keputusan yang memberi dampak positif bagi tim.
Misalnya, membuat strategi bekerja sedikit hasil lebih banyak. Tuanggung manajer
lainnya yang harus Anda ketahui adalah sebagai berikut:

Bagian dari perilaku beretika adalah menerima tanggung jawab. Dewasa ini ada
kecenderungan karyawan pada umumnya lebih mengedepankan hak-hak mereka dari
pada memenuhi tanggung jawabnya. Mereka cenderung melempar tanggung jawab
manakala terjadi kesalahan atau kegagalan. Dalam setting MMT semestinya tidak
terjadi situasi seperti di atas. Karyawan bertanggung jawab atas tindakannya dan
akuntabel atas kinerjanya. Menerima tanggung jawab adalah kredit bagi
penggalangan kepercayaan, integritas, dan elemen lainnya dari etika yang sangat
penting dalam lingkungan mutu total. Brown dalam Goetsch dan Davis (1994, 85)
menegaskan bahwa karyawan yang cenderung menyalahkan pihak luar terhadap
kegagalan yang ia alami adalah rumus kegagalannya. Dalam institusi yang
menganut MMT perilaku yang beretika diperlukan bukan saja hanya untuk menjadi
sopan tetapi jangka panjangnya untuk mencapai hal yang menguntungkan institusi.

Komitmen pimpinan dalam hal ini manajer adalah salah satu syarat penting
dalam pelaksanaan MMT. Oleh karena manajer dituntut tidak hanya memahami
secara teori apa itu perilaku beretika tetapi lebih meminta bukti bagaimana itu

11
diimplementasikan. Betul adanya motto yang mengatakan “the most effective
teaching is an example”. Dari konteks ini manajer sangat menentukan berhasil
tidaknya implementasi perilaku di instansi yang ia pimpin. Goetsch dan Davis (1994,
86) mengkatagorikan tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh manajer dalam
mengimplementasikan perilaku beretika di instansinya, yaitu pendekatan rasio-
terbaik (best-ratio approach), pendekatan hitam-putih (black-white approach), dan
pendekatan potensi-penuh (full-potential approach)

1. Pendekatan rasio-terbaik (best-ratio approach).


Pendekatan ini disebut juga pendekatan situasional, pendekatan praktis yang
pro mayoritas atau populis. Pendekatan ini mendasarkan pada keyakinan
bahwa pada dasarnya orang itu baik, maka dengan situasi yang mendukung
orang akan berperilaku etis, tetapi sebaliknya bila berada dalam kondisi yang
tertentu dia akan tergiring untuk berperilaku yang tidak etis. Oleh karena itu
manajer harus berupaya dengan segala daya menciptakan situasi
diinstitusinya untuk mengkondisikan para karyawan untuk berperilaku yang
etis dari pada sebaliknya. Bila manajer dihadapkan untuk mengambil
keputusan yang sulit, maka dia mengambil pilihan yang terbaik untuk
mayoritas karyawan (best-ratio).
2. Pendekatan hitam-putih (black-white approach).
Dalam pendekatan ini benar adalah benar dan salah adalah salah tidak
terpengaruh kondisi yang ada. Tugas manajer adalah mengambil keputusan
berdasarkan rambu-rambu etika dan mengawal karyawan untuk berperilaku
berdasarkan etika yang disepakati. Bila manajer harus mengambil keputusan
yang sulit, maka ia memilih yang adil dan benar.
3. Pendekatan Potensi-penuh (Full-potential approach).
Manajer mengambil keputusan dengan mempertimbangkan bagaimana
pengaruhnya terhadap pihak yang terlibat untuk memaksimalkan potensinya.
Falsafah dasarnya dari pendekatan ini ialah seseorang bertanggung jawab
untuk mengembangkan potensinya secara maksimum dalam lingkungan yang

12
bermoral. Keputusan yang diambil untuk mencapai tujuan tanpa melanggar
hak orang lain maka itu termasuk beretika.

13
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

14
Daftar Pustaka
http://repository.uin-suska.ac.id/6575/4/BAB%20III.pdf

Jurnal Profitability Fakultas Ekonomi Dan Bisnis “Penerapan Total Quality


Management (TQM) dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Pada PT. PEGADAIAN
CABANG SOPPENG”

Buku Manajemen Mutu Terpadu (MMT-TQM) teori dan penerapan dalam


pendidikan oleh Sutarto Hp

15

Anda mungkin juga menyukai