Anda di halaman 1dari 10

BALAGHAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Balaghah


Dosen Pengampu : Syarifah, M.S.I.

Disusun Oleh:

ARETA FITRIANI (1914007)

FAKULTAS TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
IAIN SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2021
PENDAHULUAN
Ilmu Balaghah adalah ilmu yang membahasa tentang keindahan dan kesastraan dari
sebuah kalam Arab. Pada ilmu Ma’ani kita belajar bagaimana memilih diksi yang tepat dengan
konteks perbincangan. Setelah memahami Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan mengajarkan kita
bagaimana cara Menyusun redaksi yang tepat dengan berbagai opsi penyusunan yang
memungkinkan. Ilmu balaghah juga mencakup Ilmu Badi’ yaitu upaya untuk memperindah
Bahasa, baik pada lafaz (Muhassinat Lafdziyyah) maupun makna (Muhassinat Ma’nawiyyah).

Dalam kitab Qawaid al-lughah Arabiyyah memberikan definisi Ilmu Badi’ yaitu ilmu
badi’ adalah ilmu untuk mengetahui aspek-aspek keindahan sebuah kalimat yang sesuai dengan
keadaa, jika aspek-aspek keindahan itu berada pada makna, maka dinamakan dengan Muhassinat
al-Maknawiyyah. Dan bila aspek keindahan itu ada pada lafaz, maka dinamakan dengan
muhassinat al-Lafdziyyah.1

Menurut KH. Wahab Muhsin, ilmu Badi’ yakni sesuatu yang dibuat tanpa didahului oleh
contoh. Sedangkan menurut istilah, yaitu ilmu untuk mengetahui cara memperindah kalam yang
telah sesuai dengan tuntutan keadaan.2

Secara spesifik, dalam ilmu Badi’ aspek kajian lafaz dan makna dibagi menjadi beberapa.
Muhassinat al-lafdzhiyyah dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya: jinas, iqtibas, saja’,
izdiwaj, tashif, muwazanah, dsb. Sedangkan muhassinat al-maknawiyah menurut Hasyimi dalam
jawahir al-Balaghah terdapat 36 macam.3 Namun dalam penelitian ini, peneliti akan
menguraikan sesuai yang peneliti temui pada objek penelitian yakni surah Al-waqi’ah. Dalam
surah Al-waqi’ah terdapat sembilan macam jenis muhassinat al-ma’nawiyah, yaitu: 1. Al-Tibaq,
2. Mura’atu al-nazir, 3. Al-Irsad, 4. Mazhab kalami, 5. Al-Tayy wa al-Nasri, 6. Tafriq, 7. Ta’kid
al-madhi bima yusbihu al-zam, 8. Tafri’, 9. Jam’u.

Jika kita melihat Al-Qur’an dalam setiap pesannya selalu menggunakan gaya Bahasa
yang sangat khas di setiap penyampaian pesan. Hal ini tentunya terkait misi Allah SWT. yang

1
Hipni Bik Nasif. Qawaid al-Lughah al-Arabiyyah (Surabaya, Salim Nahaban,tt.) hal.130
2
KH. A. Wahab Muhsin, Drs. T. Fuad Wahab. Pokok-pokok Ilmu Balaghah (Bandung: Angkasa, 1982) hal.
147
3
Al-Hasyimi, Ahmad. Jawahir Al-Balaghah Fii Al-Ma’aniy Wa Al-Bayan Wa Al-Badi’. (Indonesia: Maktabah
Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabuyah, 1960).
sangat paham dan Maha piawai dengan apa-apa yang baik bagi hambanya. Sehingga dalam
penyampaian pesannya sangat memerhatikan Bahasa yang digunakan.

Menurut Saleh menilai bahwa dalam muhassinat al-ma’nawiyyah mengandung misi dari
sebuah ide yang diungkapkan, hal ini sama dengan penjelasan peneliti di atas bahwa Allah SWT.
selalu memiliki misi dan gagasan yang akurat terkait penggunaan Bahasa dalam Al-Qur’an. Hal
tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Sanusi bahwa dalam memahami tujuan dan
maksud dari Bahasa Al-Qur’an (makna tersirat), seyogyanya kita memahami berbagai macam
disiplin ilmu, salah satunya Bahasa Arab.

Dan menurut Syahran, menandaskan bahwa dalam muhassinat al-ma’nawiyyah, bahwa


setidaknya aka nada makna jauh dari sebuah ungkapan atau makna tersiray yang terkadang
menjadi pesan inti sebuah ungkapan.

Surah Al-waqi’ah diturunkan setelah surah Taha dan sebelum surah Asy-syu’ara. Pada
surah ini mengandung pesan terkait gambaran bagaimana hari kiamat, orang-orang musyrik yang
berpaling dari Allah SWT. dan juga yang menganggap Al-Qur’an adalah kebohongan. Hal ini
dibuktikan dengan pembukaan surah yang didahului oleh gambaran jika hari akhir tiba ‫وقعة إذا‬
)‫ )الواقعة‬dan penolakan terhadap anggapan bahwa Al-Qur’an adalah kebohongan sebagai bentuk
penentangan terhadap orang-orang musyrik ( ‫)كاذبة لوقعتهاا ليس‬.

Dengan demikian, dalam memahami ayat-ayat pada surah Al-waqi’ah sudah tentu harus
memerhatikan makna baik secara tersirat maupun tersurah, dalam hal ini ilmu Balaghah terkait
keindahan makna tentunya menjadi relevan dan diharapkan maupun mengupas makna-makna
yang dapat diungkap. Oleh karena itu dalam penelitian ini, ilmu badi’ dianggap penting untuk
dilakukan guna memahami dan mengetahui makna di balik keindahan Bahasa yang ada pada
surah al-Waqi’ah.
PEMBAHASAN

Dalam analisis muhassinat al-ma’nawiyyah didapati beberapa jenis yang ada pada surah al-
Waqi’ah, diantaranya sebagai berikut:

1. Al-Thibaq
Dalam ilmu badi’, al-thibaq yaitu berkumpulnya dua kata yang berlawanan dalam
suatu kalimat. Thibaq dibagi menjadi dua macam, yaitu thibaq ijab dan thibaq salab.
Thibaq ijab dimaknai thibaq yang kedua katanya yang berlawanan itu tidak berbeda
positif dan negatifnya. Sedangkan thibaq salab yakni thibaq yang kedua katanya yang
berlawan itu berbeda positif dan negatifnya.4
Pada surah al-Waqi’ah ditemukan beberapa ayat yang di dalamnya menggunakan
al-thibaq, yaitu
)٣( ‫خافضة رافعة‬
“(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang
lain)”. (QS. Al-Waqi’ah:3)
Al-thibaq pada ayat ini terdapat pada kata “‫ ”خافضة‬dan “‫ ”رافعة‬dimana keduanya
berada dalam satu kalimat terkumpul dua makna yang berlawanan, keduanya memiliki
makna rendah dan tinggi, penggunaan thibaq pada aspek ini ditujukan untuk memberikan
informasi kepada umat manusia pada saat terjadi hari kiamat, dengannya pula manusia
terbagi kedalam golongan yang rendah dan tinggi. Thibaq pada ayat ini termasuk thibaq
ijab karena kedua kata yang berlawanan tidak berbeda makna positif atau negatifnya.
)٩( ‫) وأصحاب المشئمة مآ أصحاب المشئمة‬٨( ‫فأصحاب الميمنة مآ أصحاب الميمنة‬
golongan Dan itu. kanan golongan mulianya Alangkah kanan. golongan “yaitu
kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu”. (QS. Al-Waqi’ah: 8-9)
Thibaq pada ayat ini terdapat pada kata “‫ ”المشئمة‬dan “‫ ”الميمنة‬dimana keduanya
dalam satu ungkapan kalimat. Namun keduanya memiliki makna yang berlawanan,
memiliki arti dari golongan kiri dan golongan kanan. Thibaq pada ayat ini dimaksudkan
dengan pesan ketika hari kiamat tina, maka manusia akan terbagi menjadi golongan
kanan dan kiri dimana keduanya memiliki kontras makna yang jela. Golongan kanan
digambarkan dengan golongan yang mulia, sedangkan golongan kiri digambarkan
dengan

4
Al-Jarim Ali, Terjemahan Al-Balaaghatul waadhihah. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2020) hal. 403
kepedihan dan kesengsaraan. Sebagaimana thibaq diatas, bahwa ayat ini pun termasuk
dalam thibaq ijab karena dalam perbedaannya tidak menggunakan ‫النفي أو ا نل هي أدة‬.
)‫( األولين من ثلة‬٣١) ‫( اآلخرين من قليل و‬٤١
“segolongan besar dari orang-orang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-
orang yang kemudian”. (QS. Al-Waqi’ah: 13-14)
)٠٤( ‫) و ثلة من اآلخرين‬٩٣( ‫ثلة من األولين‬
“(yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. Dan segolongan
besar pula dari orang-orang yang kemudian” (QS. Al-Waqi’ah: 39-40).
Pada ke- empat ayat tersebut kita dapat identifikasi bahwa terdapat thibaq yang
digunakan yaitu pada kata “‫ ”األولين‬dan “‫لخرين‬r‫”اآ‬. Pada ayat ke-13 dan 14 sangat jelas
dimana para penghuni surga yang digambarkan pada ayat sebelumnya atau ayat 12 yang
berbunyi ‫ النعيم جنة في‬yaitu Sebagian besarnya adalah orang-orang terdahulu dan sisanya
dari golongan kemudian. Sedangkan thibaq di ayat 30 dan 40 menunjukkan bahwa
mayoritas dari penghuni surga adalah golongan awal. Selain itu, memberikan isyarat
pada makna bahwa sedikitnya orang-orang saleh dikemudian hari. Thibaq pada ayat-ayat
diatas termasuk kedalam thibaq ijab, karena tidak ditemukan ‫ النفي أو ا نل هي أدة‬pada kata yang
berlawanan.

2. Mura’atu al-Nazir
Mura’atul al-Nazir yakni terkumpulnya dua hal atau lebih yang memiliki
kesesuaian namun bukan bersifat antonym. Pada surah al-Waqi’ah ditemukan beberapa
ayat yang merupakan mura’atu al-nazir diantaranya, yaitu:
)٧٣( ‫عربا أترابا‬

“penuh cinta lagi sebaya umurnya”. (QS. Al-Waqi’ah: 37)

Pada ayat ini kata “‫ ”عروب‬dalam tafsir al-muyassar al barrid berkata bahwa itu
merupakan jama’ dari “‫ ”العرب‬yaitu mencintai suaminya. Sedangkan makna “‫”األتراب‬
diartikan sebagai Wanita-wanita yang seumuran. Dalam tafsir ini berkaitan dengan
konteks ayat sebelumnya, terkait keadaan golongan orang yang berada di surga bahwa
kelak akan disediakan bidadari yang mencintai mereka, secara tidak langsung ini juga
memiliki pesan tersirat baik laki-laki atau perempuan akan disediakan pendamping yang
sebaya dengannya dibuat perawan atau perjaka dan saling mencintai.

)‫( معين من وكاْس أباريق و بأكواب‬٨١


“dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari air yang
mengalir” (QS. Al-Waqi’ah: 18)
)‫( نعيم وجنة وريحان فروح‬٩٨
“maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta kenikmatan surga” (QS.
Al-Waqi’ah: 89)
Pada kedua ayat tersebut meliputi uslub mura’atul al-Nazir. Namun kata yang ada
melebihi dua kata atau disebut dalam ilmu badi’ "‫اة‬r‫راع‬r‫ "األكثر بين المناسبة النظير م‬dimana di
ayat 18 pada kata “‫ “أباريق‬,”‫”أكواب‬, dan “ ‫س‬rْ‫ ”كا‬yang diartikan dengan cangkir, kendi, dan
gelas arak. Ayat ini menyampaikan bahwa orang-orang terdahulu yang masuk islam dan
masuk surga itu dilayani oleh pemuda dengan berbagai kenikmatan, berupa arak namun
tak memabukan ketika diminum, beberapa mufassir juga mengatakan ini kiasan bahwa
kenikmatan yang ada di surga itu tidak terbatas. Sedangkan di ayat 89 terdapat pada kata
“‫ “ريحان‬,”‫”روح‬, dan “‫ ”نعيم جنة‬yang diartikan dengan kesenangan, rezeki yang baik, dan
surga kenikmatan.
3. Al-Irsad
Al-Irsad yakni menjadikan lafaz sebelum akhirnya dengan lafaz yang
menunjukkan akhirnya.
)‫( الخالقون نحن أم تخلقونه ءأنتم‬٩٥
“kamukah yang menciptakannya atau kami yang penciptanya?’. (QS. Al-
Waqi’ah: 59)
)‫( الزارعون نحن أم تزرعونه ءأنتم‬٤٦
“kamukah yang menumbuhkannya atau kami yang menumbuhkannya?” (QS. Al-
Waqi’ah: 64)
)٩٦( ‫ءأنتم أنزلتموه من المزن أم نحن المنزلون‬
menurunkannya?” yang kami atau awan dari menurunkannya yang “kamukah
(QS. Al-Waqi’ah: 69)
Dalam ketiga ayat diatas, kata-kata yang bentuk dari penggunaan irsad yakni ayat
59 “‫”تخلقونه‬, dan “‫”الخالقون‬, ayat 64 “‫”تزرعونه‬, dan “‫”زارعون‬, ayat 69 “‫”أنزلتموه‬, dan “‫”منزلون‬.
Pada ayat ke 59 terdapat penggunaan uslub irsad untuk menegaskan bahwa Allah SWT.
yang menciptakan manusia dan makhluk lainnya, kemudian pada ayat ke 64 juga sebagai
penekanan bahwa Allah SWT yang menumbuhkan apa yang ia ciptakan, begitu pula
dengan ayat ke 69 bahwa air yang diminum adalah air yang diturunkan oleh Allah SWT.
kepada makhluknya.

4. Mazhab Kalami
Menurut Al-Askari mazhab kalami dapat dipahami sebagai pemberian argumentas
dari penutur yang diterima mitra tutur untuk menyatakan kebenaran dakwaannya.5
)‫( بمسبوقين نحن وما الموت بينكم قدرنا نحن‬٠٦ “kami
telah menentukan kematian di antara kamu dan kami tidak lemah” (QS.
Al-Waqi’ah: 60)
( )١٦( ‫على أن نبدل أمثالكم وننشئكم في ماال تعلمون‬
dalam kamu seperti yang orang-orang dengan kamu menggantikan “untuk
dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu
ketahui” (QS. Al-Waqi’ah: 61)
maka )٢٦( ‫ولقد علمتم ا نل شأة األولى فلوال تذكرون‬
pertama, yang penciptaan mengetahui telah kamu sungguh “dan
mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk menciptakan yang kedua)?” (QS.
Al-Waqi’ah: 62)
Bagi Allah SWT sangat mudah menentukan kematian dan membangkitkannya
kelak di akhirat, serta menggantikan manusia di bumi dengan makhluk yang lain sangat
mudah bagi Allah SWT, argumentasi Allah SWT. dalam hal ini untuk menegaskan
kepada manusia untuk mengambil pelajaran bahwa Allah SWT. Maha Kuat dan tidak ada
yang mampu melemahkannya. Hal ini juga diperkuat dengan tafsir al-muyassar yang
mengartikan ‫ بمسبوقين نحن وما‬sekali-kali kami (Allah) tidak mampu dikalahkan. Makna
dari argumentasi kemudahan Allah dalam menghidupkan, menggantikan, serta
membangkitkan manusia di hari akhir adalah menyatakan kekuatan dan tidak ada yang
mampu menandinginya.

5
Al-Askari. Shinaa’ataini. (Beirut: Al-Maktabah Al-Anshariyah, 1419)
5. Al-Tayy wa al-Nasri
Al-Tayy wa al-Nasri ialah menyebutkan beberapa makna kemudian menuturkan
makna untuk masing-masing satuannya secara umum tanpa menentukan, karena
bersandar kepada upaya pendengar dalam membedakan makna masing-masingnya.
Al-Tayy wa al-Nasri mempunyai dua jenis, yakni lafaz yang disebutkan secara
tertib dan kedua kebalikannya dalam penjelasan terkait makna yang ingin disampaikan
tidak beraturan.
)٨( ‫) فأصحاب الميمنة مآ أصحاب الميمنة‬٧( ‫وكنتم أزواجا ثلثة‬
mulinya Alangkah kanan. glongan Yaitu golongan. tiga menjadi kamu “dan
golongan kanan itu”. (QS. Al-Waqi’ah: 7-8)
)٠١( ‫) والسابقون السابقون‬٩( ‫وأصحاب المشئمة مآ أصحا ب المشئمة‬
orang-orang Dan itu. kiri golongan sengsaranya Alangkah kiri. golongan “dan
yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga)”. (QS. Al-
Waqi’ah: 9-10)
Penggunaa kata “‫ ”ثلثة‬sebagai al-Tayy atau yang di lipat (dipadatkan maknanya)
yang kemudian dijelaskan dengan deskripsi ayat 8-10 dimana pembagian kelompok
orang-orang pada hari akhir meliputi tiga golongan yang dimaksud yaitu orang golongan
kanan yang beruntung, orang golongan kiri yang merugi, dan orang-orang terdahulu.
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis surah al-Waqi’ah dengan mengurai muhassinat al ma’nawiyyah


ditemukan uslub-uslub berupa: 1. Al-thibaq, 2. Mura’atu al-Nazir, 3. Al-Irsad, 4. Mazhab kalami,
5. Al-Tayy wa al-Nasri. Dihadirkan Allah SWT. melalui firman-Nya dalam mendeskripsikan
hari akhir atau kiamat yang memiliki keindahan makna sangat indah dan menyimpan banyak
makna serta pelajaran yang hendaknya dipahami umat manusia. Hal ini sesuai dengan fungsi Al-
Qur’an sebagai pedoman bagi umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Terjemahan. Departemen Agama RI. (Bandung: CV Darus Sunnah, 2015)

Hipni Bik Nasif. Qawaid al-Lughah al-Arabiyyah (Surabaya, Salim Nahaban,tt.) hal.130

KH. A. Wahab Muhsin, Drs. T. Fuad Wahab. Pokok-pokok Ilmu Balaghah (Bandung:
Angkasa, 1982) hal. 147

Al-Hasyimi, Ahmad. Jawahir Al-Balaghah Fii Al-Ma’aniy Wa Al-Bayan Wa Al-Badi’.


(Indonesia: Maktabah Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabuyah, 1960).

Al-Jarim Ali, Terjemahan Al-Balaaghatul waadhihah. (Bandung: Sinar Baru Algesindo,


2020) hal. 403

Al-Askari. Shinaa’ataini. (Beirut: Al-Maktabah Al-Anshariyah, 1419)

Anda mungkin juga menyukai