Anda di halaman 1dari 7

Jumat, 17 Jumadil Awwal 1442H/1 januar 2021 M

‫ت أَ ْع َمالِنَ ا َم ْن يَ ْه ِد ِه هَّللا ُ فَال‬


ِ ‫ُور أَ ْنفُ ِس نَا َو ِم ْن َس يِّئَا‬
ِ ‫ ُش ر‬  ‫إِ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِعينُهُ َون َْس تَ ْغفِ ُرهُ َونَ ُع و ُذ بِاهَّلل ِ ِم ْن‬
ُ‫ي لَهُ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن ال إِلَهَ إِال هَّللا ُ َوحْ َدهُ ال َش ِريكَ لَهُ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُولُه‬ َ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَال هَا ِد‬ ِ ‫ ُم‬،

َ‫ق تُقَاتِ ِه َوال تَ ُموتُ َّن إِالَّ َوأَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬

 ‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجاالً َكثِيراً َونِ َسا ًء َواتَّقُوا‬ َّ َ‫ق ِم ْنهَا زَ وْ َجهَا َوب‬ ٍ ‫ الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬ ‫يَا أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ْم‬
َ َ‫س َوا ِح َد ٍة َو َخل‬
ً ‫هَّللا َ الَّ ِذي تَتَ َسا َءلُونَ بِ ِه َواألَرْ َحا َم إِ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبا‬

 ُ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا قَوْ الً َس ِديداً * يُصْ لِحْ لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُ وبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ْع هَّللا َ َو َر ُس ولَه‬
‫ أما بعد‬.ً‫َظيما‬ ِ ‫فَقَ ْد فَازَ فَوْ زاً ع‬:
ُ
‫ َو ُك َّل‬،‫ور ُمحْ َدثَاتُهَا‬ ِ ‫ َو َخ ْي َر ْالهَ ْد‬،ِ‫ث ِكتَابُ هللا‬
ُ ‫ي هَ ْد‬
ِ ‫ َو َش َّر األ ُم‬،‫ي ُم َح َّم ٍد صلى هللا عليه وآله وسلم‬ ِ ‫ق ْال َح ِدي‬
َ ‫فَإِ َّن أَصْ َد‬
ِ َّ‫ضالَلَ ٍة فِ ْي الن‬
‫ار‬ َ ‫ َو ُك َّل‬،ٌ‫ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعة‬

Ayyuhannas rahimakumullah!
Seorang muslim senantiasa merasakan nikmat Allah yang tidak pernah
berhenti yang selalu tercurah kepadanya. Namun seorang muslim sadar
bahwa dari sekian banyak nikmat yang Allah anugerahkan untuknya, maka
nikmat terbesar yang harus selalu ia jaga adalah nikmat dia memeluk
agama Islam. Nikmat mendapatkan petunjuk berakidah yang benar, akidah
Islam.

Pada tanggal 9 Dzulhijjah 10 Hijriah di Padang Arafah, ketika Nabi


shallallahu alaihi wasallam memimpin para sahabatnya wukuf di Arafah,
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan satu ayat. Ayat ini merupakan ayat
penegasan akan nikmat akidah Islam. Allah mengatakan,

ً ‫اإل ْسالَ َم ِدينا‬


ِ ‫يت لَ ُك ُم‬
ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).
Hari itu, Jumat 9 Dzulhijjah 10 Hijriyah, agama Islam sempurna sejak hari
tersebut. Dan Allah telah sempurnakan semua nikmat-Nya kepada kita.
Islam telah sempurna, maka sempurna pulalah seluruh nikmat. Tidak akan
sempurna nikmat pada seseorang kecuali dia mendapatkan taufik
memeluk agama Islam. Dan cukuplah bagi seseorang dinamakan
mendapatkan nikmat yang paling sempurna ketika dia sudah mendapatkan
nikmat Islam.

Lalu Allah menegaskan, “Dan Aku ridai Islam sebagai agama kalian.” Ayat
ini menegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang diridai. Bahwa agama
Islam adalah agama yang diridai oleh Allah.

            Seorang Yahudi pernah datang kepada Umar bin Khattab radiallahu
anhu. Ia mengatakan, di dalam al-Qur’an ada satu ayat yang seandainya
ayat itu turun kepada kami kaum Yahudi, maka tentu kami akan merayakan
hari turunnya ayat tersebut. Karena itu adalah ayat yang menjelaskan
keutamaan yang umat Islam dapatkan. Umar bin Khattab radiallahu anhu
mengatakan, “Ayat apa yang kalian maksudkan?” Lalu orang Yahudi itu
mengatakan ayat dalam surah al-Maidah ayat ke-3.

Orang Yahudi pun cemburu dengan turunnya ayat ini. Karena ayat ini
menegaskan bahwa memang nikmat Islam adalah nikmat terbesar. Dan
kesempurnaan nikmat hanya ada ketika seseorang memeluk agama Islam.

Inilah akidah kita. Inilah milik kita yang paling berharga. Nikmat terbesar
yang Allah anugerahkan kepada kita, tidak kepada umat lain. Allah
Subhanahu Wa Ta’ala menugaskan dalam ayat yang lain,

‫إِ َّن ال ِّدينَ ِعن َد هّللا ِ ا ِإل ْسالَ ُم‬

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.“ (QS. Ali


Imran: 19).
 Bahkan dalam ayat lain Allah menegaskan lagi,                        

ِ ‫َو َمن يَ ْبت َِغ َغ ْي َر ا ِإل ْسالَ ِم ِدينا ً فَلَن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوهُ َو فِي اآل ِخ َر ِة ِمنَ ْالخ‬
َ‫َاس ِرين‬

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Namun demikian, walaupun umat Islam yakin bahwa merekalah umat yang
terpilih, merekalah yang berhak mendapatkan kenikmatan surga kelak,
namun mereka juga adalah umat yang paling tahu bertoleransi. Karena itu
juga adalah arahan dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala  dalam kitab-
Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan kepada kita umat Islam


bagaimana bertoleransi kepada umat lain,

‫ت َويُ ْؤ ِم ْن بِاهَّلل ِ فَقَ ْد ا ْستَ ْم َس كَ بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَى اَل‬


ِ ‫ِّين قَ ْد تَبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِم ْن ال َغ ِّي فَ َم ْن يَ ْكفُ رْ بِالطَّا ُغو‬
ِ ‫اَل إِ ْك َراهَ فِي الد‬
‫هَّللا‬
‫صا َم لَهَا َو ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ َ ِ‫انف‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256).
Allah tegaskan setelah menyebutkan Ayat Kursi, bahwa tidak ada paksaan
untuk masuk agama Islam karena telah jelas jalan yang lurus dan mana
jalan kesesatan.

Jamaah sekalian!

Beginilah Allah mengajarkan kepada kita toleransi. Pertama Allah


menegaskan bahwa kita tidak boleh memaksa umat lain untuk memeluk
agama Islam. Ini adalah toleransi. Namun belum cukup sampai di sini.
Toleransi yang benar adalah kita juga harus yakin bahwa telah jelas jalan
yang lurus dari jalan yang sesat. Artinya, bukan termasuk toleransi ketika
kita membenarkan semua agama yang ada, mengatakan semua agama
benar, semua agama pasti akan diterima oleh Allah. Bukan toleransi ketika
kita mengatakan silakan masuk agama apa saja. Sekali-kali memeluk
agama Islam lalu kesempatan lain memeluk agama yang lain. Sewaktu-
waktu mengamalkan ajaran Islam lalu kesempatan lain juga tidak mengapa
mengamalkan ajaran agama lain.

Bukan seperti ini toleransi yang diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah mengajarkan toleransi dalam arti menghormati pendapat, pandangan,
pikiran, dan pilihan orang lain. Tidak boleh kita paksakan untuk ikut
keyakinan kita. Tapi Allah menegaskan bahwa kita harus yakin bahwa jalan
Islam adalah satu-satunya jalan yang lurus. Sementara selainnya adalah
jalan menyimpang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengatakan di akhir surah al-Kafirun,

ِ ‫لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َولِ َي ِد‬


‫ين‬

“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 6).


 Allah menyuruh kita untuk menyampaikan kepada orang kafir bahwa
ibadah kita tidak sama dengan mereka. Bahwa yang kita sembah tidak
sama dengan yang mereka sembah. Silakan kita menyembah Tuhan yang
kita yakini. Amalkan ajaran agama kita masing-masing. Tidak ada saling
campur tangan. Tidak ada campur aduk agama. Dan seperti inilah makna
toleransi yang benar yang diajarkan oleh agama kita.

Jamaah sekalian!

Akhir-akhir ini makna toleransi yang seperti ini mulai dikaburkan, utamanya
ketika kita memasuki bulan Desember. Banyak orang salah paham dengan
makna toleransi. Mereka sangka makna toleransi adalah kita boleh saja
ikut-ikutan merayakan hari raya umat di luar agama kita. Dan secara
khusus umat Nasrani atau umat Kristen, yang mana pada tanggal 25
Desember dan pekan berikutnya, 1 Januari, akan merayakan apa yang
mereka yakini sebagai hari raya.

Apakah boleh kita ikut merayakannya? Apakah hari raya termasuk bagian
ibadah atau sekadar adat kebiasaan? Allah mengatakan dalam Alqur’an,

ِ ‫لِ ُكلِّ أُ َّم ٍة َج َع ْلنَا َمن َسكا ً هُ ْم ن‬


ُ‫َاس ُكوه‬

“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat (hari raya) tertentu yang mereka
lakukan.” (QS. Al-Hajj: 67).
Jadi hari raya bukan sekadar adat istiadat atau kebiasaan, tetapi memang
merupakan bagian dari agama. Dan masing-masing agama sudah punya
hari raya. Maka ketika mereka merayakan hari raya, berarti mereka sedang
melaksanakan ibadah yang mereka yakini. Maka di sini masuk dalam
batasan-batasan tadi. Kita beribadah sesuai dengan apa yang kita yakini
sebagaimana kita persilakan umat lain untuk memeringati hari raya atau
ibadah mereka.                       

Nabi Shallallahu alaihi wasallam ketika baru masuk kota Madinah


mendapati kaum muslimin waktu itu merayakan dua hari yang mereka
besarkan. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya, hari raya apa itu.
Mereka mengatakan bahwa ini adalah hari raya yang kami dapatkan dari
orang-orang Yahudi. Kebiasaan yang masih melekat pada penduduk
Madina pada waktu itu. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam mengajarkan
kepada umat Islam, penduduk Madina atau kaum Anshar pada waktu itu
bahwa Allah telah menggantikan hari raya yang lebih baik bagi penduduk
Madina.

Sebelum Islam masuk ke Madina, penduduk Madina adalah umat Yahudi.


Maka ketika Islam datang, Nabi shallallahu alaihi wasallam mengatakan
bahwa Allah telah menggantikan untuk kalian hari raya yang lebih baik,
yaitu dua hari raya umat Islam hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha.
Itulah yang kita rayakan. Kita tidak perlu ikut merayakan hari raya umat
lainnya.

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana kalau sekadar mengucapkan


selamat tanpa ikut merayakannya? Maka kita juga katakan sesuai dengan
yang dijelaskan oleh para ulama kita dan terkhusus pihak Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang sejak zaman mendiang Buya Hamka rahimahullah
telah mengeluarkan fatwa pelarangan mengucapkan selamat Natal dan
Tahun Baru untuk umat Nasrani.

Kenapa sekadar mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk agama


lain juga dilarang? Karena ketika kita mengucapkan selamat merayakan
Natal dan Tahun Baru, maka itu artinya kita membenarkan apa yang
mereka lakukan, yaitu penyembahan kepada selain Allah Subhanahu wa
Ta’ala.

Sama halnya ketika seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang


terlarang, mencuri misalnya, lalu justru kita memberikan ucapan selamat
kepadanya atas perbuatan mencurinya. Tentu saja ini suatu ucapan
selamat yang tidak pada tempatnya. Seorang pembunuh kita berikan
ucapan selamat atas keberhasilannya membunuh seseorang. Maka ini
adalah ucapan yang tidak pantas.

Keyakinan umat Islam bahwa dosa terbesar adalah dosa kesyirikan, yaitu
menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ketika kita mengatakan
selamat Natal dan Tahun Baru, berarti kita mengatakan selamat karena
kalian telah menyembah selain Allah.
Apakah sekadar ucapan bisa mendatangkan murka Allah? Allah
mengatakan dalam Alquran dalam surah al-Maidah ayat 72,

‫وا إِ َّن هّللا َ ه َُو ْال َم ِسي ُح ابْنُ َمرْ يَ َم‬


ْ ُ‫لَقَ ْد َكفَ َر الَّ ِذينَ قَال‬

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah


adalah Al Masih putera Maryam.” (QS. Al-Maidah: 72).
Allah menyebutkan hanya karena sebab satu perkataan saja mereka telah
divonis kafir oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa mereka? Mereka yang
mengatakan bahwa Tuhan adalah Isa bin Maryam. Mereka yang
mempertuhankan Isa bin Maryam.

Padahal Nabi Isa alaihissalam sendiri telah mengatakan,

‫ُوا هّللا َ َربِّي َو َربَّ ُك ْم إِنَّهُ َمن ي ُْش ِر ْك بِاهّلل ِ فَقَ ْد َح َّر َم هّللا ُ َعلَي ِه ْال َجنَّةَ َو َم أْ َواهُ النَّا ُر‬
ْ ‫يل ا ْعبُ د‬
َ ِ‫َوقَا َل ْال َم ِسي ُح يَا بَنِي إِس َْرائ‬
‫ار‬
ٍ ‫ص‬ َ ‫َو َما لِلظَّالِ ِمينَ ِم ْن أَن‬

“Padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)
Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah
neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-
Maidah: 72).
Maka Jamaah sekalian!

Ucapan selamat Natal dan Tahun Baru yang barangkali kita anggap enteng
ternyata memberikan akibat besar. Karena berarti kita turut membenarkan
perbuatan kesyirikan mereka. Padahal kesyirikan merupakan dosa terbesar
dalam ajaran tauhid kita.

Termasuk di dalamnya jamaah sekalian adalah ketika kita ikut-ikut


membesarkan hari raya mereka. Dengan segala bentuk kegiatan atau
berpartisipasi dengan menggunakan pernak-pernik atau pakaian-pakaian
yang merupakan atribut-atribut mereka. Ataupun sekadar ikut merayakan
dengan meniup terompet dan semacamnya, maka ini juga berarti ikut
berpartisipasi dalam perayaan yang mereka yakini menjadi bagian dari
agama mereka.

Oleh karena itu, kembali kita bersyukur dan berterima kasih kepada para
ulama kita yang tetap menyampaikan ajaran yang benar dan menjaga
kemurnian agama Islam. Ulama kita telah mengingatkan kita bahwa
memakai atribut-atribut orang di luar kita berarti ikut terlibat dalam
keyakinan ibadah mereka.

Karena itu, para ulama telah menyerukan kepada umat Islam untuk tidak
memakai pakaian-pakaian atau atribut-atribut Natal dan Tahun Baru.
Karena itu adalah bagian dari apa yang mereka yakini sebagai ibadah
mereka.

Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda,


‫َم ْن تَ َشبَّهَ بِقَوْ ٍم فَه َُو ِم ْنهُ ْم‬

“Barangsiapa yang meniru satu kaum, maka dia termasuk golongan


mereka.” (HR. Abu Dawud)
 Siapa yang ingin ikut-ikutan menyerupai atau mencontoh gaya atau model
dari umat lain maka berarti dia bagian dari mereka.             

َ‫أس تَ ْغفِرُوا هللا‬ْ ‫ت َم ا َس ِم ْعتُ ْم َو‬ ُ ‫ قُ ْل‬.‫ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬
ِ ‫ َونَفَ َعنِي بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ اآليَا‬.‫ك هللاُ لِي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ آ ِن ْال َع ِظي ِْم‬
َ ‫ار‬
َ َ‫ب‬
ُ ْ َّ ْ َ ْ ُ َ
ِ ‫لِ ْي َولك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ فا ْستَغفِرُوْ هُ إنهُ ه َُو ال َغفوْ ُر الر‬                   
‫َّح ْي ُم‬

KHOTBAH KEDUA

ً ‫ْظ ْي َم ا‬ ِ ‫ َوحْ َدهُ اَل ْ َش ِر ْيكَ لَ هُ تَع‬، ُ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل ْ إِلَهَ إِاَّل ْ هللا‬، ‫ َو ْال ُّش ْك ُر لَهُ َعلَ ْى تَوْ فِ ْيقِ ِه َوا ْمتِنَاْنِ ِه‬، ‫ْال َح ْم ُد هللِ َعلَ ْى إِحْ َساْنِ ِه‬
ً ‫ص َحاْبِ ِه َو َس لَّ َم ت َْس لِ ْي َما‬
ْ َ‫صلَّى هللاُ َعلِ ْي ِه َو َعلَ ْى آلِ ِه َوأ‬ َ ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّم َداً َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ْال َّد ْا ِع ْي إِلَ ْى ِرضْ َو ْانِ ِه‬، ‫لِ َشأْنِ ِه‬
ً‫ َكثِي َْرا‬.

Hadirin sekalian! Sebelum kita tutup khotbah kita, ada dua hal yang ingin
kami simpulkan. Yang pertama, kita menegaskan perlunya untuk menjaga
dan memurnikan agama dan akidah kita. Maka bertoleransi yang benar
adalah dengan tidak mengganggu umat yang lain ketika mereka
merayakan hari raya mereka. Tidak mengganggu mereka beribadah di
gereja-gereja dan di tempat-tempat mereka. Kita persilahkan mereka
beribadah. Tidak boleh kita melakukan keonaran dalam bentuk apapun.

Umat Islam adalah umat yang paling tahu bagaimana menghargai hak-hak
orang lain. Paling tahu bagaimana menyebarkan rahmat bagi sekalian
alam. Karenanya kita tidak melakukan hal-hal yang bisa mencoreng nama
baik umat Islam dan agama yang suci ini.

Yang kedua, bahwa kita perlu untuk senantiasa menjaga kemurnian agama
kita. Selalu kembali kepada al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi shallallahu
alaihi wasallam. Tentu saja melalui perantaraan para ulama kita yang
istiqomah.  Para ulama yang jujur menyampaikan agama apa adanya.
Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Karena Allah telah
berfirman,

ً ‫ت هَّللا ِ َويَ ْخ َشوْ نَهُ َواَل يَ ْخ َشوْ نَ أَ َحداً إِاَّل هَّللا َ َو َكفَى بِاهَّلل ِ َح ِسيبا‬
ِ ‫الَّ ِذينَ يُبَلِّ ُغونَ ِر َسااَل‬

“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut


kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada
Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” (QS. Al-Ahzab: 39).
Maka kembali kita katakan, kita mengapresiasi para ulama kita di Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang tidak bosan-bosannya menyampaikan arahan
dan nasihat-nasihat. Mengajarkan kepada kita tentang bagaimana
beragama yang baik. Di samping tetap mengajarkan bagaimana
menghormati keyakinan orang lain.

Karena itu, mari kita berterima kasih kepada mereka, para ulama kita
seraya kita tetap bersyukur kepada Allah. Dan mari kita jaga kehormatan
‫‪mereka, kita sosialisasikan fatwa-fatwa mereka karena ini adalah bagian‬‬
‫‪dari kewajiban kita untuk menyampaikan apa yang kita ketahui dari ajaran‬‬
‫‪Islam yang telah diajarkan oleh para ulama kita.‬‬

‫!‪Jamaah sekalian‬‬

‫‪Hari Jumat adalah hari yang mulia. Hari untuk kita memperbanyak ibadah‬‬
‫‪kepada Allah. Di hari ini ada ada waktu yang paling tepat untuk kita berdoa‬‬
‫‪kepada Allah. Apapun yang kita panjatkan kepada Allah pasti diterima oleh‬‬
‫‪Allah. Doakan diri kita, masyarakat kita, negeri kita, semoga Allah menjaga‬‬
‫‪dari hal-hal yang tidak baik.‬‬

‫‪Jangan lupa untuk mendoakan saudara-saudara kita di Uyghur yang masih‬‬


‫‪saja ditindas. Dan saudara-saudara kita di bumi Syam yang ditindas oleh‬‬
‫‪orang-orang zalim. Jangan lupa untuk kita doakan mereka di hari yang‬‬
‫‪mulia ini.‬‬

‫‪Dan hari ini juga kita diperintahkan untuk memperbanyak shalawat dan‬‬
‫‪salam kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi‬‬
‫‪wasallam.‬‬

‫آل‬‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬ ‫صلَّيْتَ َعلَى إِ ْب َرا ِهي َم َو َعلَى ِ‬


‫آل إِ ْب َرا ِهي َم َوبَ ِ‬ ‫اللَّهُ َّم َ‬
‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬
‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬
‫ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى إِب َْرا ِهي َم َو َعلَى ِ‬
‫آل إِب َْرا ِهي َم إِنَّكَ َح ِمي ٌد َم ِجي ٌد‬

‫ت يَ ا َس ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ُم ِجيْبُ‬ ‫ت األَحْ يَ ا ِء ِم ْنهُ ْم َواألَ ْم َوا ِ‬ ‫ت ‪َ ،‬و ْال ُم ْؤ ِمنِينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَ ا ِ‬
‫اللَّهُ َّم ا ْغفِ رْ لِ ْل ُم ْس لِ ِمينَ َو ْال ُم ْس لِ َما ِ‬
‫‪.‬ال َّد ْع َوات‪َ .‬ربَّنَا ظَلَ ْمنَا أَنفُ َسنَا َوإِن لَّ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكون ََّن ِمنَ ْالخَا ِس ِرينَ‬

‫ك أَنتَ ْال َوهَّابُ ‪َ .‬ربَّنَ ا ا ْغفِ رْ لَنَ ا وَإِل ِ ْخ َوانِنَ ا الَّ ِذينَ‬ ‫َربَّنَا اَل تُ ِز ْغ قُلُوبَنَا بَ ْع َد إِ ْذ هَ َد ْيتَنَا َوهَبْ لَنَ ا ِمن لَّدُن َ‬
‫ك َرحْ َم ةً‪  ‬إِنَّ َ‬
‫وف َّر ِحي ٌم‬ ‫ك َر ُء ٌ‬ ‫ان َواَل تَجْ َعلْ فِي قُلُوبِنَا ِغاًّل لِّلَّ ِذينَ آ َمنُوا َربَّنَا إِنَّ َ‬‫‪َ .‬سبَقُونَا بِاإْل ِ ي َم ِ‬

‫ف َجرْ َح اهُ ْم‬ ‫ج إِ ْخ َوانَنَا ْال ُم ْستَضْ َعفِ ْينَ فِ ْي ‪ ‬سُوْ ِريَا َوفِي أويغور يَا أَرْ َح َم الر ِ‬
‫َّاح ِم ْينَ ‪ .‬اللَّهُ َّم ارْ َح ْم َموْ تَاهُ ْم َوا ْش ِ‬ ‫اللَّهُ َّم اَ ْن ِ‬
‫ضاهُ ْم يَا َربَّ ْال َعالَ ِم ْينَ ‪ .‬اللَّهُ َّم تَفَبَّلْ ِم ْن هُ ُم ال ُّشهَدَاء‪ .‬اللَّهُ َّم ا ْنصُرْ هُ ْم َعلَى أَ ْعدَائِ ِه ْم َوأَ ْع دَائِكَ يَ ا َربَّ ْال َع الَ ِم ْينَ ‪.‬‬ ‫َو َمرْ َ‬
‫ض ِة َو َم ْن َع ا َونَهُ ْم ِمنَ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬
‫ك بِاليَهُوْ ِد َورُوْ ِسيَا َوبِالش ْي َع ِة الرَّافِ َ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬
‫ك يَا َربَّ ال َعالَ ِم ْينَ ‪ .‬اللهُ َّم َعلَ ْي َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ك بِأ ْعدَائِنَا َوأ ْعدَا ِء َ‬‫اللَّهُ َّم َعلَ ْي َ‬
‫ك‬‫َز ْي ُز يَا قَهَّارُ‪ .‬اللَّهُ َّم اجْ َع ْلنَا ِمنَ ْال ُم َجا ِه ِد ْينَ فِ ْي َسبِ ْيلِ َ‬
‫‪.‬ال ُمنَافِقِ ْينَ يَا ع ِ‬‫ْ‬

‫ص رْ نَا َعلَى ْالقَ وْ ِم‬ ‫ِّت أَ ْق دَا َمنَا َوا ْن ُ‬ ‫ُس نَ ْالخَاتِ َم ة‪َ .‬ربَّنَ ا ا ْغفِ رْ لَنَ ا ُذنُوبَنَ ا َوإِ ْس َرافَنَا فِي أَ ْم ِرنَ ا َوثَب ْ‬ ‫كح ْ‬ ‫اللَّهُ َّم إِنَّا ن َْس أَلُ َ‬
‫انص رْ نَا َعلَى ْالقَ وْ ِم ْال َك افِ ِرينَ ‪ .‬اللَّهُ َّم اَ ِع َّز ااْل ِ ْس اَل َم َو ْال ُم ْس لِ ِم ْينَ‬
‫ِّت أَ ْق دَا َمنَا َو ُ‬‫ص ْبرًا َوثَب ْ‬ ‫ْال َكافِ ِرينَ ‪َ .‬ربَّنَا أَ ْف ِر ْغ َعلَ ْينَا َ‬
‫اجنَ ا َو ُذرِّ يَّاتِنَ ا قُ َّرةَ أَ ْعيُ ٍن َواجْ َع ْلنَ ا‬ ‫َّاح ِم ْينَ ‪َ .‬ربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن أَ ْز َو ِ‬
‫ك ْال َكفَ َرةَ َو ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َو ْال ُمنَافِقِ ْينَ يَا أَرْ َح َم الر ِ‬ ‫َواَ ْهلِ ِ‬
‫‪.‬لِ ْل ُمتَّقِينَ إِ َماما ً‬

‫‪َ .‬ربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫اب النَّ ِ‬
‫ار‬

‫صفُونَ وسالم على المرسلين َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمينَ ‪ ‬‬
‫ك َربِّ ْال ِع َّز ِة َع َّما يَ ِ‬
‫‪ُ .‬سب َْحانَ َربِّ َ‬

Anda mungkin juga menyukai