Anda di halaman 1dari 59

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam Dan Sains
3. Islam Dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf Dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : M. SYAHRULFADILAH
NIM : F1C020080
Fakultas & Prodi : TEKNIK / TEKNIK MESIN
Semester : SEMESTER GANJIL 1 (Satu)

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
IMAN, ISLAM dan IHSAN
I. IMAN
Agama Islam dalam istilah Arab disebut Dinul Islam. Kata Dinul Islam tersusun dari dua kata
yakni Din ( )‫الدين‬dan Islam ( .)‫ا سم‬Arti kata din baik secara etimologis maupun
terminologis sudah dijelaskan di depan. Sedangkan kata ‘Islam’ secara etimologis
berasal dari akar kata kerja ‘salima’ yang berarti selamat, damai, dan sejahtera, lalu
muncul kata ‘salam’ dan ‘salamah’. Dari ‘salima’ muncul kata ‘aslama’ yang artinya
menyelamatkan, mendamaikan, dan mensejahterakan. Kata ‘aslama’ juga berarti
menyerah, tunduk, atau patuh. Dari kata ‘salima’ juga muncul beberapa kata turunan
yang lain, di antaranya adalah kata ‘salam’ dan ‘salamah’ artinya keselamatan,
kedamaian, kesejahteraan, dan penghormatan, ‘taslim’ artinya penyerahan, penerimaan,
dan pengakuan, ‘silm’ artinya yang berdamai, damai, ‘salam’ artinya kedamaian,
ketenteraman, dan hormat, ‘sullam’ artinya tangga, ‘istislam’ artinya ketundukan,
penyerahan diri, serta ‘muslim’ dan ‘muslimah’ artinya orang yang beragama Islam laki-
laki atau perempuan (Munawwir, 1997: 654-656).

Dengan senantiasa melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi


mencapai kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat.Islam sebagai
agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa
rukun Islam, yaitu:

1. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat


Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat wajib hukumnya
bagi seseorang yang ingin menjadi muslim. Kalimat syahadat dalam bahasa Arab:
ِ‫أَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّمدًا َرسُوْ ُل هللا‬
Kalimat syahadat dalam bahsa latin: "Asy-hadu allaa ilaaha illallaahu wa asy-hadu anna
muhammadarrasuulullahi".
Arti kalimat syahadat: "Aku bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah
kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah".
Di dalam dua kalimat syahadat tersebut yang patut disembah hanyalah Allah, tidak ada
yang lain. Dan tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah yang menguasai seluruh isi alam
semesta.
2. Mendirikan Salat
Setelah menjadi seorang muslim tentu harus mengejarkan rukun Islam yang kedua.
Salat wajib disebut juga sebagai salat 5 waktu.
Salat 5 waktu terdiri dari:
- Salat Subuh adalah Salat yang dikerjakan sebelum terbitnya fajar (antara jam 04.00).
Salat ini berjumlah 2 raka'at.
- Salat Dzuhur adalahSalat yang dikerjakan siang hari (sekitar pukul 12.00) dan
berjumlah 4 raka'at.
- Salat Ashar adalah Salat yang dikerjakan sore hari (sekitar jam 15.30) dengan jumlah
4 raka'at.
- Salat Maghrib adalah Salat yang dikerjakan saat matahari terbenam sampai masuk
waktu Isya. Raka'atnya ada 3.
- Salat Isya adalah Salat yang dikerjakan sekitar pukul 19.00 dengan jumlah 4 raka'at.

3. Berpuasa di Bulan Ramadhan


Setiap muslim diwajibkan berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan.
Tujuannya untuk mencapai ketakwaan kepada Allah SWT. Di antara hikmah berpuasa
adalah melatih kesabaran, menumbuhkan rasa empati terhadap orang yang kelaparan
sehingga terdorong hati kita untuk membantu orang yang kurang mampu.

4. Menunaikan Zakat
Zakat merupakan kewajiban yang dikeluarkan pada harta orang yang memiliki
kelebihan. Ada beberapa jenis zakat yaitu zakat fitrah yang dikeluarkan pada bulan
Ramadan, ada juga zakat mal yaitu zakat yang dikeluarkan berdasarkan hasil niaga atau
penghasilan.
5. Pergi Haji (Bagi yang Mampu)
Pergi Haji ke Mekkah adalah kewajiban umat muslim yang mampu secara fisik dan
finansial. Pergi haji wajibnya dilakukan satu kali seumur hidup.
Allah berfirman dalam surat Ali-Imran: 97:

َ‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع إِلَ ْي ِه َسبِياًل ۚ َو َمن َكفَ َر فَإِ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َع ِن ْال َعالَ ِمين‬
ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬
ِ َّ‫َوهَّلِل ِ َعلَى الن‬
"...mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam." (QS. Ali-Imran: 97)

A. Pengertian Iman

Kata Iman berasal dari bahasa arab yaitu “‫ “ امن‬yang artinya aman, damai, tentram.
Dalam pengertian lain adalah keyakinan atau kepercayaan. Kata iman tersusun dari tiga
huruf (hamzahmim-nun), Kemudian disebutkan dalam kitab Mu’jam Mufahros jumlah
keseluruhan ayat di dalam Al-Qur’an tempat dimana kata-kata berakar pada huruf a-m-n
ada 387. Sedangkan kata iman itu sendiri mempunyai arti membenarkan atau
mempercayai. (at-tasdiq) yang merupakam lawan dari kata Al-Kufr dan At-Taqdzib.
sedangkan secara terminologi atau dalam istilah syar’i para ulama tafsir mempunyai
pendapat yang beragam tentang pengertian iman, antara lain:

Muhammad Nawawi Al-Jawi berkata, Iman adalah mereka yang percaya dengan
segenap hati mereka. Tidak sepeti orang-orang yang berkata namun tidak sesuai dengan
hati mereka.

Menurut al-Baidhawi berkata bahwa Iman secara bahasa merupakan ungkapan tentang
membenarkan sesuatu. Kata iman diambil dari kata al-amn, seperti bahwasannya orang
yang membenarkan sesuatu, maka dia (akan) mengamankan hal yang diyakini
kebenarannya itu dari pendustaan dan ketidak cocokan/perbedaan.

Dapat ditarik kesimpulan pengertian iman adalah keyakinan dengan segala pembenaran
kepada ketentuan Allah swt dan Rosul-Nya yang diterapkan dalam amal kepada
sebagian dari nama-nama dan sifat-sifat Allah swt.

Sama halnya dengan Islam yang memiliki 5 rukun, keimanan juga memiliki 6 rukun
yang mesti diimani dan diamalkan oleh setiap mukmin (orang yang beriman).

Adapun rincian dari keenam rukun tersebut adalah:

a. Iman kepada Allah;Imam Nawawi menjelaskan bahwa beriman kepada Allah ‘azza
wa jalla mencakup 4 hal, yakni:

1) Berimandenganwujud Allah ta’ala

2) Beriman kepada rububiyyah Allah swt


3) Beriman kepada uluhiyyah Allah swt, dengan maksud membenarkan dan
meyakini bahwa hanya Allah, Tuhan yang berhak disembah, dan semua sesembahan
selain-Nya adalah bathil.

4) Beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya

b. Iman kepada para malaikat-Nya; Sebagaimana salah satu hadis pada kitab matan
arba‘in yang berkaitan dengan iman kepada Malaikat adalah hadis kedua yang
mengkisahkan kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw dengan menjel-ma
sebagai seorang laki-laki yang tidak dikenal, bertujuan untuk memberikan pengajaran
kepada para sahabat.

c. Iman kepada kitab-kitabNya; Potongan hadis ke-23 menyebut-kan tentang al-Quran


bahwa:

ِ ‫ص ْم ْاأَُ ْش َع ِري َر‬


ُ‫ض َي هللا‬ ْ ‫بي َم‬
ِ ‫الك ال َحا َ† َِِري اب ِن عَا‬ ْ ‫ع َْن‬
َُّ
َ ‫ك َُوْ عَل ْي‬
‫]رواه مسلم‬.... . ‫ك‬ َ ‫و ْالقُرُآ†َّ ُح‬....
َ ‫بج ٌ ل‬ َ َ ‫صلبى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
: ‫س لب َم‬ َ ِ‫ قا َل رسُوْ ُل هللا‬: ‫قال‬
َ ُ‫]عَنه‬

“Dari Abu Malik Al Haritsy bin ‘Ashim Al ‘Asy’ary radhiallahuanhu dia berkata :
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: ...dan alQuran dapat menjadi saksi
yang meringankanmu atau yang memberatkanmu. .....” (Hadis Riwayat Muslim)

d. Iman kepada Rasul-rasulNya; Sebagaimana yang telah disebutkan pada hadis ke-7,
bahwa agama Islam merupakan nasehat untuk beberapa hal, dianataranya adalah
nasehat untuk Rasul Allah. Hal ini diwujudkan dengan melaksana-kan syari’at Islam
hanya dengan mengikuti petunjuk Nabi saw dan senantiasa berpegang teguh pada
sunnahnya.

e. Iman kepada Hari Akhir; Pada hadis kedua telah disebutkan oleh Rasul tentang
tanda-tanda datangnya hari akhir,

f. Iman kepada takdirnya, yang baik ataupun yang buruk; Hal ini berkaitan dengan
awal mula penciptaan manusia di dalam rahim, sampai pada saat ditiupkan padanya ruh
serta ditetapkan takdir untuknya.

B. Esensi/Hakikat Iman

Esensi iman Kepada Allah SWT adalah tauhid yaitu mengesakan-Nya, baik dalam zat,
Asma, Was-Shiffat maupun af’al (perbuatan)-Nya. Dalam memaknai kehidupan,
seseorang yang beriman atau yakin bahwa Allah SWT sebagai Tuhan, maka perbuatan
yang dilakukannya akan sesuai dengan wahyu Allah yaitu sesuai dengan aturan kitab
Al-Quran. Seseorang yang percaya dengan ke-esaan Allah SWT akan berusaha terus
memaknai hidupnya atas perintah yang disampaikan oleh Allah. Dari beberapa
pemaparan makna iman diatas dapat disimpulkan bahwa” seorang yang beriman kepada
allah pasti memiliki ketenangan jiwa, selalu merasa tentram baik lahir dan batinnya.
Dalam kehidupannya selalu berbuat baik dan berkata jujur.

Adapun sebagai ciri-ciri orang yang sempurna imannya antara lain adalah:

1. Apabila mendengar sebutan Allah, hati mereka merasa gemetar akut karenanya.

2. Apabila mendengar bacaan ayat-ayat Allah, bertambahlah iman mereka


karenanya.

3. Senantiasa bertawakkal (berserah diri) kepada Allah.

4. Mendirikan shalat, dan berseru kepada orang lain untuk ikut juga
melaksanakannya.

5. Menafkahkan rizkinya di jalan Allah.

6. Senantiasa besabar terhadap apa yang menimpa mereka dan termasuk juga orang
yang berjhad fisabilillah.

Sifat seorang yang beriman kepada tuhannya (hablum min allah) dapat diketahui dengan
6 sifat ini yaitu:

1. Khusyu ketika sholat. Hatinya fokus hanya kepada Allah. Anggota badannya
tenang.

2. Menghindarkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.

3. Membersihkan jiwa dari kekotoran seperti syirik, riya, dan hasad juga yang
menunaikan zakat.

4. Menjaga kemaluannya dari perbuatan zina dengan cara menghindarkan diri dari
mukaddimah dari perzinahan.
5. Menjaga amanah dan janji baik terkait dengan Allah atau manusia, yaitu semua
kewajiban syar’i dan hal-hal yang harus di tunaikan.

6. Selalu memelihara shalat yaitu melakukannya tepat waktu, memperhatikan


rukun dan sunnah-sunnhanya.

Adapun hal-hal yang merusak keimanan adalah ;

1. Syirik

Syirik adalah segala keyakinan dan amalan yang semestinya hanya untuk Allah tetapi
dilakukan untuk selain Allah. Syirik akbar (syirik besar) yaitu menyekutukan Allah
dengan mahluknya seperti keyakinan adanya kekuatan selain Allah. Misalnya
menyembah berhala. Syirik yang seperti ini disebut dengan syirik I’tiqody, artinya
syirik karena keyakinan yang salah, dan juga disebut syirik jali artinya syirik yang nyata
dan dikategorikan sebagai dosa besar. Tidak ada yang bisa menghapus dosa ini selain
bertaubat selagi masih hidup dan menggantinya dengan bertauhid kepada Allah SWT.

Di dalam surat Al-Maidah ayat 72 dijelaskan bahaya syirik I’tiqodi:

ْ ‫ب َورب ُك ْم إنهُ َم ْن ي ْش‬


ِ‫رك باهلل‬ ََ ْ‫إن هللاَ هُ َو ال َم ِسي ُح ابنُ َمر‬
ِ ‫ي َوقا َل ال َم ِسي ُح يا ب ِن إسْرائي َل ا ْعبدُوا هللاَ َري‬ َّ ‫لقَ ْد َكفَ َر ال ِذينَ قالوا‬
‫ار‬
ٍ ‫أنص‬ َ ‫فَ قَ ْد َحر َم هللاُ عَل ْي ِه ْالجنةَ َو َم‬
َ ‫أواهُ ال نَّا ُر َو َما للظال ِمينَ ِم ْن‬

Artinya: “sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata “sesungguhnya


Allah ialah masih putra Maryam” padahal Al-Masih sendiri berkata “ hai bani isra’il
sembahlah Allah tuhanku dan tuhanmu”. Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka

pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orangorang yang dzalim itu seorang penolongpun “ (QS Al-Maidah ayat 72).

2. Melakukan sihir

Sihir yang dimaksud dalam bahasan ini adalah tata cara yang bertujuan merusak rumah
tangga orang lain atau menghancurkan orang lain dengan jalan meminta bantuan kepada
setan. Hal ini termasuk perbuatan terlarang dan dosa besar.

2. Memakan harta riba


Riba menurut bahasa berasal dari kata “ rabaayarbuu” yang artinya tambahan,
sedangkan mengenai definisi riba menurut syara’ para ulama berbeda pendapat. Akan
tetapi secara umum riba diartikan sebagai utang piuitang atau pinjam meminjam atau
barang yang disertai dengan tambahan bunga. Agama islam dengan tegas melarang
umatnya memakan riba,

4. Membunuh jiwa manusia

Maksud membunuh dalam pembahasan ini adalah membunuh jiwa yang diharamkan
tanpa hak dengan sengaja (QS. 25 :68-70). Orang yang berbuat seperti itu akan
dimasukkan keneraka jahannam dan kekel didalamnya

5. Memakan harta anak yatim

Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya atau ia masih kecil atau
dengan kata lain ditingggal mati oleh orang yang menanggung nafkahnya. Memakan
harta anak yatim dilarang apabila dilakukan secara dzalim.

6. Melarikan diri dari perang (jihad)

Kata al-jihad secara bahasa berasal dari kata jahadtu jihadan, artinya saya telah berjuang
keras. Adapun secara istilah jihad adalah berjuang dengan mengeluarkan seluruh daya
dan upaya memerangi kaum kafir dan pemberontak.

Isalm mewajibkan kepada umatnya untuk memelihara, menjaga,


membela agamanya, serta mempertahankan agamanya. Jika islam
diperangi musuh, umat islam wajib berperang

Orang yang lari dari perang atau jihad telah menipu dirinya sendiri dan telah berkhianat
kepada Allah SWT dan dia dianggap tidak meyakini kemahakuasaan Allah SWT yang
senantiasa menolong setiap hambaNYA yang berjuang menegakkan agama Allah SWT.
IHSAN

Ihsan Secara Umum

Secara lughowi (asal-usul kata, etimologi), ihsan adalah lawan kata dari isa’ah (berbuat
kejelekan). Ihsan dari segi bahasa berasal dari kata bahasa arab ihsanan, yang tersusun
dari huruf alif, ha, sin dan nun. Kata ini adalah masdar yang berasal dari lafadz ahsana-
yuhsinu- ihsanan, yang sifatnya muta’addi (transitif) secara mandiri atau melibatkan
unsur lain. Kata ini memiliki arti kebaikan, membaguskan, lebih bermanfaat, lebih
indah, kesenangan. Ihsan juga dapat diartikan sebagai memperbaiki atau menjadikan
baik. Sedangkan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ihsan adalah
baik.

Di dalam al-Qur‘an memuat konsep-konsep, prinsip-prinsip, aturanaturan, keterangan-


keterangan, kaidah-kaidah serta dasar-dasar ajaran yang sifatnya menyeluruh. Hal-hal
tersebut juga memiliki sifat ijmali maupun tafsili, serta eksplisit maupun implisit. Di
dalam al-Qur‘an juga dimuat tiga dasar islam yang utama, yakni aqidah, syari’ah dan
akhlak.

Ihsan ialah ikhlas beramal karena mencari keridlaan semata.

Sesungguhnya orang yang pamer (riya‘) dalam beramal, berarti telah menganiaya diri
sendiri, sebab amalnya kelak di akhirat akan membawa dosa. Sebab itulah, maka
seseorang harus berkeyakinan bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi dirinya,
sehingga akan memberi pengaruh kepada dirinya untuk beribadah kepada Allah, dan
dalam beribadah seolah-olah melihat Allah. Jika tidak dapat demikian, maka
berkeyakinan bahwa Allah selalu melihat peribadatannya. Oleh karena yang demikian,
maka hendaklah selalu menjaga kesopanan dalam segala aspek kehidupan dan
perbuatan meskipun dalam keadaan apapun.

Tentang hal tingkatan Ihsan yang mustahab (dianjurkan) di dalam beribadah terhadap
Allah mempunyai 2 bagian,

antara lain :

Pertama, tingkatan muroqobah.


Yaitu seseorang yang beramal selalu sadar diawasi dan diingat oleh Allah dalam setiap
kegiatannya. Kedudukan muroqobah yakni ketika seseorang tidak sanggup
memperhatikan sifat-sifat Allah, dia percaya bahwa Allah memandangnya. Kedudukan
inilah yang dipunyai oleh kebanyakan orang. ketika seseorang melaksanakan shalat, dia
sadar Allah mengingat apa yang dia kerjakan, lalu dia memperbaiki shalatnya tersebut.

Kedua, tingkatan musyahadah.

Kedudukan ini makin tinggi dari yang pertama, yakni seseorang selalu mengingat sifat-
sifat Allah dan menggabungkan segala kegiatannya dengan sifatsifat tersebut. Pada
kedudukan musyahadah ini seseorang beribadah terhadap Allah, seolah-olah dia
memandang-Nya. Perlu ditegaskan bahwa yang

dimaksudkan di sini bukanlah memandang dzat Allah, namun memandang sifatsifat-


Nya, tidak seperti kepercayaan orang-orang sufi. Yang mereka anggap dengan
kedudukan musyahadah yaitu memandang dzat Allah. Ini tentu merupakan larangan.
Yang dimaksud ialah mengingat sifat-sifat Allah, yaitu dengan mengingat pengaruh
sifat-sifat Allah bagi makhluk. Ketika seseorang hamba telah mempunyai ilmu dan
kepercayaan yang erat kepada sifat-sifat Allah, dia akan mengembalikan seluruh tanda
kekuasaan Allah pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah kedudukan tertinggi
dalam tingkatan Ihsan. Allah Swt berfirman dalam surat An-Nahl ayat 128,

ُْ ُ٘ ٚ َ ْ ُ
ِٕ ‫ َٓ٘ ُ†ْ ُ† ُْذ‬٠‫ َٓ ار ََّم ْا َاٌ †َّ َِِّز‬٠‫ئ َّ ال َّّل َ َغ اٌ †َّ َِِّز‬
‫غ‬ ِ َْٛ

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang berbuat
kebaikan.”

B. Ruang Lingkup Ihsan

Sebagai pokok ajaran islam yaitu berbuat kebaikan ketika melaksanakan ibadah Allah
ataupun dalam bermuamalah dengan sesama makhluk yang disertai keikhlasan seolah-
seolah disaksikan oleh Allah meskipun tidak melihat Allah. Dalam hal ini Allah selalu
menegaskan bagi orang yang berbuat kebajikan akan mendapatkan balasan kebaikan
pula. Selain berbuat kebajikan dengan Allah, kebajikan kepada sesama makhluk pun
dianjurkan.

Adapun ruang lingkup ihsan tersebut diantaranya adalah:


a. Ibadah

Ihsan dalam ibadah itu diwajibkan, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah,
seperti shalat, puasa, haji dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu
menyempurnakan syarat, rukun, sunnah dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin
dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah
tersebut dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan
kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia
sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa
Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah maka dapat menunaikan
ibadahibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut
akan seperti yang diharapkan. Seperti sabda Rasulullah yang berbunyi, “Hendaklah
kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”.

Maka jelaslah bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Selain
jenis ibadah yang disebutkan tadi, yang tidak kalah penting juga yakni jenis ibadah
seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan istri, meniatkan
setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
Rasulullah menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti ini, yakni
senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.

b. Muamalah

Dalam muamalah, ihsan dijelaskan Allah SWT pada surah an- Nisa’ ayat 36 yang
berbunyi sebagai berikut, “sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya
dengan sesuatupun dan

berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu”.

c. Akhlak

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah.
Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila telah melakukan
ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yaitu menyembah Allah
seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya
Allah senantiasa melihat kita. Jika hal itu telah dicapai oleh seorang hamba, maka
sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah
menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam
ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.

Jika ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang yang diperoleh dari hasil maksimal
ibadahnya, maka akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya, yakni
bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya,

pekerjaannya, keluarganya dan bahkan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan itu, maka
Rasulullah mengatakan dalam hadits, “aku diutus hanyalah demi menyempurnakan
akhlak yang mulia”.

Selanjutnya ciri-ciri sikap ihsan aadalah:

1. mentaati perintah dan larangan Allah dengan ikhlas

2. senantiasa amanah, jujur dan menepati janji

3. Merasakan nikmat dan haus akan ibadah

4. Mewujudkan keharmonisan masyarakat

5. Mendapat ganjaran pahala dari Allah.

Sedangkan cara penghayatan ihsan dalam kehidupan

diantaranya adalah:

1. menyembah dan beribadah kepada Allah

2. Mengerjakan ibadah fardhu dan sunnah

3. Hubungan baik dengan keluarga, tetangga dan masyarakat

4. Melakukan perkara-perkara yang baik

5. Mengamalkan sifat-sifat mahmudah

6. Bersyukur atas nikmat Allah.


Berbeda dengan ihsan dalam hal ibadah dan muamalah, ihsan dalam hal akhlak ini
memiliki beberapa macam pembagian lagi, diantaranya adalah:

1) Ihsan kepada orang tua

Ihsan kepada orangtua yakni berbakti kepada keduanya

dengan cara menaatinya, menyampaikan kebaikan kepadanya, tidak menyakitinya,


mendoakan kebaikan dan memohonkan ampunan untuknya, melaksanakan janjinya,
serta memuliakan teman-temannya.

Perbuatan ihsan manusia (selaku anak) kepada kedua orangtuanya merupakan bukti
kesyukuran atas kebaikankebaikan mereka. Kebaikan yang diberikan kedua orangtua
kepada anaknya adalah kebaikan yang tidak terhitung. Kebaikan itu dimulai sejak ibu
mengandung, melahirkan, membesarkan, mendidik sampai mampu berdiri sendiri dan
berusaha sendiri.

2) Ihsan kepada karib kerabat

Ihsan kepada karib kerabat yakni berbuat baik dan menyayangi mereka, berlemah
lembut dan bersimpati kepada mereka, melakukan sesuatu yang dapat menyenangkan
mereka dan meninggalkan perkataan atau perbuatan yang bisa menyakiti mereka.

3) Ihsan kepada anak yatim

Ihsan kepada anak-anak yatim yakni dengan menjaga harta mereka, melindungi hak-hak
mereka, mengajari dan mendidik mereka, tidak menyakiti mereka, tidak memaksa
mereka, tersenyum di hadapan mereka dan mengusap kepala mereka.

4) Ihsan kepada orang-orang miskin

Ihsan kepada orang-orang miskin ialah dengan menghilangkan rasa lapar mereka,
menutupi aurat mereka, mengajak orang lain agar memberi makan mereka, tidak
merusak kehormatan mereka sehingga mereka tidak merasa dihinakan atau direndahkan,
serta tidak menimpakan keburukan atau penderitaan kepada mereka.

5) Ihsan kepada musafir


Ihsan kepada musafir adalah memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya,
melindungi kehormatannya, membimbingnya dan memberinya petunjuk jika ia
tersesat,

6) Ihsan kepada pembantu

Ihsan kepada pembantu adalah memberikan upahnya sebelum kering keringatnya, tidak
membebaninya dengan sesuatu yang tidak dimampuinya, menjaga kehormatannya, serta
menghargai kepribadiannya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi
makan seperti apa yang ia berikan kepada keluarganya, dan memberinya pakaian
seperti apa yang ia berikan kepada keluarganya.

7) Ihsan kepada lingkungan

Dengan lingkungan manusia dapat hidup di dunia. Lingkungan adalah segala sesuatu
yang berada disekitar manusia baik dunia hewan,tumbuh-tumbuhan maupun
bendabenda tidak bernyawa. Semuanya diciptakan Allah untuk keperluan dan
dimanfaatkan manusia.

b. Bentuk-bentuk Ihsan

Seorang muslim tidak melihat sikap Ihsan hanya sebatas etika utama yang dapat
memperbaiki tingkah laku. Akan tetapi, ia memandangnya sebagai bentuk dari
akidahnya dan bagian terbesar dari keIslamannya. Ada beberapa ungkapanungkapan
dalam Al-Qur‟an yang mengidentifikasikan bentuk perbuatan Ihsan.

1. Pertama Sabar

Sabar ialah menahan diri atas sesuatu yang tidak disukai dengan penuh keridhaan dan
kepasrahan. Seorang muslim menahan diri atas sesuatu yang tidak disukainya, seperti
dalam ibadah dan ketaatan kepada Allah. Ia mewajibkan dirinya untuk beribadah dan
menahan dirinya dari bermaksiat kepada Allah. Ia tidak mengizinkan dirinya mendekati
kemaksitan tersebut, apalagi melakukannya kendati dirinya tertarik dan
menginginkannya.
Sabar dan tidak merasa gelisah merupakan bagian dari akhlak yang bisa diperoleh
dengan latihan dan kesungguhan. Maka, hendaknya seorang muslim meminta kepada
Allah Swt agar memberinya kesabaran dengan mengingat perintah-Nya dan pahala yang
dijanjikan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 200,

ْ †ُ ُْْ ‫ُى‬
‫ ُُِ†ِذ‬ٛ ُ‫رف‬ َُّ†َّ ‫ؼ‬ َ َ ٠َُّٙ‫ب أ‬
ٍ َ ٌ ‫بثِش ا َ َساثِطُ ا َار َُّم ا ال َّّل‬
ُِ †ُ ‫ص‬ ُِ †ُ ْ‫ َٓ آ َُُِِٕٕ† ا اص‬٠‫ب اٌ َّ† َِِّز‬
َ َ ‫جِش ا‬ َ ٠ َُْٛ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung.”

َ‫صلَح‬
َّ ‫ َا‬ٚ ‫ش‬ َِ ‫ِِ ا ْعز َـ‬
ِ ْ‫ ا ثِب صَّج‬١ُٕ
‫ِؼ‬

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat...”(

Al-Baqarah ayat 45)

2. Kedua Menunaikan Sholat

Sholat ialah ibadah yang teratur dari beberapa lisan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbir, diselesaikan dengan salam, dan melengkapi beberapa syarat yang ditentukan.

3. Ketiga Menunaikan Zakat

Zakat menurut istilah agama Islam ialah tingkatan kekayaan yang tertentu, yang
dibagikan terhadap yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.

Ketetapan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima, fardu „ain atas masing-
masing orang yang memadai syarat-syaratnya.

4. Keempat Keyakinan Kepada Hari Akhir

Seorang muslim mengimani bahwa kehidupan dunia ini memiliki masa akhir yang tidak
lagi hari setelahnya. Selanjutnya datanglah kehidupan yang kedua, detik-detik menuju
negeri akhirat. Kemudian, Allah membangkitkan kembali seluruh mahkluk dengan
sekali tiupan dan mengumpulkan mereka di padang Mahsyar guna menghisap mereka,
lalu memberikan ganjaran terhadap orang-orang yang berbuat kebaikan dengan
kenikmatan yang kekal disalam surga dan membagi ganjaran terhadap orang-orang yang
berbuat dosa dengan azab yang menghinakan di dalam akhirat.

5. Kelima Jihad

Jihad yang bersifat khusus, yaitu berperang melawan orang-orang kafir dan orang-orang
yang memperangi orang Islam hukumnya fardhu kifayah. Jika sebagian sudah
mengerjakannya, maka kewajiban ini telah gugur bagi selainnya.

6. Keenam Infaq

Menurut Juwaibir meriwayatkan dari adh-Dhahhak, ia mengatakan :

“infaq adalah amal yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah sesuai dengan
kemampuan dan kemudahan yang mereka miliki, hingga turunlah ayat tentang
kewajiban-kewajiban shadaqah, yakni tujuh ayat dalam surat At-Taubah yang
menerangkan tentang shadaqah, dan ini adalah ayat-ayat menasakh (menghapuskan)
hukum yang ada dan menetapkan hukum yang baru.”

c. Fungsi Ihsan

Pemahaman mengenai fungsi Ihsan tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi
manusia. Berdasarkan dari pengalaman diluar, manusia telah sanggup menguasai segala
sesuatu yang ada di dunia seperti bumi dan laut, akan tetapi sampai sekarang manusia
belum bisa menunudukan dirinya sendiri dan belum mengetahui dinamika apa yang ada
dalam dirinya.

Manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam dua macam, yaitu bisa dilihat dari segi
ma‟ruf dan mungkar merupakan dua istilah yang dapat dipakai untuk menentukan suatu
perbuatan yang dikerjakan seseorang. Inilah salah satu ciri individual manusia
yang menbedakannya dari makluk-makluk lainnya.

Kesimpulannya, bahwa manusia bisa menjadi ma‟ruf dan tinggi derajatnya dihadapan
Allah atau sebaliknya, bisa akan menjadi buruk dan jatuh terperosok atas perbuatan
yang tercela.

Fungsi Ihsan adalah sebagai berikut :


1. Pendorong, bahwa Ihsan terhadap Allah Swt, memotivasi manusia menghormati
hidupnya, beribadah dan beramal shaleh sebatas menambah keimanan dan ketaqwaan
seseorang.

2. Penyalur, yakni bahwa Ihsan terhadap Allah Swt, yang sudah dipunyai manusia
agar bisa berkembang secara optimal dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dengan
menggunakan tuntunan agama Islam sebatas dirinya sadar dengan Allah Swt.

3. Pengendalian, dengan menggunakan Ihsan manusia bisa mengendalikan


perbuatannya ketika melakukan perbuatan sesuatu yang dilarang oleh Allah Swt.

4. Penyesuaian, manusia harus sadar dengan dirinya sebagai makluk ciptaan Allah
Swt yang tidak ada tenaga dan tidak ada kekuatan dibandingkan dengan Allah yang
maha pencipta dan maha kuasa.

Dengan demikian, maka fungsi Ihsan disinilah agar manusia mengakui bahwa Allah itu
ada, Allah itu sebagai pencipta dan hendaklah manusia selalu ingat kepada Allah Swt.
karna dari sini manusia bisa merasakan hidup tenang dan tentram dari segala perbuatan
yang keji dan mungkar.

BAB 2

A. Pendahuluan

Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui melalui banyak sudut pandang.
Keduanya ini mempunyai pengaruh pada manusia, di antaranya: Islam dan Sains sama-
sama memberikan kekuatan, sains memberi manusia peralatan dan mempercepat laju
kemajuan, Islam menetapkan maksud tujuan upaya manusia dan sekaligus mengarahkan
upaya tersebut. Sains membawa revolusi lahiriah (material), Islam membawa revolusi
batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan pikiran, Islam memperindah jiwa dan
perasaan. Sains melindungi manusia dari penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain.
Islam melindungi manusia dari keresahan, kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Sains
mengharmoniskan dunia dengan manusia dan Islam menyelaraskan dengan dirinya.

Seiring berkembangnya zaman, Eropa modern membangun sebuah sistem yang realistis,
bahwa pengalaman yang diungkapkan dengan menggunakan akal saja tidak mampu
memberikan semangat yang ada dalam keyakinan hidup, dan ternyata keyakinan itu
hanya dapat diperoleh dari pengetahuan personal yang bersifat spiritual.

Hal inilah yang kemudian membuat akal semata tidak memberikan pengaruh pada
manusia, sementara agama selalu meninggikan derajat orang dan mengubah
masyarakat.

Dasar dari gagasan-gagasan tinggi kaum muslim adalah wahyu, Bagi intelektual
muslim, basis spiritual dari kehidupan adalah tentang keyakinan. Demi keyakinan inilah
seorang muslim yang kurang tercerahkan pun dapat mempertaruhkan jiwanya.

Al-Qur'an sebagai wahyu Allah yang bersumber langsung dari Allah telah memberikan
informasi-informasi tentang alam semesta, khususnya yang berhubungan dengan
matahari, bulan dan bumi. Ada 20 ayat yang menyebut kata matahari, dan ada 463 ayat
yang menyebut kata bumi serta ada 5 ayat yang menyebut kata bulan. Belum lagi ayat
yang menjelaskan tentang langit, pergantian siang dan malam, serta ayat yang menyebut
tentang bintang-bintang.

Dalam hal ini Islam secara terang melalui al-Qur’an mendorong umatnya untuk
senantiasa melakukan pembaharuan di berbagai aspek kehidupan. Sebab dengan
mempelajari dan mengembangkan sains (ilmu pengetahuan) umat Islam dapat mencapai
kesadaran akan keagungan Allah. dan sains dapat mengharmoniskan dunia dengan
manusia, dan Islam menyelaraskan dengan dirinya.

B. Tinjauan Umum tentang Islam dan Sains

1. Pengertian Islam dan Sains

Kata Islam memiliki konseptual yang luas, sehingga ia dipilih menjadi nama agama
(din) yang baru diwahyukan Allah. melalui Nabi Muhammad kata Islam secara umum
mempunyai dua kelompok kata dasar yaitu selamat, bebas, terhindar, terlepas dari,
sembuh, meninggalkan. Bisa juga berarti: tunduk, patuh, pasrah, menerima. Kedua
kelompok ini saling berkaitan dan tidak dapat terpisah satu sama

lain.1

Adapun kata Islam secara terminologi dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat dijelaskan
bahwa Islam adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya kepada Nabi Muhammad
untuk mengajarkan tentang pokok-pokok ajaran Islam kepada seluruh manusia dan
mengajak mereka untuk memeluknya.2

Harun Nasution menerangkan bahwa Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya


diwahyukan kepada seluruh masyarakat melalui Nabi Muhammad sebagai Rasul. Islam
pada hakikatnya membawa ajaranajaran yang bukan hanya mengenai satu segi tetapi
mengenai bebagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang
mengadung berbagai aspek itu adalah al-Qur’an dan hadis.3

Kata sains dalam Webste’s New Word Dictonary berasal ari bahasa latin yakni scire,
yang artinya mengetahui. Jadi secara bahasa sains adalah keadaan atau fakta
mengetahui.4 Sains juga sering digunakan dengan arti pengetahuan scientia. Secara
istilah sains berarti mempelajari berbagai aspek dari alam semesta yang teroganisir,
sistematik dan melalui berbagai metode saintifik yang terbakukan. Ruang lingkup sains
terbatas pada beberapa yang dapat dipahami oleh indera (penglihatan, sentuhan,
pendengaran, rabaan, dan pengecapan) atau dapat dikatakan bahwa sains itu
pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian.

SAINS DAN ISLAM

A. Defenisi Sains

Perbincangan pada bab tiga ini akan diarahkan kepada integrasi sains dan agama yang
difokuskan pada defenisi sains, pendekatan Al-Qur’an terhadap sains, serta kedudukan
sains dalam Islam serta urgensinya.

Menurut Agus Purwanto dalam bukunya Ayat-Ayat Semesta: Sisi AlQur’an yang
Terlupakan, Mizan, Bandung, 2008, jumlah ayat kauniyah ada 800 ayat. Sementara
menurut Syeikh Tantawi, ayat kauniyah berjumlah 750 ayat. Tidak kalah menariknya
adalah, dari 114 surah Al-Qur’an hanya 15 surat yang tidak ada ayat kauniyahnya, hal
ini menunjukkan pentingnya ayat kauniyah bagi kehidupan umat Islam. Oleh sebab itu,
sudah saatnya jika para ilmuwan muslim kembali menggali ayat-ayat kauniyah,
melakukan penelitian guna menyingkap mukjizat sains dalam Al-Qur’an.
Sepantasnyalah dalam bidang pendidikan sejak tingkat yang paling dasar sampai
pendidikan tinggi harus mampu mengintegralkan penafsiran ilmiah Al- Qur’an dengan
mata pelajaran yang memiliki keterkaitan, misalnya fisika, biologi, sejarah dan
sebagainya. Bahkan lebih dari itu, melalui Al-Qur’an memotivasi untuk melakukan
penelitianpenelitian terhadap fenomena alam.

Sains menurut bahasa berasal dari bahasa Ingrias science, sedangkan kata science
berasal dari bahasa Latin scientia. Yang berasal dari kata scine yang artinya adalah
mengetahui.

B. Urgensi Sains

Sains dalam pengertian umum yaitu ilmu pengetahuan. Di dalam Al-

Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyentuh tengtang Ilmu pengetahuan dan ilmuan,
al-Qur’an sentiasa mengarahkan manusia untuk menggunakan akal

fikirannya memerangi kemukjizatan dan memberi motivasi meningkatkan ilmu


pengetahuan. Selain itu Al-Qur’an memberikan penghargaan yang tinggi terhadap
ilmuan. Al-Qur’an menyuruh manusia berusaha dan bekerja serta selalu berdo’a

agar ditambah ilmu pengetahuan. Sementara itu Rasulullah memberi pengakuan bahwa
ilmuan itu merupakan pewaris para nabi. Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan ulama adalah ilmuan yang mengenali dan mentaati Allah.

Sains dalam pengertian khusus mempunyai peran penting dalam

kehidupan seorang muslim, ia disejajarkan dengan ilmu-ilmu keislaman yang lain, dan
bila diklasifikasikan maka sains ini termasuk fardu kifayah, karena dapat memberikan
dampak positif bagi peningkatan keimanan seseorang, hal ini dapat dilihat pada
beberapa hal berikut:

a. Memperteguh Keyakinan Terhadap Allah

Terbentuknya alam semesta ini dengan berbagai fenomenanya merupakan kunci


hidayah Allah, demikian dikatakan oleh Sayyid Qutb dalam kitab fi Zilal al-Qur’an.
Menurut Yusuf Qardhawi, hal tersebut merupakan kitab Allah yang terbentang untuk
manusia membaca kekuasaan dan kebesaran Nya. Sekalipun Tuhan merupakan tema
sentral dalam al-Qur’an, namun tidak pernah memberikan gambaran figurative
tentang penciptaan, namun hanya menyebut tanda-tandanya saja. Keadaan seperti ini
membawa implikasi bahwasanya untuk memahami sifat Tuhan , seseorang perlu
mengkaji dan menggenal semua aspek ciptaannya.

Seperti telah dijelaskan sains adalah pengkajian terhadap penomena alam dengan
mengunakan metode ilmiah, sains mempunyai korelasi dengan proses pengenalan
manusia terhadap sifat-sifat Tuhan. Setiap benda dan setiap penomena alam menjadi
bukti kewujudan dan kekuasaan Allah Sains mempunyai peran memperteguh keyakinan
manusia terhadap Allah. Sains telah membuktikan bahwa jagad raya ini bersifat tertib,
dinamis dan segala elemennya saling berkaitan dengan cara yang rapi dan teratur.
Penemuan seperti ini membuktikan kekuasaan Allah sebagai Rab semesta alam.

b. Menyingkap Rahasia Tasyri’

Sebagian hikmah dan maslahah disebalik disyariatkannya suatu hukum didalam Al-
Qur’an dapat diungkapkan melalui sains. Sains dapat membuktikan bahwa hukum yang
telah ditetapkan oleh Al-Qur'an adalah mengenai realitas kehidupan dan kondisi alam
yang sebenarnya. Sebagai contoh dapat dilihat tentang hukum khamar, Al-Qur’an
mengharamkan karena memberi efek negatif terhadap sistem dan organ tubuh manusia,
dengan menggunakan sains, akan dapat dilihat lebih jelas sejauh mana dampak negatif
yang ditimbulkannya, sehingga pantas diharamkan.

Namun demikian perlu digaris bawahi, bahawa agama tidak boleh hanya difahami
melalui teori sains semata, sebab sikap sains ini tidak sama dengan sikap ibadah , Tuhan
tidak akan dapat dikenali dan agama tidak dapat dihayati hanya dengan teori-teori
sains belaka, namun jika sains dijadi pendukung untuk memahami agama lebih dalam
lagi, tentu akan dapat memberi kesan yang lebih fositif lagi terhadap hukum-hukum
agama serta lebih memberi keyakinan bagi orang Islam untuk mengamalkannya.

c. Bukti Kemu’jizatan Al-Qur’an.

Untuk membuktikan kemu’jizatan Al-Qur’an, sains juga dianggap

sebagai sesuatu yang penting, sebab banyak perkara yang waktunya belum samapai
telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an turun, kondisi manusia untuk
memahami penomena alam yang disinyalis oleh Al-Qur’an belum lagi memadai, hal ini
dapat dilihat tentang asal usul
kejadian manusia, seperti yang disinyalis dalam surah al-An’am(6) ayat 2 yang
menyatakan manusia berasal dari tanah. Dalam kajian sains, bahwa yang dimaksud
dengan tanah pada ayat tersebut adalah tanah yang terdiri beberapa unsur tertentu.
Menurut analisa kimia terdapat 105 unsur pada tanah yang semuanya ada pada diri
manusia walaupun kadarnya berbedabeda, selain itu ada unsur-unsur kecil lainnya yang
tidak dapat dideteksi. Oleh sebab itu penemuan sains amat penting untuk menghayati
maha bijaksananya Allah.

d. Menyempurnakan Tanggung Jawab Peribadatan.

Dalam menjalani kehidupan manusuia butuh beberapa bantuan, pengetahuan tentang


sains merupakan salah satu yang dibutuhkan, begitu pula dalam hal hubungannya
dengan Allah sebagai tuhan semasta, pengetahuan tentang sains juga dibutuhkan. Shalat
sebagai ibadah yang wajib ditunaikan diperintahkan untuk menghadap kiblat, Untuk
menentukan arah kiblat diperlukan ilmu geografi dan astronomi, begitu juga terhadap
penetuan waktu-waktu menjalankan shalat serta penentuan awal dan akhir bulan
Ramadan. Dengan demikian sains diperlukan dalam ibadah puasa ramadhan.

Dalam masalah zakat pengetahuan tentang matemateka tidak dapat dikesampingkan


begitu saja, begitu juga dengan ibadah haji , diperlukan arah penunjuk jalan serta
transportasi yang dijadikan alat angkutan dari berbagai penjuru dunia menuju kota
Makkah, yang semua itu memerlukan sains. Dengan menggunakan sains para dokter
dapat mendeteksi dan selanjutnya menggobati berbagai macam penyakit dan kesehatan
akan dapat terjaga dengan baik sehingga manusia akan dapat beribadah kepada
tuhannya secara sempurna.64) Dengan demikian dapatlah difahami bahwa sains
merupakan salah satu sarana penunjang untuk kesejahteraan kehidupan manusia serta
penunjang kesempurnaan ibadah seorang hamba terhadap tuhannya.

Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sains juga merupakan sesuatu
yang urgensi untuk memenuhi tuntutan agama.

Didalam Al-Qur’an Allah menganjurkan orang-orang Islam untuk mempersiapkan diri


dengan kekuatan seoptimal mungkin, sama ada kekuatan mental maupun matrial untuk
mempertahankan diri dari ancaman musuh, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-
Qur’an ayat 60 surah AlAn’am. Kekuatan material seperti peralatan perang adalam
menuntut

kepada kecanggihan dan ketrampilan umat Islam dalam bidang sains dan teknologi.

Alam semesta ini diciptakan Allah untuk kepentingan dan kebutuhan hidup manusia
sebagaimana dijelaskan pada ayat 20 surah Lukman(Q.S.31:20). Dalan rangka
mendapatkan berbagai fasilitas diperlukan pengolahan terhadap sumber daya alam yang
dikurnikan oleh Allah, dan untuk memperoleh hasil yang maksimal tentunya
diperlukan berbagai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengatahuan tentang sains dan
teknologi 66) . Pemanfaatan sumber daya alam adalah sebagaian dari pada aktivitas
sains. Dalam kontek ini, menurut Muhammad Qutb, pada prinsipnya sains adalah
merupakan suatu cara melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada umat
manusia.

C. Pendekatan Al-Qur’an Terhadap Sains

Dalam kajian sains, Al-Qur’an telah memberikan dasar yang jelas, banyak ayat-ayat Al-
Qur’an yang menyentuh berbagai bidang dalam disiplin sains. Dalam

buku Quranic Sicences, Afzalu Rahman telah menyebutkan sebanyak 27 cabang ilmu
sains yang disentuh oleh Al-Qur’an. Diantaranya kosmologi, astronomi, astrologi,
fisika, kimia serta betani dan lain sebaginya. Hal ini menjadi bukti terhadap relevansi
sains dalam agama. Selain itu Al-Qur’an selalu menganjurkan manusia untuk mengasah
dan menggunakan nalar .

Suatu hal yang perlu diingat bahwa Al-Qur’an bukanlah kitab sains, maka cara
pendekatannya tidak sama dengan cara sains moderen. Pendekatan sains memisahkan
sesuatu dari semua yang ada kemudian menganalisa secara

terperinci, sedangkan al-Qur’an berbicara tentang sains dalam bentuk holistic dan

global serta ditempatkan pada berbagai surah di antaranya ayat 44, 73, 242, surah al-
Baqarah, begitu pula ayat 118 surah Ali Imran, ayat 61 surah al-Nur dan ayat 30 surah
al-Mukminun. .Penekanan sains dalam al-Qur’an lebih dititik beratkan pada penomena-
penemena alam, objek utama pemaparan ayat-ayat seperti ini adalah sebagai tanda
keesaan dan kekuasaan Khalik, Bahkan, perbincangan tentang ayat-ayat ini merupakan
tema utama dalam al-Qur’an.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa terdapat kaiatan yang kuat antara al-Qur’an
dengan penomena alam. Dalam konteks tersebut menurut Sayyid Husin al-Nasr, kedua-
duanya merupakan ayat Allah. Alam merupakan kitab yang terbentang lebar (Al-Kitab
al-Maftuh) yang tidak ditulis dan dibaca, diibaratkan sebuah teks, alam bagaikan
sehamparan bahan-bahan yang penuh dengan lambang-lambang (ayat) yang mesti
difahami menurut maknanya. al-Qur’an merupakan kitab yang dibaca( al-Kitab al-
Maqru’) yaitu teks dalam bentuk katakata yang dipahami oleh manusia.

Ayat-ayat al-Qur’an yang ada kaitannya dengan sains,


dapat

diklassifikasikan kepada dua ketegori. Yang pertama adalah ayat-ayat yang menjelaskan
secara umum , sama ada yang berhubungan dengan biologi, fisika,geografi atau
astonomi dalam lain sebagainya. Sedangkan yang kedua, adalah ayat-ayat yang
menjelaskan secara khusus dan terperinci, seperti tentang uraiannya mengenai masalah
reproduksi manusia.(Q.S. 23:12-14). Ayat-ayat tersebut secara umum menyentuh
tentang penomena alam semesta jadi.

Seperti yang telah disebutkan bahwa pemaparan fenomena-fenomena tersebut dilakukan


oleh al-Qur’an bertujuan mengajak manusia mengenal

Penciptannya menerusi esensi yang wujud pada alam tersebut. Objek ini lah yang
menjadi titik perbedaan kajian sains sekuler dengan kajian sarjana muslim. Sekularisme
memandang dunia secara fisik dan mengabaikan metafisik secara mendalam, padahal
antara dunia fisik mempunyai kaitan yang erat dengan metafizik dan penciptanya.

Dalam upaya mengajari manusia memahami dan mengenal kekuasan dan keagungan
Tuhannya, al-Qur’an telah menekankan akan arti pentingnya manusia menggunakan
akal fikiran serta panca indra. Bahkan al-Qur’an mengibaratkan manusia yang tidak
menggunakan fikiran dan panca indranya laksana binatang ternak ,bahkan lebih jelek
dari itu (Q.S:7:179). Oleh sebab itu manusia selalu diingatkan untuk sentiasa membuat
observasi, berfikir secara reflektif, membuat penganalisaan yang kritis serta membuat
pertimbangan yang matang. Secara umum kajian sains menggunakan dua metode, yaitu
observasi dan eksprimen dimana kedua-duanya akan melibatkan fungsi akal dan panca
indra .

Akal bukanlah hanya satu objek yang terletak di kepala sebagaimana otak. Akal
merupakan daya untuk merasa atau berfikir yang bisa memberikan kekuatan kepada
manusia untuk memperhati dan mengkaji, memilih dan membuat keputusan terhadap
sesuatu perkara atau langkah-langkah serta berbagai macam persoalan yang dihadapi
untuk mencapai apa yang diinginkan.

Al-Qur’an menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi, manusia

dimotivasi untuk menggunakannya. Berbagai potensi alam disediakan oleh Allah untuk
digarap dengan menggunakan akal fikiran. Terdapat sejumlah kata yang digunakan oleh
Allah dalam Al-Qur’an yang mengandung perintah menggunakan

akal fikiran, seperti kata‫ اولو النهى‬-‫ اولواالبصار‬-‫ تذكر اولز االباب‬-‫– فقه‬. ‫ تدبر – تفكر‬-‫ نظر‬-‫ عقل‬.

Al-Qur’an menekankan tentang arti pentingnya membuat penelitian secara

cermat terhadap penomena alam untuk mendapatkan dan memperkembangakan suatu


ide. Sedangkan manusia diperintahkan untuk memikirkan apa saja yang ada dilangit dan
di bumi. Ayat-ayat Al-Qur’an yang secara konsep mendorong manusia menggunakan
fikiran, terutama terhadap penomena-penomena alam, secara tidak langsung telah
memperkenalkan metode induksi, dimana manusia diajak untuk memahami unsur-unsur
alam dengan lebih dalam melalui kewujudan jagad raya ini. Hal tersebut bertujuan
untuk memperkokoh kewujudan dan kekuasan Allah. Dengan demikian baik secara
eksplisit maupun implisit AlQur’an telah banyak memberi penekanan tentang kaedah-
kaedah empirik untuk mengungkapkan rahasia-rahasia kosmos yang tersusun sifatnya.

Berdasarkan kepada wacana sains dalam Al-Qur’an, dapat difahami bahwa

Al-Qur’an memiliki peran penting serta motivator penggerak aktivitas sarjana muslim
dalam bidang ilmu pengetahuan, sejalan dengan faktor-faktor lain khususnya
kepentingan ilmu sains dalam kehidupan manusia. Kemudian jika dilihat pada ayat-ayat
Al-Qur’an yang bertemakan sains, akan nampak bahwa pengerakan sains menurut
pendekatan Al-Qur’an bukan hanya untuk sains itu sendiri atau hanya untuk
kesenangan manusia saja, tapi ada lebih penting dari itu, yaitu memahami ayat-ayat
Allah untuk agar manusia lebih mengenal Khaliknya.

Al-Qur’an Al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai persoalan
hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-
uraian sekitar persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat kauniyah. Tidak kurang dari
750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal di atas. Jumlah ini tidak termasuk ayat-
ayat yang menyinggungnya secara tersirat.

Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak ayat tersebut, bukan berarti bahwa Al-Qur’an
sama dengan kitab Ilmu Pengetahuan, atau bertujuan untuk menguraikan hakikat-
hakikat ilmiah. Ketika Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likulli
syay'i (QS 16:89), bukan maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala sesuatu,
tetapi bahwa dalam Al-Qur’an terdapat segala pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan
hidup duniawi dan ukhrawi.

Al-Ghazali dinilai sangat berlebihan ketika berpendapat bahwa "segala macam ilmu
pengetahuan baik yang telah, sedang dan akan ada, kesemuanya terdapat dalam Al-
Qur’an". Dasar pendapatnya ini antara lain adalah ayat yang berbunyi, Pengetahuan
Tuhan kami mencakup segala sesuatu (QS 7:89). Dan bila aku sakit Dialah Yang
Menyembuhkan aku (QS 26:80). Tuhan tidak mungkin dapat mengobati kalau Dia tidak
tahu penyakit dan obatnya. Dari ayat ini disimpulkan bahwa pasti Al-Qur’an, yang
merupakan Kalam/Firman Allah, juga mengandung misalnya disiplin ilmu kedokteran.
Demikian pendapat Al-Ghazali dalam Jawahir Al-Qur'an. Di sini, dia mempersamakan
antara ilmu dan kalam, dua hal yang pada hakikatnya tidak selalu seiring. Bukankah
tidak semua apa yang diketahui dan diucapkan?! Bukankah ucapan tidak selalu
menggambarkan (seluruh) pengetahuan?

Al-Syathibi, yang bertolak belakang dengan Al-Ghazali, juga melampaui batas


kewajaran ketika berpendapat bahwa "Para sahabat tentu lebih mengetahui tentang
kandungan Al-Qur’an" tetapi dalam kenyataan tidak seorang pun di antara mereka yang
berpendapat seperti di atas. "Kita," kata Al-Syathibi lebih jauh, "tidak boleh memahami
Al-Qur’an kecuali sebagaimana dipahami oleh para sahabat dan setingkat dengan
pengetahuan mereka." Ulama ini seakan-akan lupa bahwa perintah Al-Quran untuk
memikirkan ayat-ayat nya tidak hanya tertuju kepada para sahabat, tetapi juga kepada
generasi-generasi sesudahnya yang tentunya harus berpikir sesuai dengan
perkembangan pemikiran pada masanya masing-masing.

D. Al-Quran Dan Alam Raya

Seperti dikemukakan di atas bahwa Al-Qur’an berbicara tentang alam dan


fenomenanya. Paling sedikit ada tiga hal yang dapat dikemukakan menyangkut hal
tersebut :

1. Al-Qur’an memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk


memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka memperoleh manfaat dan
kemudahan-kemudahan bagi kehidupannya, serta untuk mengantarkannya kepada
kesadaran akan Keesaan dan Kemahakuasaan Allah SWT. Dari perintah ini tersirat
pengertian bahwa manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan
hukum-hukum yang mengatur fenomena alam tersebut. Namun, pengetahuan dan
pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak (ultimate goal).

2. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan,


dimiliki, dan di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti.

Alam raya tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali jika
dikehendaki oleh Tuhan. Dari sini tersirat bahwa:

a. Alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah, dipertuhankan atau


dikultuskan.

b. Manusia dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya


ketetapanketetapan yang bersifat umum dan mengikat bagi alam raya dan fenomenanya
(hukum-hukum alam).

c. Redaksi ayat-ayat kauniyah bersifat ringkas, teliti lagi padat, sehingga


pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut dapat menjadi sangat bervariasi,
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing penafsir.

Dalam kaitan dengan butir ketiga di atas, perlu digaris bawahi beberapa prinsip dasar
yang dapat, atau bahkan seharusnya, diperhatikan dalam usaha memahami atau
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengambil corak ilmiah. Prinsip-prinsip dasar
tersebut adalah :
a. Setiap Muslim, bahkan setiap orang, berkewajiban untuk mempelajari dan
memahami Kitab Suci yang dipercayainya, walaupun hal ini bukan berarti bahwa setiap
orang bebas untuk menafsirkan atau menyebarluaskan pendapat-pendapatnya tanpa
memenuhi seperangkat syarat-syarat tertentu.

b. Al-Qur’an diturunkan bukan hanya khusus ditujukan untuk orang-orang Arab


ummiyyin yang hidup pada masa Rasul . dan tidak pula hanya untuk masyarakat abad
ke-20, tetapi untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak
berdialog oleh Al-Qur’an serta dituntut menggunakan akalnya dalam rangka memahami
petunjuk-petunjuk-Nya. Dan kalau disadari bahwa akal manusia dan hasil penalarannya
dapat berbeda-beda akibat latar belakang pendidikan, kebudayaan, pengalaman, kondisi
sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka adalah wajar
apabila pemahaman atau penafsiran seseorang dengan yang lainnya, baik dalam satu
generasi atau tidak, berbeda-beda pula.

c. Berpikir secara kontemporer sesuai dengan perkembangan zaman dan iptek


dalam kaitannya dengan pemahaman Al-Qur’an tidak berarti menafsirkan Al-Qur’an
secara spekulatif atau terlepas dari kaidah-kaidah penafsiran yang telah disepakati oleh
para ahli yang memiliki otoritas dalam bidang ini.

d. Salah satu sebab pokok kekeliruan dalam memahami dan menafsirkan Al-

Qur’an adalah keterbatasan pengetahuan seseorang menyangkut subjek bahasan ayat-


ayat Al-Qur’an. Seorang mufasir mungkin sekali terjerumus kedalam kesalahan apabila
ia menafsirkan ayat-ayat kauniyah tanpa memiliki pengetahuan yang memadai tentang
astronomi, demikian pula dengan pokok-pokok bahasan ayat yang lain.

Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip pokok di atas, ulama-ulama tafsir


memperingatkan perlunya para mufasir, khususnya dalam menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur’an dengan penafsiran ilmiah, untuk menyadari sepenuhnya sifat penemuan-
penemuan ilmiah, serta memperhatikan secara khusus bahasa dan konteks ayat-ayat Al-
Quran.
BAB 3
[00.49, 18/12/2020] M. Syahrul Fadilah: Pendahuluan
Penegakan hukum dalam konteks law enforcement sering diartikan dengan penggunaan
force (kekuatan) dan berujung pada tindakan represif. Dengan demikian penegakan
hukum dalam pengertian ini hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja. Dalam
tulisan ini dikehendaki pengertian penegakan hukum itu dalam arti luas secara represif,
maupun preventif. Konsekuensinya memerlukan kesadaran hukum secara meluas pula
baik warga negara, lebih-lebih para penyelenggara negara terutama penegak hukumnya.
Adapun penegak hukum meliputi instrumen administratif yaitu pejabat administratif di
lingkungan pemerintahan. Sedangkan dalam lingkungan pidana dimonopoli oleh negara
melalui alat-alatnya mulai dari kepolisian, kejaksaan dan kehakiman sebagai
personifikasi negara.
Penegakan hukum saja tidaklah cukup tanpa tegaknya keadilan. Karena tegaknya
keadilan itu diperlukan guna kestabilan hidup bermasyarakat, hidup berbangsa dan
bernegara. Tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian dari masyarakat
bisa mengakibatkan
M. Rais Ahmad
rusaknya kestabilan bagi masyarakat keseluruhan, sebab rasa keadilan adalah unsur
fitrah kelahiran seseorang sebagai manusia.
Kepastian hukum akan tercapai jika penegakan hukum itu sejalan dengan undang-
undang yang berlaku dan rasa keadilan masyarakat yang ditopang oleh kebersamaan
tiap individu di depan hukum (equality before the law). Bahwa hukum memandang
setiap orang sama, bukan karena kekuasaan dan bukan pula karena kedudukannya lebih
tinggi dari yang lain. Persamaan setiap manusia sesuai fitrah kejadiannya:
“Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi
kabar gembira dan peringatan dan beserta mereka Dia turunkan kitab dengan membawa
kebenaran, supaya kitab itu memberi keputusan antara manusia tentang apa yang
mereka perselisihkan (QS.2:213).

Penegakan Hukum
Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu Negara
antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran hukum warga
Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem politik Negara yang
bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu otoriter maka sangat tergantung penguasa
bagaimana kaidah hukum, penegak hukum dan fasilitas yang ada. Adapun warga
Negara ikut saja kehendak penguasa (lihat synopsis). Pada sistem politik demokratis
juga tidak semulus yang kita bayangkan. Meski warga Negara berdaulat, jika sistem
pemerintahannya masih berat pada eksekutif (Executive heavy) dan birokrasi
pemerintahan belum direformasi, birokratnya masih “kegemukan” dan bermental
mumpung, maka penegakan hukum masih mengalami kepincangan dan kelambanan
(kasus “hotel bintang” di Lapas).
Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan yang simpang siur
penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila kaidah itu
berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah
mati (dode regel), kalau secara sosiologis (teori kekuasaan), maka kaidah tersebut
menjadi aturan pemaksa (dwang maat regel). Jika berlaku secara filosofi, maka
kemungkinannya hanya hukum yang dicita-citakan yaitu ius constituendum. Kaidah
hukum atau peraturan itu sendiri, apakah cukup sistematis, cukup sinkron, secara
kualitatif dan kuantitatif apakah sudah cukup mengatur bidang kehidupan tertentu.
Dalam hal penegakan hukum mungkin sekali para petugas itu menghadapi masalah
seperti sejauh mana dia terikat oleh peraturan yang ada, sebatas mana petugas
diperkenankan memberi kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang diberikan
petugas kepada masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika peraturannya baik tetapi
petugasnya malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya buruk, maka kualitas
petugas baik.
Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana tidak cukup
memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga negara atau
warga masyarakat dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada peraturan. Indikator
berfungsinya hukum adalah kepatuhan warga. Jika derajat kepatuhan rendah, hal itu
lebih disebabkan oleh keteladanan dari petugas hukum.

Keadilan
Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan keadilan
sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus diterapkan secara
adil. Keadilan hukum ternyata sangat erat kaitannya dengan implementasi hukum di
tengah masyarakat. Untuk mencapai penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil
diperlukan kesadaran hukum bagi para penegak hukum.
Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum itu, maka faktor manusia sangat
penting. Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja termasuk penjahat
(pembunuh, pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam suatu negara ada yang cenderung
bertindak tidak adil secara hukum, termasuk hakim, maka pemerintah harus bertindak
mencegahnya. Pemerintah harus menegakkan keadilan hukum, bukan malah berlaku
zalim terhadap rakyatnya. Keadilan sosial terdapat dalam kehidupan masyarakat,
terdapat saling tolong-menolong sesamanya dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri
saling ketergantungan satu dengan yang lain dalam kehidupan sosial (interdependensi).
Keadilan sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang seimbang, untuk mencegah
diskriminasi ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan kemanusiaan, suatu
penyesuaian semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam pengertian keadilan.
Kepemilikan atas harta seharusnya
M. Rais Ahmad
tidak bersifat mutlak. Perlu dilakukan pemerataan, distribusi kekayaan anggota
masyarakat. Bagaimana pemilik harta seharusnya menggunakan hartanya. Penimbunan
atau konsentrasi kekayaan, sehingga tidak dimanfaatkan dalam sirkulasi dan distribusi
akan merugikan kepentingan umum. Sebaiknya harta kekayaan itu digunakan sebaik
mungkin dan memberikan manfaat bagi pemiliknya maupun bagi masyarakat.

Hukum dan Keadilan Dalam Islam


Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu penegasan,
ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata berlaku dalam kehidupan
manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju dalam
berjama’ah (Society).
Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin,
yang satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan
berbagai macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya
problematika hidup duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw,
meletakkan beberapa kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna
memecahkan persoalan-persoalan.
Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Tiap-
tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa
merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua
anggota masyarakat berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum
semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi
dalam Negara.
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak
berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah
kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu
kerjakan”(QS.5:8).
“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum atasmu
seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum
Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas)
147 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor
Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri
kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di
masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan lebih
terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah,
sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini
keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya
Political Science and Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan
Demokrasi (1999) yaitu, yakni:
a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)
b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan
d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.
QS.4:135.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak
menegakkan keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapakmu atau kerabatmu”.
[00.52, 18/12/2020] M. Syahrul Fadilah: PEMBAHASAN
A. Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum di Indonesia
Berdasarkan pada rumusan, kenyataan, dan pandangan yang dikemukakan pada bagian
pendahulluan diatas, maka pada dasarnya supremasi hukum di Indonesia belum dapat
terwujud, yang disebabkan oleh beberapa kendala, yaitu:

1. Kualitas Hidup Masyarakat


Indonesia sebagai negara berkembang yang kehidupan masyarakatnya masih berada
pada tingkat menengah kebawah,
kebutuhan hidupnya yang kian meningkat. Dalam kondisi yang demikian dapat
mengakibatkan terjadinya pelanggaran dan kejahatan. Rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat menjadi kendala besar dalam berprilaku sesuai hukum. Sebab iklim yang
kurang kondusif dapat berakibat lemahnya penerapan terhadap hukum. Dalam sejarah,
sebagai perbandingan, telah dipraktekkan oleh Khlaifah Umar bn Khattab r.a. bahwa:
pada masa pemerintahannya terjadi masa paceklik (masa krisis) yang melanda bangsa
Arab. Dalam kondisi krisis tersebut, banyak orang melakukan pelanggaran hukum,
seperti mencuri untuk mempertahankan kehidupan keluarga mereka, padahal mereka
telah memahami bahwa mencuri adalah suatu pelanggaran dalam hukum Islam yang
ditetapkan Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya surah Al-Maidah ayat 38 yang
artinya:
-laki dan pencuri perempuan, potonglah tangan keduanya
sebagai balasan perbuatan

Pada ayat tersebut menetapkan bahwa pencuri harus dihukum potong tangan, namun
dalam kenyataannya khalifah Umar bin Khattab tidak melaksanakan hukum potong
tangan, bahkan beliau mengampuninya dengan alasan mereka dalam keadaan terdesak
untuk memenuhi kepentingan hidupnya yang bersifat
Tindakan yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab r.a. tersebut sesuai dengan
tujuan hukum diadakan oleh pembuat hukum menurut hukum Islam, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mukhtar Yahya bahwa:
adalah untuk merealisir kemaslahatan umum, memberikan kemanfaatan dan
menghindarkan kemafsadahan bagi ummat manusia, karena itu para ulama ushul
mengemukakan jenis-jenis tujuan umum perundang-undangan pada 3 macam yaitu:
umurudh-dharuriyah, Al-umurul-hajiyah dan Al-umurul- Alumurudh-dharuriyah adalah
merupakan hal-hal yang menjadi sendieksistensi kehidupan manusia yang harus ada
demi kemaslahatan

Berdasarkan pada tujuan hukum menurut hukum Islam, maka tindakan kebijaksanaan
yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab R.A. diatas, merupakan tindakan
dharuriyah untuk merealisir kemaslahatan masyarakat Arab yang berada pada kondisi
krisis dimasa tersebut. Ini berarti bahwa masyarakat dapat saja melakukan pelanggaran
disebabkan iklim yang kurang kondusif.
Sejalan dengan tujuan hukum Islam diatas, dalam teori ilmu hukum dikenal pula
keadaan darurat (noodtoestand) yaitu suatu keadaan yang menyebabkan suatu perbuatan
yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran kaedah hukum, tetapi tidak dikenakan
sanksi karena dibenarkan atau mempunyai dasar pembenaran
(rechvaardigingsgrond). Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa: darurat
merupakan konflik kepentingan hukum atau konflik antara kepentingan hukum
dan kewajiban hukum dimana kepentingan yang kecil harus
dikorbankan terhadap kepentingan yang lebih besar. Keadaan darurat ini dapat menjadi
dasar untuk menghapus hukuman. Dengan adanya keadaan darurat perbuatan yang
dilakukan itu harus sungguh-sungguh dalam keadaan terpaksa

Bertitik tolak dari apa yang dikemukakan diatas, dapat dijadikan suatu landasan
pemikitan para penguasa (pemerintah) di Indonesia untuk memahami masyarakat
bangsa Indonesia yang berada pada desakan-desakan hidup dalam persaingan yang
hebat (high competitive) demi terpenuhinya kebutuhan mereka, sehingga dalam kondisi
yang demikian sangat sulit menegakkan hukum untuk mencapai supremasi hukum.
Mengingat tujuan hukum adalah untuk kemaslahatan manusia, menjadi tugas
pemerintah untuk menciptakan kualitas hidup masyarakat dengan memperbaiki sistem
perekonomian, demi terwujudnya iklim yang kondusif menuju masyarakat madani.
2. Rumusan Hukum
Salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia adalah rumusan
hukum itu sendiri, lemahnya suatu rumusan hukum menjadi salah satu kendala untuk
mencapai supremasi hukum. Kualitas suatu peraturan tidak hanya dilihat dari segi
substansinya, tetapi juga harus dilihat dari segi struktur dan budayanya. Hukum tidak
hanya dibuat tanpa mempertimbangkan untuk apa peraturan itu dibuat?
Untuk siapa peraturan itu? Dimana peraturan itu diterapkan?
Indonesia sebagai negara bekas jajahan Hindia Belanda, berakibat sebagian besar
rumusan peraturannya masih merupakan pengaruh hukum produk Hindia Belanda.
Sebagai akibat tersebut peraturan yang dibuat oleh pembuat hukum di Indonesia
(pemerintah) masih dipengaruhi politik hukum Hindia Belanda yang melihat tujuan
aturan hukum yang yang bersifat intrumental Rumusan hukum yang bersifat simbolis
tidak mungkin mempunyai dampak positif untuk mencapai supremasi hukum, sebab
hukum mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah laku masyarakat,
sebagaimana yang dikemukakan Joseph (dalam Ahmad Ali). Pengaruh aturan hukum
terhadap sikap warga masyarakat tergantung pula untuk tujuan apa aturan hukum
bersangkutan dibuat, yang pada dasarnya dapat dibedakan pada dua tujuan yaitu:
a. Tujuan aturan hukum yang bersifat simbolis, yaitu tidak tergantung pada
penerapannya agar aturan hukum tadi mempunyai efek tertentu. Misalnya larangan
untuk meminum minuman keras, efek simbolis aturan hukum itu ada kalau warga
masyarakat sudah yakin bahwa meminum minuman keras, tidak jadi soal, yang penting
ia sudah mengetahui bahwa perbuatannya salah.
b. Tujuan aturan hukum yang bersifat instrumental, suatu aturan hukum yang
bersifat instrumental apabila tujuan terarah pada suatu sikap perilaku konkrit, sehingga
efek hukum tadi akan kecil sekali apabila tidak diterapkan dalam kenyataannya. Jadi
suatu aturan hukum mengenai larangan meminum minuman keras barulah mempunyai
efek instrumental jika warga masyarakat berhenti minum minuman keras, tanpa
memperdulikan apakah ia berhenti karena salah ataukah ia berhenti karena merasa takut
dikenakan sanksi hukum.

Memperhatikan 2 sifat tujuan aturan hukum diatas, maka rumusan


hukum harus memuat nilai-nilai politik hukum dengan mempertimbangkan kondisi
masyarakat bangsa Indonesia yang mempunyai kemajemukan budaya, agama dan etnik.
Rumusan hukum harus mampu mengendalikan unsur-unsur yang mempunyai pengaruh
dalam kehidupan masyarakat. Salah satu contoh rumusan hukum yang lemah dan tidak
bersifat instrumental adalah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada Pasal 2
ayat (1) ditetapkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan berdasarkan
agamanya dan kepercayaannya. Dari rumusan pasal tersebut dipahami bahwa
perkawinan antara pihak yang berbeda agama tidak dibenarkan. Namun dalam
kenyataan masih terjadi perkawinan antar agama, kenyataan tersebut disebabkan
rumusan penafsiran yang berbeda-beda para penegak hukum.

3. Kualitas Sumber Daya Manusia (Masyarakat)


Peningkatan mutu bukan hanya diharapkan bagi penegak hukum yang terlibat
langsung dan yang tidak langsung, tetapi juga sangat diharapkan bagi masyarakat secara
keseluruhan. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat merupakan salah satu kendala
penegakan hukum untuk mencapai supremasi hukum. Karena itu, peningkatan
pengetahuan masyarakat dalam berbagai bentuk dan cara perlu ditingkatkan, sebab
kalau tidak demikian, masyarakat sulit untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan
dunia yang semakin kompleks.
Berkenaan dengan penegakan hukum di Indonesia, peranan masyarakat sangat
diharapkan keterlibatannya. Keterlibatan masyarakat tersebut memerlukan pengetahuan
yang cukup memadai dalam melaksanakan aktivitas mereka sesuai bidang masing-
masing. Dalam ajaran Islam dengan berdasarkan pada Al-
Menegaskan pentingnya pengetahuan (keahlian) seseorang dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya, sebagaimana firman-Nya
surah Al-I sy ux ª
mengikuti (menyelesaikan) apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran,
Æ

Menelaah makna yang terkandung pada ayat diatas, menunjukkan pentingnya


sumberdaya yang handal terhadap suatu persoalan yang dihadapi, sehingga Rasulullah
SAW menegaskan kembali dalam sabdanya
ª
Æ
Mencermati makna yang terkandung pada hadits di atas, mengingatkan bangsa
Indonesia atas kekurangan-kekurangan yang dimiliki, sehingga mereka merasa
berkewajiban meningkatkan kualitas diri demi terciptanya supremasi hukum di
Indonesia. Namun peningkatan kualitas sumber daya tersebut tidak mungkin tercapai
jika tidak ada kepedulian dari pemerintah.

B. Alternatif Pendekatan
Berkenaan dengan tiga faktor sebagai kendala utama yang dihadapi bangsa Indonesia
dalam menegakkan hukum, untuk mencapai supremasi hukum, telah menjadi penyebab
terpuruknya Indonesia, baik di bidang ekonomi maupun di bidang politik dan sosial.
Untuk mengantisipasi keterpurukan tersebut, maka alternatif yang dapat
dipertimbangkan adalah -satunya jalan untuk mengantisipasi tiga
kendala yang dikemukakan di atas adalah kembali pada dasar agama dan moral.
Agama dan moral (aqidah dan akhlaq) tidak dapat terpisah dalam pengamalan hukum,
karena agama tanpa moral tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sebaliknya moral
tanpa agama tidak akan dapat terkendali. Dengan kata lain, perlunya keseimbangan
antara zikir, fikir dan amaliyah. Sebab dengan agama akan terbentuk kualitas moral
(moral intelligent) seseorang seperti sabar, jujur, adil, berani, bertanggung jawab, ikhlas.
Selanjutnya melalui moral tersebut mendorong seseorang untuk melaksanakan perintah
Allah SWT, secara baik dan benar sebagai pengabdian kepada-Nya, karena dengan
demikianlah seseorang dapat mengendalikan diri dari segala pengaruh kehidupan
materialistik, yang mendorong untuk melakukan pelanggaran hukum. Karena itu,
melalui pendekatan agama dan moral seseorang dapat memotivasi dirinya untuk
menjauhi segala perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti korupsi,
kolusi, nepotisme, membunuh, memberontak, minum-minuman keras dan merusak
lingkungan.
Dalam Al- Æ meletakkan dasar-dasar penegakan hukum, sebagaimana yang ditegaskan
dalam beberapa firman-Nya seperti Surah AnNisa ayat 58 yang artinya:
berhak menerimanya, dan bila menetapkan keputusan hukum antara manusia hendaklah
kamu tetapkan dengan adil. Dengan itu Allah telah memberikan pengajaran dengan
sebaik-baiknya kepadam tentang pelaksanaan amanat dan keadilan hukum.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi

Surah An- suw artinya:


Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu yang benar-benar menegakkan keadilan,
menjadi saksi (dalam menegakkan keadilan) karena Allah, walaupun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapakmu atau kerabatmu, jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih
utama (tahu) atas (kemaslahatan) keduanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu sehingga kamu tidak berlaku adil. Dan jika kamu memutarbalikkan keadilan atau
menolak menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah M
Mencermati makan yang terkandung pada ayat diatas, maka ayat 58 adalah dasar
kejujuran untuk menegakkan hukum yakni kepada siapa hukum itu ditujukan, sedang
pada ayat 135 adalah dasar keberanian penegak hukum untuk menetapkan hukum tanpa
melihat siapa yang dihukum. Namun untuk menegakkan keberanian dalam pelaksanaan
hukum, harus ditunjang dengan sifat sabar, sebab pada dasarnya orang yang bersabar
dalam menegakkan kebenaran dari Allah akan dilindungi oleh Allah SWT.
Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya surah Al-Baqarah ayat 153 yang artinya:
-orang yang beriman, mintalah pertolongan dalam menghadapi musibah dengan sikap
tabah dan mengerjakan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang yang bersaba

Bersabar menurut ayat diatas adalah tolak ukur keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan tugas dan aktifitasnya. Kesabaran
itu Sayyidinah Ali bin Abi Thalib R.A. yang artinya:
Æ
Dari ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib R.A. diatas, dijadikan sebagai landasan
masing-masing pihak bahwa kesabaran adalah salah satu sifat termulia dan merupakan
sumber keberanian dan kejujuran, sedangkan kejujuran dan keberanian adalah inti dari
penegakan hukum dalam arti supremasi hukum. Tegasnya, penegakan hukum dapa
tercapai jika dalam pelaksanaannya dilandasi nilai-nilai agama dan moral, walaupun
masyarakat Indonesia miskin jika agama dan moral baik, tidak akan berbuat kejahatan,
katakanlah lebih baik krisis ekonomi daripada krisis agama dan moral. Sebab
pelanggaran seseorang terhadap hukum tidak hanya karena faktor sanksi atau hukuman,
tetapi yang utama adalah faktor konsekuensi (dosa). Tepatlah apa yang dikatakan H.
Hartono Mardjono dalam persepsi mengenai penegakan hukum tanggal 6 Maret 2000
yang menyatakan bahwa kejujuran pada penegak hukum seperti: Jaksa, hakim, polisi.
Lebih lanjut kotor".
BAB 4
[01.03, 18/12/2020] M. Syahrul Fadilah: A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Secara Etimologis
Pada hakikatnya Amar maruf nahi Munkar terdapat empat penggalan kata yang apabila
dipisahkan satu sama lain mengandung pengertian sebagai berikut: ‫ امر‬: amar, ‫معرف‬
maruf, ‫هي‬: nahi, dan ‫منكر‬: Munkar. Manakala keempat kata tersebut digabungkan, akan
menjadi: ‫ امربا معروف والنهي عن المنكر‬yang artinya menyuruh yang baik dan melarang
yang buruk
Sedangkan menurut DR.Ali Hasbullah mendefinisikan Amar sebagai berikut:
‫االمرهو لفظ يطلب به اال على ممن هو ادنى منهفعال‬
“Amar ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya
kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”2
Selanjutnya ma’ruf kata ini berasal dari kata: ‫ معرفة‬- ‫ يعرف – عرف عرفا نا‬- dengan arti
(mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata ma’ruf secara harfiah berarti
terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam
konteks kehidupan sosial umum, tertarik kepada pengertian yang dipegang oleh agama
islam, maka pengertian maruf ialah, semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa
21
manusia dan membuat hatinya tentram, sedangkan munkar adalah lawan dari ma’ruf
yaitu durhaka, perbuatan munkar adalah perbuatan yang menyuruh kepada
kedurhakaan.
Nahi menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan untuk
meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih adalah, lafadz yang
menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang
lebih tinggi dari kita.
Jadi bisa disimpulkan bahwa Allah berupa iman dan amal salih. “Amar” adalah suatu
tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah
kedudukannya. Selanjutnya kata “ma’ruf” mempunyai arti “mengetahui” bila berubah
menjadi isim kata ma’ruf maka secara harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap
sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial namun
ditarik dalam pengertian yang dipegang oleh agama islam. Sedangkan Nahi menurut
bahasa adalah larangan, menurut istilah adalah suatu lafad yang digunakan untuk
meninggalkan suatu perbuatan. Sedangkan menurut ushul fiqh adalah lafad yang
menyuru kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang
lebih tinggi dari kita.
Dari pengertian di atas, nampaknya amar ma’ruf nahi munkar merupakan rangkaian
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena
kalimat tersebut suatu istilah yang dipakai dalm al-Qur’an dari berbagai aspek, sesuai
dari sudut mana para ilmuan melihatnya, oleh karena itu boleh jadi pengertiannya
cenderung kea rah pemikiran iman, fiqih dan akhlak.
2. Secara Terminologis
Salman al-Audah mengemukakan bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah segala
sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa tentran kepadannya, segala sesuatu yang di
cintai oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak
disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i dan akal.
Sedangkan imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar
adalah merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya, disampaikan
Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat islam. Adapun pengertian nahi
munkar menurut Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala bentuk kekejian,
sedangkan amar ma’ruf berarti menghalalkan semua yang baik, karena itu yang
mengharamkan yang baik termasuk larangan Allah.8 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata:
“Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban dan amalan sunah yang
sangat agung (mulia) maka sesuatu yang wajib dan sunah hendaklah maslahat di
dalamnya lebih kuat/besar dari mafsadatnya, karena para rasul diutus dan kitab-kitab
diturunkan dengan membawa hal ini, dan Allah tidak menyukai kerusakan, bahkan
setiap apa yang diperintahkan Allah adalah kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan
dan orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh,
serta mencela orang-orang yang berbuat kerusakan dalam beberapa tempat, apabila
mafsadat amar ma’ruf dan nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya maka ia bukanlah
sesuatu yang diperintahkan Allah, sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan
yang haram, sebab seorang mukmin hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam
menghadapi hamba-Nya, karena ia tidak memiliki petunjuk untuk mereka, dan inilah
makna”
Perintah melakukan sesuatu yang baik dan melarang semua yang keji akan terlaksanat
secara sempurna, karena diutusnya Rasulullah SAW oleh Allah SWT, untuk
menyempunakan akhlak mulia bagi umatnya. Dalam surat al-Maidah ayat 3 dijelaskan,
bahwa:
“pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu. Maka
barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”10
Jelas, Allah telah menyempurnakan agama ini untuk kita, telah melengkapi nikmat
kepada kita, juga ridho islam sebagai satu-satunya agama bagi umat manusia, oleh
karena itu umat Muhammad SAW.
Sebagai umat yang baik. Dalam surat Ali Imran ayat 110 juga dijelaskan bahwa:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekirannya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”
Ayat ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atas
iman, padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih, sebagai isyarat tentang
pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dimana
umat Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya
dari umat-umat lain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan kewajiban
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sesungguhnya Allah yang
maha tinggi dan maha kuasa mengingatkan umat Islam agar tidak lupa pada tugas
utamanya dalam kehidupan ini, atau bermalasmalasan dalam melaksanakannya, yaitu
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
Dengan jelas Allah menegaskan bahwa umat islam adalah sebaikbaik umat yang
senantiasa berbuat ihsan sehingga keberadaannya sangat besar manfaatnya bagi segenap
umat manusia. Dengan amar ma’ruf nahi munkar berarti menyempurnakan bagin umat
yang lain tidak ada yang memerintahkan untuk melaksanakan semua ma’ruf bagi
kemaslahatan seluruh umat lapisan manusia dan tidak pula melarang semua orang dari
berbuat kemungkaran.
Dan dari beberapa Hadist juga dijelaskan bahwa diwajibkan kepada setiap Muslim
melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar. Dikeluarkan oleh (takhrifi oleh Muslim dari
hadits Ibnu Mas'ud Ra dari Nabi Saw. Yang menjelaskan bahwa:
“Tiadalah dari seorang Nabi yang diutus AIIah kepada suatu umat sebelum aku
melainkan dari umatnya ia mempunyai penolong (hawairyyum) dan sahabat yang
mereka berpegang teguh pada sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian
sesudah mereka muncul generasi-generasi penerus yang mereka mengatakan sesuatu
yang mereka sendiri tidakmelakukannya, dan melakukan sesuatu yang mereka tidak
diperintahkan. Maka bagi yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya, ia seorang
yang beriman dan siap yang berjihad terhadap mereka dengan lisannya, ia adalah
seorang yang beriman, dan siapa yang berjihad terhadap mereka dengan hatinya, ia juga
seorang yang beriman. Dan sesudah itu tidak ada sebesar biji sawipun iman. "
Hadits-hadits tersebut dan banyak hadits-hadits lain yang semakna - menunjukkan
bahwa wajibnya menentang kemungknran (al-munkar) hanyalah menurut kemampuan
yang ada. Tetapi penentangan dengan hati adalah keharusan.Maka jika hati tidak mau
menentang, itu pertanda hilangnya iman dari orang yang bersangkutan. Diriwayatkan
oleh Abu juhaifah, ia menceritakan: Ali Ra pernah berkata:
"sesungguhnya jihad pertama yang harus diatasi adalah jihad dengan tangan knlian,
kemudian jihad dengan lisan, lalu dengan hati. Barang siapa hatinya tidak mengetahui
kebaikan (al-ma'ruf) dan menentang kemunkaran (almunkar), maka ia jungkir balik,
yang di atas menjadi di bawah. "
B. Amar ma’ruf Nahi Munkar dalam Kehidupan Manusia
Al-Qur’an adalah kitab Tuhan yang universal, berlaku kapan saja, dimana saja, dan
untuk siapa saja. Dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak kita temui orang-orang yang
selalu menyerukan kebaikan dan melarang berbuat kemungkaran, bahkan diri kita
sendiri pun disadari atau tidak selalu menyerukan kebaikan dan melarang melakukan
kejahatan, baik melalui tulisan maupun melalui sumbang saran terhadap sesuatu.
Amar ma’ruf nahi munkar tidak hanya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
pokok-pokok agama saja atau ideologi semata. Amar ma’ruf nahi munkar juga bisa saja
berkaitan dengan kehidupan sosial, politik, budaya maupun hukum. Contohnya, ketika
seseorang menyarankan temannya yang masih membujang untuk segera menikah,
berarti orang tersebut telah melakukaan amar ma’ruf. Contoh lain, ketika seorang
pemimpin berusaha untuk memberantas korupsi, maka pemimpin tersebut telah ber-nahi
munkar’, dan seterusnya. Mengajak kepada kebaikan itu baik, melarang kemungkaran
juga baik. Apabila kebaikan selalu diserukan, tetapi masih ada saja yang melakukan
kemunkaran, maka kemungkaran tersebut harus dirubah atau di perbaiki.
1. Aspek Sosial
Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri utama
masyarakat orang-orang yang beriman, setiap kali al-Qur'an memaparkan ayat yang
berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan menjelaskan risalahnya dalam
kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas, atau anjuran dan dorongan bagi orang-
orang beriman untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka
tidak heran jika masyarakat muslim menjadi masyarakat yang mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran, karena kebaikan negara dan rakyat tidak
sempurna.
Amar ma'ruf nahi mungkar termasuk kewajiban terpenting dalam masyarakat muslim,
selain shalat dan zakat, terutama di waktu umat Islam berkuasa di muka bumi, dan
menang atas musuh, bahkan kemenangan tidak datang dari Allah, kecuali bagi orang-
orang yang tahu bahwa mereka termasuk orang-orang yang melakukannya, dalam QS.
Al-Hajj: 40-41 dijelaskan:
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang
yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan
yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah menggambarkan masyarakat
yang amar ma'ruf dan nahi mungkar, dan masyarakat tidak melakukan amar ma'ruf nahi
mungkar, dengan para penumpang kapal yang mengundi tempat di kapal, sebagian
mendapat tempat di atas dan sebagian mendapat tempat di bawah, orang-orang yang
bertempat di bawah apabila ingin mengambil air, mereka harus melewati orang-orang
yang ada di bagian atas, maka mereka berkata: kalau saja kita melubangi kapal agar
tidak mengganggu orang di atas. Jika mereka membiarkan kemauan mereka, maka akan
binasa semua, dan jika mereka dihalangi maka semuanya akan selamat.
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam
masyarakat, dari hadits tersebut jelas bahwa amar ma'ruf dan nahi munkar bisa
menyelamatkan orang-orang lalai dan orangorang ahli maksiat dan juga orang lain yang
taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam atau tidak peduli terhadap amar ma'ruf dan
nahi mungkar merupakan suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak hanya mengenai
orangorang yang bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang
buruk, yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik. Amar ma'ruf dan nahi
munkar merupakan hak dan kewajiban rakyat
Dalam masyarakat muslim amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan hak dan juga
kewajiban bagi mereka, ia merupakan salah satu prinsip politik dan sosial, al-Qur'an dan
hadits nabi telah menjelaskan hal itu dan memerintah orang untuk memberikan nasihat
atau kritik bagi pemangku kekuasaan dalam masyarakat, dan minta penjelasan hal-hal
yang menjadi kemaslahatan rakyat, atau mengingkari hal-hal yang tidak menjadi
maslahat bagi rakyat.
Tolok ukur kebaikan dan kemungkaran adalah syari'at dalam satu sisi, dan
kemaslahatan rakyat dari sisi lain. Ini merupakan persoalan yang luas dari tuntutan
rakyat pada penguasa, khususnya dalam mencegah kezaliman, tidak menerimanya atau
bersabar atasnya. Al-Qur'an telah menganggap terjadinya kezaliman dari penguasa, dan
diamnya rakyat atas kezaliman tersebut merupakan suatu dosa besar dari kedua belah
pihak, yang bisa mengakibatkan turunnya siksa di dunia, dan juga di akhirat kelak.
Apabila kita perhatikan seluruh ajaran islam dan menyelami rahasia-rahasia hikmah
yang terkandung di dalam ajarannya, tentu kita akan memperoleh kesimpulan bahwa
semuannya itu menuju kepada tujuan yang satu, yaitu menyempurnakan akhlak
manusia, mudah untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat, dan membuka jalan
kebahagiaan masyarakat, kejayaan bangsa dan kejayaan umatnya terletak pada
akhlaknya. Selama bangsa itu masih memegang pada norma-norma dan kesusialaan
yang teguh, maka selama itu bangsa menjadi jaya dan bahagia.
Yang hendak dikendalikan akhlak adalah tindakan lahir manusia, akan tetapi oleh
karena tindakan lahir itu tidak dapat terjadi jika tidak didahului oleh gerak-gerik batin
(tindakan hati), maka tindakan batin ini termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak juga.
Karena itu setiap orang diwajibkan menguasai batinnya, mengontrol hatinya, karena hati
sumber dari segala tindakan lahir. Apabila seseorang dapat menguasai tindakan
batinnya, maka dapatlah ia menjadi orang yang berakhlak baik.
Dalam pembinaan pribadi seseorang secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari
pembinaan kehidupan beragama, karena kehidupan beragama adalah bagian dari
kehidupan itu sendiri, sikap atau tindakan seseorang dalam hidupnya tidak lain dari
pantulan pribadinnya yang tumbuh dan berkembang sejak lahir, bahkan telah mulai
sejak dalam kandungan. Semua pengalaman yang dilalui sejak dalam kandungan
mempunyai pengaruh terhadap pembinaan pribadi, bahkan diantara ahli jiwa yang
berpendapat bahwa pribadi itu tidak lain dari kumpulan pengalaman yang dilalui dan
diterimannya sejak lahir. Tindakan-tindakan ritual seperti shalat dan membaca do’a,
agama lebih dari keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku
itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (berakhlak karimah), atas dasar percaya
atau iman kepada Allah dan tanggung jawab pribadi dihari kemudian.
Kalau kita pahami bahwa agama akhirnya menuju kepada penyempurnaan keluhuran
pribadi, karena memang tujuan utama agama adalah menyempurnakan akhlak manusia
yang berbudi luhur serta membentuk keutuhan manusia atas dasar iman atau percaya
pada Allah SWT. Maka dari itu bisa tercipta kehidupan bermoral di muka bumi, hanya
dengan landasan moral itulah maka suatu bangsa akan teguh berdiri, jika sebaliknya
maka Negara akan hancur luluh.
Amar ma’ruf merupakan tawaran konsep dan tatanan sosial yang baik (terkonsepkan
secara konkrit), sebagai solusi yang baik berupa contoh yang sudah ada maupun berupa
usulan ketika kita mengadakan nahi munkar yang merupakan tindakan pencegahan atau
penghapusan akan halhal yang jelek/salah. Sudah pasti untuk hal-hal tertentu dalam
menjalankan nahi munkar (atau bukan juga amar ma’ruf) diperlukan kemauan politik
setidaknya dorongan politik, mereka yang mempunyai otoritas. Hal ini ibarat kepastian
hukum (new enforcement) terhadap para pelaku kriminal, lebih-lebih kriminal dalam
hal sosial.
2. Aspek Politik
Sudah dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 104, bahwasanya menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, maka perlu
kita pahami bersama, bahwa ajaran amar ma’ruf nahi munkar tersebut bukan tanpa
metode, dan mekanisme yang sesuai dengan tatanan kehidupan masyarakat. Allah SWT
pun telah mengajarkan bagaimana kita seharusnya melakukan amar ma’ruf nahi
munkar.
Maka, dalam hal ini, tidak ada kebebasan bagi sembarang orang atau kelompok untuk
secara langsung melakukan tindakan kekerasan atas dasar amar ma’ruf nahi munkar,
kecuali atas dasar otoritas yang diberikan oleh negara. Otoritas inilah yang dalam
konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dapat dipahami sebagai makna dari
“biyadihi"/dengan tangan” dalam hadis yang dikutip sebelumnya, tentang anjuran
merubah kemungkaran. Selain itu, implementasi amar ma’ruf nahi munkar juga harus
didasari dengan penghargaan akan keniscayaan perbedaan dan keragaman yang tumbuh
dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh karenanya, prinsip
tasamuh tidak dapat dipisahkan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan
demikian, maka umat muslim Indonesia, sebagai mayoritas di negeri ini, dapat
memperkokoh tegaknya negara hukum Indonesia.
Dalam hal ini, tidak ada kebebasan bagi semua orang atau kelompok untuk secara
langsung melakukan tindakan kekerasan atas dasar amar ma’ruf nahi munkar, kecuali
atas dasar otoritas yang diberikan oleh negara. Otoritas inilah yang dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dapat dipahami sebagai makna dari
“biyadihi/dengan tangan” dalam hadis yang dikutip sebelumnya, tentang anjuran
merubah kemungkaran. Selain itu, implementasi amar ma’ruf nahi munkar juga harus
didasari dengan penghargaan akan keniscayaan perbedaan dan keragaman yang tumbuh
dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh karenanya, prinsip
tasamuh tidak dapat dipisahkan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan
demikian, maka umat muslim Indonesia, sebagai mayoritas di negeri ini, dapat
memperkokoh tegaknya negara hukum Indonesia.
Dalam hal ini, tidak ada kebebasan bagi sembarang orang atau kelompok untuk secara
langsung melakukan tindakan kekerasan atas dasar amar ma’ruf nahi munkar, kecuali
atas dasar otoritas yang diberikan oleh negara. Otoritas inilah yang dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dapat dipahami sebagai makna dari
“biyadihi/dengan tangan” dalam hadis yang dikutip sebelumnya, tentang anjuran
merubah kemungkaran. Selain itu, implementasi amar ma’ruf nahi munkar juga harus
didasari dengan penghargaan akan keniscayaan perbedaan dan keragaman yang tumbuh
dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh karenanya, prinsip
tasamuh tidak dapat dipisahkan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan
demikian, maka umat muslim Indonesia, sebagai mayoritas di negeri ini, dapat
memperkokoh tegaknya negara hukum Indonesia.
Pengawasan terhadap pemerintah dan kebebasan menyampaikan pendapat kepada
penguasa baik berkaitan dengan harta maupun politik merupakan prinsip-prinsip dasar
konstitusi yang diakui, karena ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits nabi telah
menegaskannya, sebagaimana juga ia telah menjadi tradisi politik yang belaku pada
masa dahulu, dan secara teori hal ini masih tetap diterima di kalangan umat Islam secara
umum dan khusus, akan tetapi praktiknya menjadi lemah apabila yang menjadi
penguasa adadalah orangorang zalim, dan ia akan kembali lagi diterapkan jika yang
naik ke pucuk pimpinan adalah orang yang adil dan baik.
Adapun para ulama, mereka tidak mengabaikan prinsip ini, banyak dari mereka yang
mengalami tekanan dan siksaan, sebagaimana yang terjadi pada Said bin Jubair, Imam
Malik, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah dan lain-lain di beberapa masa dan beberapa
Negara.
Konsep Amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang hukum merupakan gagasan, cita-cita
penegakkan hukum dan keadilan serta penanggulangan atau pencegahan kejahatan.
Penegakkan hukum sangat tergantung (kemauan politik) penyelenggara Negara pada
umumnya dan profesi penegak hukum pada khususnya yang terdiri dari polisi, jaksa,
penasehat hukum dan hakim. Reformasi dan sosialisasi konsep Amar ma’ruf nahi
munkar dalam bidang hukum berarti penegakkan hukum dalam masyarakat dan Negara
dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan statemen tanpa terkecuali baik laki-laki maupun
perempuan, yang miskin atau yang kaya, seorang pemimpin atau yang bawahan, kulit
hitam maupun kulit putuh, buruh maupun pengusaha, dan seterusnya. Amar ma’ruf nahi
munkar memiliki kekuatan penegakkan terhadap prinsip-prinsip keadilan, kejujuran,
dan perlu dijalankan berdasarkan sidiq, amanah, fathonah, tabligh, dan istiqomah serta
sabar. Hal ini hendaknya mampu menghilangkan rasa riya’, sum’ah, ujub, dengki,
munafik, kufur, dan lain sebagainnya.
Gerakan amar ma’ruf nahi munkar dengan muatan-muatan penegakkan dan penerapan
prinsip itu ditujukan sebagai landasan gerak setiap muslim. Semua dijalankan secara
global, konferhensip, stimulant dan berkelanjutan. Serta antara amar ma’ruf nahi
munkar sebagai satu kesatuan perjuangan bak dua sisi sekeping mata uang.23
[01.05, 18/12/2020] M. Syahrul Fadilah: A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Menurut kamus al-Munawir Arab-Indonesia terlengkap bahwa arti amar adalah
memerintahkan. Ma‟ruf artinya adalah kebajikan. Nahi artinya melarang atau
mencegah. Munkar artinya adalah keji atau munkar.
Selain itu ma‟ruf juga diartikan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT
dalam kitabnya atau melalui lisan rasulnya Muhammad SAW. Sedangkan yang munkar
diartikan apa yang dilarang oleh Allah dalam kitabnya atau melalui lisannya
Muhammad SAW. Dinamakan ma‟ruf karena jiwa yang sehat akan mengenalinya dan
mengetahui kebaikannya serta menerimanya dan akan terus melakukan perbuatan yang
ma‟ruf dan dinamakan munkar karena jiwa dan fitrah yang sehat akan mengingkari dan
menjauhi serta menjelekkan perbuatan tersebut.23
Arti amar ma‟ruf nahi munkar secara terminologi ialah megajak kepada perbuatan yang
baik dan mencegah kepada perbuatan yang munkar. Secara etimologi amar berarti
adalah perintah, ajakan, anjuran, himbauan bahkan juga berarti permohonan. ma‟ruf
artinya baik, layak, patut. Nahi munkar berarti melarang, mencegah dan munkar berarti
durhaka.
21
Amar ma‟ruf nahi munkar juga diartikan memerintahkan kepada perbuatan kebajikan
dan melarang pada pekerjaan yang munkar. Istilah ini di dalam syari‟at Islam yakni
perintah atau mengajak diri dan orang lain melakukan hal-hal yang dipandang baik oleh
agama dan melarang atau mencegah diri dan orang lain untuk melakukan hal-hal yang
dilarang oleh
syariat.
Sedangkan menurut Imam Ghazali, amar ma‟ruf nahi munkar adalah dua perkara
tersebut ushuluddin, dengan kedua perkara tersebut terwujudlah tujuan darikeputusan
nabi-nabi. Dalilnya adalah firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 104 :
     
         
     •  
    
   
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.”

Telah diriwayatkan bahwa Abu Bakar As-Siddiq RA, berkata dalam khutbah yang
disampaikannya, sesesungguhnya kalian membaca ayat ini dan kalian termasuk
mentakwilkanya, surat al-Maidah ayat 105 :
         • 
•          
       
        
        

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu
akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya
kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan.”(QS. alMaidah: 105).28

B. Bentuk-bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar


1. Dengan senjata
Islam juga menyerukan untuk mengangkat senjata jika hal tersebut benar benar
memungkinkan sebagaimana firman Allah dalam suratan-Nisa ayat 75 yang berbunyi:
      
        
         
        
           
       
  •        
          
  
Artinya:“mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah membela kaum yang lemah
baik laki-laki maupun wanita dan anak-anak yang semuanya berdo‟a: “Ya robb kami,
keluarkanlah kami dari negeri ini(makkah) yang zhalim penduduknnyadan berilah kami
pelindung dari sisia engkau dan berikanlah kami penolong dari sisi Allah.”(QS.an-Nisa:
75).29
Apabila masyarakat tidak mampu melawan tirani dan kezhaliman serta kediktatoran
maka tidak ada alasan baginya untuk mengangkat
senjata atau paling tidak hijrah dari kampung mereka dan tidak ada alasan

2928 Departemen Agama RI, Departemen Agama RI, op, citop, cit, h. 99, h. 153
bagi merekauntuk mereka kebinasaan. Kalau darah manusia sudah tidak berharga dan
ummat Islam diperangi, maka tidak ada kedamaian dalam kehidupan. Oleh karena itu
Islam mewajibkan umatnya untuk bangkit demi membela diri dan haram hukumnya
bagi ummat Islam untuk berdiam diri menerima kehinaan dan penindasan. Islam ssangat
mencintai kedamaian namun, kemerdekaan dan kehormatan umat Islam jauh lebih
berharga dari perdamaian itu sendiri.
2. Dengan politik
Perjuangan dengan menggunakan kekuatan politik dalam suatu negara dikemas
berbagai bentuk diantaranya adalah dalam bentuk wadah atau membentuk kelompok
atau kekuatan politik yang disebut dengan partai. Yusuf Qordhawi mengatakan “bahwa
partai suatu wadah bagi umat untuk mengatakan “tidak” atau “kenapa”.
Partai yang dimaksud oleh Yusuf Qordhawi harus memenuhi 2 syarat
yaitu:
a. Partai-partai tersebut harus mengakui Islam sebagai akidah dan
Syari‟ah, tidak boleh melanggar ajaran-ajarannya dan tidak boleh pula menjadikan
partai sebagai kedik, walaupun berbagai partai tersebut mempunyai ijtihad sendiri
memahaminya berdasarkan kaidah-kaidah
ilmiah yang sudah ditetapkan.
b. Partai-partai tersebut tidak boleh bekerja demi kepintingan pihak-pihak
yang memusuhi Islam dan umatnya, apapun nama dan bentuknya.
3. Dengan dakwah
Secara bahasa, dakwah berarti memanggil, mengundang, minta tolong kepada, berdo‟a,
memohon, mengajak kepada sesuatu, mengubah dengan perkataan dan perbuatan , dan
amal.
Dan secara istilah para ahli piqh berbeda pendapat tentang dakwah di antaranya;
a. M. Abu al-Fath al-Bayanuni, dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan
Islam kepada manusia serta menerapkannya dalam kehidupan manusia.
b. Taufik al-Wa‟i, dakwah adalah mengajak kepada pengesaan Allah dengan
menyatakan dua kalimat sahadat dan mengikuti manhaj Allah di muka bumi baik
perkataan dan perbuuatan, sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur‟an dan Assunnah,
agar memperoleh agama yang diridha‟inya dan manusia memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
c. Syaikh Ali Mahfudz, dakwah adalah mendorong (memotivasi) manusia untuk
melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma‟ruf dan
mencegah dari perbuatan yang munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
Dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi mukar dalam rangka merealisasikan negara yang
berwibawa dan bermartabat. Hal tersebut berpedoman kepada tindakan yang dilakukan
Abu Bakar sewaktu beliau diangkat jadi khalifah. Oleh karena itu, setiap umat Islam
dalam suatu negara dituntut untuk selalu aktif dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi
munkar sekalipun terhadap seorang pemimpin karena hal tersebut sebagai salah satu
bentuk yang harus dilakukan secara bijaksana dan bersifat konstruktif serta tidak dengan
jalan inkonstitusional. Umat ini akan kehilangan keistimewaan dan kelebihannya jika
mereka meniggalkan perjuangan amar ma‟ruf nahi munkar-nya, maka mereka akan
ditimpa musibah dan dilaknat Allah SWT.

C. Dasar Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Sebagaimana firman Allah SWT dalam dalam al-Qur‟an surah al-Araf ayat 157 yang
berbunyi :
        
      
•      
    
        
       
        
   
       
        
      
       
         
   •        • 
        
          
  
Artinya :”(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya,
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS. al-A’raf: 157).
Ayat ini dapat diambil sebagai penjelasan tentang risalah beliau. Allah lah yang
memerintahkan lidah beliau untuk mengemukakan segala yang ma‟ruf dan melarang
segala yang munkar, menghalalkan semua yang baik dan mengharamkan segala yang
keji. Melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar termasuk dalam kewajiban yang
pundamental dalam Islam. Sebagaimana dalam firman Allah yang termuat dalam surah
Ali Imran ayat 110 sebagai
berikut :
      
     •
•      •  
 
         
          
          
       
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(QS. al-Imran:
110).33

Nabi SAW bersabda :


َُ†َ ‫فل‬
َْ ‫أى ِم ْى ُك ْم ُم ْى َكرًا‬ ُ†ًًًُُْْ ‫ِض َ هللاُ َع‬
‫ُغ‬ َ ‫ َم ْه َر‬: ‫ي هللاُ َع َل ِْ ً†ًِ َو َسل ََّم قَ ُُْ†ْو ُل‬ َّ ‫صل‬ ُ ‫ َس ِمع‬: ‫ى قا َ َل‬
َ ِ‫ْت َرسُوْ ُل هللا‬ ٌِ †ٌ ‫أِب َس َ† َِِع ْ ِد ْال ُخ ْد ِر †ًًِِّ َر‬
ٌَِ َ†ٌ ْ ‫عــ ْه‬
‫ِب ِ َو‬ًِ †ً َ‫ق ْل‬
ِ َ‫ِطَ ْع فب‬ †َِ ‫ي فإ َ ْ ِن ل ََّّْ†ْم َْست‬
†ََِ ‫ِطَ ْع فبَلِ ََِ†ِسا ً† ًِِو ِ فإ َ ْ ِن ل ََْ†ْم َْست‬ ِ ‫ِب َ†َِِد‬
َِ †َ ‫ي‬
ُ ُِ ّ‫ر‬

َِ †َ ‫ْض َعفُ ا ٍٍِْْ†ِل‬


‫ْماِن )رواه مسلم‬ †ََْ ‫ِك أ‬
†ََِ ‫( َذال‬
Artinya:”Dari Abu Said al-Khudri RA berkata : saya mendegar rasulullah SAW
bersabda : siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak
mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan
hatinya dan hal tersebut adalah selemahlemah iman.”(HR. Muslim).34
[01.05, 18/12/2020] M. Syahrul Fadilah: E. Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Banyak hukuman fitri yang bersumber dari meninggalkan perintah amar ma‟ruf nahi
munkar dan jihad kepada orang-orang muslim. Diantaranya, kehinaan umat Islam di
depan musuh-musuhnya dan kerendahan orang-orang mu‟min diantara orang-orang
munafik. Hal ini merpakan kenyataan yang kita saksikan dan dialami umat Islam dalam
realitasnya sekarang.
Kezhaliman dan kesesatan akan merajalela dan fitnah akan semakin besar hingga
seseorang tidak lagi mampu mengetahui jalanya. Inilah realitas kita dan segala
konsekuensinya sekarang,hati dan jiwa umat bercerai berai dan tabrakan. Sama sekali
tidak akan ada titik temu atas sesuatu karena dibalik kebenaran yang sifatnya
menyatukan terdapat kebatilan yang memiliki banyak jalan yang berbeda-beda. Dalam
hadist dijelaskan,”ketika bani Israil terjerumus dalam kemaksiatan, ulama mereka
melarang, tapi mereka tidak mengakhiri perbuatan itu. Lalu ulama mereka duduk,
makan dan minum dengan mereka. Setelah itu Allah SWT membenturkan hati sebagian
dari mereka dengan sebagian yang lain dan melaknat mereka lewat ucapan Daud
AS, lalu Daud duduk seraya berkata,‟demi Tuhan yang menguasai jiwaku, (Alim Ulama
mereka) sampai kalian benar-benar mengalihkan mereka kepada kebenaran,”
Akibat dari ini semua adalah kehancuran dan kematian karena tatkala umat Islam
kehilangan hidupnya, yakni respon yang baik terhadap perintah Allah, maka apalagi
yang tersisa. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur‟an surah al-Anfal ayat 24 :
       
            
       
          
         
    
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul
apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan
sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan.”(QS. al-Anfal: 24).
Kehidupan ada dalam Islam. Seperti meninggalkan air yang membawa kepada
kekekalan Islam, yaitu memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran dan jihad
artinya kehancuran. Sebenarnya, semua sumber keburukan berasal dari pintu ini, karena
tidak ada satu penyelewengan pun, kecuali disebabkan oleh perbuatan meninggalkan
perintah berbuat baik dan melarang kemungkaran dan jihad. Semua penyelewengan,
sebagaimana yang telah kita saksikan, mengakibatkan banyak hukuman fitrah.40

F. Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Setiap makhluk hidup tentu punya hasrat, kehendak dan tuntutan dalam dirinya.
Minimal ia menuntut jiwanya sendiri untuk berbuat dan juga ia mungkin menuntut
orang lain untuk melakukannya, karena manusia adalah makhluk yang dinamis. Bani
Adam tidak bisa hidup tanpa berkumpul, sebagian mereka memerlukan sebagian yang
lain. Dalam sisi lain Allah memerintahkan agar manusia mena‟atinya, dan rasul dan Ulil
Amri di kalangan orang mukmin. Sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nisa ayat
59 sebagai berikut :
       
       
     
      
    
       
       
          
        
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS.. an-Nisa: 59).41

4140 Said Hawa, Departemen Agama RI, al-Islam, (Jakarta : Gema Insani, op,
cit, h. 69 2004) , cet, ke-1, h. 751
Ulil amri adalah pemimpin yang memerintah dan melarang kepada manusia. Termasuk
disini adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan, kemampuan serta orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan. Setiap mereka itu berkewajiban menyuruh dan melarang
atas dasar yang diperintahkan Allah dan yang dilarang Allah. Dalam rangka menta‟ati
Allah, maka semua bawahan mereka harus menta‟atinya, dan bukan
mendurhakainya.Amar ma‟ruf nahi munkar adalah tugas pentig yang dilakukan oleh
negara Islam setelah Allah memapankan mereka di bumi dan menolong mereka atas
musuh-musuhnya, bahkan mereka tidak berhak mendapatkan pertolongan Allah kecuali
dengan amar ma‟ruf nahi munkar.
Hal terburuk yang menimpa manusia adalah jika orang yang kelewatan (melampaui
batas disikapi dengan diam membisu atau kekuatan lisan untuk menegurnya), jika
masyarakat itu tidak menyerukan kebenaran-kebenaran secara blak-blakan atau tidak
terang-terangan dengan da‟wah dan nasihat serta amar ma‟ruf nahi munkar.
Hubungan antara berprilaku yang baik dan mengajak kepada kebaikan sama kuatnya
dengan hubungan kebalikannya itu,yaitu harus diwujudkan keseragaman antara perilaku
dan perkataan seorang muslim, karena ia tidak boleh mengajak kepada kebaikan
sementara ia sendiri tidak melakukannya, Juga ia tidak dapat mencegah orang untuk
melakukan kemungkaran sementara ia melakukannya. Berperilaku yang baik adalah
sifat yang paling penting yang menunjukkan pemahaman seseorang akan
responsibilitasnya. Ia sebuah kewajiban yang dibebankan oleh Allah SWT. Kepada
orang itu berdasarkan al-Quran dan Sunnah Nabi SAW. Perilaku yang mulia adalah
sifat-sifat yang disenangi diingini oleh manusia karena memang ia baik, yaitu suatu sifat
yang bernilai tinggi. Keutamaan itu, terutama adalah; bijaksana, bersih diri, berani dan
adil.Sifat bijaksana akan mendorong orang untuk melakukan perilakuperilaku yang
mulia lainya, seperti pemaaf, menahan rasa marah, lembut, tekun, dan tidak menyakiti
orang lain.
Sifat bersih diri akan mendorong orang yang memilikinya untuk bersifat pemalu, jujur,
ikhlas, dermawan, serta berbicara dan beramal dengan baik.Sifat berani akan
mengantarkan orang untuk memiliki sifat-sifat; percaya diri, memelihara kebenaran,
sanggup menanggung kesulitan, dan dermawan. Sedangkan sifat adil akan
mengatarkan orang untuk bersifat sederhana dan tidak berlebihan dalam bertindak.
Dermawan merupakan sikap pertengahan antara boros dan pelit. Pemalu merupakan
pertengahan antara kehinaan dan sembrono. Berani merupakan pertengahan antara
tindakan ngawur dan pengecut. Serta pemaaf merupakan sikap pertengahan antara
menghina dan marah.Sebagian ayat al-Qu‟ran menyebutkan beberapa perilaku yang
harus diikuti oleh seorang muslim. Kami sebutkan sebagian darinya, sebagai tambahan
dari sifat-sifat dan akhlak yang baik yang telah kami sebutkan tadi, sebagai
berikut.Allah SWT berfirman :
           
        
            
         
       
       
        
     
     
        
Artinya:“sesungguhnya orang –orang yang beriman itu adalah mereka yang
apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat-nya, bertambahlah iman mereka(karenanya) dan kepada tuhanlah
mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan
sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar- benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
tuhannya dan ampunan serta rezeki(nikmat) yasng mulia.” (QS. al-Anfal;2-4).43
BAB 5
Fitnah maknanya adalah cobaan dan ujian. Di akhir zaman akan bermunculan berbagai
macam fitnah yang semakin beragam dan semakin berat. Sehingga manusia yang berada
pada zaman tersebut akan merasakan ujian kehidupan yang tidak ringan.
Di antara fitnah yang muncul di akhir zaman adalah :
1. Banyaknya Praktek Kesyirikan
Kesyirikan merupakan dosa besar yang terbesar. Semakin jauhnya manusia dari masa
kenabian, menjadikan manusia semakin berani menyelisihi petunjuk Nabi a. Sehingga
pelan-pelan manusia akan terseret ke dalam jurang kesyirikan tanpa ia sadari. Allah q
berfirman;

”Maka hendaklah takut orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul mereka akan
ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.”
2. Banyak Terjadi Perpecahan
Di akhir zaman akan muncul perpecahan di kubu kaum muslimin. Sehingga dengan
perpecahan tersebut akan mengurai kekuatan kaum muslimin dan akan banyak energi
yang terbuang. Diriwayatkan dari Abu Hurairah y ia berkata, Rasulullah a bersabda;

“Dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.”


HR. Tirmidzi Juz 5 : 2641, Abu Dawud : 4569, dan
Ibnu Majah : 3991. Hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani 5 dalam As-Silsilah Ash-
Shahihah Juz 1 : 203.
3. Banyaknya Pembunuhan
Di akhir zaman nyawa manusia menjadi murah harganya. Terkadang karena
permasalahan yang sepele darah ditumpahkan. Selain itu pula banyak terjadi
peperangan di akhir zaman. Diriwayatkan dari Abu Hurairah i, bahwa Rasulullah a
bersabda;

“Tidak akan terjadi Hari Kiamat hingga banyaknya ‘Al-Harju.’” Para sahabat bertanya,
”Apa yang dimaksud dengan ’AlHarju,’ wahai Rasulullah?” Rasulullah a bersabda,
”Pembunuhan-pembunuhan.”
4. Munculnya Syubhat (Kesamaran)
Di akhir zaman banyak tulisan dan buku-buku. Di satu sisi ini merupakan kenikmatan
dan kemudahan. Namun disisi lain, jika tulisan dan buku-buku tersebut tidak disusun
berdasarkan sumber rujukan yang benar, maka justru akan menimbulkan syubhat
(kesamaran) bagi pembacanya. Sehingga akan menjadi samar pula antara kebenaran
dengan kebatilan. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud y, bahwa
Rasulullah a bersabda;

”Sesungguhnya dihadapan Hari Kiamat (akan terjadi); memberi salam hanya kepada
orang khusus. Tersebarnya perdagangan hingga seorang wanita membantu suaminya di
dalam berdagang. Terputusnya silaturrahim, saksi palsu, disembunyikannya saksi yang
benar, dan

tersebarnya pena.”6
6 HR. Ahmad. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam As-Silsilah Ash-
Shahihah Juz
2 : 647.
5. Tersebarnya fitnah Wanita
Jumlah wanita di akhir zaman mengalahkan jumlah laki-laki. Dan banyak di antara
mereka yang tidak mengerti bagaimana seharusnya berhijab secara syar’i, sehingga
akan menimbulkan fitnah yang besar bagi kaum laki-laki.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah i, bahwa
Rasulullah a bersabda;

“Sepeninggalku tidak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada
(fitnahnya) wanita.”

6. Terbukanya Lumbung-lumbung
Harta
Perhatian utama sebagian besar manusia akhir zaman adalah harta. Hal inilah yang
menjadikan maraknya perdagangan di akhir zaman. Padahal bukanlah kefakiran yang
ditakutkan oleh Rasulullah a akan menimpa umat ini, akan tetapi yang ditakutkan oleh
Rasulullah a adalah ketika dibukakannya lumbung harta, sehingga manusia akan
berlomba-lomba untuk memperebutkannya. Rasulullah a
pernah bersabda;

“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang lebih aku takutkan menimpa kalian, akan tetapi
yang aku takutkan atas kalian jika dunia dibentangkan kepada kalian sebagaimana telah
dibentangkan kepada orang-orang-orang sebelum kalian. Sehingga kalian berlomba-
lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan (dunia) akan menghancurkan kalian
sebagaimana (dunia) telah menghancurkan mereka.”

KIAT MENGHADAPI FITNAH AKHIR ZAMAN

Ada beberapa kiat dalam menghadapi fitnah akhir zaman, antara lain :

1. Hadir Dalam Majelis Ilmu


Di antara cara untuk menjaga konsistensi iman di akhir zaman adalah dengan
menghadiri majelis-majelis keilmuan. Karena di dalam majelis ilmu seorang akan
ditunjukkan kepada jalan kebenaran dan kebaikan, dan ia akan dibimbing di atasnya. Di
dalam majelis ilmu seorang dimotivasi untuk melakukan ketaatan dan menjauhi
kemaksiatan. Sehingga dengan demikian diharapkan keimanannya akan terus kontinu
dan konsisten. Karena demikian pentingnya duduk dalam majelis ilmu, sehingga ‘Umar
bin Khaththab y pernah berkata; ”Sesungguhnya seorang keluar dari rumahnya dengan
membawa dosa sebesar gunung Tihamah. Jika mereka mendengarkan ilmu, (maka) ia
akan takut kemudian akan bertaubat. (Dan) ia kembali ke rumahnya dalam keadaan
tidak berdosa lagi. Maka janganlah engkau berpisah dari
majelis para ulama’.”

2. Sibukkan Diri Dengan Ibadah dan


Amalan Kebaikan
Dengan menyibukkan diri dengan ibadah dan amal kebaikan akan lebih bermanfaat bagi
seorang muslim untuk kehidupannya di dunia dan di akhirat. Dan seorang yang
menyibukkan dirinya dengan kebaikan, maka ia tidak akan mempunyai waktu untuk
melakukan keburukan. Dengan demikian, hari-harinya akan terisi dengan hal-hal
kebaikan dan ketaatan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah y ia
berkata, bahwa Rasulullah a bersabda;

“Bersegeralah untuk beramal (sebelum datangnya) fitnah-fitnah seperti potongan malam


yang gelap. Pagi harinya seorang masih beriman, namun sore harinya ia telah kafir.
Atau sore harinya seorang masih beriman, namun pagi harinya ia telah kafir. Ia menjual
agamanya dengan
sedikit bagian dari dunia.”

Imam Asy-Syafi’i 5 pernah


berkata;
“Aku bertemu dengan orang-orang sufi, aku tidak mengambil manfaat (dari mereka),
kecuali dua kata; Pertama, waktu seperti pedang jika engkau tidak memotongnya, maka
ia yang akan memotongmu. Kedua, jika engkau tidak menyibukkan dirimu dalam
kebenaran, maka ia akan
menyibukkanmu dalam kebatilan.”

3. Mejauhi Berbagai Macam Syubhat dan Syahwat


Hati manusia itu lemah, sedangkan syubhat menyambar-nyambar.Sebagaimana
perkataan Imam Adz-Dzahabi 5, menukil
perkataan imam-imam salaf;
“Hati itu lemah dan syubhat itu menyambar-nyambar.”

Sehingga barangsiapa yang menjauhkan diri dari syubhat, maka ia telah menyelamatkan
agamanya.
Demikian pula dengan menjauhi berbagai macam hal-hal yang merangsang syahwat
akan menjadikan hati bersih. Dan ketika syahwat diperturutkan, maka banyak waktu
yang akan terbuang dalam perkara yang sia-sia.

4. Senantiasa Berdoa Kepada Allah q


Hendaklah seorang muslim berdoa kepada Allah q agar diselamatkan dari berbagai
fitnah kehidupan dan dijadikan hatinya senantiasa istiqamah dalam kebenaran dan
ketaatan. Karena hati manusia berada di antara Jari-jemari Allah q, maka Allahlah yang
mampu memberikan hidayah kepada hati tersebut agar tetap istiqamah di atas kebenaran
dan kebaikan, atau memalingkanya kepada kesesatan –wal’iyadzubillah.- Dan
hendaknya seorang muslim juga memohon perlindungan kepada Allah q dari fitnah
kehidupan. Di antara doanya adalah :
“Ya Allah, aku berlindang kepada-Mu dari adzab jahannam, dari adzab kubur, dari
fitnah hidup dan mati, dan dari keburukan
fitnah Dajjal.”

Anda mungkin juga menyukai