Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Akuntansi Syariah dengan tema Istishna dan Salam . Kemudian shalawat
serta salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman
hidup untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Akuntnasi Syariah di Program
Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan serta pengetahuan Pembaca tentang Akad
Syariah khususnya Istishna dan Salam. Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing mata kuliah ini yang telah mendukung penulisan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 2
A. Kesimpulan ...............................................................................................................14
B. Saran ......................................................................................................................... 14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perdagangan merupakan salah satu pekerjaan yang paling banyak kita temui di
muka bumi ini, mulai dari zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang, kebanyakan
dari masyarakat memilih untuk berdagang. Nabi Muhammad SAW sendiri berprofesi
sebagai pedagang sehingga dapat meraih kesuksesan dengan prinsip kejujurannya
dalam berdagang serta selalu berpedoman pada syariat-syariat islam.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ISTISHNA
Begitu akad disepakati, maka akan mengikat para pihak yang bersepakat dan pada
dasarnya tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi :
2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad.
1. Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanaan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli atau mustashni) dan penjual (pembuat atau shani).
2. Istishna Pararel adalah suatu bentuk akad istishna antara penjual dan pemesan,
dimana untuk memenuhi kewajiban kepada pemesan, penjual melakukan akad
istishna dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi syarat barang
yang telah dipesan.
4
B. DASAR HUKUM ISTISHNA
1. Al Quran
2. Al Hadis
Akad Istishna memiliki memiliki 3 rukun yang harus terpenuhi agar akad itu
benar-benar terjadi yaitu :
1. Kedua belah pihak, maksudhnya adalah pihak pemesan yang diistilahkan dengan
mustashni sebagai Pihak Pertama. Pihak Kedua adalah pihak yang dimintakan
kepadanya pengadaan atau pembuatan barang yang dipesan, yang diistilahkan
dengan sebutan shani.
2. Barang yang diakadkan, adalah rukun yang kedua dalam akad ini. Sehingga yang
menjadi obyek dari akad ini semata-mata adalah bendaatau barang-barang yang
harus diadakan. Demikian menurut umumnya pendapat kalangan mazhab Al-
Hanafi. Namun menurut sebagian kalangan mazhab Hanafi, akadnya bukan atas
suatu barang, namun akadnya adalah akad yang mewajibkan pihak kedua untuk
mengerjakan sesuatu sesuai pesanan. Menurut yang kedua ini, yang disepakati
adalah jasa bukan barang.
3. Ijab Qabul adalah akadnya itu sendiri. Ijab adalah lafadz dari pihak pemesan yang
meminta kepada seseorang untuk membuatkan sesuatu untuknya dengan imbalan
tertentu. Dan Qabul adalah jawaban dari pihak yang dipesan untuk menyatakan
persetujuannya atas kewajiban dan haknya itu.
5
2. Ridha atau kerelaan kedua belah pihak dan tidak ingkar janji.
5. Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara (najis, haram,
tidak jelas) atau menimbulkan kemudharatan (menimbulkan maksiat).
a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
f. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,
pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad.
3. Ketentuan lain
b. Jika salah satu pihak tidak meunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan antara kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan
melalui badan abitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
6
4. Berakhirnya Akad Istishna
c. Pembatalan hukum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk
mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing-
masing pihak bisa menuntut pembatalannya.
7
2. Bank sebagai Pembeli :
a. Bank mengakui aktiva istishna dalam penyelesaian sebesar jumlah termin
yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna kepada
penjual.
b. Apabila barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau
kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian bank, maka kerugian itu
dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan
penjual. Apabila kerugian melebihi garansi penyelesaian proyek, maka
selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada subkontraktor.
c. Jika Bank menolak barang pesanan karena tidak sesuai spesifikasi dan tidak
dapat memperoleh kembali seluruh jumlah yang telah dibayarkan kepada
subkontraktor, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai
piutang jatuh tempo kepada subkontraktor.
d. Jika Bank menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara
nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian
pada periode berjalan.
e. Dalam istishna pararel, jika pembeli akhir menolak barang pesanan karena
tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan
diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok
istishna. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
E. CONTOH KASUS
CV. Selayang Pandang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu
memperoleh order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp. 60.000.000,-
dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Plaju. Harga per pasang sepatu yang
diajukan adalah Rp. 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga per
pasang sepatu di pasaran sekitar Rp. 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Plaju tidak
tahu berapa biaya pokok produksi. CV. Selayang Pandang hanya memberikan
keuntungan Rp. 5000,- perpasang atau keuntungan keseluruhan adalah Rp. 3.529.412,-
yang diperoleh dari hitungan
Bank Syariah Plaju dapat menawar harga yang diajukan CV. Selayang Pandang dengan
harga yang lebih murah , sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga yang
lebih murah pula. Katakanlah, misalnya Bank Syariah Plaju menawar harga
Rp. 86.000,- sehingga masih untung Rp. 4000,- per pasang dengan keuntungan
keseluruhan adalah
8
F. PENGERTIAN SALAM
b. Al-Hadist
, : - -
,
( : ,
: . )
,
9
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang
ke Madinah dan penduduknya biasa meminjamkan buahnya untuk masa
setahun dan dua tahun. Lalu beliau bersabda: "Barangsiapa
meminjamkan buah maka hendaknya ia meminjamkannya dalam
takaran, timbangan, dan masa tertentu." Muttafaq Alaihi. Menurut
riwayat Bukhari: "Barangsiapa meminjamkan sesuatu."
( : -
-
,
: ? : .
- : -
)
Abdurrahman Ibnu Abza dan Abdullah Ibnu Aufa Radliyallaahu 'anhu
berkata: Kami menerima harta rampasan bersama Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam Dan datanglah beberapa petani dari Syam, lalu kami beri
pinjaman kepada mereka berupa gandum, sya'ir, dan anggur kering -dalam suatu
riwayat- dan minyak untuk suatu masa tertentu. Ada orang bertanya: Apakah
mereka mempunyai tanaman? Kedua perawi menjawab: Kami tidak menanyakan
hal itu kepada mereka. (HR. Bukhari).
Abdullah bin Abu Mujalid r.a. berkata, Abdullah bin Syadad bin Haad
pernah berbeda pendapat dengan Abu Burdah tentang salaf. Lalu mereka utus
saya kepada Ibnu Abi Aufa.Lantas saya tanyakan kepadabya perihal
iti.Jawabnya.Sesungguhnya pada masa Rasulullah Saw., pada masa Abu Bakar,
pada masa Umar, kami pernah mensalafkan gandum, syair, buah anggur, dan
kurma. Dan saya pernah pula bertanya kepada Ibnu Abza, jawabnya pun seperti
itu juga.(Bukhari).
c. Ijma
Mengutip dari perkataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa, semua
ahli ilmu (ulama) telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan, karena
terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan urusan manusia.
Dari berbagai landasan di atas, jelaslah bahwa akad salamdiperbolehkan
sebagai kegiatan bemuamalah sesama manusia.
Para imam mazhab telah bersepakat bahwasanya jual beli salam adalah benar
dengan enam syarat yaitu jenis barangnya diketahui, sifat barangnya diketahui,
banyaknya barang diketahui, waktunya diketahui oleh kedua belah pihak, mengetahui
kadar uangnya, jelas tempat penyerahannya.
Namun Imam Syafii menambahkan bahwa akad salam yang sah harus
memenui syarat iniqad, syarat sah, dan syarat muslam fiih.
1) Syarat-syarat Iniqad
a. Pertama, menyatakan shigat ijab dan qabul, dengan sighat yang telah
disebutkan.
b. Kedua, pihak yang mengadakan akad cakap dalam membelanjakan harta.
Artinya dia telah baligh dan berakal karena jual beli salam merupakan
transaksi harta benda, yang hanya sah dilakukan oleh orang yang cakap
membelanjakan harta, sepertihalnya akad jual beli.
2) Syarat Sah Salam
a. Pertama, pembayaran dilakukan di majelis akad sebelum akad disepakati,
mengingat kesepakatan dua pihak sama dengan perpisahan. Alasannya,
andaikan pembayaran salam ditangguhkan,terjadilah transaksi yang mirip
dengan jual beli utang dan piutang, jikaharga berada dalam tanggungan.
Disamping itu akad salam mengandung gharar.
b. Kedua, pihak pemesan secara khusus berhak menentukan tempat
penyerahan barang pesanan, jika dia membayar ongkos kirim barang. Jika
tidak maka pemesan tidak berhak menentukan tempat penyerahan. Apabila
penerima pesanan harus menyerahkan barang itu di suatu tempat yang tidak
layak dijadikan sebagai tempat penyerahan. misalnya gurun sahara,,
atau layak dijadikan tempat penyerahan barang tetapi perlu biaya
pengangkutan, akad salam hukumnya tidak sah.
I. PIUTANG SALAM
Hal-hal lain yang terkait dengan transaksi salam dapat diuraikan sebagai berikut:
Ketentuan Pembiayaan Bai as-Salam sesuai dengan Fatwa No.05/1 DSN-MUI/IV/2000
Tanggal 1 April 2000.
a) Ketentuan Pembayaran Uang Kas:
Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat;
Dilakukan saat kontrak disepakati (inadvance); dan
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra (pembebasan utang). contoh
pembeli mengatakan kepada petani (penjual) Saya beli padi Anda
sebanyak 1 ton dengan harga Rp 10 juta yang pembayarannya/uangnya
adalah Anda saya bebaskan membayar utang Anda yang dahulu (sebesar Rp
2 juta). Pada kasus ini petani memang memiliki utang yang belum terbayar
kepada pembeli, sebelum terjadinya akad salam tersebut.
b) Ketentuan Barang:
Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang;
Penyerahan dilakukan kemudian;
Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan ber- dasarkan
kesepakatan;
Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya
(qabadh). Ini prinsip dasar jual beli; dan
Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
c) Penyerahan Barang sebelum Tepat Waktu:
Penjual wajib menyerahkan barang tepat waktu dengan kualitas dan
kuantitas yang disepakati;
Bila penjual menyerahkan barang, dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga;
12
Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah, dan
pembeli rela menerimanya, maka pembeli tidak boleh meminta
pengurangan harga (diskon); dan
Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati
dengan syarat: kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan
tidak boleh menuntut tambahan harga.
Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli memiliki
dua pilihan:
1. Membatalkan kontrak dan meminta kembali uang.
2. Menunggu sampai barang tersedia.
Pembatalan kontrak boleh dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak,
dan jika terjadi di antara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui
pengadilan agama sesuai dengan UU No. 3/2006 setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah. Para pihak dapat juga memilih BASYARNAS (Badan Arbitrase
Syariah Nasional) dalam penyelesaian sengketa.Tetapi jika lembaga ini yang dipilih
dan disepakati sejak awal, maka tertutuplah peranan pengadilan agama.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Dalam makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan semoga bisa menambah wawasan pembaca. Di sini penulis juga minta maaf
kepada pembaca jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini atau
ada persepsi yang berbeda dari pembaca, kami harap untuk dapat dimaklumi.
14