Anda di halaman 1dari 12

‫األسالم عقيدة و شريعة‬

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Yuyun Rohmatul Uyuni, M.Ag.

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Windi Rahmawati (201210001)


2. Dea Aprilia Zahrani (201210002)
3. Alif Nur Setiawan (201210003)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN AJARAN
2020-2021
DAFTAR ISI

Daftar isi………………………………………………………………………………....

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang…………………………………………………………………..
2. Rumusan Masalah……………………………………………………………….
3. Tujuan Makalah………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN

1. Apa pengertian Akidah?..........................................................................................


2. Apa pengertian Syariat?...........................................................................................
3. Apa hubungan Akidah dan Syariat?.........................................................................
4. Bagaimana cara menerapkan Syariat?......................................................................
5. Bagaimana kewajiban menerapkan syariat atas setiap muslim?..............................
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan………………………………………………………………………….
2. Saran………………………………………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah dan
Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman (akidah), Islam
(syariat), dan ihsan (akhlak). Tetapi sekarang-sekarang ini ada yang mengabaikan salah
satu dari tiga hal ini. Sehingga kehidupannya menjadi jauh dari agama.
Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Aqidah sebagai
system kepercayaan yg bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan, menggambarkan
sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah sebagai system nilai berisi
peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistematika
menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama.
Hal yang melatar belakangi kami membuat makalah ini ialah selain sebagai tugas
kami selaku Mahasiswa juga kami ingin lebih mengetahui dan memahami tentang apa
pengertian Aqidah, Syariah, dan bagaimana hubungan antara aqidah dan syariah.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Akidah?
2. Apa pengertian Syariat?
3. Apa hubungan Akidah dan Syariat?
4. Bagaimana cara menerapkan Syariat?
5. Bagaimana kewajiban menerapkan syariat atas setiap muslim?
3. Tujuan Penulisan
Untuk memahami tentang Akidah dan Syariatnya serta mengetahui hubungan,
cara menerapkan Akidah dan Syariat.
BAB I

PEMBAHASAN

1. Pengertian Akidah
MAKNA AKIDAH Secara bahasa akidah berasal dari kata al-‘aqdu, artinya: mengikat,
memutuskan, menguatkan, mengokohkan, keyakinan, dan kepastian. [Lihat Mu’jamul Wasith
bab: ‫ ]عقد‬Adapun secara istilah, akidah memiliki makna umum dan khusus. [At-Talâzum bainal
‘Akidah wasy Syari’ah, hlm: 9, karya syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql] Makna akidah
secara umum adalah: keyakinan kuat yang tidak ada keraguan bagi orang yang meyakininya,
baik keyakinan itu haq atau batil. Sedangkan akidah dengan makna khusus adalah akidah Islam,
yaitu: pokok-pokok agama dan hukum-hukum yang pasti, yang berupa keimanan kepada Allâh
Azza wa Jalla , malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para nabi-Nya, hari akhir, serta beriman
kepada takdir yang baik dan yang buruk. Dan perkara lainnya yang diberitakan oleh Allâh Azza
wa Jalla dalam al-Qur’an dan oleh Rasul-Nya di dalam hadits-hadits yang shahih. Termasuk
akidah Islam adalah kewajiban-kewajiban agama dan hukum-hukumnya yang pasti. Semuanya
itu wajib diyakini dengan tanpa keraguan.

2. Pengertian Syariat
MAKNA SYARI’AT [At-Talâzum bainal ‘Akidah wasy Syari’ah, hlm: 10-11] Secara bahasa
syari’at berasal dari kata asy-syar’u, artinya: membuat jalan, penjelasan, tempat yang didatangi,
dan jalan. Adapun secara istilah, syari’at memiliki makna umum dan khusus. Makna syari’at
secara umum adalah: agama yang telah dibuat oleh Allâh Azza wa Jalla , mencakup akidah
(keyakinan) dan hukum-hukum. Hal ini seperti firman Allâh Azza wa Jalla :

ۚ ‫ص ْينَابِ ِهإ ِ ْب َرا ِهي َم َو ُمو َس ٰى َو ِعي َس ٰى ۖ أَ ْنأَقِي ُمواالدِّينَ َواَل تَتَفَ َّرقُوافِي ِه‬ َّ ‫ص ٰىبِ ِهنُوحًا َوالَّ ِذيأَوْ َح ْينَاإِلَ ْي َك َو َما َو‬ َ ‫َش َر َعلَ ُك ْم ِمنَالدِّينِ َم‬
َّ ‫او‬
wُ ِ‫ىال ُم ْش ِر ِكينَ َماتَ ْدعُوهُ ْمإِلَ ْي ِه ۚ اللَّهُيَجْ تَبِيإِلَ ْي ِه َم ْنيَ َشا ُء َويَ ْه ِديإِلَ ْي ِه َم ْنيُن‬
‫يب‬ ْ َ‫َكب َُر َعل‬

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh
dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allâh menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). [Asy-Syura/42:13] Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir
Ath-Thobari rahimahullah meriwayatkan dari As-Suddi tentang firman Allâh Azza wa Jalla : “
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh“, dia berkata: “itu adalah agama semuanya (yakni semua bagian-bagiannya-pen)”. Dari
Qotadah rahimahullah tentang firman Allâh Azza wa Jalla : “ Dia telah mensyari’atkan bagi
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh“, dia berkata: “Allâh Azza wa
Jalla telah mengutus Nuh ketika Dia mengutusnya dengan syari’at, dengan menghalakan yang
halal dan mengharamkan yang haram”. [Lihat dua riwayat ini di dalam Tafsir Ath-Thabari juz
11, hlm: 134] Juga firman-Nya:

َ‫اواَل تَتَّبِعْأ َ ْه َوا َءالَّ ِذينَاَل يَ ْعلَ ُمون‬


َ َ‫ثُ َّم َج َع ْلنَا َك َعلَ ٰى َش ِري َع ٍة ِمنَاأْل َ ْم ِرفَاتَّبِ ْعه‬

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu),
Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui. [Al-Jatsiyah/45:18] Imam Ibnu Jarir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Allâh
Azza wa Jalla Yang Maha Tinggi sebutan-Nya berkata kepada Nabi-Nya, Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Kemudian Kami jadikan kamu –hai Muhammad- berada di atas
suatu thariqah, sunnah, minhaj (tiga kata ini artinya jalan) para Rasul yang telah Kami
perintahkan sebelummu”. [Lihat Tafsir ath-Thabari, juz: 11, hlm: 258] Imam Ibnu Katsir
rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Yaitu: ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari
Rabbmu (Penciptamu; Penguasamu), tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia, dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik”. [Tafsir Ibnu Katsir, juz: 4, hlm: 191] Imam Asy-
Syaukani rahimahullah berkata menjelaskan tentang ayat ini: “Arti syari’at di dalam bahasa Arab
adalah: pendapat, agama, dan jalan yang terang. Syari’at juga berarti: tempat air yang didatangi
oleh para peminumnya. (Di dalam bahasa Arab jalan disebut) syâri’ karena ia merupakan jalan
menuju tujuan. Adapun yang dimaksudkan syari’at di sini –yakni menurut istilah agama- adalah:
apa yang Allâh Azza wa Jalla syari’atkan (buat peraturan) yang berupa agama, bentuk jama’nya
adalah syarâi’. (Arti ayat ini) yaitu: Kami telah menjadikan kamu –wahai Muhammad- berada di
atas suatu jalan yang jelas dari urusan (agama itu) yang akan menghantarkanmu menuju al-haq.
“Maka ikutilah syariat itu”, yaitu maka amalkanlah hukum-hukumnya pada umatmu. “Dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”, terhadap tauhidulloh dan
syari’a-syari’atNya untuk hamba-hambaNya, mereka adalah orang-orang kafir Quroisy dan yang
menyetujui mereka”.[Lihat Tafsir Fathul Qadir juz: 5, hlm: 11] Dari keterangan ini, jelaslah
bahwa istilah syari’at pada ayat-ayat ini mencakup semua bagian agama yang dibawa oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang berupa al-haq (kebenaran) dan al-huda
(petunjuk), dalam masalah akidah dan hukum-hukum. Sedangkan makna syari’at secara khusus
adalah: peraturan yang Allâh Azza wa Jalla buat yang berupa hukum-hukum, perintah-perintah,
dan larangan-larangan. Hal ini seperti firman Allâh Azza wa Jalla : ‫ لِ ُكلٍّ َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِشرْ َعةً َو ِم ْنهَاجًا‬Untuk
tiap-tiap umat diantara kamu [maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang
sebelumnya] Kami berikan syari’at (aturan) dan jalan yang terang. [Al-Maidah/5:48] Telah
diketahui bahwa maksud syari’at (aturan) dalam ayat ini adalah peraturan-peraturan, bukan
akidah. Karena akidah seluruh para Nabi itu sama, sedangkan peraturannya berbeda-beda sesuai
dengan keadaannya. [Lihat Tafsir Ath-Thabari, Ibnu Katsir, Fathul Qadir, pada ayat ini] Dengan
ini kita mengetahui bahwa syari’at memiliki makna umum dan khusus. Jika syari’at disebut
sendiri, maka yang dimaksudkan adalah makna umum, yaitu agama Islam secara keseluruhan.
Sebaliknya, jika syari’at disebut bersama akidah, maka yang dimaksudkan adalah makna khusus,
yaitu hukum-hukum, perintah-perintah, dan larangan-larangan di dalam agama yang bukan
akidah (keyakinan).

3. Hubungan Antara Akidah dan Syariat


HUBUNGAN AKIDAH DENGAN SYARI’AT Sesungguhnya istilah akidah jika disebut secara
umum (sendirian), maka itu memuat pokok-pokok dan hukum-hukum syari’at dan
mengharuskan mengamalkan syari’at. Sebagaimana istilah syari’at jika disebut secara umum
(sendirian), maka itu memuat perkara-perkara keimanan dan pokok-pokok serta hukum-hukum
syari’at yang pasti, yaitu akidah. Sebagaimana di atas telah dijelaskan dari firman Allâh Azza wa
Jalla : Baca Juga Cabang-Cabang Iman َ‫ ٰىبِ ِهنُوحًا َوالَّ ِذيأَوْ َح ْينَاإِلَ ْيك‬wwww‫ص‬ َّ ‫ َش َر َعلَ ُك ْم ِمنَالدِّينِ َما َو‬Dia telah
mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa
yang telah Kami wahyukan kepadamu. [Asy-Syura/42:13] Dengan demikian maka akidah dan
syari’at merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana telah diketahui bahwa
iman itu memuat keyakinan dan amalan, keyakinan ini yang disebut akidah, dan amalan ini yang
disebut syari’at. Sehingga iman itu mencakup akidah dan syari’at, karena memang iman itu jika
disebutkan secara mutlak/sendirian mencakup keyakinan dan amalan, sebagaimana firman Allâh
Azza wa Jalla : َ‫ا ِدقُون‬www‫الص‬ َّ ‫بِياِل هَّلل ِ ۚ أُو ٰلَئِ َكهُ ُم‬www‫يس‬
َ ِ‫اال ُم ْؤ ِمنُونَالَّ ِذينَآ َمنُوابِاللَّ ِه َو َرسُولِ ِهثُ َّملَ ْميَرْ تَابُوا َو َجاهَدُوابِأ َ ْم َوالِ ِه ْم َوأَ ْنفُ ِس ِه ْمف‬
ْ ‫إِنَّ َم‬
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman)
kepada Allâh dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad)
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allâh. mereka Itulah orang-orang yang benar. [Al-
Hujurat/49:15] Juga fiman-Nya Azza wa Jalla :
ُ ْ ْ
﴾٣﴿ َ‫ار َزقنَاهُ ْميُنفِقون‬ َ ‫صاَل ةَ َو ِم َّم‬ َّ ُ َّ َ
َّ ‫﴾ال ِذينَيُقِي ُمونَال‬٢﴿ َ‫او َعل ٰى َربِّ ِه ْميَتَ َوكلون‬ ً ْ ُ َ ْ ُ َ ُ ُ ْ َ َّ ُ َ َّ ُ
َ ‫إِن َماال ُم ْؤ ِمنونَال ِذينَإِذاذ ِك َرالله َُو ِجلتقلوبُهُ ْم َوإِذاتلِيَت َعل ْي ِه ْمآيَاتهُزَ ا َدتهُ ْمإِي َمان‬ ْ َّ
ٌ ْ ٌ ْ ْ ٌ َ ً ّ ُ ْ َ ٰ
‫ َد َربِّ ِه ْم َو َمغفِ َرة َو ِرزق َك ِري ٌم‬wwwww‫ا ۚ لهُ ْم َد َر َجات ِعن‬wwwww‫ أُولئِ َكهُ ُمال ُم ْؤ ِمنون ََحق‬Sesungguhnya orang-orang yang beriman
(maksudnya: orang yang sempurna imannya) ialah mereka yang bila nama Allâh disebut, hati
mereka gemetar, dan apabila ayat-ayat-Nya dibacakan, iman mereka bertambah (karenanya), dan
hanya kepada Rabbnya mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan
yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian
di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. [Al-Anfâl/8:2-4] Dan ayat-ayat
lain yang menunjukkan bahwa iman itu terdiri dari keyakinan dan amalan. Imam Muhammad bin
Nashr al-Marwazi t berkata di dalam kitab ash-Shalat: “Perumpamaan iman pada amalan seperti
qolbu (hati; jantung) pada badan, keduanya tidak terpisahkan. Tidaklah ada orang yang memiliki
badan yang hidup, namun tidak ada qolbunya. Juga tidak ada orang yang memiliki qolbu, namun
tanpa badan. Maka keduanya itu adalah dua perkara yang berbeda, namun hukumnya satu,
sedangkan maknanya berbeda. Perumpamaan keduanya juga seperti biji yang memiliki luar dan
dalam, sedangkan biji itu satu.Tidaklah dikatakan dua, karena sifat keduanya yang berbeda.
Maka demikian juga amalan-amalan Islam dari (ajaran) Islam adalah iman sebelah luar, yaitu
termasuk amalan-amalan anggota badan. Sedangkan iman adalah Islam sebelam dalam, yaitu
termasuk amalan-amalan hati”. [Kitabul Iman, hlm: 283, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah]
Berdasarkan ini, maka memisahkan syari’at dengan akidah tidaklah benar menurut agama.

4. Cara Menerapkan Syariat


MENERAPKAN SYARI’AT Sesungguhnya menerapkan syari’at Allâh Azza wa Jalla di muka
bumi merupakan kewajiban setiap Muslim, secara individu atau jama’ah, sebagai penguasa atau
rakyat. Karena setiap orang mengemban amanah, dan setiap orang akan dimintai tanggung jawab
atas amanah tersebut. Allâh Azza wa Jalla berfirman memerintahkan Râsul-Nya untuk
memutuskan perkara manusia dengan apa yang telah Allâh Azza wa Jalla turunkan:
ۗ ‫ ُذنُوبِ ِه ْم‬www‫ْض‬
ِ ‫ُصيبَهُ ْمبِبَع‬ ِ ‫ َماأَ ْنزَاَل للَّهُإِلَ ْيكَ ۖ فَإ ِ ْنت ََولَّوْ افَا ْعلَ ْمأَنَّ َماي ُِريدُاللَّهُأ َ ْني‬www‫ْض‬
ِ ‫َوأَنِاحْ ُك ْمبَ ْينَهُ ْمبِ َماأَ ْنزَاَل للَّه َُواَل تَتَّبِعْأ َ ْه َوا َءهُ ْم َواحْ َذرْ هُ ْمأ َ ْنيَ ْفتِنُو َك َع ْنبَع‬
َ‫اسقُون‬ ِ َ‫اسلَف‬ِ َّ‫ َوإِنَّ َكثِيرًا ِمنَالن‬Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allâh, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allâh kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allâh),
Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allâh menghendaki akan menimpakan musibah kepada
mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik. [Al-Maidah/5:49] Allâh Azza wa Jalla juga telah berfirman
memerintahkan manusia untuk mengikuti syari’at-Nya dan meninggalkan siapa saja yang
bertentangan dengannya: َ‫ َذ َّكرُون‬wwwَ‫دُونِ ِهأَوْ لِيَا َء ۗ قَلِياًل َمات‬www‫ اتَّبِعُوا َماأُ ْن ِزإَل ِ لَ ْي ُك ْم ِم ْن َربِّ ُك ْم َواَل تَتَّبِعُوا ِم ْن‬Ikutilah apa yang
diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-
Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya). [Al-A’râf/7:3] Imam Ibnul
Qoyyim rahimahullah berkata: “Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk mengikuti apa yang
diturunkan dari-Nya secara khusus, dan Dia memberitahukan bahwa barangsiapa mengikuti
selainnya, maka dia telah mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.” [I’lamul Muwaqqi’in ;
2/46 ; Darul Hadits, Kairo, th: 1422 H / 2002 H]

5. Kewajiban Menerapkan Syariat


KEWAJIBAN MENERAPKAN SYARI’AT ATAS SETIAP MUSLIM Sebagian orang
beranggapan bahwa menegakkan syari’at itu kewajiban penguasa, sehingga mereka selalu
menuntut penguasa untuk menerapkan hukum-hukum Allâh Azza wa Jalla , sedangkan mereka
sendiri nampak jauh dari tuntunan syari’at. Ini adalah pemahaman yang sempit. Karena
sesungguhnya kewajiban menegakkan hukum Allâh Azza wa Jalla mengenai setiap orang
Muslim, baik dia sebagai penguasa atau rakyat biasa. Setiap orang bertanggung jawab dengan
tugasnya masing-masing. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
ِّ
‫ض ْيت ََويُ َسل ُمواتَ ْسلِي ًما‬ َ ُ ْ َ ‫اَل‬ ُ َ َ ِّ ٰ َّ ُ ْ ‫َاَل‬ ‫اَل‬َ
َ ‫ ف َو َربِّك يُؤ ِمنونَ َحتىيُ َحك ُموكفِي َماش َج َربَ ْينَهُ ْمث َّم يَ ِجدُوافِيأنف ِس ِه ْم َح َرجًا ِم َّماق‬Maka demi Rabbmu, mereka
(pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [An-Nisa’/4:65] Imam
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allâh Azza wa Jalla bersumpah dengan diri-Nya yang mulia,
yang suci, bahwa seseorang tidak beriman sampai menjadikan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai hakim dalam segala perkara. Maka apa yang Beliau putuskan adalah haq, yang
wajib ditunduki secara lahir dan batin. Oleh karena inilah Allâh Azza wa Jalla berfirman:
((kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya)). Yaitu jika mereka telah menjadikanmu
sebagai hakim, mereka mentaatimu di dalam batin mereka, kemudian mereka tidak merasa
keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka tunduk
kepadanya lahir batin, dan menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa menolak dan membantah”.
[Tafsir Ibnu Katsir, surat an-Nisa’/4:65] Allâh Azza wa Jalla juga berfirman: Baca Juga
Wajibkah Mengulangi Syahadat Dihadapan Imam?
‫اَل اًل ُمبِينًا‬ww‫ض‬ َ ‫ضل‬ َّ َ ‫ْصاللهَ َو َرسُولَهُفَقَ ْد‬ َّ َ ْ َ َ ُ
ِ ‫ولهُأ ْمرًاأ ْنيَ ُكونَلَهُ ُمال ِخيَ َرةُ ِم ْنأ ْم ِر ِه ْم ۗ َو َم ْنيَع‬ww‫ضىاللهُ َو َر ُس‬ َّ َ َ‫ َو َما َكانَلِ ُم ْؤ ِمنٍ َواَل ُم ْؤ ِمنَ ٍةإِ َذاق‬Dan tidaklah
patut bagi laki-laki yang Mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mu’min, apabila Allâh
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allâh dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata. [Al-Ahzab/33:36] Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
“Ayat ini umum di dalam segala perkara, yaitu jika Allâh dan Rasul-Nya telah menetapkan
sesuatu, maka tidak ada hak bagi siapapun menyelisihinya, dan di sini tidak ada pilihan (yang
lain) bagi siapapun, tidak ada juga pendapat dan perkataan”. [Tafsir Ibnu Katsir, surat al-
Ahzâb/33:36] Oleh karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َّ‫ارا ِعيَةٌ َو ِهيَ َم ْسئُولَةٌ َع ْن َر ِعي‬ َ َ‫اع َوهُ َو َم ْسئُولٌ َع ْن َر ِعيَّتِ ِه َو ْال َمرْ أَةُفِيبَ ْيتِزَ وْ ِجه‬ ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َرا ٍع َو َم ْسئُولٌ َع ْن َر ِعيَّتِ ِهفَاإْل ِ َما ُم َرا ٍع َو َم ْسئُولٌ َع ْن َر ِعيَّتِ ِه َوال َّر ُجلُفِيأ َ ْهلِ ِه َر‬
‫َّصلَّىاللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمقَالَ َوال َّر ُجلُفِي َماأِل َبِي ِه َرا‬
َ ‫صلَّىاللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوأَحْ ِسبُالنَّبِي‬َ ِّ‫تِهَا َو ْالخَا ِد ُمفِي َمالِ َسيِّ ِد ِه َرا ٍع َوهُ َو َم ْسئُولٌ َع ْن َر ِعيَّتِ ِهقَالَفَ َس ِم ْعتُهَؤُاَل ِء ِم ْنالنَّبِي‬
‫ئُولٌ َع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬w‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْس‬
ٍ ‫ ٍع َو َم ْسئُولٌ َع ْن َر ِعيَّتِ ِهفَ ُكلُّ ُك ْم َر‬Setiap kamu adalah pemimpin/pengatur dan akan ditanya
tentang kepemimpinannya. Maka imam adalah pemimpin/pengatur dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Seorang laki-laki (kepala rumah tangga) adalah pemimpin/pengatur terhadap
keluaganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang wanita (ibu rumah tangga)
adalah pemimpin/pengatur di dalam rumah suaminya dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Seorang pelayan adalah pemimpin/pengatur pada harta tuannya dan akan
ditanya tentang kepemimpinannya. [HR. Al-Bukhâri, no: 2558, dari Ibnu Umar] Dengan
demikian maka setiap orang wajib menegakkan syari’at Islam sesuai dengan kemampuannya,
baik dia sebagai pejabat atau rakyat.

KEWAJIBAN MENERAPKAN SYARI’AT DALAM SEGALA ASPEK KEHIDUPAN


Termasuk perkara pokok dalam agama Islam adalah bahwa seorang Muslim berkewajiban masuk
ke dalam agama Islam secara total, sesuai dengan kemampuannya. Maka dia wajib mengikuti
Islam di dalam akidah (keyakinan), ibadah (ketundukan hamba kepada Penciptanya), mu’amalah
(hubungan antar hamba), politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya dari aspek kehidupan ini.
Sehingga menerapkan syari’at Islam bukan hanya yang berkaitan dengan ibadah mahdhah
(murni) dan urusan pribadi saja, sebagaimana anggapan sebagian orang. Juga bukan hanya yang
berkaitan dengan pemerintahan saja. Bahkan wajib menegakkan hukum Allâh Azza wa Jalla
dalam seluruh aspek kehidupan, sesuai dengan kemampuan. Semua sisi syari’at Islam adalah
penting, dan yang paling penting adalah aspek akidah, yaitu tauhid. Allâh Azza wa Jalla
berfirman mengecam orang-orang Yahudi yang mengimani sebagian ajaran kitab Taurat dan
‫يال َحيَا ِةال‪ُّ wwww‬د ْنيَا ۖ ‪mengingkari sebagian lainnya:‬‬ ‫ْض ۚ فَ َما َج َزا ُء َم ْنيَ ْف َعلُ ٰ َذلِ َك ِم ْن ُك ْمإِاَّل ِخ ْزيٌفِ ْ‬
‫ْض‪ْ wwww‬ال ِكتَابِ َوتَ ْكفُرُونَبِبَع ٍ‬
‫أَفَتُ ْؤ ِمنُونَبِبَع ِ‬
‫ب ۗ َو َمااللَّهُبِغَافِلٍ َع َّماتَ ْع َملُونَ‬ ‫‪َ Apakah kamu (Bani Israil) beriman kepada sebahagian‬ويَوْ َم ْالقِيَا َم ِةي َُر ُّدونَإِلَ ٰىأ َ َشد ِّْال َع َذا ِ‬
‫‪Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang‬‬
‫‪berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari‬‬
‫‪kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allâh tidak lengah dari apa yang‬‬
‫‪kamu perbuat. [Al-Baqarah/2:85] Walaupun sebab turunnya ayat ini mengenai orang-orang‬‬
‫‪Yahudi, tetapi kandungannya umum, juga mengenai orang-orang yang bersifat seperti sifat‬‬
‫‪mereka dari kalangan kaum Muslimin. Sebagaimana telah diketahui dari kaedah tafsir:‬‬
‫ب‬
‫الس‪www‬بَ ِ‬ ‫ص َّ‬ ‫‪ Yang dinilai adalah dengan keumuman lafazh, bukan dengan‬اَ ْل ِع ْب َرةُبِ ُع ُموْ ِماللَّ ْف ِظالَبِ ُخصُوْ ِ‬
‫‪kekhususan sebab. Allâh Azza wa Jalla juga berfirman memerintahkan orang-orang beriman‬‬
‫‪untuk memasuki agama Islam secara total. Dia Azza wa Jalla‬‬ ‫‪berfirman:‬‬
‫ُ‬ ‫ً‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬
‫‪ Hai orang-orang yang beriman, masuklah‬يَاأيُّهَاال ِذينَآ َمنُواا ْد ُخلوافِيالسِّل ِم َكافة َواَل تَتَّبِعُوا ُخط َواتِال َّش ْيطَا ِن ۚ إِنَّهُلَ ُك ْم َعد ٌُّو ُمبِ ٌ‪w‬‬
‫ين‬
‫‪kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.‬‬
‫‪Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. [Al-Baqarah/2:208] Dan itu semua‬‬
‫صاَل تِي َونُ ُس‪ِ w‬كي َو َمحْ يَايَ َو َم َماتِيلِلَّ ِه َرب ِّْال َعالَ ِمينَ ﴿‪dilakukan dengan ikhlas untuk Allâh Azza wa Jalla : ﴾١٦٢‬‬ ‫قُإْل ِ نَّ َ‬
‫‪ Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadah qurbanku, hidupku dan‬اَل َش ِري َكلَهُ ۖ َوبِ ٰ َذلِ َكأ ُ ِمرْ تُ َوأَنَاأَ َّواُل ْل ُم ْسلِ ِمينَ‬
‫‪matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah‬‬
‫‪yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri‬‬
‫]‪(kepada Allâh)”. [Al-An’am/6:162-163‬‬

‫األسالم عقيدة و شريعة‬


‫عن َربَّه ْ‬
‫األصْ َل الجا ِم َع لِأل سْألَ ِم في َعقَا ِٔٔبِ‪ِ w‬د ِه َوتَ ْش ِر ْي ِع ِه‪،‬وھو القرآنُالكري ُم‪ ،‬وكان القر آنُ ِع ْندَهللا وعندالمسلمين الصدر ا‬ ‫تَلَقَّي ُمحم ٌد ْ‬
‫ال ول فى تعر ف التعا ليم ا ال ساسية لألسالم‪ .‬ومن القرآن عر ف ان السالم له فر عان أساسيان‪ ،‬ال توجد حقيقت‪ww‬ه‪ ،‬والي‪ww‬و ج‪ww‬د‬
‫معناه االاذاأج‪w‬ذالفرعان نص‪w‬يبھما من ال‪w‬و إل إذا ٱخ‪w‬ذ الفرع‪w‬ان نص‪w‬يبهما من الوج‪w‬ود في عق‪w‬ل اإلنس‪w‬ان وقلب‪w‬ه وحيات‪w‬ه‪ ،‬وه‪w‬ذان‬
‫‪ .‬الفرعان هما‪ :‬العقيدة والشريعة‬

‫والعقيدة هي الجنب النظري الذي يطلب االيمان به ‪-‬قبل كل شيء ايمانا ال شك فيه وال ش‪w‬بهة‪ .‬فمن طبيهته‪w‬ا ك‪w‬ثرة النص‪w‬وص‬
‫الواضحة على تقريرها‪ ،‬وإجماع المسلمين عليها من النصوص الواضحة على تقريرها‪ ،‬وإجماع المسلمين عليه‪ww‬ا من ابت‪ww‬داء‬
‫‪.‬الدعوة مع ما حدث بينهم من اختالف بعد‪ .‬ذلك‬

‫والعقيدة اول ما دعا إليه الرس‪ww‬ول‪ ،‬وطلب من الن‪ww‬اس االيم‪ww‬ان ب‪ww‬ه من‪ww‬ذ المرحل‪ww‬ة اال ولى من مراح‪ww‬ل ال‪ww‬دعوة‪ .‬وهي دع‪ww‬وة ك‪ww‬ل‬
‫رسول جاء من قبل هللا‪ ،‬كما دل على ذلك القرآن في حديثه عن االنبياء والمرسلين‪ .‬والشريعة ھي النظم الي شرعھا هللا لياخ‪ww‬ذ‬
‫‪.‬االنسان ھانفسه في عالقته بربه‪ ،‬وعالقته باجيه المسلم‪ ،‬وعالقته بأجيه االنسان‪ ،‬وعالقته بالكون‪ ،‬وعالقته بالحياة‬

‫‪ :‬العقيدة والشريعة في تعبير القران‬

‫‪ :‬وقد عبر القران عن العقيدة بــ(اليمان) و عن الشريعة بــ(العمل الصالح)‪ ،‬وجاء ذالك في كثير من آياته الصريحة‬

‫‪(( ١‬من عم‪ww‬ل ص‪w‬الحا من))إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات كانت لهم جنات الفردوس نزالخالدين فيها اليبغ‪ww‬ون عنه‪ww‬ا ح‪w‬وال((‬
‫ذكر او انثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة طيب‪ww‬ة ولنج‪w‬زينهم أج‪ww‬رهم باحس‪ww‬ن ماك‪ww‬انوا يعمل‪ww‬ون))‪(( ٢‬والعص‪w‬ر أن االنس‪ww‬ان لفي خس‪ww‬ر‬
‫االالذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوابالحق وتواصوابالصبر))‪٣‬‬
‫ان‬ww‫دة و ك‬ww‫ان عقي‬w‫ا ك‬ww‫ و إنم‬،‫ط‬ww‫ه فق‬ww‫ان ورب‬w‫ة بين اإلنس‬ww‫ تنظيم العالق‬w‫ه‬w‫ ولم تكن مهمت‬،‫دةفقط‬ww‫الم لم يكن عقي‬ww‫ا نعلم أن اإلس‬ww‫ومن هن‬
‫شريعةتوجه اإلنسان إلى جميع نواحي الخير فى الحياة‬.

‫ العقيدة أصل و الشريعة فرع‬:

‫الم‬ww‫ود في االس‬ww‫ريعة وج‬ww‫ ومن ثم فليس الش‬.‫دة‬ww‫ والشريعة أثر تابع العقي‬،‫والعقيدة في االسالم هي األصل الذي تبنى عليه الشريعة‬
‫ ذالك أن الشريعة بدون العقيدة علو ليس له أساس‬.‫ كما ليس الشريعة ازدهار إال في ظل العقيدة‬،‫إال بوجود العقيدة‬

Artinya :

Aqidah Islam dan syari'ah

Nabi Muhammad SAW menerima dari Tuhannya asal dari semua untuk Islam di dalam beberapa
aqidah dan syari'ah nya, yaitu Al Qur'an Karim. Dan adapun Al Qur'an di sisi Allah dan di sisi
muslimin itu adalah sumber awal dalam ilmu pengetahuan penting bagi Islam. Dan dari Qur'an
memberi tau sesungguhnya Islam itu mempunyai dua cabang yang penting. Tidak ada
hakikatnya Qur'an dan tidak ada maknanya Qur'an kecuali jika di ambil dua cabang bagian dari
keduanya . Dari wujud pada akal manusia, dan hatinya, dan hidupnya. Dan kedua cabang ini
yaitu aqidah dan syari'at.

Adapun aqidah yaitu penglihatan dari sisi yang permintaan iman itu kepadanya sebelum setiap
sesuatu. Keimanan tidak ada keraguan di dalam keimanan dan tidak ada kecurigaan . Maka
barang siapa yang sifatnya itu banyak yang menghapus teks pada bacaan ya dan semua muslimin
kepadanya dari memulainya dakwah ( panggilan ) dengan apa yang di bicarakan di antara
mereka (muslimin) dari perbedaan setelah nya .

Adapun aqidah yang pertama sesuatu yang kembali kepada rasul yang di minta dari manusia
keimanan nnya kepadanya (rasul) lalu menyampaikan yang pertama dari tahap panggilan nya
(dakwah). Yaitu panggilan setiap rasul yang telah datang dihadapan Allah. sebagaimana yang
telah di tunjukkan kepada Qur'an dalam pembahasan tentang nabi-nabi dan rasul.

Adapaun syariah itu adalah aturan yang di lanjutkan oleh Allah untuk mengambil manusia
dengannya dirinya dalam hubungan terhadap Tuhannya, dan hubungannya terhadap saudara
muslim, dan hubungan terhadap saudaranya seluruh manusia, dan hubungannya dengan alam
semesta, dan hubungannya dengan kehidupan.

Aqidah dan syari'at dalam pandangan Al Qur'an :

Dan Al Qur'an telah menjelaskan tentang aqidah (dengan keimanan) dan rentang syariat (dengan
amal shaleh) dan telah datang itu banyak dari ayat ayat Al Qur'an yang di jelaskan :

“Orang-orang beriman dan beramal saleh itu sungguh benar-benar akan mendapat surga
Firdaus sebagai tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, dan tidak ingin melaporkan. ”
(Surat al-Kahfi ayat 107-108)
" Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri
balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Surat an-nahl
ayat 97)

" Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasihati
untuk kesabaran." (Surat al-Ashr ayat 1-3)

dari konteks di atas kita bisa mengetahui bahwa agama islam tidak semata mata membicarakan
aqidah saja, dan tidak membicarakan kepentingan agama islam dalam hubungan bathiniyah
antara makhluk dan sang kholik saja, akan tetapi dalam agama islam itu mencakup aqidah dan
hokum syariyyah dimana dengan perihal tersebut (aqidah / hokum syariyyah), seluruh manusia
bisa bersosialisasi dengan yang lainnya di dunia dengan baik.

Keyakinan dalam islam adalah dasar yang mendasari syariyyah dan syariyyah adalah
konsekuensi dari keyakinan. Oleh karena itu, dalam islam tidak ada syariat kecuali dengan
adanya al-muqirah. Beberapa syariat tidak berbunga kecuali di bawah aqidah. Itu karena hukum
syariah tanpa aqidah adalah ketinggian yang tidak ada dasarnya.

‫مفردات‬

‫ يَتَلَقَّى‬-‫ تَلَقَّى‬: menerima

‫ يُوْ َج ُد‬-َ‫ ُو ِجد‬: ditemukan

ّ ‫النَّظَ ِر‬
‫ي‬ : Teori
ٌ‫ُش ْبهَة‬ : kecurigaan
ٌ‫طَبِ ْي َعة‬ : sifat/kebiasaan

‫يُجْ ِم ُع‬-‫ أَجْ َم َع‬: mengumpulkan

ُّ‫يَدُل‬-َّ‫َدل‬ : menunjukkan

‫نُظُ ٌم‬/‫ نِظَام‬: sistem

‫قِبَ َل‬ : hadapan

ُ ‫يَ ْش َر‬-َ‫ َش َرع‬: di mulai


‫ع‬

‫يُ َعبَّ ُر‬-‫َعب ََّر‬ : menyebrang

ً‫نُ ُزال‬ : Turun


‫ِح َواَل‬ : tentang

‫يَجْ ِزي‬-‫ َجزَى‬: Di ganti


ٌ‫ُم ِه َّمة‬ : penting

ُ‫يُ َوجِّ ه‬-َ‫ َو َّجه‬: mengarahkan/arah

‫أَثَ ٌر‬ : Efek/dampak/pengaruh

‫إِ ْز َده ََر‬ : berkembang

‫ع ُْلـــ ٌو‬ : ketinggian

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Dalam konteks hal aqidah dan syari’at dalam Islam aqidah adalah perbuatan yang apa
kita lakukan , contohnya kita melakukan sesuatu yaitu melakukan sholat kita harus
percaya kepada Allah percaya kepada rasul

2. Saran
Sebelum kita beribadah sebelum kita memiliki perbuatan apa yang kita lakukan kita harus
punya syariatnya harus punya hukumnya dari dasar apa kita pernah melakukan sholat dari
dasar apa kita melakukan ibadah

Anda mungkin juga menyukai