Anda di halaman 1dari 15

ETIKA DAN MORAL PESERTA DIDIK

Makalah
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan Dan Konseling
Pada Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)

Oleh

Nurhamida Azhar 20800121017

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyusun makalah ini untuk menyelesaikan tugas pada mata kuliah

“Bimbingan Konseling” pada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah (PGMI) dengan judul makalah “Etika dan Moral Peserta Didik”.

Shalawat serta salam tak lupa pula senantiasa terlimpahkan kepada Nabi

Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam yang memberi petunjuk kepada hamba

Allah serta menegakkan agama Allah di muka bumi ini.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah

yang telah membimbing penulis dari awal sampai akhir penulisan makalah ini,

semoga beliau mendapat pahala dari Allah swt. Begitupun makalah ini telah

penulis susun dengan sebaik mungkin. Akhir kata, penulis berharap mudah-

mudahan makalah ini dapat diterima dan memberikan manfaat serta pengajaran

bagi pembacanya.

Samata, November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................4

A. Pengertian Moral dan Etika.....................................................................4

B. Perkembangan Etika Peserta Didik.........................................................7

C. Perkembangan Moral Peserta Didik.......................................................9

BAB III PENUTUP...........................................................................................11

A. Kesimpulan.............................................................................................11

B. Saran........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang Masalah

Di sekolah, siswa setiap hari bertemu dengan guru dan teman-teman kelas.

Masing-masing dari mereka memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda.

Setiap lingkungan sekolah dan setiap guru yang mengajar mempunyai ciri dan

situasi yang berbeda. Namun, apapun situasi di sekolah semua siswa harus

menjaga etika secara baik dan benar.

Menghormati dan bersikap sopan terhadap guru merupakan salah satu hal

terpenting ketika siswa berada di lingkungan sekolah. Karena guru adalah orang

yang mendidik dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, baik secara formal

maupun non-formal. Lewat guru juga, siswa bisa menjadi lebih berwawasan luas.

Melalui seorang guru juga, tugas para orang tua dalam mengantarkan putra

–putrinya mencapai masa depan yang lebih cerah terbantu. Oleh karena itu, siswa

sudah sepatutnya menghormati dan menjaga sikap agar guru tidak kecewa terlebih

sampai sakit hati. Guru adalah orang tua kedua setelah orang tua kandung. Saat

berbicara dengan guru, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan. Hormatilah

para guru dimanapun berada, baik di sekolah, di asrama maupun di luar sekolah,

Ucapkanlah salam seraya menyapa dengan hormat saat berpapasan dengan para

guru. Apabila ada pertanyaan, bertanyalah dengan sopan ketika menemui

pelajaran yang kurang di pahami.

Hal-hal tersebut merupakan etika yang sudah sepatutnya diterapkan oleh

para siswa. Tentunya ini akan membangun kepribadian para siswa di masa depan,

1
ketika mereka sudah selesai mengenyam Pendidikan di sekolah kemudian mereka

harus hidup berdampingan di masyarakat.

Sudah sepantasnya seorang siswa sebagai insan terdidik mampu untuk

mengendalikan emosi dan menujukkan perilaku yang baik khususnya etika dan

moral.Etika dan moral tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari karena

keduanya menunjukkan perlilaku yang akan dipandang baik, buruk, salah ataupun

benar dimata orang lain yang melihatnya.

Moralis di Inggris berpendapat bahwa moral yang baik ataupun buruk akan

sangat ditentukan oleh kemampuan intlek atau akal budi. Jadi moral yang

ditunjukkan oleh siswa akan sangat dipengaruhi kedewasaan dan akal budinya

dalam menyikapi sebuah keadaan. Mengedepankan perilaku yang mencerminkan

etika dan moral setiap hari sudah diterapkan kepada siswa dalam pembelajaran di

sekolah.

Dalam kehidupan sehari-hari, siswa juga dituntut untuk saling berinteraksi,

mengenal dan membantu satu sama lainnya. Agar tingkah laku siswa di sekolah

diterima dan disenangi oleh teman-temannya. Hendaknyalah untuk selalu menjaga

tata krama dan sopan santun. Karena tata krama dan sopan santun adalah

cerminan pribadi seseorang, termasuk ketika berada di asrama, etika harus selalu

dijaga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan moral dan etika?

2
2. Bagaimana perkembangan moral dan etika peserta didik?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini

yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian moral dan etika.

2. Untuk mengetahui perkembangan moral dan etika peserta didik?

3
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Pengertian Etika Dan Moral

1. Pengertian Etika

Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani Kuno berarti

etos yang berarti: kebiasaan, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir.

Sementara dalam bentuk jamak dituliskan taetha yang diterjemahkan adalah

kebiasaan.1

Etika adalah refleksi dari kontrol diri karena segala sesuatunya dibuat
2
dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan

apa yang buruk dan tentang hak dan moralitas (akhlak), kumpulan asas atau

nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengai benar dan salah, yang ada di

golongan atau masyarakat.

Istilah etika telah diungkapkan oleh para ahli dengan ekspresi yang

berbeda. (Dalam Ahmad Amin) Etika, adalah ilmu yang mendefinisikan apa

yang baik dan buruk, menjelaskan apa yang harus dilakukan orang,

menyatakan apa yang harus dilakukan orang dalam tindakan mereka dan

menunjukkan cara untuk melakukan apa yang harus dilakukan. Sedangkan

Suhrawardi K. Lubis mengatakan bahwa dalam bahasa agama Islam, istilah

etika ini merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar

1
Novan Ardy Wiyani, (2015), Etika Profesi Keguruan, Yogyakarta: Gava Media, hal. 1
2
Heri Gunawan, (2014), Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta,
Bandung, hal. 15-16

4
menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan

tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah,
3
ibadah, dan syari’ah. Sebagai penguat kata etika ini, (Dalam Ki Hajar

Dewantara) mengemukakan pendapat tentang etika, yaitu tentang ilmu yang di

dalamnya dibahas tentang baik dan buruk dalam kehidupan manusia, yakni

tentang gerak-gerik pikiran dan rasa yang dituntut dan ditanggapi sesuai

dengan apa yang diminta oleh pertimbangan dan perasaan .4

Seiring berjalannya waktu, pengertian istilah etika akan semakin

berkembang, namun pengertian etika ini tidak akan jauh dari masalah

perilaku atau tingkah laku manusia yang bisa memperbaiki baik atau buruk.

Adapun Istilah yang mirip dengan etika, yakni moral, budi pekerti, akhlak

Dari pernyataan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa istilah

etika adalah ilmu yang membahas tentang baik dan buruknya perilaku

seseorang sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang berlaku.

2. Pengertian Moral

Dari segi bahasa, moral berasal dari bahasa latin “mos” (jamak: mores)

yang berarti kebiasaan, ada. Kata “mos” (mores) dalam bahasa latin sama

artinya dengan etos dalam bahasa yunani. Di dalam kamus bahasa Indonesia,

kata moral diartikan sebagai ajaran tentang baik, buruk yang diterima umum

mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain sebagainya yang menyangkut

berkenaan dengan akhlak, budi pekerti dan susila.5

3
Suharwadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hlm. 1.
4
Nur Hidayat, (2013), Akhlak Tasawuf, Yogyakarta: Ombak Dua, hal. 9
5
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 971

5
Adapun pengertian moral yang paling umum adalah tindakan manusia

yang sesuai dengan ide-ide yang diterima umum, yaitu berkaitan dengan

makna yang baik dan wajar. Dengan kata lain, pengertian moral adalah suatu

kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran-ukuran tindakan yang diterima oleh

umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Kata moral selalu

mengacu pada baik dan buruknya perbuatan manusia sebagai manusia.

Sehingga menurut istilah moral merupakan istilah untuk menentukan batas-

batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, yang layak dapat dikatakan

benar, salah, baik, buruk. Hal ini sejalan dengan yang diktakan

W.Poespoprodjo bahwa moralitas sebagai “kualitas dalam perbuatan manusia

yang menunjukan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk.

Moralitas mencangkup tentang baik buruknya perbuatan manusia. Adapun

yang menjadi acuan moral adalah sistem nilai yang hidup dan diberlakukan

dalam masyarakat.6

Dan tolak ukur dalam moral yakni adat istiadat yang berkembang dari

masyarakat.7 Contoh dari moral kita bisa lihat dalam Jahja (2011) 8 seperti (a)

berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,

memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain; (b) larangan mencuri,

berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat

dikatakan bermoral, apabila tingkah laku ini sesuai dengan nilai-nilai moral

yang dijunjung tinggi kelompok sosialnya.

6
Mas’ud, Akhlak Tasawuf: Membangun Keseimbangan Antara Lahir dan Batin, (Surabaya:
Pena Salsabila, 2018), hal. 11
7
Ibid, Mas’ ud, hl. 14
8
Jahja. Y, Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 50

6
B. Perkembangan Etika Peserta Didik

Dalam kategori perkembangan etika, Kohlberg dalam Gunarsa (1985) 9

mengemukakan tiga tingkat dengan enam tahap perkembangan moral:

1. Prakonvensional (usia 0-9 tahun)

Pada tahap ini, peserta didik belum memiliki pemahaman yang mendalam

tentang etika. Mereka berperilaku berdasarkan hukuman dan ganjaran

yang diberikan oleh orang tua atau guru. Mereka juga cenderung egois dan

mengutamakan kepentingan diri sendiri. Tingkat ini dibagi menjadi dua

tahap: (1) tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman pada tahap ini

anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya

kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau

kalau tidak, akan mendapat hukuman, (2) tahap relativistik hedonosme

pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung pada aturan yang

berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki otoritas.

Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang

bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang

(hedonisme).

2. Konvensional (usia 10-19 tahun)

Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar

diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap: (1)

tahap orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai

9
Gunarsa, S.D, Dasar dan Teori Perkembangan Anak., (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985),
hal.52

7
memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik

oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila

sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat. (2)

tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak

menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima

oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat

ikut mempertahankan aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai

kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang

ada.

3. Pasca konvensional (usia 20 tahun ke atas):

Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata

hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap: (1) tahap orientasi terhadap

perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada tahap ini ada

hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan

masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung

jawab dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat; (2) tahap

universal. Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif

ada juga norma etik (baik/ buruk, benar/ salah) yang bersifat universal

sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan

moralitas.

Teori perkembangan etika yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya

Piaget menunjukkan bahwa etika bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang

diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-

8
mata. Tetapi juga terjadi sebagai akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan

berkembang melalui interaksi sosial anak dengan lingkungannya.

C. Perkembangan Moral Peserta Didik

Menurut Piaget tahap perkembangan moral dibagi menjadi dua, yaitu

tahap moralitas heteronom dan tahap moralitas otonom.

1. Tahap moralitas heteronom terjadi pada usia awal pada anak yaitu usia 4

tahun hingga 7 tahun. Slavin menyatakan juga sebagai tahap “realisme


10
moral” atau “moralitas paksaan” . Seorang anak kecil pada masa

heteronom, selalu dihadapkan terhadap perintah atau ajaran orang tua atau

orang dewasa lain yang memberi pengetahuan kepada mereka tentang hal

yang salah dan hal yang benar. Pada tahap ini, seorang anak akan berpikir

bahwa melanggar aturan maka selalu akan dikenakan hukuman dan setiap

orang yang jahat atau berbuat salah pada akhirnya akan dikenakan

hukuman. Selain itu, Piaget (dalam Slavin, 2011) menegaskan bahwa anak

pada usia kanak-kanak akan menilai sebuah perilaku yang jahat

merupakan hal yang menghasilkan konsekuensi atau dampak negatif

sekalipun tujuan perbuatan tersebut baik sekalipun.

2. Tahap moralitas kedua menurut Piaget adalah tahap moralitas otonom.

Tahap moralitas otonom terjadi pada anak usia diatas 6 tahun atau pada

masa pertengahan dan akhir anak-anak. Pada usia 10 hingga 12 tahun,

anak-anak tidak lagi menggunakan serta menaati aturan berdasarkan suara

hati. Sehingga dengan hal ini moralitas otonom disebut pula sebagai

10
Slavin, Robert E, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, (Jakarta: Samosir, 2011) hal. 47

9
moralitas kerja sama. Moralitas tersebut muncul ketika dunia sosial anak

itu mulai meluas hingga memiliki makin banyak teman sebaya di

lingkungannya. Adanya interaksi dan kerja sama dengan anak lain,

menciptakan gagasan baru pada anak tersebut tentang aturan dan karena

itu juga moralitasnya berubah.

Secara lebih terinci, perbedaan antara dua tahap perkembangan moral

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap heteronomous, anak

menimbang perilaku benar dan baik dengan menimbang akibat dari perilaku itu,

bukan dari maksud pelaku. Misalnya, anak yang berada pada tahap ini akan

mengatakan bahwa memecahkan lima piring secara tidak sengaja akan lebih jelek

daripada memecahkan satu piring dengan sengaja. Namun, bagi anak yang

berpikir moral otonomus, yang lebih baik itu adalah yang memecahkan lima

piring karena hal itu dilakukan secara tidak sengaja. Dengan demikian, bagi anak

yang berpikir moral otonomus, maksud atau niat pelaku yang ada di balik

tindakannya dipandang lebih penting daripada akibatnya.

Anak-anak yang berpikir moral heteronomus juga meyakini bahwa aturan-

aturan itu ditentukan oleh para pemegang otoritas yang memiliki kekuatan

sehingga tidak dapat diubah. Mereka berpendapat bahwa aturan-aturan itu selalu

sama dan tidak dapat diubah. Sebaliknya, kelompok anak yang berpikir otonomus

memandang bahwa aturanaturan itu hanya berupa kesepakatan belaka. Mereka

menganggap bahwa aturan-aturan itu merupakan kesepakatan sosial atau

kelompok yang dapat diubah melalui konsensus.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai moral dan norma yang

menjadi pedoman bagi suatu individu atau kelompok dalam mengatur tindakan

atau perilaku. Etika juga diartikan sebagai kumpulan nilai moral dan asas (kode

etik).Identifikasi masalah karakteristik peserta didik terbagi atas indentifikasi dari

segi usia, identifikasi karakter dari segi gender dan identifikasi karakter dari segi

latar belakang.

Moral adalah seperangkat nilai, norma, dan sikap yang menjadi pedoman

dalam berperilaku dan bertindak bagi individu atau kelompok. Moral juga dapat

diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang diterapkan oleh individu

dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran

Adapun yang dapat kami sampaikan bahwa Pembelajaran etika dan moral

bukan hanya tentang pengetahuan teoritis, tetapi juga penerapan nilai-nilai

tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang sangat penting untuk diterapkan.

Kesadaran dan penerapan nilai-nilai etika dan moral ini akan membantu peserta

didik menjadi individu yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Demikian makalah yang dapat kami buat. Dengan harapan makalah yang

kami buat bisa dapat dipahami dengan baik dan semoga makalah ini bisa

bermanfaat bagi semuanya. Tentu makalah ini jauh dari kata sempurna maka

kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar dapat

menyempurnakan makalah ini dengan baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Novan Ardy, Wiyani. (2015). Etika Profesi Keguruan, Yogyakarta: Gava Media.

Heri, Gunawan. (2014). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi,

Bandung: Alfabeta.

Suharwadi K. Lubis. (1994). Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Nur Hidayat. (2013). Akhlak Tasawuf, Yogyakarta: Ombak Dua.

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Mas’ud. (2018). Akhlak Tasawuf: Membangun Keseimbangan Antara Lahir dan

Batin, Surabaya: Pena Salsabila.

Jahja. Y. (2011). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana.

12

Anda mungkin juga menyukai