Anda di halaman 1dari 18

BABI

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia hidup di dunia ini pada umumnya ingin berbahagia dan sejahtera lahir
dan batin. Bermacam-macam ikhtiar dilakukan, baik siang maupun malam semuanya
bertujuan untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Salah satu cara manusia mencapai
bahagia adalah dengan melakukan pernikahan, yang mana pernikahan diartikan
sebagaian orang sebagai sunnah rasul untuk mencapai sebuah kebahagiaan.
Menikah dan berumah tangga adalah salah satu tahapan hidup yang diidam-
idamkan semua manusia. Dengan menikah, kita sudah mengamalkan salah satu sunnah
Nabi Muhammad SAW, hidup lebih teratur dan bermakna, dapat meneruskan
keturunan, kesehatan dan kualitas hidup lebih terjaga, dan lain-lain.. Banyaklah manfaat
dalam berumah tangga.
Rumah tangga dan keluarga adalah bentuk organisasi yang paling kecil dan
sederhana. Dalam organisasi tentulah dibutuhkan suatu pengaturan dan sistem yang
disebut manajemen. Menurut James A.F Stoner, manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota
organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk dapat menjalankan
manajemen rumah tangga dengan baik dibutuhkan aktivitas aspek-aspek dalam ilmu
manajemen yaitu1
POAC adalah dasar manajemen untuk organisasi manajerial. Fungsi POAC
sendiri dalam suatu organisasi adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi suatu
organisasi dalam pencapaian tujuannya. Terdapat empat aspek manajemen yaitu:
planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating/directing
(penggerakkan dan pengarahan), serta controlling (pengendalian).2

1
Munandar Soelaeman,  Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung :
PT. Eresco, 2016), h.55
2
Darmawan, Hendro, Dasar-dasar Manajemen (Malang:2017)
Keluarga merupakan bagian terkecil dalam suatu masyarakat, yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anak. Meskipun demikian ada juga keluarga yang hanya terdiri dari
ayah dan ibu dalam sebuah rumah tangga.3
Keluarga dapat diartikan sebagai kelompok sosial yang merupakan produk dari
adanya ikatan-ikatan kekerabatan yang mengikat satu individu dengan yang lainnya.
Dengan pengertian ini keluarga berarti merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat.
Keluarga dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu keluarga luas atau keluarga
besar yang disebut dengan al-‘ailah, dan keluarga inti atau keluarga kecil yang disebut
dengan istilah al-usrah. Al-‘ailah dimaknai sebagai lembaga tempat hidup bersama
dengan situasi yang berbeda-beda, tapi di bawah satu formasi keluarga,  yang di
dalamnya terbentuk sebuah ikatan bersama. Sedangkan al-usrah adalah kelompok sosial
yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum menikah.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menguraikan tentang Manajemen Keluarga
dalam Perspektif Alquran dan Hadis dengan rumusan masalah sebagai berikut

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana manajemen keluarga dalam prespektif alquran dan hadis ?
2. Bagaimana manajemen keluarga dalam prespektif islam ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk menganalisis manajemen keluarga dalam prespektif alquran dan hadis
2. Untuk menaganalisis manajemen keluarga dalam prespektif islam

3
Dr. Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, dkk, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2013),h. 35
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Keluarga


Seperti organisasi, tugas-tugas rumah tangga juga bisa dikelola menggunakan
prinsip manajemen, yaitu: planning, organizing, actuating, dan evaluation. Yang perlu
diingat dalam mengelola manajemen rumah tangga, Anda berdua harus memiliki visi dan
misi yang sama-mendambakan home sweet home dan, pembagian kerja serta  job
description  suami-isteri musti jelas.4
Seperti dijelaskan dalam Qs. ar-Rum ayat 21 yang berbunyi

Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir.

1. Manajemen keuangan
Perencanaan Keuangan Pribadi atau Keluarga adalah cara mencapai tujuan
keuangan seseorang atau keluarga melalui proses manajemen keuangan. Tujuan itu
secara umum sbg berikut : Proteksi (insurance planning), Investasi dan tabungan
(investment planning), Pensiun (retirement planning), Pendidikan (education planning),
Pajak Penghasilan (income tax planning) dan Warisan (estate planning).

4
Nasy’at Al-Masri, Uklhti Al Muslimah Kaifa Tastaqbilin Mauludiki Al-
Jadid,   diterjemahkan H. Salim Basyarahil , dengan judul : Menyambut Kedatangan
Bayi, Jakarta: Gema Insani
Perencanaan diperlukan agar kita dapat mencapai tujuan keuangan secara
menyeluruh dan mencakup seluruh siklus kehidupan kita, dari sekarang hingga akhir
nanti. Tanpa perencanaan yang benar dan matang, bisa terjadi kekacauan dalam keuangan
kita. Hal ini juga membutuhkan disiplin dan kontrol yang tepat. Untuk itu, kita
mempelajari ilmu perencanaan keuangan pribadi dan mempraktekkannya dalam
perencanaan keuangan kita sendiri.

2. Manajemen konflik

Managemen konflik adalah kemampuan individu untuk mengelola konflik-konflik


yang dialaminya dengan cara yang tepat, sehingga tidak menimbulkan komplikasi negatif
pada kesehatan jiwanya maupun keharmonisan keluarga.

Konflik dan jenis-jenisnya: Ada beberapa jenis konflik yang dialami oleh
individu. Jika kita meninjau dari sumber timbulnya konflik maka dapat dibedakan
menjadi: Konflik yang bersumber dari diri sendiri, sering disebut dengan konflik internal.
Contoh: Amir merasa bingung karena dia sudah ingin menikah tetapi dipihak lain dia
belum lulus kuliah sehingga belum bisa memberi nafkah pada keluarga Konflik yang
bersumber pada lingkungan. Lingkungan dapat dibagi menjadi lingkungan keluarga, dan
lingkungan diluar keluarga ( tetangga, sekolah, teman, massa, tempat kerja, dll ). Karena
pada seminar ini bertujuan pembentukan keluarga sakinah, maka yang akan dibahas lebih
lanjut adalah konflik yang bersumber pada keluarga-keluarganya, khususnya konflik
antara suami –istri

3. Manajemen Pend.Agama

Di dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara sangat diperlukan ilmu


pendidikan terutama ilmu pendidikan Islam. Ilmu ini sangat penting untuk bimbingan
atau panutan pendidik kepada anak didiknya agar tumbuh secara wajar dan
kepribadianmuslim.
Berdasarkan penegasan di atas maka pendidikan Islam perlu mendapat perhatian dari
semua pihak terutama dalam hal manajemen pendidikannnya. Pendidikan yang baik
menjadi tolak ukur suatu Negara dalam kemajuannya terutama dalam Islam. Manajemen
dalam Islam ini diperlukan untuk mencapai tujuan bersama dan meningkatkan kualitas
umat dari keterbelakangan materi, moral dan spiritual.

4. Manajemen Kesehatan  

Adalah tingkat kesehatan masyarakat yang di tujukan atau di pusatkan keluarga


sebagai unit atau kesatuan yang di rawat dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan
sebagai saran atau penyalur

B. Keluarga dalam prespektif islam

1. Pengertian Keluarga

Menurut Ir. M. Munandar Soelaeman dalam bukunya yang berjudul :”Ilmu Sosial
Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial”, mengartikan : “Keluarga diartikan sebagai suatu
kesatuan social terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk social, yang ditandai
adanya kerja sama ekonomi.5

Selanjutnya menurutnya lagi “ fungsi keluarga berkembangbiak, mensosialisasi atau


mendidik anak, menolong, melindungi atau merawat orang-orangtua (jompo). 6 Sementara
itu para ahli antropologi melihat : “ Keluarga sebagai suatu kesatuan social terkecil yang
dipunyai oleh manusia sebagai makhluk social”. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa :

Sebuah keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan
tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi, dan mempunyai fungsi
untuk berkembangbiak, mensosialisasikan atau mendidik anak dan menolong serta
melindungi yang lemah khususnya merawat orang-orangtua mereka yang telah jompo.7

5
Firman Arifandi, Serial Hadist 6 : Hak Kewajiban Suami Istri (Jakarta : Rumah Fiqih
Publishing, 2020), 7.
6
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Noer
Iskandar al Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, Ed. I., cet. VII (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), 340.
7
Dari dua definisi diatas, terdapat persamaan yakni keluarga terdiri dari suatu
kesatuan terkecil dari manusia sebagai makhluk social dan bekerja sama di dalamnya,
mendidik anak-anaknya atau merawat orang-orangtuanya.

Selanjutnya  Wahyu mengatakan :” dalam bentuk yang paling dasar, sebuah keluarga


terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan ditambah dengan anak-anak
mereka yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama.

Keluarga adalah terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah.
Selanjutnya menurut Arifin , keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.
Dari semua definisi di atas tampak persamaannya bahwa keluarga terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak.

2. Fungsi Keluarga

Biologis , Sosialisasi Anak, Afeksi, Edukatif, Religus, Protektif, Rekreatif, Ekonomis,


dan Penentuan Status.8
Selain itu Keluarga mempunyai empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi seksual yang membuat terjadinya ikatan di antara anggota keluarga, antara laki-
laki dan perempuan. Kedua jenis kelamin ini secara alami berada pada posisi yang saling
membutuhkan.
2. Fungsi kooperatif untuk menjamin kontinuitas sebuah keluarga.
3. Fungsi regeneratif dalam menciptakan sebuah generasi penerus secara estafet.
4. Fungsi genetik untuk melahirkan seorang anak dalam rangka menjaga keberlangsungan
sebuah keturunan.
Dalam Al-Qur’an istilah keluarga disebut dengan Ahlun, sebagaimana terdapat
dam surah At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi :

8
Firman Arifandi, Serial Hadist 6 : Hak Kewajiban Suami Istri (Jakarta : Rumah Fiqih
Publishing, 2020), 7.
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Menjaga keluarga yang dimaksud dalam butiran ayat di atas adalah dengan cara
mendidik, mengajari, memerintahkan mereka, dan membantu mereka untuk bertakwa
kepada Allah, serta melarang mereka dari bermaksiat kepada-Nya.
Selain itu keluarga dapat diartikan dzawil qurba sebagaimana terdapat dalam
surah Al-Isra ayat 26 yang berbunyi :

Artinya : Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros.

Islam merupakan agama yang pertama kali memberikan perhatikan  terhadap


keluarga sebagai elemen social yang pertama. Sementara orangtua memberikan
pendidikan, pemeliharaan dan pengawasan yang terus menerus  kepada anak-anaknya,
yang akan mewarnai corak kepribadian sang anak.

Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang memberikan pengajaran,


bimbingan terhadap anak dalam ajaran agama Islam, sebagaimana yang dikemukakan :
“Pendidikan agama Islam adalah segala usaha yang berupa pengajaran, bimbingan
dan asuhan terhadap anak agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, serta menjadikannya sebagi way of life (
jalan kehidupan) sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun social masyarakat”.9

Kewajiban Suami terhadap Isteri Menurut Al-Qur’an

Akad pernikahan dalam syariat Islam tidak sama dengan akad kepemilikan. akad
pernikahan diikat dengan memperhatikan adanya kewajiban-kewajiban di antara
keduanya. Dalam hal ini suami mempunyai kewajiban yang lebih berat dibandingkan
istrinya berdasarkan firman-Nya “akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya”. Kata satu tingkatan kelebihan dapat ditafsirkan dengan
firmannya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…” (QS. An-Nisa
ayat 34).10

Pada dasarnya kewajiban suami juga merupakan hak isteri, sehingga jika
berbicara tentang kewajiban suami terhadap isteri, maka bisa juga berarti hak isteri atas
suami.

Kewajiban adalah segala hal yang harus dilakukan oleh setiap individu, sementara
hak adalah segala sesuatu yang harus diterima oleh setiap individu.11

Dari definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa kewajiban adalah segala


perbuatan yang harus dilaksanakan oleh individu atau kelompok sesuai ketentuan yang
telah ditetapkan.

Menurut Abdul Wahab Khallaf bahwa hak terdiri dari dua macam yaitu hak Allah
dan hak Adam. Dan hak isteri atas suami tentunya merupakan dimensi horizontal yang
menyangkut hubungan dengan sesama manusia sehingga dapat dimasukkan dalam

9
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Noer
Iskandar al Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, Ed. I., cet. VII (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), 340.
10
Abd al-‘Adzim Ma’ani dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qur’an dan
Hadis, terj. Usman Sya’roni (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013)
11
halah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2: Shahih, Sistematis,
Lengkap, terj. Engkos Kosasih, dkk (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2017),
kategori hak Adam. Adapun yang menjadi hak istri atau bisa juga dikatakan kewajiban
suami terhadap isteri adalah sebagai berikut:

1. Mahar

Menurut Mutafa Diibul Bigha, Mahar adalah harta benda yang harus diberikan
oleh seorang laki-laki (calon suami) kepada perempuan (calon isteri) karena pernikahan.12

Pemberian mahar kepada calon istri merupakan ketentuan Allah SWT. bagi calon
suami sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4 yang berbunyi:

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik akibatnya.”

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa kata ًؕ‫ة‬Q َ‫ النِحْ ل‬menurut lbnu ‘Abbas artinya
mahar/maskawin. Menurut ‘A’isyah, ًؕ‫النِحْ لَة‬  adalah sebuah keharusan. Sedangkan menurut Ibnu
Zaid  ًؕ‫ النِحْ لَة‬dalam perkataan orang Arab, artinya sebuah kewajiban. Maksudnya, seorang laki-laki
diperbolehkan menikahi perempuan dengan sesuatu yang wajib diberikan kepadanya, yakni
mahar yang telah ditentukan dan disebutkan jumlahnya, dan pada saat penyerahan mahar harus
pula disertai dengan kerelaan hati sang calon suami.13

12
Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1: Shahih, Sistematis,
Lengkap, terj. Engkos Kosasih, et al., cet. kedua (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2017),
13
Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2: Shahih, Sistematis,
Lengkap, terj. Engkos Kosasih, et al., cet. kedua (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2017), 248
Senada dengan tafsir ath Thabari juga menjelaskan bahwa Perintah memberikan mahar
(dalam surat An-Nisa ayat 4) merupakan perintah Allah SWT. yang ditujukan langsung kepada
para suami dengan jumlah mahar yang telah ditentukan untuk diberikan kepada isteri.14

Praktik pemberian mahar tidak semua dibayarkan tunai ketika akad nikah dilangsungkan,
ada juga sebagian suami yang menunda pembayaran mahar istrinya ataupun membayarnya
dengan sistem cicil, dan ini dibolehkan dalam Islam dengan syarat adanya kesepakatan dari
kedua belah pihak, hal ini selaras dengan hadits Nabi saw.

2. Nafkah, Pakain dan Tempat Tinggal.

Nafkah berasal dari bahasa arab (an-nafaqah) yang artinya pengeluaran. Yakni
Pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang baik atau
dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.15

Fuqaha telah sependapat bahwa nafkah terhadap istri itu wajib atas suami yang
merdeka dan berada di tempat. Mengenai suami yang bepergian jauh, maka jumhur fuqaha
tetap mewajibkan suami atas nafkah untuk istrinya, sedangkan Imam Abu Hanifah tidak
mewajibkan kecuali dengan putusan penguasa. Tentang kewajiban nafkah ini telah dijelaskan
Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 233.

Artinya:“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,


yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya.”

Maksud dari kata  ٗ‫ ْال َموْ لُوْ ِد لَه‬pada ayat di atas adalah ayah kandung si anak. Artinya,
ayah si anak diwajibkan  memberi nafkah dan pakaian untuk ibu dari anaknya dengan cara
ِ ْ‫ بِ ْال َم ْعرُو‬adalah menurut kebiasaan yang telah berlaku
yang ma’ruf. Yang dimaksud dengan  ‫ف‬

14
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 6 (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009), 415.
15
Abdul Azis Dahlan et al., Ensiklopedi Hukum Islam, vol. 4 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2000), 1281.
di masyarakat tanpa berlebih-lebihan, juga tidak terlalu di bawah kepatutan, dan disesuaikan
juga dengan kemampuan finansial ayahnya.16

Adapun menyediakan tempat tinggal yang layak adalah juga kewajiban seorang
suami terhadap istrinya sebagaimana Firman Allah SWT berikut:

Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat tinggal
menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).

3. Menggauli istri secara baik.

 Menggauli istri dengan baik dan adil merupakan salah satu kewajiban suami terhadap
istrinya. Sebagaimana Firman Allah dalam Alquran surat an-Nisa ayat 19 yang berbunyi:

Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai


wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila
mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.”

ِ ْ‫ َوعَا ِشرُوْ ه َُّن بِ ْال َم ْعرُو‬adalah ditujukan kepada suami-suami agar


Maksud dari kata ‫ف‬
berbicara dengan baik terhadap para istri dan bersikap dengan baik dalam perbuatan dan

16
Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2: Shahih, Sistematis,
Lengkap, terj. Engkos Kosasih, et al., cet. kedua (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2017), 248.
penampilan. Sebagaimana suami juga menyukai hal tersebut dari istrinya, maka
hendaklah suami melakukan hal yang sama. Sebagaimana hadist dari riwayat ‘A’isyah
ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku”. Dan
di antara akhlak Rasulullah saw. adalah memperlakukan keluarganya dengan baik, selalu
bergembira bermain dengan keluarga, bermuka manis, bersikap lemah lembut, memberi
kelapangan dalam hal nafkah, dan bersenda gurau bersama istri-istrinya.

ِ ْ‫ َوعَا ِشرُوْ ه َُّن بِ ْال َم ْعرُو‬, Kata


Adapun Imam Asy-Sya’rawi Rahimahullah mengatakan, ‫ف‬
‫ رُوْ ف‬QQْ‫ ْال َمع‬memiliki pengertian yang lebih tinggi tingkatannya dari kata al–mawaddah.
Karena makna kata al-mawaddah berarti perbuatan baik kita kepada orang lain hanya
didasarkan karena rasa cinta (al-hubb) atau karena kita merasa senang dan bahagia
dengan keberadaan orang itu. Adapun kata ‫ ْال َم ْعرُوْ ف‬maknanya kita berbuat baik kepada
seseorang yang belum tentu kita sukai atau kita senangi.[14] Artinya jika suatu saat istri
kita sudah tidak lagi menarik secara fisik atau keberadaannya sudah tidak menyenangkan
lagi bahkan membangkitkan kebencian dihati, maka tetaplah berlaku makruf terhadapnya
dan bergaul dengannya dengan sebaik-baiknya perlakuan sebagaimana perintah ayat
tersebut, karena bisa jadi satu sisi dia buruk namun pada sisi lainnya banyak kebaikan-
kebaikannya yang bisa menutupi keburukannya tersebut.

4. Menjaga istri dari dosa

Sudah menjadi kewajiban seorang kepala rumah tangga untuk memberikan


pendidikan agama kepada istri dan anak-anaknya agar taat kepada Allah dan RasulNya.
Dengan ilmu agama seseorang mampu membedakan baik dan buruknya prilaku dan dapat
menjaga diri dari berbuat dosa. Selain ilmu agama, seorang suami juga wajib memberikan
nasehat atau teguran ketika istrinya khilaf atau lupa atau meninggalkan kewajiban dengan
kata-kata bijak yang tidak melukai hati sang istri, sebagaimana Firman Allah SWT. surah At-
Tahrim ayat 6 berikut :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

5. Memberikan cinta dan kasih sayang kepada istri.

Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Ar Rum ayat 21 di atas pada kalimat ‫َو‬
ًؕ‫ َج َع َل بَ ْینَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمة‬dapat juga dimaknai bahwa seorang suami wajib memberikan cinta dan
kasih sayang kepada istrinya yang terwujud dalam perlakuan dan perkataan yang mampu
membuat rasa tenang dan nyaman bagi istri dalam menjalankan fungsinya sebagai istri
sekaligus ibu rumah tangga. Adapun bentuk perlakuan tersebut bisa berupa perhatian,
ketulusan, keromantisan, kemesraan, rayuan, senda gurau, dan seterusnya.

Dalam memberikan cinta dan kasih sayang bukanlah atas dasar besar kecilnya rasa
cinta kita kepada istri, akan tetapi hal tersebut merupakan perintah Allah SWT. agar suami
istri saling mencinta dan berkasih sayang sebagai wujud kepatuhan kepada Allah SWT. Jika
memberikan cinta dan kasih sayang antara suami istri sudah disandarkan pada perintah Allah
SWT. maka as-sakiinah (ketentraman) dalam rumah tangga akan mudah kita raih.

Kewajiban Isteri Terhadap Suami Menurut Al-Qur’an

1.      Taat kepada suami


Mentaati suami merupakan perintah Allah SWT. sebagaimana yang tersirat dalam
Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 34 sebagai berikut:

Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.

Menurut Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud dari ‫لرِّجا ُل قَ ٰ ّو ُموْ نَ َعلَى‬
َ َ‫ا‬
‫آ ِء‬Q ‫ النِّ َس‬adalah kaum laki-laki merupakan pemimpin bagi kaum wanita. Artinya dalam
rumah tangga seorang suami adalah kepala rumah tangga yang harus didengar dan ditaati
perintahnya, oleh karenaa itu sudah seharusnya seorang Istri mentaati suaminya jika
memerintahkannya dalam kebaikan. Menurut Ibnu Abbas maksud kata ‫ت‬ ٌ ‫ ٰقنِ ٰت‬adalah para
istri yang taat kepada suami.Artinya wanita sholeh itu salah satu tandanya adalah taat
kepada suami selama perintahnya tidak menyelisihi Allah dan Rasulnya.
2.      Mengikuti tempat tinggal suami

Setelah menikah biasanya yang jadi permasalahan suami istri adalah tempat
tinggal, karena kebiasaan orang Indonesia pada masa-masa awal menikah suami istri
masih ikut di rumah orang tua salah satu pasangan lalu kemudian mencari tempat tinggal
sendiri. Dalam hal ini seorang istri harus mengikuti dimana suami bertempat tinggal,
entah itu di rumah orang tuanya atau di tempat kerjanya. Karena hal tersebut merupakan
kewajiban seorang istri untuk mengikuti dimana suami bertempat tinggal, sebagaimana
firman Allah SWT sebagai berikut:

ُ ‫…اَ ْس ِكنُوْ ه َُّن ِم ْن َحی‬


‫ْث َس َك ْنتُ ْم ِّم ْن ُّوجْ ِد ُك ْم‬

Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat


tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).

3.      Menjaga diri saat suami tak ada

Seorang wanita yang sudah menikah dan memulai rumah tangga maka harus
membatasi tamu-tamu yang datang ke rumah. Ketika ada tamu lawan jenis maka yang
harus dilakukan adalah tidak menerimanya masuk ke dalam rumah kecuali jika ada suami
yang menemani dan seizin suami. Karena perkara yang dapat berpotensi mendatangkan
fitnah haruslah dihindari. Allah SWT berfirman, “Wanita shalihah adalah yang taat
kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah
memelihara mereka.” (QS. Annisa:34).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Manajemen keluarga dalam prespektif alquran dan hadis merupakan organisasi, tugas-
tugas rumah tangga juga bisa dikelola menggunakan prinsip manajemen, yaitu: planning,
organizing, actuating, dan evaluation. Yang perlu diingat dalam mengelola manajemen
rumah tangga, Anda berdua harus memiliki visi dan misi yang sama-mendambakan home
sweet home dan, pembagian kerja serta  job description suami-isteri musti jelas

2. Manajemen keluarga dalam prespektif islam memiliki fungsi Biologis , Sosialisasi Anak,
Afeksi, Edukatif, Religus, Protektif, Rekreatif, Ekonomis, dan Penentuan Status.
Selain itu Keluarga mempunyai empat fungsi, yaitu: 1), Fungsi seksual yang membuat
terjadinya ikatan di antara anggota keluarga, antara laki-laki dan perempuan. Kedua jenis
kelamin ini secara alami berada pada posisi yang saling membutuhkan, 2) Fungsi
kooperatif untuk menjamin kontinuitas sebuah keluarga, 3) Fungsi regeneratif dalam
menciptakan sebuah generasi penerus secara estafet, 4) Fungsi genetik untuk melahirkan
seorang anak dalam rangka menjaga keberlangsungan sebuah keturunan.
DAFTAR PUSTAKA

Munandar Soelaeman,   Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung : PT.
Eresco, 2016), h.55
Darmawan, Hendro, Dasar-dasar Manajemen (Malang:2017)
Dr. Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, dkk, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung : Sinar
Baru Algensindo, 2013),h. 35
Nasy’at Al-Masri, Uklhti Al Muslimah Kaifa Tastaqbilin Mauludiki Al-Jadid,   diterjemahkan H.
Salim Basyarahil , dengan judul : Menyambut Kedatangan Bayi, Jakarta: Gema Insani
Firman Arifandi, Serial Hadist 6 : Hak Kewajiban Suami Istri (Jakarta : Rumah Fiqih
Publishing, 2020), 7.
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Noer Iskandar al
Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, Ed. I., cet. VII (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 340.
Firman Arifandi, Serial Hadist 6 : Hak Kewajiban Suami Istri (Jakarta : Rumah Fiqih
Publishing, 2020), 7.
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Noer Iskandar al
Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, Ed. I., cet. VII (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), 340.
Abd al-‘Adzim Ma’ani dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qur’an dan Hadis, terj.
Usman Sya’roni (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013)
Abdul Fattah Al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2: Shahih, Sistematis, Lengkap, terj.
Engkos Kosasih, dkk (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2017),
Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1: Shahih, Sistematis,
Lengkap, terj. Engkos Kosasih, et al., cet. kedua (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2017),
Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2: Shahih, Sistematis,
Lengkap, terj. Engkos Kosasih, et al., cet. kedua (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2017),
248
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 6 (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), 415.
Abdul Azis Dahlan et al., Ensiklopedi Hukum Islam, vol. 4 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2000), 1281.
Shalah ‘Abdul Fattah Al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2: Shahih, Sistematis,
Lengkap, terj. Engkos Kosasih, et al., cet. kedua (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2017),
248.

Anda mungkin juga menyukai