Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

STUDI AL-QURAN
SEJARAH PENULISAN AL-QURAN

Disusun oleh:
KEVIN SUSANTO 12250510372
ALFERI MUSKAMSI 12250511538
IKHLASUL FIQIH 122505

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah mencurahkan
rahmat dan karunia-Nya, sholawat serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada junjungan kita
Nabi agung Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya islam dan menerangi dunia dengan
cahaya islam.
Berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa makalah ini
dengan tepat waktu. Adapun makalah ini kami tulis guna memenuhi tugas mata kuliah di
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Makalah yang berjudul “Hukum Yang
Cenderung Memihak” ini berisi tentang hasil penyusunan makalah yang bertemakan “Hukum
Yang Cenderung Memihak”. Agar para pembaca bisa mengetahui apa pembahasan berkaitan
dengan tema yang akan dibahas .Tak lupa pula, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Iqra
Lugan Sakrora, SH,MH selaku dosen pengampu yang telah membimbing kami dengan
memberikan banyak masukan ilmu, waktu, semangat, pengarahan ini.
Kami selaku penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi masyarakat umum, para pembaca dan juga bagi penulis sendiri. Semoga Allah
SWT senantiasa menjadikan kita semua berada dalam keridhoan-Nya dalam menempuh hidup
ini. Aamiin
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Pekanbaru, 14 maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN.....................................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................................................3
PENGERTIAN AL-QURAN.........................................................................................................................3
A. Alquran Menurut Bahasa...................................................................................................................3
B. Alquran Menurut Istilah.....................................................................................................................3
BAB III..........................................................................................................................................................5
HIKMAH PENURUNAN AL-QUR'AN SECARA BERANGSUR.............................................................5
BAB IV..........................................................................................................................................................6
PENGUMPULAN AL-QURAN(JAM AL-QURAN)...................................................................................6
A. Pengumpulan Al-Quran Pada Zaman Rasulullah saw.......................................................................6
B. Pengumpulan Al-Quran Pada Zaman Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq.............................................8
C. Pengumpulan Al-Quran Pada Zaman Khalifah Utsman bin Affan.................................................10
D. Turunnya al-Quran dengan Tujuh Huruf.........................................................................................11
BAB V.........................................................................................................................................................12
RASM AL-QURAN....................................................................................................................................12
A. Pengertian rasm Al-Quran...............................................................................................................12
B. Sejarah Perkembangan rasm Al-Quran............................................................................................12
BAB VI........................................................................................................................................................14
KESIMPULAN............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masyarakat Arab pada saat itu hidup dalam kegelapan spiritual dan moral, di mana berbagai
bentuk penyembahan berhala dan perilaku jahiliyah menjadi hal yang umum.

Nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT. diutus untuk
membawa risalah Islam sebagai ajaran yang benar dan sempurna, serta untuk memperbaiki
keadaan masyarakat Arab yang korup dan jahiliah. Al-Quran diturunkan sebagai wahyu dari
Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. untuk menjadi pedoman hidup dan ajaran bagi
seluruh umat manusia, bukan hanya untuk masyarakat Arab pada saat itu.Al-Quran disampaikan
melalui bahasa Arab yang indah dan bermakna, sehingga mampu menggugah hati dan pikiran
manusia untuk merenungkan makna ayat-ayat yang terkandung di dalamnya.Penulisan al-Quran
dilakukan secara bertahap selama masa hidup Nabi Muhammad saw. dan disusun dalam bentuk
kitab setelah wafatnya beliau, sebagai upaya untuk memudahkan pembacaan dan
pengajaran.Dalam proses penulisan dan pengumpulan al-Quran, para sahabat Nabi Muhammad
saw. juga berperan penting dalam menyimpan dan menyebarluaskan ajaran Islam, sehingga
mampu bertahan dan berkembang hingga saat ini.

Dengan demikian, latar belakang sejarah penulisan al-Quran mencerminkan upaya Allah
SWT. untuk membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia melalui ajaran Islam, dan menjadi
bagian dari sejarah peradaban manusia yang penuh dengan kebesaran dan keindahan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Pengertian al-quran?


2. Apa yang dimaksud dengan hikmah diwahyukan al-quran secara beransur-ansur?
3. Apa yang dimaksud dengan pengunpulan al-quran ?
4. Apa yang dimaksud dengan rasm al-quran?

C. TUJUAN PENULISAN
Menjelaskan bagaimana al-Quran diturunkan dan disusun secara historis, sehingga
membantu memahami konteks dan latar belakang dari kitab suci ini. Memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang keindahan bahasa Arab yang terkandung
dalam al-Quran, serta pesan-pesan moral dan spiritual yang ingin disampaikan oleh Allah

1
SWT. melalui ayat-ayatnya. Mengapresiasi peran para sahabat Nabi Muhammad saw.
dalam mengumpulkan dan menyusun al-Quran dalam bentuk kitab, serta
menyebarluaskan ajaran Islam di seluruh dunia.Menunjukkan betapa pentingnya al-
Quran sebagai pedoman hidup dan sumber inspirasi bagi umat Islam di seluruh dunia,
serta relevansinya dalam menjawab tantangan zaman modern.Meningkatkan apresiasi
dan penghargaan terhadap keagungan dan kebesaran Allah SWT. sebagai pencipta al-
Quran, serta memperdalam keimanan

2
BAB II
PENGERTIAN AL-QURAN

A. Alquran Menurut Bahasa

Secara bahasa diambil dari kata: ‫ ا قر‬- ‫ يقرا‬-‫ قراة‬-‫ وقرانا‬yang berarti sesuatu yang dibaca. Arti
ini mempunyai makna anjuran kepada umat Islam untuk membaca Alquran. Alquran juga bentuk
mashdar dari ‫ القراة‬yang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan demikian sebab
seolah-olah Alquran menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat secara tertib sehingga
tersusun rapi dan benar. Oleh karena itu Alquran harus dibaca dengan benar sesuai sesuai dengan
makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga dipahami, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan
tujuan apa yang dialami masyarakat untuk menghidupkan Alquran baik secara teks, lisan
ataupun budaya.
Menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara harfiyah berarti bacaan yang sempurna. Ia
merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu bacaanpun sejak manusia
mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Alquran, bacaan sempurna
lagi mulia.
Dan juga Alquran mempunyai arti menumpulkan dan menghimpun qira’ah berarti menghimpun
huruf-huruf dan katakata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Quran
pada mulanya seperti qira’ah, yaitu mashdar dari kata qara’a, qira’atan, qur’anan.

B. Alquran Menurut Istilah

Alquran menurut istilah adalah firman Allah SWT. Yang disampaikan oleh Malaikat Jibril
dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang diterima
oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan.

Menurut Andi Rosa Alquran merupakan qodim pada makna-makna yang bersifat doktrin
dan makna universalnya saja, juga tetap menilai qodim pada lafalnya. Dengan demikian Alquran
dinyatakan bahwasannya bersifat kalam nafsi berada di Baitul Izzah (al-sama’ al-duniya), dan itu
semuanya bermuatan makna muhkamat yang menjadi rujukan atau tempat kembalinya ayat-ayat
mutasyabihat, sedangkan Alquran diturunkan ke bumi dan diterima oleh Nabi Muhammad SAW
sebagai Nabi terakhir, merupakan kalam lafdzi yang bermuatan kalam nafsi, karena tidak
mengandung ayat mutasyabihat, tetapi juga ayat atau maknamaknanya bersifat muhkamat

Sementara menurut para ahli ushul fiqh Alquran secara istilah adalah: Artinya: “Alquran
adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang luar biasa yang melemahkan
lawan), diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rosul (yaitu Nabi Muhammad SAW), melalui
Malaikat Jibril, tertulis pada mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, membacanya
dinilai ibadah, dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas”.

3
Berdasarkan definisi di atas, maka setidaknya ada lima faktor penting yang menjadi faktor
karakteristik Alquran, yaitu:
1. Alquran adalah firman atau kalam Allah SWT, bukan perkataan Malaikat Jibril (dia
hanya penyampai wahyu dari Allah), bukan sabda Nabi Muhammad SAW. (beliau hanya
penerima wahyu Alquran dari Allah), dan bukan perkataan manusia biasa, mereka hanya
berkewajiban mengamalkannya.
2. Alquran hanya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak diberikan kepada Nabi-
nabi sebelumnya. Kitab suci yang diberikan kepada para nabi sebelumnya bukan bernama
Alquran tapi Nabi Musa, dan Injil adalah kitab yang diberikan kepada Nabi Isa as
memiliki nama lain; Zabur adalah nama kitab yang diberikan kepada Nabi Daud, Taurat
diberikan kepada
3. Alquran adalah mukjizat, maka dalam sepanjang sejarah umat manusia sejak awal
turunnya sampai sekarang dan mendatang tidak seorangpun yang mampu menandingi
Alquran, baik secara individual maupun kolektif, sekalipun mereka ahli sastra bahasa dan
sependek-pendeknya surat atau ayat.
4. Diriwayatkan secara mutawatir artinya Alquran diterima dan diriwayatkan oleh banyak
orang yang secara logika mereka mustahil untuk berdusta, periwayatan itu dilakukan dari
masa ke masa secara berturut-turut sampai kepada kita.
5. Membaca Alquran dicatat sebagai amal ibadah. Di antara sekian banyak bacaan, hanya
membaca Alquran saja yang di anggap ibadah, sekalipun membaca tidak tahu maknanya,
apalagi jika ia mengetahui makna ayat atau surat yang dibaca dan mampu
mengamalkannya. Adapun bacaam-bacaan lain tidak dinilai ibadah kecuali disertai niat
yang baik seperti mencari Ilmu. Jadi, pahala yang diperoleh pembaca selain Alquran
adalah pahala mencari Ilmu, bukan substansi bacaan sebagaimana dalam Alquran.

4
BAB III
HIKMAH PENURUNAN AL-QUR'AN SECARA
BERANGSUR
Kitab suci Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW secara
berangsur-angsur dalam dua periode (Makkah dan Madinah). Periode Makkah (610-622M) di
mulai pada malam 17 Ramadhan tahun 41 dari Milad Nabi sampai dengan 1 Rabi’al-Awwal
tahun 54 dari Milad Nabi (12 tahun 5 bulan 13 hari). Ayat-ayat yang diturunkan oada masa itu
kemudian di sebut ayat-ayat Makkiyah yang berjumlah 4.726 ayat dan terdiri atas 89 surat.
Sedangkan periode Madinah (622-632 M) dimulai tanggal 1 Rabi’al-Awwal tahun 54 sampai
dengan 9 Dzulhijjah tahun 63 dari Milad Nabi atau bertepatan dengan tahun ke-10 Hijrah (9
tahun 9 bulan 9 hari). Jadi total lama kedua periode tersebut adalah 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.
Ayat-ayat yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyah, meliputi 1.510 ayat dan
mencakup 25 surat.
Hikmah turunnya Alquran secara berangsur-angsur merupakan suatu metode yang berfaidah
bagi kita untuk mengaplikasin kedua proses tersebut yang harus dilalui. Sebab turunnya Alquran
secara berangsur dan bersifat alami itu dapat meningkatkan mutu Pendidikan bagi umat Islam
untuk memperbaiki jiwa manusia, meluruskan prilakunya, membentuk kepribadian dan
menyempurnahkan eksistensinya sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui segala sesuatu yang Allah kehendaki itu mengandung hikmah
dan memiliki tujuan. Begitu juga dengan proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap. Diantara
hikmah atau tujuannya adalah sebagai berikut: (Rahmawati, 2013; 19)
1. Untuk menguatkan hati Nabi Muhammad Saw dalam menerima dan menyampaikan
kalam Allah kepada umat manusia. Dalam melaksanakan tugasnya, Rasulullah sering
menghadapi hambatan dan tantangan. Di samping itu dapat juga menghibur hati beliau
pada saat menghadapi kesulitan, kesedihan atau perlawanan dari orang-orang kafir
2. Merupakan mukjizat bagi Nabi untuk menjawab dan mematahkan tantangan orang-orang
kafir. Sering kali mereka (orang kafir) mengajukkan pertanyaan-pertanyaan dengan
maksud melemahkan dan menantang juga menguji kenabiaan Rasulullah. Mereka pernah
menyakan tentang kiamat kapan datangnya.
3. Memudahkan Nabi dalam menghafal lafadz Alquran, mengingat Alquran bukan sya’ir
atau prosa tetapi Kalam Allah yang sangat berbobot isi maknanya sehingga memerlukan
hapalan dan kajian secara khusus. Dan untuk membacanya kepada umat serta
menjelaskan dan memberikan contoh-contoh pelaksaannya. Jika Alquran diturunkan
sekaligus tentu akan memberatkan Nabi jika harus membacakan dan menjelaskannya.
4. Memudahkan umat pada masa itu untuk menghafal, mencatat dan memahami Alquran.
Turunya Alquran secara berangsur memudahkan Nabi untuk menghafal dan
memahaminya, terutama Nabi sangat takut apabila Alquran tidak menetap di hatinya. Hal
ini berdampak positif bagi umatnya, karena pada masa Nabi menulis dan membaca
sangat langka. Mereka menghandalkan kekuatan akal dalam menghafal
5. Untuk memberi kesempatan sebaik-baiknya kepada umat Islam untuk meninggalkan
sikap mental atau tradisi-tradisi jahiliyah yang negative secara berangsurangsur
6. Menjawab problematika masyarakat. Hal ini menerangkan apa-apa yang di butuhkan
masyarakat sesuai dengan kondisi dan problema yang mereka hadapi.
7. Mengetahui nasikh dan Mansukh dalam ayat Alquran yang berkaitan dengan hukum.

5
8. Memberikan pengaruh yang besar dalam proses dakwah Islam dan pembentukan umat.
BAB IV
PENGUMPULAN AL-QURAN(JAM AL-QURAN)

A. Pengumpulan Al-Quran Pada Zaman Rasulullah saw


Pengumpulan al-quran atau kodifikasitelah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW,
bahkan telah dimulai sejak masa-masa awal turunya al-quran. Sebagaimana diketahui, al-
quran diwahyukan secara berangsur-angsur. Setiap kali menerima wahyu, Nabi SAW lalu
membacakannya di hadapan para sahabat karena ia memang diperintahkan untuk
mengajarkan al-quran kepada mereka.

Artinya; keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan


kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka2dan supaya mereka memikirkan,(QS. An-Nahl: 44)
Pengumpulan al-quran (jam‟ul qur‟an) merupakan suatu tahap penting dalam sejarah
al-quran. Dari itu al-quran terpelihara dari pemalsuan dan persengketaan mengenai ayat-
ayatnya sebagaimana terjadi pada ahli kitab, serta terhindar dari kepunahan.3Mengenai
pemeliharaan al-quran, Allah berjanji

Artinya;Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya


Kami benar-benar memeliharanya.(QS. Al-Hijr: 9)
Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, pengumpulan dan penyatuan al-quran dilakukan
dengan 2 cara, yaitu pengumpulan dalam dada (penghafalan) dan penulisan

1.Pengumpulan Al-Quran dalam konteks hafalan pada masa rasulullah


SAW
Pengumpulan dengan cara menghafal dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Penghafalan ini sangat penting mengingat Al-Quranul Karimditurunkan kepada Nabi yang
ummi(tidak bisa membaca dan menulis) yang diutus di tengah kaum yang juga ummi.Allah SWT
berfirman

6
Artinya;Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka,
yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-
benar dalam kesesatan yang nyata.(QS. Al-Jumuah: 2)
Kedatangan wahyu merupakansesuatu yang dirindukan oleh Rasulullah SAW. Oleh
karena itu ketika datang wahyu, Rasulullah SAWlangsung menghafal dan memahaminya .
Dengan demikianRasulullah SAWadalah orang pertama yang menghafal Al-Qur‟an. Tindakan
Rasulullah SAW merupakan suri tauladan bagi para sahabatnya.
Setelah menerima wahyu, Rasulullah SAW mengumumkannya di hadapan para sahabat
dan memerintahkan mereka untuk menghafalnya. Ada beberapa riwayat yang mengindikasikan
bahwa para sahabat menghafal dan mempelajari al-quran lima ayat –sebagian meriwayatkan
sepuluh –setiap kali pertemuan. Mereka merenungkan ayat-ayat tersebut dan berusaha
mengimplementasikan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya sebelum meneruskan pada
teks berikutnya. Hal ini juga diduga sebagai awal mula
tradisi hifz(menghafal) yang terus berlangsung hingga saat ini.8Selain itu secara kodrati
bangsa Arab mempunyai daya hafal yang kuat. Keadaan ini mereka gunakan untuk
menulis berita-berita, syair-syair dan silsilah-silsilah dengan catatan di dalam hati. Hal ini
mereka lakukan karena kebanyakan dari mereka adalah ummi.Situasi seperti ini juga
sekaligus menjadi bukti atas kemukjizatan dan keautentikan al-quran
Mengenai para penghafal al-quran pada masa Nabi ini, dalam kitab shahihn-nya, Al-
Bukhori telah mengemukakan tentang tujuh penghafal al-quran dengan tiga riwayat. Mereka
adalah Abdullah bin Mas‟ud, Salim bin Ma‟qil maula Abi Hudzaifah, Muadz bin Jabal, Ubay
bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Ad-Darda.

2.Pengumpulan Al-Quran Dalam Konteks Penulisannya Pada Masa Rasulullah


SAW
Rasulullah SAW mangangkat para penulis wahyu al-quran (asisten) dari sahabat-sahabat
terkemuka,seperti Ali Muawiyah, Ubay bin Ka‟ab dan Zaid bin Tsabit. Bila ayat turun, ia
memerintahkan menuliskannya dan menunjukkan, di mana tempat ayat tersebut dalam
surat. Maka penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan di dalam hati.
Sebagian sahabat juga menulis al-quran atas inisiatif sendiri pada pelepah kurma,
lempengan batu, papan tipis, kulit atau daun kayu, pelana, dan potongan tulang belulang
binatang. Zaid bin Tsabit berkata, “Kami menyusun al-quran di hadapan Rasulullah SAW
pada kulit binatang.”. Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat
dalam penulisan al-quran. Alat-alat yang digunakan tulis menulis tidak cukup tersedia
bagi mereka, selain hanya sarana-sarana tersebut. Tetapi hikmahnya, penulisan al-quran ini
semakin menambah kuat hafalan mereka.13Kegiatanpenulisaninididasarkan pada hadis nabi,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim-yang berbunyi:
‫ رواهمسلم‬.‫التكتبواعنيشيأاالالقرآنومنكتبعنيسوىالقرآنفليمحه‬
Artinya: “Janganlahkamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Qur‟an. Barang
siapa telah menulis dariku selain Al-Qur‟an, hendaklah ia menghapusnya.”

7
Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu, antara lain adalah: Abu Bakar
Al-Shiddiq, Umar bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubay
bin Ka‟ab, Mu‟awiyah bin Abi Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin
As. Tulisan ayat-ayat al-quran yang ditulis oleh mereka disimpan di rumah Rasulullah SAW.
Mereka pun masing-masing menulis untuk disimpan sendiri. Walaupun demikian, tulisan-
tulisan itu belum dikumpulkan dalam satu mushaf(sebuah buku yang terjilid seperti sekarang
ini), melainkan masih berserakan.
penulisannya dilakukan kemudian sesudah al-quran selesai turun semua, yaitu dengan
wafatnya Rasulullah.
Penulisan al-quran dilakukan sesuai tartib(urutan) ayat sebagaimana ditunjukkan Nabi
SAW sesuai perintah Allah SWT. Jadi, tartibayat al-quran adalah tauqifi(menurut ketentuan
wahyu, bukan ijtihad). Artinya, susunan ayat dan surah dalam al-quran sebagaimana terlihat
sekarang dalam mushaf-mushaf adalah sesuai dengan perintah dan wahyu dari Allah SWT
melalui Rasulullah SAW. Malaikat Jibril AS bila membawa sebuah atau beberapa ayat
kepada Nabi, ia berkata: “Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan
kepadamu untuk menempatkannya pada urutan kesekian surat anu. Demikian pula halnya
Rasul memerintahkan kepada para sahabat, “Letakkanlah pada urutan ini, setelah ayat yang
berbunyi begini, sebelum ini.”Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “Adalah
Rasulullah SAW, jika turun kepadanya satu surat, beliau memanggil para sebagian penulis
wahyu. Beliau berkata, “Letakkanlah surat ini di tempat yang disebut begini”.
Secara singkat faktor yang mendorong penulisan Al-Qur‟an pada masa Nabi adalah:
Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya; dan
Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna. Hal ini karena hafalan
para sahabat saja tidak cukup. Dan sebagian dari mereka ada yang sudah wafat. Adapun
pada masa Nabi ini penulisan al-Qur‟an tidak ditulis pada satu tempat melainkan terpisah-
pisah dengan alasan:
1) Proses penurunan Al-Qur‟an masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang
turun belakangan menasakh ayat sebelumnya
2) Penyusunan ayat dan surat Al-Qur‟an tidak sesuai dengan turunnya

B. Pengumpulan Al-Quran Pada Zaman Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq

Pada tahun pertama pemerintahannya, Abu Bakar ra. dihadapkan pada sekelompok orang
murtad melakukan kekisruhan yang mengantar pecahnya Perang Yamamah pada tahun 12
H. Perang tersebut pada akhirnya dapat dimenangkan oleh kaum Muslimin, meski tetap
menimbulkan dampak negatif , yakni banyaknya penghafal al-Qur‟an dari kalangan sahabat
yang gugur. Menurut riwayat yang masyhur, sekitar 70 orang pengahafal al-Qur‟an gugur dalam
pertempuran tersebut. Padahal sebelumnya, serangkaian perang pun pernah terjadi dan
mengakibatkan hal yang sama, yaitu dalam pertempuran di Bi‟ru Ma‟unah
keadaan ini sangat mengkhawatirkan. Prihatin atas kondisi yang bila dibiarkan akan
mengancam keberlangsungan al-quran, Umar bin Khattab segera menemui Abu Bakar
selaku khalifah pada masa itu yang ketika itu sedang dalam keadaan sakit. Umar
mengusulkan untuk segera menghimpun atau mengumpulkan al-quran yang sementara ini
berserakan di sejumlah sahabat dan dihafal, karema khawatir akan lenyap seiring dengan
banyaknya huffazh yang meninggal
Pada awalnya, Khalifah Abu Bakar merasa ragu, namun setelah dijelaskan oleh Umar

8
tentang nilai-nilai positifnya, ia menerima usul tersebut. Dan Allah SWT melapangkan dada
Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut. Ia mengutus Zaid bin Tsabit
dan menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan al-quran dalam satu mushaf.
Mula-mula Zaid pun merasa ragu, kemudian ia pun dilapangkan Allah SWT sebagaimana
halnya Allah SWT melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.
Ada beberapa hal yang terindikasi menjadi sebab dibalik keraguan Abu Bakar dalam masalah
pengumpulan al-quran. Yang pertama adalah, Abu Bakar khawatir apabila orang-orang
Islam akan mempermudah dalam usaha menghayati dan menghafal al-quran. Ia juga
merasa khawatir bila mereka hanya berpegang kepada apa yang ada pada mushaf
sehingga jiwa mereka menjadi lemah untuk menhafal al-quran. Dengan demikian, minat
untuk menghafal dan menghayati al-quran akan berkurang karena telah ada tulisan dalam
mushaf-mushaf yang dicetak untuk standar membacanya.Padahal sebelumnya mushaf-
mushaf,mereka mencurahkan kesungguhannya untuk menghafal al-quran. Yang kedua, dari
sisi yang lain Abu Bakar Al-Shiddiq selalu berusaha agar tetap bertitik tolak dari batasan-
batasan syariat dan berpegang pada jejak-jejak Rasul SAW, sehingga ia merasa khawatir
apabila idenya itu termasuk bid‟ah yang tidak dikehendaki oleh Rasul. Karena itulah, Abu
Bakar mengatakan kepada Umar, “Mengapa aku harus mengerjakan sesuatu yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW?” Barangkali ia takut terseret oleh ide-ide dan
gagasan-gagasan yang membawanya untuk menyalahi sunah Rasul SAW serta membawa
kepada bid‟ah. Akantetapi ketika ia menganggap bahwa hal tesebut adalah sangat
penting demi kelestarian kitab al-quran dan demi terpeliharanya dari kemusnahan dan
perubahan, dan ketika ia meyakini bahwa hal tersebut tidaklah termasuk masalah yang
menyalahi ketentuan dan bid‟ah yang sengaja dibuat-buat, maka ia beritikad baik untuk
mengumpulkan al-quran. Akhirnya ia mengutus Zaid bin Tsabit mengenai masalah ini
Zaid bin Tsabit berkata, “Abu Bakar memanggilku untuk menyampaikan berita mengenai
Perang Yamamah. Ternyata Umar sudah ada di sana. Abu Bakar berkata, „Umar telah
dating kepadaku dan mengatakan, bahwa perang di Yamamah telah menelan banyak
korban dari kalangan qurra‟dan ia khawatir kalau-kalau terbunuhnya para qurra‟itu juga akan
terjadi di tempat-tempat lain, sehingga sebagian besar al-quran akan musnah. Ia
menganjurkan agar aku memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan al-quran. Maka
aku katakan kepadanya, bagaimana mungkin kita akan melakukan sesuatu yang tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah? Tetapi Umar menjawab dan bersumpah, „Demi Allah,
perbuatan tersebut baik” Ia terus menerus membujukku sehingga Allah membukakan pintu
hatiku untuk menerima usulnya, dan akhirnya aku sependapat dengan Umar.” Abu
Bakar berkata kepadaku lanjut Zaid, “Engkau seorang pemuda yang cerdas dan kami tidak
meragukan kemampuanmu. Engkau telah menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Oleh
karena itu carilah al-quran dan kumpulkanlah.” Jawab Zaid, “Demi Allah, sekiranya
mereka memintaku untuk memindahkan gunung, rasanya tidak lebih berat bagiku daripada
perintah mengumpulkan al-quran. Karena itu aku menjawab, “Mengapa Anda berdua
ingin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah?” Abu Bakar
menjawab, “Demi Allah, ini adalah sesuatu yang baik” Abu Bakar tetap membujukku
sehingga Allah membukakan hatiku sebagaimana Ia telah membukakan hati Abu Bakar dan
Umar. Maka aku pun mulai mencari al-quran. Kukumpulkan ia dari pelepah kurma,
kepingan-kepingan batu dan dari hafalan para penghafal, sampai akhirnya aku
mendapat akhir surat At-Taubah berada pada Abu Khuzaimah Al-Ansari yang tidak kudapat
pada orang lain, yaitu ayat „Laqad jaa‟akum rasulun min anfusikum...‟hingga akhir ayat dalam

9
at-Taubah: 128. Lembaran-lembaran tersebut kemudian disimpan di tangan Abu Bakar hingga
wafat. Sesudah itu, berpindah ke tangan Umar sewaktu masih hidup, dan selanjutnya
berada di tangan Hafshah binti Uma
Ada beberapa hal yang mengantarkan pada pilihan mumtazmengembankan tugas
kodifikasi ini pada Zaid bin Tsabit, yaitu Abu Bakar al-Shiddiq mencatat kualifikasi dirinya
(Zaid) sebagai berikut:
1. Masa muda Zaid menunjukkan vitalitas dan kekuatan energinya;
2. Akhlak yang tak pernah tercemar menyebabkan Abu Bakar member pengakuan secara
khusus dengan kata-kata,”Kami tak pernah memiliki prasangka negatif pada Anda’’.
3. Kecerdasannya menunjukkan pentingnya kompetensi dan kesadaran
4. Pengalamannya di masa lampau sebagai penulis wahyu
5. Zaid salah seorang yang bernasib mujur di antarabeberapa orang sahabatyang
sempat mendengan bacaan al-Quran Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad di
bulan Ramadhan

C. Pengumpulan Al-Quran Pada Zaman Khalifah Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahanUsman bin „Affan terjadi perluasan wilayah islam di luar
Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja
(„Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu
dampaknyaadalah ketika mereka membaca Al-Qur‟an, karena bahasa asli mereka bukan
bahasa arab. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang
sahabat yangjuga sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah
bin al-yaman
Imam Bukhari meriwayatkandari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada
waktu itu memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria)
mendapat misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet)
dan Iraq menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang
terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al-Qur‟an yang mengarah kepada perselisihan.
Ia berkata : “wahai usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan
Al-Qur‟an, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum
yahudi dan nasran”
Utsman juga berpendapat demikian bahwa sebagian perbedaan itu pun terjadi pada orang-
orang yang mengajarkan qira‟at kepada anak-anak. Lalu anak-anak itu akan tumbuh
sedang di antara mereka terdapat perbedaan dalam qir‟at. Perbedaan-perbedaan ini
dikhawatirkan akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Bahkan tidak
jarang masalah ini menimbulkan konflik dan saling mengkakufurkan satu sama lain.
Hingga pada akhirnya Utsman bersama para sahabat bersepakat untuk menyalin
lembaran-lembaran pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam pada
lembaran-lembaran itu dengan bacaan-bacaan baku pada satu huruf.
Utsman kemudian mengirim utusan kepada Hafshah (untuk meminjamkan
mushaf Abu Bakar yang ada padanya), dan Hafshah pun mengirimkan lembaran-
lembaran itu padanya. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Tsabit al-Anshari, Abdullah
bin az-Zubair, Said bin al-Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam (tiga
orang Quraisy). Lalu ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak
mushaf, jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu, hendaklah

10
ditulis dalam bahasa Quraisy, karena al-quran turun dalam dialek bahasa mereka.
Mereka melaksanakan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa
mushaf, Utsman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafshah.
Selanjutnya Utsman mengirimkan mushaf baru tersebut ke setiap wilayah dan
memerintahkan agar semua al-quran atau mushaf lainnya dibakar. Apa yang dilakukan
Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Mushaf-mushaf itu ditulis dengan satu huruf
(dialek) dari tujuh huruf al-quran seperti yang diturunkan agar orang bersatu dalam satu
qira‟at.

D. Turunnya al-Quran dengan Tujuh Huruf


Orang Arab mempunyai keberagaman lahjah(dialek) dalam langgam, suara dan huruf-
huruf sebagaimana diterangkan secara komprehensif dalam kitab-kitab sastra. Setiap
kabilah mempunyai irama tersendiri dalam mengucapkan kata-kata yang tidak dimiliki
oleh kabilah-kabilah yang lain. Namun kaum Qurasy mempunyai faktor-faktor yang
membuat bahasa mereka lebih unggul dari bahasa Arab lainnya, antara lain karena tugas
mereka menjaga Baitullah, menjamu para jamaah haji, memakmurkan Masjidil Haram
dan menguasai perdagangan. Oleh sebab itu, seluruh suku bangsa Arab menjadikan bahasa
Quraisy sebagai bahasa ibu bagi bahasa-bahasa mereka karena adanya berbagai
karakteristik tersebut. Dengan demikian, wajarlah jika al-Quran diturunkan dalam bahasa
Quraisy, kepada Rasul yang Quraisy pula, untuk mempersatukan bangsa Arab, dan
mewujudkan kemukjizatan al-Quran sekaligus kelemahan ketika mereka diminta untuk
mendatangkan satu surat yang seperti al-Quran.

11
BAB V
RASM AL-QURAN

A. Pengertian rasm Al-Quran

Rasm berasal dari kata rasama, yasamu, rasma, yang berarti menggambar atau melukis.
Kata rasm ini juga diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut aturan. Jadi rasm
berarti tulsan yang mempunyai metode tertentu.

B. Sejarah Perkembangan rasm Al-Quran

Pada mulahnya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
mereka mencatat wahyu al-Qur’an tanpa pola penulisan standar, karena umumnya
dimaksutkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan diwariskan kepada
generasi sesudahnya.
Di zaman Nabi saw, al-Qur’an ditulis pada benda-benda sederhana, seprti kepingan- kepingan
batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan AL-Qur’an ini masih
terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah msuhaf dan disimpan dirumah Nabi
saw. Penulisan ini bertujuan untuk membantu memelihara keutuhan dan kemurnian Al-
Qur’an. Di zaman Abu Bakar, Al-Qur’an yang terpancar-pancar itu di salin kedalam shuhuf
(lembaran-lembaran). Penghimpunan Al-Qur’an ini dilakukan Abu Bakar setelah menerima
usul dari Umar ibn al-Kattab yang khawatir akan semakin hilangnya para penghafal Al-
Qur’an sebagaimana yang terjadi pada perang yamamah yang menyebabkan gugurnya 70
orang penghafal Al-Qur’an. Karena itu, tujuan pokok dalam penyalinan Al-Qur’an di zaman
Abu Bakar masih dalam rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari Al-
Qur’an.
Di zaman khalifah Usman bin Affan, Al-Qur’an disalin lagi kedalam beberapa naskah.
Untuk melakukan pekerjaan ini, Utsman membentuk tim 4 yang terdiri dari Zaid bin Tsabit,
Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-Ash, dan Abd al-Rahman Abd al_harits.
Dalam kerja penyalinan Al-Qur’an ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang
disetujui oleh Khalifah Usman. Di antara ketentuan-ketentuan itu adalah bahwa mereka
menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat Mansukh dan tidak
diyakini dibaca kembali dimasa hidup Nabi saw. Tulisannya secara maksimal maupun
diakomodasi ira’at yang berbeda-beda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak
termasuk ayat Al-Qur’an. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka
gunakan ini. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf. Karena cara
penulisan disetujui oleh Usman sehingga sering pula dibangsakan oleh Usman. Sehingga
mereka sebut rasm Usman atau rasm al-Usmani. Namun demikian pengertian rasm ini

12
terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman Usman dan tidak mencakup rasm Abu Bakar pada
zaman Nabi saw. Bahkan,Khalifah Usman membakar salinan-salinan mushaf tim 4 karena
kawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan dikalangan uman Islam. Hal ini nanti
membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang kewajiban
mengikuti rasm Usmani. Tulisan ini yang tersebar di dunia dewasa ini.

I. Pola Hukum dan Kedudukan Serta Pendapat Ulama tentang rasm Al-Quran

Kedudukan rasm Usmani diperselisihkan para ulama, pola penulisan tersebut merupakan
petunjuk Nabi atau hanya itjtihad kalangan sahabat. Adapun pendapat mereka sebagai berikut:

Kelompok pertama (Jumhur Ulama) berpendapat bahwa pola rasm Usmani bersifat tauqifi
dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahat-sahabat yang ditunjuk dan dipercaya
Nabi saw, dan para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan (ijma’) dalam hal-hal yang
bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi. Bentuk-bentuk inkonsentensi didalam penulisan
AL-Qur’an tidak bisa dilihat hanya berdasarkan standar penulisan baku, tetapi dibalik itu ada
rahasia yang belum dapat terungkapsecra keseluruhan. Pol penulisan tersebut juga
dipertahankan para sahabat dan tabi’in
Kelompok Kedua berpendapat, bahwa pola penulisan di dalam rasm Usmani tidak bersifat
taufiqi, tetapi hanya bersifat ijtihad para sahabat. Tidak ditemukan riwayat Nabi
mengenaiketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat yang dikutip oleh rajab
Farjani. Sesungguhnya Rasulullah SAW. Memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi tidak
memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak melarang menulisnya dengan pola-pola
tertentu. Karena itu ada perbedaan model-model penulisan Al-Qur’an dalam mushaf-mushaf
mereka. Ada yang menulis suatu lafaz Al-Qur’an sesuai dengan bunyi lafaz itu, ada yang
menambah atau menguranginya, karena mereka tau itu hanya cara. Karena itu dibenarkan
menulis mushaf dengan pola-pola penulisan masa lalu atau pola-pola baru.
Kelompok ketiga Mengatakan, bahwa penulisan Al-Qur’an dengan rasm Imla’I dapat
dibenarkan, tetapi kusus bagi orang awam. Bagi para ulama atau yang memahami rasm
Usmani, tetap wajib mempertahankan keaslian rasm tersebut.
Pendapat ini diperkuat al-Zarqani dengan mengatakan bahwa rasm Imla’I diperlukan untuk
menghindarkan umat dari kesalahan membaca Al-Qur’an, sedang rasm Usmani diperlukan
untuk memelihara keaslihan msuhaf Al-Qur’an. Tampaknya pendapat yang ketiga ini berupaya
mengkompromikan antara dua pendapat terdahulu yang bertentangan. Di satu pihak mereka
ingin melestarikan rasm Usmani, sementara dipihak yang lain mereka menghendaki
dilakukannya penulisan Al-Qur’an dengan rasm Imla’I untuk memberikan kemudahan bagi
kaum muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan membaca Al-Qur’an dengan rasm
Usmani. Dan pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi umat. Memang
tidak tidak ditemukan nashditemukan nash yang jelas diwajibkan penulisan Al-Qur’an dengan
rasm Usmani. Namun demikian, kesepakatan para penulis Al-Qur’an dengan rasm usmani
harus di indahkan dalam pengertian menjadikannya sebagia rujuan yang keberadaannya tidak
bole hilang dari masyarakat islam. Sementara jumlah umat islam dewasa ini cukup besar dan
tidak menguasai rasm Usmani.

Dari ketiga pendapat diatas penulis lebih cenderung menyatakan, bahwa untuk penulisan
Al-Qur’an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam, mmesti mengikuti dan berpedoman

13
kepada rasm usmani, hal ini mengingat pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam dalam pola
penulisannya, sesuai dengan pedoman aslinya.
2. Pola penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani, kalaupun tidak bersifat taifiqi minimal
telah merupakan ijma’ atau kesepakatan para sahabat Nabi. Ijla’ sahabat memiliki
kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti, termasuk dalam penulisan Al-Qur’an
dengan rasm Usmani (bila dimaksutkan sebagai kitab suci secara utuh).
3. Pola penulisan Al-Qur’an berdasarkan rasm Usmani boleh dikatakansebagian besar
sesuaidengan kaidah-kaidah rasm Imla’I dan hanya sebagian kecil saja yang menyalahi
atau beerbedadengan rasm Imla’i.

BAB VI
KESIMPULAN
Kesimpulan sejarah penulisan al-Quran adalah sebagai berikut:

1 Al-Quran diturunkan secara bertahap selama


masa hidup Nabi Muhammad saw. selama kurang lebih 23 tahun di Mekah dan Madinah.

2 Nabi Muhammad saw. memperoleh wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril, kemudian
mengajarkannya kepada para sahabatnya.

3 Setelah Nabi Muhammad saw. wafat, para sahabatnya mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang
tersebar dalam bentuk tulisan atau hafalan dan menyusunnya menjadi satu kitab yang dikenal
sebagai mushaf.

4 Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, mushaf al-Quran dibakukan dalam satu
bentuk tulisan yang sama untuk memudahkan pembacaan dan pengajaran.

5.Meskipun al-Quran telah dibakukan dalam bentuk tertentu, namun tetap dipelajari secara
hafalan dan ditulis dalam berbagai macam gaya tulisan, terutama di kalangan masyarakat Arab.

6 Hingga saat ini, al-Quran tetap menjadi kitab suci dan pedoman hidup bagi umat Muslim di
seluruh dunia, dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa untuk mempermudah
pemahaman dan pengajaran bagi seluruh umat manusia.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), p.17


2. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), p.3
3. Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
2015),p. 15
4. Al-Hapizh ‘Imad ad-Din Abu- al-Fada’Ismail Ibn Katsir al-Qurasyi ad-Dimasyqi, Tafsir
alQur’an al-Azhim, Riyadh: Dar alam alKutub, 1997, Juz 8
5. Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2008)
6. Anwar, Abu, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2009)
7. Anwar, Rosihoh, Ulum Al-Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2012)
8. Ash-Shabuni, Muhammad Ali, At Tibyan Fi Ulumul Qur’an (Trj. Muhammad Qadirun Nur,
Ihktisar) Ulumul Qur’an Praktis, (Jakarta: Pustaka Amani)
9. Al-A‟zami, M. M. 2005. The History of The Qur‟anic Text from Revelation to
Complication: A Comparative Study with The Old and New
Testaments/Sejarah Teks Al-Quran dari Wahyu sampai Komplikasi: Kajian Perbandiangan
dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Penerjemah: Sohirin Solihin, dkk. Cet.1.
Jakarta: Gema Insani Press
10. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam.1993. Ensiklopedi Islam, jil-4 NAH-SYA. Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve.
11. Esack, Farid.2007. The Quran; a Short Introduction/ Samudera Al-
Quran.Penerjemah: Nuril Hidayah. Jogjakarta: DIVA Press.
12. Yusanto, Muhammad Ismail, et.al. 2002. Prinsip-Prinsip Pemahaman Aal-Quran dan Al-
Hadits.Cet.1. Jakarta: Khairul Bayaan, Sumber
Pemikiran Islam.

15

Anda mungkin juga menyukai