Anda di halaman 1dari 20

KAIDAH ISIM NAKIRAH DAN MA’RIFAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah Ushul al-Tafsir Wa Qawaiduh

Dosen Pengampu: Furqan, Lc., M.A.

Di Susun Oleh :

1. RIZKY AMALIA (NIM: 210303010)

2. SYARIFAH SHARFINA (NIM: 210303039)

3. BETTY ANGGRAINI (NIM: 210303014)

4. LISTHIA IZZATY (NIM: 210303034)

5. RAIHAN SYAKIRA (NIM: 210303019)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2022 M / 1443 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas tentang Kaidah Isim
Nakirah Dan Ma’rifah. Shalawat dan salam kami sampaikan kepada Rasulullah
saw. Sebagai suri tauladan bagi umatnya.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran bersifat membangun untuk makalah ini
agar dapat menjadi penulisan yang berikutnya lebih baik lagi. Semoga apa yang
ditulis ini dapat bermanfaat bagi semua khususnya mahasiswa. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen Ushul Al-Tafsir Wa Qawaiduh yang telah membimbing kami dalam
menulis makalah ini.

Banda Aceh, 29 November 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tafsir Al-Qur’an merupakan diskursus yang telah ada dalam tradisi
keilmuan Islam sejak masa klasik, yang mana diskursus keilmuan ini terus
berkembang seiring perkembangan zaman. Dimulai dengan metodologi tafsir
yang berlandaskan riwayat atau At-Tafsir bi Al- Ma’tsur dan tafsir yang
berlandaskan pemikiran / logika atau At-Tafsir bi Ar-Ra’yi, hingga memunculkan
metode-metode atau corak penafsiran lain semisal tafsir ahkam, tafsir falsafi,
tafsir isyari, tafsir ilmi, dan lain sebagainya.1
Namun meski perkembangan zaman dan metode tafsir itu sendiri, tetap saja
tidak bisa lepas dari faktor kebahasaan yang menjadi instrumen utama penafsiran.
Bahkan para ulama menarik kesimpulan jika syarat mutlak untuk memahami
makna dan pesan dari Al-Qur’an adalah memiliki kemampuan dalam berbahasa,
utamanya bahasa arab.2 Hal ini dikarenakan orang yang menfasirkan Al-Qur’an
tanpa memahami kaidah bahasa arab akan cenderung menyimpang dalam
penafsirannya sehingga keluar dari makna lafadz Al-Qur’an itu sendiri.3
Karena itulah, kajian bahasa yang dalam konteks tafsir ini yaitu bahasa arab
penting untuk dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya penyelewengan atau
penyimpangan makna dari makna sebenarnya pada makna yang salah. Maka para
ulama kemudian menyusun kaidah-kaidah tafsir yang berkenaan dengan bahasa
arab, atau dikenal sebagai kaidah-kaidah kebahasaan (Al-Qawaa’id Al-
Lughawiyah). Tujuannya adalah memberikan batasan agar penafsiran tidak
serampangan dan melenceng jauh dari makna asal yang dikehendaki dari ayat Al-
Qur’an itu sendiri.4
Diantara kaidah kebahasaan yang penting untuk dibahas yaitu yang
berkiatan dengan sifat dari kata nomina (kata benda), apakah definitif ataukah
1
Muhammad Hussein Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa Al-Mufassirun (Kairo: Maktabah Wahbah, t.th.),
vol. 1, hal. 183.
2
M. Quraisy Syihab, Kaidah Tafsir (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), hal. 35.
3
li Mutakin, “Kedudukan Kaidah Kebahasaan dalam Kajian Tafsir”, Al-Bayan: Jurnal Studi Al-
Qur’an dan Tafsir, No. 2, Desember 2016, hal. 86.
4
Ibid., hal. 89.

1
tidak definitif. Yang dalam keilmuan nahwu (gramar bahasa arab) dikenal dengan
istilah ma’rifah (kata benda definitif) dan nakirah (kata benda tidak definitif).
Yang masing-masing diantara keduanya akan memberikan konsekuensi makna
yang berbeda terhadap kalimat Al-Qur’an.
Secara khusus, makalah ini membahas mengenai isim nakirah atau kata
benda tidak tentu (definitif) yang terdapat dalam Al-Qur’an. Juga membahas
mengenai konsekuensi makna dari kata tersebut serta contoh penerapannya dalam
ayat-ayat Al-Qur’an.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kaidah Isim Nakirah


Isim nakirah adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang belum jelas
pengertiannya.5 Muhammad bin Abdullah bin Malik al-Andalusy mendefinisikan
isim nakirah sebagai isim yang menunjukkan arti yang umum pada jenisnya, yang
tidak dikhususkan kepada sesuatu barang tertentu dan tidak khusus pula kepada
yang lainnya.6 Seperti kata ‫رأة‬E‫ ام‬،‫ رجل‬kedua kata tersebut belum jelas laki-laki
yang mana dan perempuan yang mana.

1. Kaidah Isim Nakirah dalam Al-Qur'an


Penggunaan isim nakirah dalam Al- Qur'an memiliki fungsi yang berbeda-
beda sesuai dengan konteksnya, yaitu:
a. Iradah al-Wahdah (untuk menunjukkan arti atau jumlah satu) Seperti dalam Al-
Qur'an surat Yasin/36:20,
‫صى ْال َم ِدينَ ِة َر ُج ٌل يَ ْس َعى‬
َ ‫َو َجا َء ِم ْن َأ ْق‬

(Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas)

Sama halnya dalam QS. Al- Qashash/28:20,

‫صى ْال َم ِدينَ ِة يَ ْس َعى‬


َ ‫َو َجا َء َر ُج ٌل ِم ْن َأ ْق‬
5
Musthafa ghulayaini, (1912). Jami’ ad Durus al-Arabiyyah, Beirut: Mkatabah al-‘Ashriyyah,
Jilid I, hal. 147
6
Muhammad bin Abdullah bin Malikal-Andalusy, (t.th). Matan Alfiyah, Beirut: Maktabah as-
Sya’baniyyah, hal. 5

3
(Dan seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota...)

Kata ‫ رجل‬pada ayat di atas berarti seorang laki-laki, yaitu Habib al-Najjar,
yang datang kepada Nabi Musa untuk memberi nasihat kepadanya agar keluar dari
kota, karena pembesar kota hendak membunuhnya.

b. Iradah an-Nau' (untuk menunjukkan jenis atau macam) Seperti dalam Al-Qur'an
surat Al- Baqarah/2:96,

َ ‫َولَتَ ِج َدنَّهُ ْم َأحْ َر‬


ِ َّ‫ص الن‬
‫اس َعلَى َحيَا ٍة‬

(Dan sungguh kamu akan mendapati mereka. manusia yang paling tamak kepada
kehidupan di dunia)

Kata ‫اة‬EE‫ حي‬berarti sesuatu macam dari macam-macam kehidupan, yaitu


mencari tambahan untuk masa depan, sebab keinginan itu bukan terhadap masa
lalu atau masa sekarang saja.

Contoh lain kita temukan pada QS. Shad/38:49,

ِ ‫هذا ذكر َوِإ َّن ْال ُمتَّقِين لحسن َمآ‬


‫ب‬

(Ini adalah kehirmatan bagi mereka. Dan sesungguhnya bagi orang-orang


bertaqwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik)

Kata ‫ ذكر‬pada ayat di atas artinya macam-macam dari dzikr (kehormatan).

c. Iradah al-Wahdah wa an-Nau' (untuk menunjukkan makna "satu" dan "macam"


sekaligus)
Seperti dalam Al-Qur'an surat An-Nur/24:45,

4
َ َ‫َوهَّللا ُ خَ ل‬
‫ق ُكل دَابَّ ٍة ِم ْن َما ٍء‬

(Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air)

Maksudnya adalah setiap binatang melata berasal dari satu macam dari
macam- macam air, dan setiap individu (satu) binatang berasal dari satu nuthfah.

d. Li at-Ta'zhim (untuk membesarkan atau memuliakan suatu keadaan)


Seperti dalam Al-Qur'an surat Al- Baqarah/2:25,

‫ت اَ َّن لَهُ ْم َج ٰنّات تَجْ ِريْ ِم ْن تَحْ تِهَا ااْل َ ْن ٰه ُر‬ ّ ٰ ‫ۗ َوبَ ِّش ِر الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صلِ ٰح‬

(Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat
kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di
bawahnya sunga-sungai...)

Kata ‫ جنات‬menggunakan bentuk nakirah jama, yang menunjukkan arti besar.


Dalam ayat lain disebutkan dalam bentuk mufrad (‫ )جنة‬yang menjelaskan satu
surga seluas langit dan bumi.
7

Contoh lain bisa dibaca pada QS. Al- Baqarah/2:279,

‫ب ِّمنَ هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖ ۚه‬


ٍ ْ‫فَا ِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلُوْ ا فَْأ َذنُوْ ا بِ َحر‬

(Dan jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah
bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu).

7
Ahmad husnul Hakim IMZI, (2017). Kaidah-Kaidah Penafsiran, Pedoman Bagi Pengkaji Al-
quran, hal. 56

5
Maksud kata ‫ حرب‬pada ayat di atas adalah peperangan yang sangat besar
lagi dahsyat.

e. Li at-Taktsir (untuk menunjukkan arti banyak)


Seperti dalam Al-Qur'an surat Al- A'raf/7:113,

َ‫َو َج ۤا َء ال َّس َح َرةُ فِرْ عَوْ نَ قَالُ ْٓوا اِ َّن لَنَا اَل َجْ رًا اِ ْن ُكنَّا نَحْ نُ ْال ٰغلِبِ ْين‬

(Dan para pesihir datang kepada Fir'aun. Mereka berkata: (Apakah) kami akan
mendapat imbalan, jika kami menang?)

Kata ‫ أجرا‬dalam bentuk nakirah, yang berarti pahala (upah) yang banyak.

f. Li at-Ta'zhim wa at-Taktsir (untuk menunjukkan arti besar (mulia) dan banyak)


Seperti dalam Al-Qur'an surat Al-Fathir/35:4,

‫ك َواِلَى هّٰللا ِ تُرْ َج ُع ااْل ُ ُموْ ُر‬


َ ۗ ِ‫ت ُر ُس ٌل ِّم ْن قَ ْبل‬
ْ َ‫ك فَقَ ْد ُك ِّذب‬
َ ْ‫َواِ ْن يُّ َك ِّذبُو‬

(Dan jika mereka mendustakan engkau (setelah engkau memberikan peringatan),


maka sungguh, rasul-rasul sebelum engkau telah didustakan pula).

Kata ‫ رسل‬pada ayat di atas adalah para rasul yang mulia dan jumlahnya banyak.

g. Li at-Tahqir (untuk meremehkan)


Seperti dalam Al-Qur'an pada QS.Abasa/80:18-19,

ْ ُّ‫ ِم ْن ن‬, ۗٗ‫ي َش ْي ٍء خَ لَقَه‬


‫طفَ ۗ ٍة خَ لَقَهٗ فَقَ َّد َر ٗۗه‬ ِّ َ‫ِم ْن ا‬

(Dari apakah Allah menciptakan? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu
menentukannya)

Kata ‫ نطفة‬berbentuk nakirah yang berarti setetes mani, yaitu dari sesuatu yang
hina, rendah dan remeh.

h. Li at-Taqlil (untuk menunjukkan arti sedikit)


Seperti dalam Al-Qur'an QS. At-Taubah/9:72:

6
ِ ‫ت تَحْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا اَأْل ْنهَا ُر خَالِ ِدينَ فِيهَا َو َم َسا ِكنَ طَيِّبَةً فِي َجنَّا‬
‫ت َع ْد ٍن‬ ٍ ‫ت َجنَّا‬ ِ ‫َو َع َد هللاُ ْال ُمْؤ ِمنِينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬
‫ك ه َُو ْالفَوْ ُزال َكبِي ُر‬
َ ِ‫ان ِمنَ هَّللا ِ َأ ْكبَ ُر َذل‬ٌ ‫َو ِرضْ َو‬

(Allah menjanjikan kepada orang- orang mukmin laki-laki dan perempuan, (akan
mendapatkan) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan
keridhaan Allah adalah lebih besar, itu adalah keberuntungan yang besar).

Keridhaan yang sedikit dari Allah itu lebih besar dari pada surga, karena
keridhaan itu adalah pangkal segala kebahagiaan."8

B. Penerapan Kaidah Isim Nakirah dalam Penafisran Al-Quran

1. Menunjukan makna tunggal


Contoh pertama terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 163 :
‫َو ْالهُ ُك ْم ِإلَهُ َوا ِح ٌد ال ِإلَهَ ِإاَّل هُ َو الرَّحْ مٰ نُ ال َّر ِحي ُم‬

“Dan Tَuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa,.”

Kata ِ‫( إله‬Tuhan) pada ayat mengindikasikan makna tunggal. Hal ini dikuatkan
dengan konteks ayat yang membahas tentang keَesaan Allah SWT. Hal ini
dijelaskan dengan kata selanjutnya yaitu ‫ وا ِحد‬yang berarti esa atau tunggal.
Adapula yang menyebutkan maksudnya adalah menunjukan jenis.9

Contoh kedua terdapat dalam surat Ar-Ra’ad ayat 36 :

8
Jalaluddin as Suyuthi, (t.th). Al-Itqan fi Ulumil Quran, Jilid II, hal. 174

9
Ibnu ‘Asyur At-tunisi, At-tahrir wa at tanwir, vol 2, hal. 75

7
ُ ْ‫ضهُ قُلْ ِإنَّ َما ُأ ِمر‬
‫ت َأ ْن َأ ْعبُ َد هَّللا َ َواَل‬ َ ‫َب يَ ْف َرحُوْ نَ بِ َما ُأ ْن ِز َل ِإلَ ْي‬
ِ ‫ك َو ِمنَ اَأْلحْ َزا‬
َ ‫ب َم ْن يُ ْن ِك ُر بَ ْع‬ َ ‫الَّ ِذ ْينَ َأتَ ْينَهُ ُم ْال ِكت‬
ٍ ‫ك بِهلَ ْي ِه ا ْد ُعوْ ا َوِإلَ ْي ِه َما‬
‫ب‬ َ ‫ُأ ْش ِر‬

“...Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada- Nya aku kembali.” َ
Pada ayat di atas terdapat kata ‫( مآب‬tempat kembali), dan makna ayat ini yaitu
hanya kepada Allah lah tempat kembali pada hari kiamat dan bukan kepada
selain-Nya. Dia-lah pula yang akan memberikan balasan amal kepada manusia.Ini
menunjukan bahwa makna isim nakirah tersebut bermakna tunggal.

2. Menunjukan jenis
Contoh pertama terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 7 :
َ ‫ار ِه ْم ِغ َشا َوةٌ َولَهُ ْم َع َذابٌ َع ِظي ٌم‬
ِ ‫ص‬َ ‫خَ تَ َم هللاُ َعلَى قُلُوبِ ِه ْم َو َعلَى َس ْم ِع ِه ْم ۖ َو َعلَى َأ ْب‬

“...penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat”
ََ
Pada ayat terdapat kata ِ‫( غشاوة‬penutup), makna dari ayat sendiri yaitu bahwa pada
pendangan atau pengelihatan orang yang kafir itu telah tertutup dengan suatu jenis
penutup yang belum diketahui oleh manusia.10

3. Menunjukan hal yg besar dan agung


Contoh pertama terdapat dalam surat Ali Imran ayat 171 :
َ‫ضي ُع َأجْ َر ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬
ِ ُ‫يَ ْستَ ْب ِشرُوْ نَ بِنِ ْع َم ٍة ِّمنَ هللاِ َوفَضْ ٍل َوَأ َّن هَّللا َ اَل ي‬

“Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia dari Allah...”


Pada ayat di atas terdapat kata ِ‫( ن ْع َمة‬nikmat) dan َ‫( ف ْضل‬karunia), dua kata ini
disambungkan dengan huruf ‘athaf yaitu ‫( و‬wawu) yang berfungsi
menggabungkan kata dan membuatnya sama dalam hukum mengenai suatu hal
Maka, fungsi nakirah pada kedua kata tersebut pun sama, yaitu menunjukan
agungnya dua hal tersebut, karena sulit diungkapkan dengan kata-kata maka
digunakanlah isim nakirah.

10
Nashiruddin Al-Baidhawi, Anwar At-tanzil wa asrar At-taqwil, Hal. 43

8
4. Menunjukan hal yang banyak
Contoh nya terdapat dalam surat Al-Mursalat ayat 26:
‫حْ يَاء َوَأ ْم َوانا‬
“Bagi yang masih hidup dan yang sudah mati.”
‫ َأ ْم َواتًا‬yang hidup) dan( ‫ َأ ْحيَاء‬Pada ayat ini terdapat dua kata, yaitu (yang mati),
kedua kata ini merupakan isim nakirah yang berfungsi menunjukan jumlah
banyak. Maka makna ayat yaitu bumi menghimpun banyak sekali baik orang-
orang yang hidup maupun yang sudah mati.

5. Menunjukan hal yang remeh dan rendah


Contoh nya terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 96 :
‫اس َعلَى َحيو ٍة َو ِمنَ الَّ ِذينَ َأ ْش َر ُكوا يَ َو ُّد اَ َح ُدهُ ْم قلے لَوْ يُ َع َّم ُر َأ ْلفَ َسنَ ٍة َو َما ه َُو بِ ُمزَ حْ ِز ِح ِه‬ ِ َّ‫ص الن‬ َ ‫َولَتَ ِج َدنَّهُ ْم َأحْ َر‬
ِ َ‫ب َأ ْن يُ َع َّم َر َوهللاُ ب‬
َ‫صي ٌر بِ َما يَ ْع َملُوْ ن‬ ِ ‫ِمنَ ْال َع َذا‬

“Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang


Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia)...” َ َ
‫اة‬EE‫ حي‬Pada ayat di atas terdapat isim nakirah yaitu pada kata (kehidupan),
maksudnya yaitu kehidupan dunia. Dimana ayat ini menyindir kaum yahudi di
masa Rasulullah SAW yang serakah terhadap level kehidupan yang remeh, yaitu
kehidupan dunia. Maka isim nakirah ini memberikan faidah merendahkan kaum
yahudi tersebut.

6. Menunjukan hal yang sedikit


Contoh nya terdapat dalam surat Yasin ayat 50 :
َ‫صيَةً َواَل ِإلَ ٰى َأ ْهلِ ِه ْم يَرْ ِجعُون‬
ِ ْ‫فَاَل يَ ْست َِطيعُونَ تَو‬

“Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat dan mereka (juga) tidak
dapat kembali kepada kelَuarganya.”
Pada ayat di atas terdapat kata ‫( ت ْو ِص َية‬memberi wasiat), yang mana maknanya
yaitu apabila terjadi kiamat maka tidak ada seorangpun yang akan sempat

9
memberikan wasiat atau nasehat walaupun hanya berupa sebuah kata yang
pendek. Hal ini menunjukan bahwa isim nakirah terseْbut menunjukan jumlah
yang sedikit

C. Kaidah Isim Ma’rifah


Kaidah Isim Ma’rifat dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa fungsi yang berbeda
sesuai dengan konteks ayat, yaitu:
a. Menghadirkan pemilik nama itu dalam hati pendengarnya dengan cara
menyebutkan namanya yang khas, seperti dalam QS. Al-Ikhash/112:1.

‫قل هو هللا أحد‬

Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa”

b. Menyebutkan nama untuk menunjukkan arti memuliakan seperti dalam QS. Al-
Fath/48:29

‫محمد الرسول هللا‬

Muhammad itu adalah utusan Allah…

c. Menyebutkan nama untuk menunjukkan arti menghinakan dan meremehkan,


seperti dalam QS. Al-Lahab/111:1 dan QS. AlQashash/28:76.

‫تبت يدا أبي لهب وتب‬

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!

‫إن قارون كان من قوم موسي فبغي عليهم‬

Sesungguhnya Karun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zhalim terhadap

10
mereka…

d. Menjelaskan bahwa sesuatu yang ditunjuk itu dekat, seperti dalam Q.S luqman
ayat 11

‫ض ٰل ٍل ُّمبِ ْي ٍن‬ ٰ َ َ‫ق هّٰللا ِ فَاَرُوْ نِ ْي َما َذا َخل‬


َ ‫ق الَّ ِذ ْينَ ِم ْن ُدوْ نِ ٖ ۗه بَ ِل الظّلِ ُموْ نَ فِ ْي‬ ُ ‫ࣖ ٰه َذا خَ ْل‬

Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah
diciptakan oleh (sesembahanmu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang
zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.

e. Menjelaskan keadaannya dengan menggunakan kata tunjuk jauh, seperti dalam


QS. Al-Baqarah/2:5.

ٰۤ ُ ٰۤ ُ
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫ك ع َٰلى هُدًى ِّم ْن َّربِّ ِه ْم ۙ َوا‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫ا‬

Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-
orang yang beruntung.

f. Menghinakan dengan menggunakan kata tunjuk dekat, seperti dalam QS. Al-
Ankabut/29:64.

َ‫َو َما ٰه ِذ ِه ْال َح ٰيوةُ ال ُّد ْنيَٓا اِاَّل لَ ْه ٌو َّولَ ِع ۗبٌ َواِ َّن ال َّدا َر ااْل ٰ ِخ َرةَ لَ ِه َي ْال َحيَ َو ۘانُ لَوْ َكانُوْ ا يَ ْعلَ ُموْ ن‬
Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya
negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.

g. Memuliakan dengan menggunakan kata tunjuk jauh, seperti dalam QS. Al-
Baqarah/2:2.

َ ِ‫ٰذل‬
َ ‫ك ْال ِك ٰتبُ اَل َري‬
‫ْب ۛ فِ ْي ِه‬

11
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa,

h. Mengingatkan bahwa sesuatu yang ditunjuk yang diberi beberapa sifat itu
sangat layak dengan sifat yang disebutkan sesudah isim isyarah tersebut. Seperti
dalam QS. Al-Baqarah/2:2-5.56
‫والَّ ِذ ْينَ يُْؤ ِمنُوْ نَ بِ َمٓا اُ ْن ِز َل اِلَ ْيكَ َو َمٓا‬-َ َ‫ب َويُقِ ْي ُموْ نَ الص َّٰلوةَ َو ِم َّما َر َز ْق ٰنهُ ْم يُ ْنفِقُوْ ن‬ِ ‫الَّ ِذ ْينَ يُْؤ ِمنُوْ نَ بِ ْال َغ ْي‬- َ‫هُدًى لِ ْل ُمتَّقِين‬
ٰۤ ُ ٰۤ ُ ۗ
َ‫ول ِٕىكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬ ‫ك ع َٰلى هُدًى ِّم ْن َّربِّ ِه ْم ۙ َوا‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ا‬- َ‫ك ۚ َوبِااْل ٰ ِخ َر ِة هُ ْم يُوْ قِنُوْ ن‬َ ِ‫اُ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبل‬

petunjuk bagi mereka yang bertakwa (2), yaitu mereka yang beriman kepada yang
gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan
kepada mereka (3), dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur‟an) yang
diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan
sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat (4), Merekalah yang
mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung
(5).

i. Lil Ma‟hud al-Hudhuri


Istilah ini juga dikenal dengan alma‟hud al-khariji, yaitu alif-lam yang berfungsi
sebagai penjelas atau penegas dari lafazh sebelumnya. Seperti dalam QS. Al-
Muzzammil/73:15-16.

ٰ ‫فَ َع‬-ۗ ‫اِنَّٓا اَرْ َس ْلنَٓا اِلَ ْي ُك ْم َرسُوْ اًل ەۙ َشا ِهدًا َعلَ ْي ُك ْم َك َمٓا اَرْ َس ْلنَٓا اِ ٰلى فِرْ عَوْ نَ َرسُوْ اًل‬
ْ َ ‫صى فِرْ عَوْ نُ ال َّرسُوْ َل فَا‬
‫خَذ ٰنهُ اَ ْخ ًذا‬
ۚ ‫َّوبِ ْياًل‬

Sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul (Muhammad) kepada kamu,


yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengurus seorang Rasul
kepada Fir‟aun (15). Namun Fir‟aun mendurhakai Rasul itu, maka Kami siksa dia
dengan siksaan yang berat (16).

12
Huruf alif-lam (‫ )ال‬pada lafazh ‫ الرسول‬berfungsi sebagai penjelas dari kata ‫رسوال‬
yang berbentuk nakirah. Kedua kata itu menunjukkan hakikat yang sama, yaitu
nabi Musa. Namun ada yang berpendapat lain bahwa huruf (al) pada lafazh ‫الرسول‬
menunjukkan arti istighraq al-jins. Sehingga berarti menentang semua Rasul.

j. Lil Ma’hud ad-Dzihni


Al yang berfungsi untuk Sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul
(Muhammad) kepada kamu, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami
telah mengurus seorang Rasul kepada Fir’aun (15). Namun Fir’aun mendurhakai
Rasul itu, maka Kami siksa dia dengan siksaan yang berat (16).

Huruf alif-lam (‫ )ال‬pada lafazh ‫الرسول‬berfungsi sebagai penjelas dari kata ‫رسوال‬
yang berbentuk nakirah. Kedua kata itu menunjukkan hakikat yang sama, yaitu
nabi Musa. Namun ada yang berpendapat lain bahwa huruf (al) pada lafazh ‫الرسول‬
menunjukkan arti istighraq al-jins. Sehingga berarti menentang semua Rasul.

j. Lil Ma’hud ad-Dzihni


Al yang berfungsi untuk mewakili sesuatu yang sudah ada pemahamannya dalam
fikiran si pembaca. Seperti dalam QS. AtTaubah/9:40.

‫إذ هما فالغار‬

Huruf al pada lafazh ‫ الغار‬adalah dimaksudkan agar si pembaca menjadi maklum


bahwa maksudnya adalah gua Tsur. Memang benar, al ta‟rif menunjukkan arti
khusus, tapi kekhususan makna dari ‫ الغار‬adalah didasarkan pada peristiwa sejarah
yang terjadi pada saat itu.

k. Lis Tighraq al-Jins


Yaitu alif-lam yang masuk pada isim sifat, isim jenis, maka ia berfungsi sebagai
Lil tighraqil jins. Imam Sibawaih menyatakan bahwa alif-lam yang ada pada sifat-

13
sifat Allah menunjukkan fungsi di atas, seperti ،‫الغفور‬، ‫ الرحيم الرحمن‬dan seterusnya.
Karena itu, dalam terjemahan selalu dibarengi kata “Maha”.
11

D. Penerapan Kaidah Isim Ma’rifah dalam Penafisran Al-Quran


Tujuan penggunaan isim ma’rifah dalam al-Qur’an Penggunaan isim
ma’rifah dalam al-Qur’an juga memiliki makna yang berbeda di tiap ayatnya.
Selain itu, untuk memahami ayat ma’rifah juga perlu mengetahui siyaq al-
kalam atau konteks dari suatu ayat. Hal itu dikarenakan penggunaannya seringkali
memiliki tujuan yang lebih dalam dari maknanya.

Berikut tujuan penggunaan ma’rifah dalam al-Qur’an:


1. Pemakaian isim ma’rifah yang berupa kata ganti sebab konteks pembicaran
mengharuskan demikian. Contohnya pada surat Taha ayat 12

‫طُى‬ ۡ ۡ َ َّ‫ك ِإن‬


ِ ‫ك بِٱل َوا ِد ٱل ُمقَ َّد‬
‫س ࣰو‬ َ ‫ٱخلَ ۡع ن َۡعلَ ۡی‬ َ ُّ‫ِإنِّ ۤی َأن َ۠ا َرب‬
ۡ َ‫ك ف‬

۠ ‫ َأن‬pada ayat ini karena memang


Isim ma’rifah yang menggunakan kata ‫ا‬EEEَ
konteksnya membutuhkan kata ganti tersebut. Surat taha ayat 12 membicarakan
tentang wahyu Allah kepada Nabi Musa. Kata ‫ َأن َ۠ا‬disitu berarti Allah, yang sedang
memberi perintah kepada Nabi Musa.

2. Ma’rifah yang berupa nama orang dan benda bertujuan untuk meyakinkan
lawan bicara. Salah satu contohnya adalah pada Surat al-Ikhlas ayat satu ُ ‫قُ ۡل هُ َو ٱهَّلل‬
‫ ٌد‬E‫َأ َح‬. Ma’rifah dalam ayat ini adalah kata ahadun. Penggunaan kata esa dengan
disini bertujuan untuk meyakinkan pembaca bahwa Allah itu esa, hanya ada satu
dan tidak ada yang lain.
3. Ma’rifah yang menggunakan isim isyarah (kata tunjuk) bermaksud untuk:
a. Menjelaskan suatu hal yang ekstrem.
b. Mengindikasikan kebodohan dari mitra bicara
c. Menunjukkan jarak (jauh atau dekat)

11
M. Agus Yusron, Jurnal Ilmu Al-Quran dan Tafsir: Kaidah yang diperlukan mufassir, bogor, 2021

14
d. Merendahkan objek yang ditunjuk (yang berjarak dekat)
e. Menjelaskan bahwa objek yang ditunjuk pantas mendapatkan sifat yang disebut
sesudahnya.

Salah satu contoh penggunaan isim isyarah bertujuan untuk menjelaskan


objek pantas mendapatkan sifat yang disebut sesudahnya adalah pada Surat al-
Baqarah ayat 5.

َ ‫ك َعلَ ٰى هُ ࣰدى ِّمن َّربِّ ِهمۡۖ َوُأ ۟ولَ ٰۤـئ‬


َ‫ك هُ ُم ۡٱل ُم ۡفلِحُون‬ َ ‫ُأ ۟ولَ ٰۤـئ‬

َ ‫ُأ ۟ولَ ٰۤـئ‬


al-Baidhawi menyebutkan bahwa nakirah dalam ayat diatas adalah lafadz ‫ك‬
yang merupakan isim isyaroh. Isim isyaroh disini merujuk pada sekelompok
orang yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Kelompok tersebut adalah otang
yang beriman, melaksanakan sholat, menginfakkan sebagian hartanya.

4. Ma’rifah yang menggunakan isim maushul bermaksud untuk menyamarkan


nama dari subjek yang dibicarakan atau menjadikannya bersifat umum. Salah satu
contoh dari penyamaran nama disini adalah cerita tentang Nabi Yusuf dengan Istri
dari Raja Mesir pada Surat Yusuf ayat 23.

َ ۖ ‫ك قَا َل َم َعا َذ ٱهَّلل ۖ ِ ِإنَّهۥُ َرب ِّۤی َأ ۡح َسنَ َم ۡث َوا‬


‫ی ِإنَّ ۥهُ اَل‬ َ ۚ َ‫ب َوقَالَ ۡت ه َۡیتَ ل‬ ِ َ‫َو َر ٰ َود َۡتهُ ٱلَّتِی هُ َو فِی بَ ۡیتِهَا عَن نَّ ۡف ِس ِهۦ َوغَلَّق‬
َ ٰ ‫ت ٱَأۡل ۡب َو‬
َ‫ی ُۡفلِ ُح ٱلظَّ ٰـلِ ُمون‬

Dalam ayat tersebut, tidak disebutkan nama istri Raja mesir disini namun
menggunakan isim maushul “allati” yang menunjuk pada perempuan (dalam hal
ini istri raja Mesir).

5. Ma’rifah yang berupa idhofah bertujuan untuk meringkas perkataan dan


mengagungkan mudhof atau menjadikan ma’rifah bermakna umum. Salah satu
contoh yang menjadikan ma’rifah.

15
bermakna umum adalah pada Surat an-Nur ayat 63.

۟ ُ‫اَّل ت َۡج َعل‬


ِ ‫وا ُدع َۤا َء ٱل َّرسُو ِل بَ ۡینَ ُكمۡ َك ُدع َۤا ِء بَ ۡع‬
َ‫ض ُكم بَ ۡع ࣰض ۚا قَ ۡد یَ ۡعلَ ُم ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذینَ یَتَ َسلَّلُونَ ِمن ُكمۡ لِ َوا ࣰذ ۚا فَ ۡلیَ ۡح َذ ِر ٱلَّ ِذین‬
‫ُصیبَهُمۡ َع َذابٌ َألِی ٌم‬ ِ ‫صیبَهُمۡ فِ ۡتنَةٌ َأ ۡو ی‬ ِ ُ‫یُ َخالِفُونَ ع َۡن َأمۡ ِرۦۤ ِه َأن ت‬

Ma’rifah pada ayat ini adalah kata ‫ َأمۡ ِر ِه‬yang bermakna perintah Allah. Perintah
disini tidak terkhusus pada suatu perintah, namun perintah Allah secara
keseluruhan.

Beberapa tujuan dari nakirah dan ma’rifah di atas belum mewakili


keseluruhan tujuan digunakannya kaidah tersebut dalam al-Qur’an. Namun, jika
menemukan ayat lain yang berbentuk mirip dengan contoh diatas, bisa jadi juga
memiliki makna atau tujuan yang sama. Selain itu, terdapat pengulangan nakirah
dan ma’rifah pada sebagian ayat. Hal ini juga memiliki tujuan yang berbeda.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kaidah bahasa adalah salah satu kaidah
terpenting dalam memahami Al-Qur’an. Karena itu seseorang yang tidak
memahami bahasa Al-Qur’an akan sulit untuk bisa menangkap tujuan aplikatif
dari ayat-ayatnya.

16
Salah satu kaidah kebahasaan yang harus dipahami yaitu kaidah yang
berkenaan dengan kata benda yang bersifat non definitif (isim naikrah), yang
mana dia mengandung kemungkinan 6 makna : untuk menunjukan makna
tunggal, menunjukan jenis dari sesuatu, menunjukan pengagungan, menunjukan
makna hal yang banyak, menunjukan makna merendahkan sesuatu, dan
menunjukan makna hal yang sedikit.
Penentuan makna dari isim nakirah tersebut dapat dilakukan dengan melihat
qarinah (petunjuk) baik berupa kata-kata tertentu ataupun kontek kalimat (siyaq
al-jumlah). Semisal, kata benda yang berbentuk jamak bisa menunjukan makna
banyak, dan kata tunggal (isim mufrad) menunjukan makna tunggal atau sedikit.
atau ketika mengetahui perendahan (at-tahqir) pada surat ‘Abasa ayat 18 dan 19.
Karena penentuan makna diperoleh melalui ijtihad dengan memperhatikan
petunjuk dan konteks kalimat, maka kadangkala terjadi perselisihan mengenai
maknanya atau bahkan diperoleh makna ganda pada kata tertentu. Semisal kata َ
‫( ْشيئا‬sesuatu) pada surat Ali Imran ayat 76 yang memiliki makna menyedikitkan
(at-taqlil) sekaligus merendahkan (at-tahqir).
Karena itu penting untuk dibuat suatu rumusan yang lebih baku mengenai
petunjuk dan konteks kalimat tersebut dalam kaidah yang lebih terperinci (al-
qawaa’id al-far’iyyah) dari kaidah umum di atas.

B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi
bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh
hubungannya dengan makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.

17
18

Anda mungkin juga menyukai