Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KAIDAH MAFHUM MUWAFAQAH


(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Usluhut Tafsir Wa Qawaiduh)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Wajidi Sayadi, M. Ag.

Oleh :
Yumna Ula Wahdatunnufus - 12009017

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan rahmat,


taufik,dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah “Usluhut Tafsir Wa Qawaiduh”. Kemudian shalawat beserta salam kita
sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman
hidup yakni Al-Qur’an dan dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Usluhut Tafsir Wa
Qawaiduh di program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata
kuliah Usluhut Tafsir Wa Qawaiduh yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama proses perkuliahan mata kuliah ini. Akhirnya penulis menyadari
bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan-perbaikan
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb,

Pontianak, 13 November 2023


Penulis,

ii
DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan ..................................................................................................... 1
BAB II..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
A. Pengertian ............................................................................................... 2
B. Jenis-Jenis Kaidah Mafhum Muwafaqah ............................................ 3
1. Lahn al-Khitab ...................................................................................... 3
2. Fahwa al-Khitab ................................................................................... 4
C. Kaidah Tafsir tentang Mafhum Muwafaqah........................................ 4
BAB III ................................................................................................................... 6
PENUTUP .............................................................................................................. 6
Kesimpulan ........................................................................................................ 6
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan firman yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab, serta merupakan wahyu
dan mukjizat yang sangat penting untuk diambil pelajarannya oleh setiap
muslim. Selain dalam bentuk teks (tersurat), dalam pengembaraannya Al-
Qur’an juga memiliki konteks (tersirat). Maka dari itu, mengkaji ulumul
Qur’an, tafsir dan ushul fiqh merupakan bagian yang sangat penting bagi
para pengkaji Al-Qur’an (Kusmardani et al., 2022).
Bagaimana mungkin umat Islam bisa memahami firman-firman
Allah SWT secara makna bahasa, hukum, penjelasan tafsiran ayat-ayat
didalam kandungannya tanpa memiliki ilmu-ilmu tersebut. Oleh karenanya
berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk membahas tentang
salah satu kaidah dalam ilmu tafsir yakni kaidah Mafhum Muwafaqah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dari Kaidah Mafhum Muwafaqah?
2. Bagaimana Pembagian Serta Contoh Dari Kaidah Mafhum Muwafaqah?
3. Bagaimana Kaidah Tafsir Tentang Mafhum Muwafaqah?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Dari Kaidah Mafhum Muwafaqah
2. Mengetahui Pembagian Serta Contoh Dari Kaidah Mafhum Muwafaqah
3. Mengetahui Kaidah Tafsir Tentang Mafhum Muwafaqah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara etimologi kata mafhum merupakan isim maf’ul dari kata kerja
fahima yang menurut bahasa mempunyai makna: yang bisa dimengerti
(understood), maksud (meaning), pengertian (concept), konotasi
(connotation), dapat dipahami (comprehensible), makna yang tersirat (the
implied meaning), dan sebagainya. Secara terminologinya, mafhum
ْ َّ ُ ََ ُ
didefinisikan oleh Imam al-Juwaini (419-478 H) dengan " ‫َم ي ْستفاد ِم َن اللف ِظ‬

ْ َّ َ ََ َُ ْ َ ُ ْ َ ٌ ُ ُ
‫( " َوه َو َم ْسك ْوت عنه لا ِذك َر له على ق ِضَّي ِة التص ِر ْي ِح‬Pengertian yang diperoleh

melalui lafaz (teks ayat) dan lafaz itu sendiri tidak menyebutkannya secara
eksplisit). Lalu Imam al-Zarkasyi (745-794) memaparkan bahwasanya
ُْ َْ َْ َ ََ ُ ْ ْ ُ ََ
ْ ‫ان ُحكم ال َم‬
mafhum merupakan "‫وق‬ِ ‫ط‬ ‫ن‬ ‫م‬‫ال‬ ‫ظ‬ِ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ة‬
ِ ‫ال‬‫ل‬‫د‬ ‫ب‬ِ ‫وت‬
ِ ‫ك‬ ‫س‬ ِ ‫( "ْبي‬Menjelaskan

hukum masalah yang tidak disebutkan melalui perantaraan makna lafaz


yang diucapkan). Maksudnya, hukum masalah yang ditetapkan lewat
mafhum sama sekali tidak disebutkan secara eksplisit dalam teks ayat itu
sendiri, akan tetapi secara implisit terdapat petunjuk yang terkandung
didalam redaksinya, hingga dapat diketahui lewat pengamatan dan
perenungan. Karena memerlukan pengamatan serta pemikiran, maka
pemaparan ayat lewat mafhum tersebut masuk ke dalam kelompok Tafsir bi
al-Ra’yi atau Tafsir bi al-Ijtihad. Oleh karenanya, tentu akan ada ikhtilaf
(perbedaan pendapat) dalam memahaminya (Mahmud, 2021).
Sedangkan muwafaqah secara bahasa bermakna: sesuai
(accordance), cocok (compatibility), serasi (suitability), selaras (harmony),
korespondensi (correspondence), konsistensi (consiste-nce) dan
sebagainya. Secara istilah ushul yang dimaksud dengan mafhum al-

2
ُ ْ َ َ ُ ْ
muwafaqah menurut pandangan Imam al-Zarkasyi ialah " ‫ال َم ْسكوت عنه‬

َُْْ ٌ َ ُ
‫وظ ِب ِه‬
ِ ‫( "مو ِافق ِللملف‬yang tidak disebutkan dalam ayat sama hukumnya dengan

ْ ُ ْ ُْ ْ ْ ُْ ُ َ َ
yang dijelaskan dalam lafaz ayat). Atau " ‫ُم َوافقه الحك ِم ال َمنط ْو ِق ِب ِه ِللحك ِم‬

ُ ْ َ ُ ْ
‫( "ال َم ْسك ْو ِت عنه‬Sesuainya antara hukum yang disebutkan dalam ayat dengan

yang tidak disebutkan). Mafhum muwafaqah disebut juga dengan istilah


Dalalah al-Nash di kalangan ulama mazhab Hanafi, dan oleh Imam Syafi’i
dinamakan dengan Qiyas fi Ma’na al-Ashl, analogi dengan pengertian yang
sama. Atau disebut juga dengan al-Qiyas al-Jaly, analogi yang sangat jelas.
Jadi, mafhum muwafaqah ialah makna yang sejalan dengan makna manthuq.
Dengan kata lain, makna yang tidak terucapkan sejalan dengan makna yang
terucapkan: kesejalanan yang bisa jadi karena yang tidak terucapkan
(mafhum) sama atau justru lebih utama daripada yang terucapkan (Shihab,
2019).

B. Jenis-Jenis Kaidah Mafhum Muwafaqah


1. Lahn al-Khitab
Apabila persoalan yang tidak dinyatakan dalam ayat itu sama
beratnya dengan yang dinyatakan maka disebut dengan istilah Lahn al-
Khitab, makna yang sejajar (parallel meaning), kadang disebut pula
dengan istilah Mafhum Musawi, atau kesamaann makna. Misal,
membakar atau membuang harta anak yatim tidak dinyatakan dalam Al-
Qur’an, yang dinyatakan hanya memakannya saja:
ً ْ َ َ َْ ْ َ َ َ ً َ ْ ْ ُُ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َّ ً ْ ُ ٰ ٰ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َّ َّ
ْ
ࣖ ‫ِان ال ِذين يأكلون اموال اليتمى ظلما ِانما يأكلون ِفي بط ِون ِهم ناراۗ وسيصلون س ِعْيًا‬

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara


zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan
mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
(QS. An-Nisa [04]: 10)

3
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa membakar ataupun
membuang harta anak yatim tersebut sama buruknya dengan
memakannya; dikarenakan sama-sama mengambilnya melalui cara
yang zalim (Atabik, 2015).
2. Fahwa al-Khitab
Apabila persoalan yang tidak dinyatakan dalam ayat itu lebih berat
dibandingkan yang dinyatakan, maka disebut dengan istilah Fahwa al-
Khitab atau makna yang lebih kuat (superior meaning), serta disebut
pula dengan istilah al-Mafhum al-Awlawi, atau makna yang lebih patut
(worthier meaning). Misal, memukuli orang tua tidak dinyatakan dalam
Al-Qur’an, akan tetapi yang dinyatakan ialah menyebut kata uff (ah!):
َ ً َ َّ ْ ُ ُ َْ َ ُ َّ ْ ُ َ َ َ
‫فلا تقل ل ُه َمآ ا ٍّف َّولا تن َه ْره َما َوقل ل ُه َما ق ْولا ك ِر ْي ًما‬

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya


perkataan “ah” dan janganlah membentak mereka, ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Isra’ [17]: 23)

Dari penggalan ayat diatas, dapat dipahami bahwasanya menyebut


kata “ah” saja dilarang, apalagi memukuli orang tua, tentu lebih berat
dan lebih patut untuk dilarang (Kartini, 2017).
C. Kaidah Tafsir tentang Mafhum Muwafaqah
Berikut adalah bunyi kaidahnya:

ُ َّ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ٌ َّ ُ َ َ ْ ْ
‫ام الش ْر ِعَّية‬‫َمف ُه ْو ُم ال ُم َوافق ِة حجة تث ُبت ِب ِه الأحك‬

Artinya: “Mafhum al-muwafaqah itu adalah hujjah (dalil


autoritatif) yang bisa menjadi landasan bagi penetapan hukum syara’”.
Kekuatannya sebagai dalil sama dengan manthuq, karena menurut
pandangan jumhur ulama, mafhum al-muwafaqah itu dipahami dari lafaz
(teks) ayat itu sendiri. Bisa jadi kasus yang tidak dinyatakan dalam ayat itu
sama beratnya dengan yang dinyatakan (atau Lahn al-Khitab); bisa jadi pula
lebih berat kasusnya dari yang dinyatakan (atau Fahwa al-Khitab), seperti

4
yang sudah dibahas sebelumnya. Oleh karenanya, mafhum al-muwafaqah
tidak boleh diinkari dan harus diikuti (Mahmud, 2021).

5
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mafhum muwafaqah ialah makna yang sejalan dengan makna manthuq.
Dengan kata lain, makna yang tidak terucapkan sejalan dengan makna yang
terucapkan: kesejalanan yang bisa jadi karena yang tidak terucapkan (mafhum)
sama atau justru lebih utama daripada yang terucapkan. Serta kekuatannya sebagai
dalil sama dengan manthuq, karena menurut pandangan jumhur ulama, mafhum al-
muwafaqah itu dipahami dari lafaz (teks) ayat itu sendiri. Kaidah Mafhum
Muwafaqah dibagi menjadi dua yakni:
1. Lahn al-Khitab
Apabila persoalan yang tidak dinyatakan dalam ayat itu sama beratnya
dengan yang dinyatakan.
2. Fahwa al-Khitab
Apabila persoalan yang tidak dinyatakan dalam ayat itu lebih berat
dibandingkan yang dinyatakan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, A. (2015). Peranan Manthuq Dan Mafhum Dalam Menetapkan Hukum Dari
Al-QUr’an Dan Sunnah. Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum
Islam, 6(1), 114.
Kartini. (2017). Penerapan Lafazh Ditinjau Dari Segi Dalalahnya (Mafhum dan
Manthuq). Jurnal Al-’Adl, 10(2), 22.
Kusmardani, A., Athoilah, M., & Sar’an, M. (2022). Tafsir Ayat Ahkam dalam
Perspektif Dilalah Manthuq dan Mafhum. Jurnal Syntax Transfromation, 3(2),
170.
Mahmud, F. (2021). Qawa’id Tafsir: Kaidah-Kaidah Menafsirkan Al-Qur’an (1st
ed.). El-Markazi.
Shihab, M. Q. (2019). Kaidah Tafsir. Lentera Hati.

Anda mungkin juga menyukai