Anda di halaman 1dari 24

Mata Kuliah : Ekonomi Syariah(semester 2)

Dosen Pembimbing : Wa Ode Suwarni, S.E.,M.Ss

MAKALAH

AKAD SALAM

Disusun Oleh :

RISDAYANTI (19 320 044)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN

BAU - BAU

2019/20
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan saya kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Akad
Salam", sekaligus untuk memenuhi tugas mata kuliah “EKONOMI SYARIAH”
yang saya sajikan dari berbagai sumber pustaka yang telah saya dapatkan.
Makalah ini di susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas


kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima
kasih.

Waasalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

                        

Bau - Bau, Juni 2020

Penyusun                                 

 (Risdayanti)

NPM : 19 320 044

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1. Latar Belakang.................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1. Pengertian Akad Salam....................................................................3


2.2. Dasar Hukum Akad Salam..............................................................4
2.3. Rukun dan Ketentuan Akad Salam................................................5
2.4. Berakahirnya Akad Salam..............................................................8
2.5. Fatwa DSN No: 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Salam................9
2.6. Jenis – Jenis Akad Salam.................................................................10
2.7. Perlakuan Akuntansi PSAK (103)..................................................11
2.8. Ilustrasi Akad Salam.......................................................................19
2.9. Contoh Usaha Akad Salam..............................................................20
2.10. Manfaat dan Kelemahan Akad Salam...........................................20

BAB III PENUTUP.............................................................................................22

3.1. Kesimpulan........................................................................................22
3.2. Saran..................................................................................................22

DAFTRA PUSTAKA..........................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salam merupakan salah satu jenis akad jual beli, dimana pembeli membayar
terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas
sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di kemudian hari.
Dengan demikian, akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan
modal sehingga ia dapat menyerahkan produk sesuai dengan yang telah dipesan
sebelumnya. Sebaliknya, pembeli dapat jaminan memperoleh barang tertentu,
pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya diawal. Akad salam
biasanya digunakan untuk pemasaran barang pertanian. Kendati demikian, masih
banyak diantara kita yang belum mengenal yang namanya akad salam, maka dari
itu dalam makalah ini akan di paparkan pembahasan yang akan membawa kita
untuk mengenal sedikit lebih dekat mengenai akad salam itu sendiri.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembuatan makalah:

1. Apa yang dimaksud dengan akad salam?


2. Sebutkan dasar hukum akad salam?
3. Sebutkan rukun dan ketentuan akad salam
4. Sebutkan hal – hal yang membatalkan atau berakhirnya akad salam?
5. Bagaiman Fatwa DSN No: 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang akad
Salam?
6. Sebutkan jenis – jenis akad salam?
7. Jelaksan akad salam rehadap perlakuan akuntansi PSAK (103)
8. Sebutkan manfaat dan kelemahan akad salam?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Akad Salam


Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan
barang menyerahkan uangnya di muka. Para ahli ulama fiqh menamainya al
mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli yang dilakukan
mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada tempat. Kata
“mendesak ” dilihat dari sisi pembeli karena ia sangat membutuhkan barang
tersebut dikemudian hari sementara dari sisi penjual, ia sangat membutuhkan uang
tersebut. Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli di mana
barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan dan pembeli
melakukan pembayaran dimuka, sedangkan penyerahan baru dilakukan di
kemudian hari.

Menurut PSAK 103 (2007) salam adalah akad jual beli barang pesanan
(muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslim illaihi)
dan pelunasannya dilakukan oelh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu. Untuk menghindari suatu resiko yang merugikan, pembeli
boleh meminta jaminan dari si penjual.

Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau


penjual dalam suatu transaksi salam. Jika lembaga keuangan syariah bertindak
sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salm pararel (Furywardhana,
2009: 21)

Dalam PSAK 103 (2007) memjelaskan bahwa alat pembayaran modal salam
adalah dapat berupa uang tunai, barang atau manfaat, akan tetapi tidak boleh
berupa pembebanan utang pnjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain.
Oleh karena itu, tujuan dari penyerahan modal usaha salam adalah sebagi modal
kerja, sehingga dapat digunakan untuk penjual dalam menhasilkan barang
(produksi) sehingga dapat memenuhi pesanan.

Manfaat salam bagi pembeli adalah adanya jaminan untuk memperoleh


barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat membutuhkan, dengan harga
yang telah disepakati di awal. Sedangkan manfaat bagi penjual adalah
diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produk dan memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dalam akad salam harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak
sesuai dengan keinginan dan ketentuang yang telah disepakati sebelumnya.
Seperti halnya dalam bab murabahah yang sudah dibahas, maka pembeli boleh
melakukan khiar yaitu apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.

Apabila seorang pemebeli menerima barang, sedangkan kualitas lebih


rendah dari apa yang telah disepakati, maka pembeli akan mengakui adanya
kerugian dan tidak boleh meminta pengurangan harga, karena harga sudah
disepakati dalam akad dan tidak dapat di ubah. Demikian juga, apabila kualitasnya
lebih tinggi, penjual tidak dapat meminta tambahan harga dan pembeli tidak boleh
mengakui adanya keuntungan, karena kalau diakui sebagai keuntungan dapat
dipersamakan adanya unsur riba (kelebihan yang tidak ada iwad atau faktor
pengimbang yang dibolehkan syariah) (Wasilah, 2014: 198).

2.2. Dasar Hukum Akad Syariah


1. Al-Qur’an
a. Surat Al-Baqarah ayat 282

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu


bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya.

b. Surat Al-Maidah ayat 1

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad


itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”

2. Al-Hadis
a. Hadist Riwayat Bukhari Muslim
“Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya
dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk
jangka waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari Muslim)

b. Hadist Riwayat Ibnu Majah

“Tiga hal yang didalmnyaterdapat keberkahan: jual beli secara


tangguh muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan
tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).

2.3. Rukun dan Ketentuan Akad Salam

Menurut Nurhayati dan Warsilah (2014: 202) rukun dan ketentuan akad
salam adalah sebagai berikut:

1. Pelaku, terdiri atas penjual (muslam illahi) dan pembeli (al muslam).
Pelaku adalah cakap hukum dan baligh.
2. Objek akad

a. Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu:


1) Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
2) Modal salam berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda
pendapat masalah bolehnya pembayaran dalam bentuk aset
perdagangan. Beberapa ulama menganggapnya boleh.
3) Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh
utang atau merupakan pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk
mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.
b. Ketentuan syariah barang salam, yaitu:
1) Barang tersebut harus dapat dibedakan/ diidentifikasi
mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas seperti
kualitas, ukuran dan lain sebagainya sehingga tidak ada gharar.
2) Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi/ ditakar/ ditimbang.
3) Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal
tertentu boleh juga dalam kurun waktu tertentu, misalnya
dalam waktu 6 bulan atau musim panen disesuaikan dengan
kemungkinan tersedianya barang yang dipesan. Hal tersebut
diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastian, harus
ada pada waktu yang ditentukan.
4) Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada
waktu yang ditentukan.

5) Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang


ditentukan, akad menjadi fasakh/ rusak dan pembeli dapat
memilih apakah menunggu sampai dengan barang yag dipesan
tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual harus
mengembalikan dana yang telah diterima.
6) Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan
yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh khiar atau
memilih untuk menerima atau menolak. Kalau pilihannya
menolak maka si penjual memiliki utang yang dapat
diselesaikan dengan pengembalian dana atau menyerahkan
produk yang sesuai dengan akad.
7) Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih
baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran
dan hal ini dianggap sebagai pelayanan kepuasan pelanggan,
8) Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli
boleh memilih menolak atau menerimanya. Apabila pembeli
menerima maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan
harga.
9) Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui
oleh kedua pihak dan dengan syarat kualitas dan jumlah barang
sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh menuntut
penambahan harga.
10) Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak
boleh dilakukan secara syariah.

11) Kaidah penggantian barang yang dipesan dengan barang lain.


Para ulama melarang penggantian barang yang tidak sesuai
dengan spesifikasi yang dipesan dengan barang lainnya. Bila
barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki
spesifikasi dan kualitas yang sama, tetapi sumbernya berbeda,
para ulama membolehkannya.
12) Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap
sah. Namun sebaiknya dijelaskan dalam akad, apabila tidak
disebutkan maka harus dikirim ke tempat yang menjadi
kebiasaan, misalnya gudang pembeli
3. Ijab Kabul

Ijab kabul adalah peryataan dan ekspresi saling rida/rela di antara


pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2.4. Berakhirnya Akad Salam

Menurut Nurhayati dan Wasilah (2014: 203) hal-hal yang dapat


membatalkan kontrak adalah:

a) Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.


b) Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati
dalam akad.
c) Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih
untuk menolak atau membatalkan akad.
d) Barang yang dikirim kualitasnya tidak sesuai akad tetapi pembeli
menerimanya.
e) Barang diterima.
2.5. Fatwa DSN No: 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Salam
a. Ketentuan tentang pembayaran:
1) Alat bayar harus diketehui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang atau manfaat.
2) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
b. Ketentuan barang:
1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3) Penyerahan dilakukan kemudian.
4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
5) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang yang sejenis
sesuai kesepakatan.
c. Ketentuan tentang salam paralel:
1) Diperbolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua
terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
d. Penyerahan barang sebelum atau pada waktunya:
1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan jumlah yang telah disepakati.

2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih


tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
rendah dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh
menuntut pengurungan harga (diskon).
4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
2.6. Jenis-Jenis Akad Salam

Menurut Nurhayati dan Wasilah (2014: 200) jenis-jenis akad salam adalah
sebagai berikut:

1. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan


belum ada ketika transaksi dilakukan, pembeli melakukan pembayaran
dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
2. Salam paralel, artinya melaksanakan transaksi salam yaitu antara
pemesan pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok atau
pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki
barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan
barang pesanan tersebut.
Menurut Muljono (2015: 177-178) pelaksanaan salam dapat
dilakukan dengan beberapa model akad salam, seperti :

1. Akad salam tunggal hakiki

Akad salam tunggal hakiki dapat dilakukan apabila perusahan


penyedia dana benar-benar melakukan pembelian barang dan
kemudian terjun langsung dalam bisnis penjualan barang tersebut.

2. Akad salam tunggal hukmi

Akad salam tunggal hukmi atau biasadisebut akad formal dapat


dilakukan apabila perusahaan penyedia dana tidak benar-benar
bermaksud membeli barang, karena setelah itu perusahaan
menjualnya kembali kepada penjual pertama dengan akad Bay’
Murabahah Bisaman Ajil, atau menyuruh menjualnya kepihak lain
dengan akad wakalah.

3. Akad salam parallel

Akad salam pararel dapat dilakukan apabila perusahaan


penyedia dana melakukan dua akad salam secara simultan, yaitu
Akad Salam dengan nasabah yang butuh barang dan Akad Salam
dengan nasabah yang butuh barang untuk memproduksi barang.

2.7. Perlakuan Akuntansi (PSAK 103)

Seperti yang disebutkan dalam PSAK No. 103, bahwa Salam adalah akad
jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh
muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum
barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Transaksi
salam terjadi karena pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu
untuk memungkinkan penjual (produsen) menyediakan barangnya. Transaksi
salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli.

a. Akuntansi untuk Pembeli

Hal-hal yang harus dicatat oleh pembeli dalam transaksi secara


akuntansi:

1. Pengakuan piutang salam, piutang salam diakui pada saat modal


usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal
usaha salam disajikan sebagai piutang salam.
2. Pengukuran modal usaha salam

Modal salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang


dibayarkan

Jurnal:
Dd. Piutang salam

Kr. Kas

Modal usaha salah dalam bentuk aset onkas diukur sebesar nilai
wajar, selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas
yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat
penyerahan modal usaha tersebut.

a. Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat

Jurnal:

Db. Piutang Salam

Db. Kerugia

Kr. Aset Nonkas

b. Pencatatan apabila nilai wajar lebih besar dari nilia tercatat

Jurnal:

Db. Piutang Salam

Kr. Aset Nonkas

Kr. Keuntungan

3. Penerimaan barang pesanan


a. Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai
nilai yang disepakati.

Jurnal:

Db. Aset Salam


Kr. Piutang Salam

b. Jika barang pesanan berbeda kualitasnya


1) Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya
sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang
tercantum dalam akad, maka barang pesanan diterima
diukur sesuai dengan nilai akad

Jurnal:

Db. Aset Salam

Kr. Piutang Salam

2) Jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih


rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam
akad; maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai
dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui
sebagai kerugian.

Jurnal:

Db. Persediaan-Aset Salam (diukur pada nilai wajar)

Db. Kerugian Salam

Kr. Piutang Salam

c. Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang


pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
1) Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat
piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai
dengan nilai yang tercantum dalam akad, dan jurnal atas
barang pesanan yang diterima:

Db. Aset Salam (sebesar jumlah yang diterima)


Kr. Piutang Salam

2) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya,


maka piutang salam berubah menjadi piutang yang hrus
dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat
dipenuhi dan jurnal:

Dr. Piutang Lain-lain-Penjual

Kr. Piutang Salam

3) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan


pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta
hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai
piutang salam, maka selisih antara nilai terctat piutang
salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai
piutang kepada penjual (asumsi yang menjual barang
jaminan adalah pembeli).

Jurnal:

Dr. Kas

Dr. Piutang Lain-lain – Penjual

Kr. Piutang Salam

Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar


dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya
menjadi hak penjual

Dr. Kas

Kr. Utang  Penjual

Kr. Piutang Salam


4. Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai
bagian dana kebajikan.

Jurnal:

Dr. Dana Kebajikan-Kas

Kr. Dana Kebajikan-Pendapatan

5. Penyajian
a) Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan
sebagai piutang salam.

b) Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat


memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan
secara terpisah dari piutang salam.
c) Persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur
sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang
dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi
lebih rendah dari biaya perolehan, makan selisihnya diakui
sebagai kerugian.
6. Pengungkapan
a) Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri
maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
b) Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK No. 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b. Akuntasi Untuk Penjual
1. Pegakuan kewajiban salam, kewajiban salam diakui pada saat
penjual penerima modal usaha salam. Modal usaha salam yang
diterima disajikan sebagai kewajiban salam.
2. Pengukuran kewajiban salam, Jika modal usaha salam dalam
bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.

Jurnal:

Dr. Kas

Kr. Utang Salam

Jika modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar
niali wajar.

Jurnal:

Dr. Aset Nonkas (nilai wajar)

Kr. Utang Salam

3. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada


saat penyerahan barang kepada pembeli.

Jurnal:

Dr. Utang Salam

Kr. Penjual

4. Jika penjual melakukan transaksi salam pararel, selisih antara


jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan
barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat
penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.

Jurnal ketika membeli persediaan:

Dr. Aset Salam

Kr. Kas
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang
dibayar oleh pembeli akhir lebih kecil dari biaya perolehan barang
pesanan.

Dr. Utang Salam

Dr. Kerugian Salam

Kr. Aset Salam

Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang


dibayar oleh pembeli akhir lebih besar dari biaya perolehan barang
pesanan.

Dr. Utang Salam

Kr. Aset Salam

Kr. Keuntungan Salam.

5. Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh


melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya
perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila niali
bersih yang dapat direalisasi lebih endah dari biaya perolehan,
maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
6. Penyajian, penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima
sebagai kewajiban salam.
7. Pengungkapan.
a) Piutang salam kepada produsen (dalam salam pararel) yang
memiliki hubungan istimewa,
b) Jenis dan kuantitas barang pesanan, dan
c) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah.
2.8. Ilustrasi Akad Salam
 Contoh Kasus 1

LKS menerima pesanan canggih dari pabrik rokok senilai Rp


750.000.000,00. Dengan kriteria dan bobot tertentu. Oleh karena itu, LKS
menghubungi nasabah penggarap untuk menyediakan barang sesuai kriteria
dan bobot  dimaksud, pada jangka waktu 3 bulan degan harga sebesar Rp
700.000.000,00.

Jurnal yang dilakukan LKS sebagai berikut:

1. Menerima pembayaran dari pabrikan

Db: Kas  Rp750.000.000

Kr: Utang Salam Rp750.000.000

2. Memberi pembayaran berkaitan salam kepada nasabah penggarap

Db: Piutang Salam Rp 700.000.000

Kr: Kas Rp 700.000.000

3. Menerima barang dari nasabah Penggarap

Db: Persediaan (asset salam) Rp 700.000.000

Kr. Piutang Salam Rp 700.000.000

4. Menyerahkan barang pabrikan

Db: Utang Salam Rp 750.000.000

Kr: Persediaan (asset salam) Rp 700.000.000


Kr: Keuntungan Salam Rp 50.000.000

2.9. Contoh Usaha Akad Salam

Pemilik perusahaan memiliki kebutuhan dana untuk memajukan


perusahaannya, bahkan kegiatan perusahaan akan mengalami hambatan
disebabkan kekurangan bahan pokok yang diperlukan. Lain halnya dengan si
pembeli, ia akan mendapat barang yang sesuai dengan yang diinginkan, di satu
sisi ia pun sudah membantu meningkatkan kemajuan perusahaan orang lain. Maka
untuk kepentingan tersebut Allah mengatur tentang bagaimana ketentuan jual beli
salam tersebut.

Bagi para petani yang bergerak dalam bidang agribisnis, terkadang


membutuhkan modal untuk memulai usaha-usahanya. Pemilik usaha agribisnis
tersebut biasanya datang kepada pihak bank untuk meminta pinjaman, dan
pinjaman itu akan dikembalikan setelah usaha yang dilakukan tersebut
mendatangkan hasil. Atau juga berlaku sebaliknya, para pedagang grosir biasanya
memesan kepada pemilik usaha agribisnis untuk men-supply hasil usahanya
kepada mereka, dan memberikan modal terlebih dahulu untuk menjalankan usaha.
Atau juga transaksi jual beli atas suatu barang dengan pemesanan dan pembayaran
dilakukan terlebih dahulu. Jika dilihat darim praktik yang ada, transaksi jual beli
jenis ini sama dengan jual beli salam.

2.10. Manfaat dan Kelemahan Akad Salam


1. Manfaat Akad Salam

Orang yang mempunyai perusahaan sering membutuhkan uang unuk


keperluan perusahaan mereka, bahkan sewaktu-waktu kegiatan perusahaan
sampai terhambat Karena kekurangan bahan pokok. Sedangkan pembeli
selain akan mendapat barang yang sesuai dengan yang diinginkannya, maka
ia pun sudah menolong kemajuan perusahaan saudaranya. Untuk
kepentingan itu, Allah swt. Membolehkan akad salam.(Lukman Hakim,
2012:118)

2. Kelemahan Akad Salam

Akan dimanfaatkan oleh orang yang sangat membutuhkan untuk


menekan harga kepada penjual. Sebagaimana islam sangat mengiginkan
hambanya untuk mempermudah dan membantu pihak lain, melakukan
eksploitasi pihak lain atas nama syariat dan agama, untuk itu Nabi
mencegah jual beli yang dilakukan oleh orang yang sangat membutuhkan.
(Abdul Sami’ Al-Mishri, 2006:107)
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan
pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslim illaihi) dan pelunasannya
dilakukan oelh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat
tertentu. Model akad salam terbagi menjadi tiga yaitu, akad salam tunggal hakiki,
akad salam tunggal hukmi, dan akad salam pararel.

Berdasarkan PSAK 103 (2007) transaksi salam dilakukan karena pembeli


berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual
memproduksi barangnya, barang yang dipesan memiliki spesifikasi khusus, atau
pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual. Transaksi salam diselesaikan
pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli. Pencatatan salam yang
diatur dalam PSAK 102 yaitu mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan.

3.2. Saran

Demikianlah makalah yang dapat saya susun. Semoga dapat bermanfaat


bagi kiita semua, saya menyadari bahwa makalah ini memerlukan proses akhir
tetapi merupakan proses awal yang masih membutuhkan perbaikan. Oleh karena
itu, saya sangat mengharapkan tanggapan, saran da kritik yang membangun demi
sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

 Aziz, Jamal Abdul. 2012. Transformasi Akad Muamalah Klasik Dalam


Produk Perbankan Syariah. Jurnal Al-Tahrir 12(1): 21-41.
 Furywardhana, Firdaus. 2009. Akuntansi Syariah. Penerbit PPPS.
Yogyakarta.
 Muljono, Djoko. 2015. Buku Pintar Akuntansi Perbankan dan Lembaga
Keuangan Syariah. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
 Ningsih, Wiwik Fitria. 2015. Modifikasi Pembiayaan Salam dan Implikasi
Perlakuan Akuntansi Salam. Jurnal Akuntansi Universitas Jember 13(2): 13-
26.
 Nurhayati, Sri, dan Wasilah. 2014. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba
Empat. Jakarta.
 PSAK 103
 Qusthoniah. 2016. Analisis Kritis Akad Salam Di Perbankan Syariah. Jurnal
Syariah 5(1): 87-108.

Anda mungkin juga menyukai